Sandy mengulum senyum diam-diam, mendengar yang dikatakan Rahadian Hendarto. Serius? Atma De Angelo menjanjikan besanan dengan pria yang anaknya hobi buka paha pada siapa saja yang bersedia memuaskan hasratnya.Sandy mengangkat wajah, pandangannya bersua dengan David. Dua pria terlibat kontak mata penuh makna. Tahulah artinya apa.Rafael memang ingin semua anggota keluarga ada saat menemui Rahadian. Dia tidak mau menyembunyikan soal hal ini, apalagi dia tahu apa tujuan pria itu langsung mengejarnya. Dasar serakah."Eva bekerja di sini juga. Dia kuliah, lulus dengan nilai bagus. Dia juga perempuan baik-baik."Rafael, David dan Sandy hampir tersedak bersamaan. Perempuan baik-baik katanya. Rasanya tiga pria itu ingin terbahak tapi masih takut dosa. Astaga pak Rahadian, mainmu kurang jauh.Paramita langsung menoleh ke arah sang putra begitu bahu Rafael bergetar. Perempuan itu memasang tampang memperingatkan, agar Rafael menjaga sikap."Dia pasti bisa dan pantas berdampingan dengan Anda."
Suasana haru sekaligus bahagia menyelimuti kediaman Rafael. Rumah bercat biru langit itu tampak menunjukkan kehidupan setelah sekian lama seperti mati tanpa penghuni."Jangan tinggi-tinggi," Atma berucap meski masih terbata-bata juga lirih.Iya, pria renta itu akhirnya sadar dari koma setelah hampir sebulan. Satu keajaiban yang membuat semua orang menangis penuh keharuan. Ada Reva yang tak henti menitikkan air mata. Tidak pernah menyangka jika kakeknya bisa sadar secepat ini."Sini," Atma memberi kode pada Nadine untuk mendekat. Perempuan itu yang menemukan Atma sudah membuka mata saat dia bermaksud mengecek infus Atma seperti permintaan Reva. "Iya, Kek. Mau apa?" Nadine bertanya lirih."Siomay."Nadine melongo mendengar ucapan Atma. Sampai dia teringat janjinya. "Nadine belikan sekarang ya?"Pria itu menggeleng. "Suruh mereka beli, kita makan sama-sama. Kakek mau keluar, bosan di sini." Meski masih terbata dan lirih, tapi Nadine paham yang diinginkan Atma. "Beli di mana?" Rion ber
Alarm lirih terdengar membuat pemiliknya terjaga. Rafael mematikan alarm, lantas menoleh pada Nadine yang tidur dalam pelukannya. Perempuan ini, Rafael menunduk untuk mencium bibir istrinya. Rafael tidak pernah menyangka jika Nadinelah yang mengamankan posisinya. Stempel itu ada pada sang istri ternyata."Sepertinya sepuluh persen kurang." Kata Rafael sedikit menegakkan tubuhnya ketika Nadine kian mengeratkan pelukan padanya. Pria itu balas mendekap Nadine. Menenggelamkan wajah sang istri di dadanya. Seraya menghadiahkan kecupan di puncak kepala sang istri."Raf ....""Hmm." Sepertinya lelaki itu pasrah saja andai Nadine membuka mata lalu menemukan mereka di kamar super mewah, yang sangat tidak mungkin adalah milik Rafael, jika menilik pekerjaan pria itu yang cuma seorang kurir."Aku harus bangun, Sayang," bisik Rafael sembari menggigit telinga Nadine, membuat si empunya menggeliat gelisah.Rafael menatap Nadine, perempuan itu tinggal mengenakan blus setelah Rafael menanggalkan blaze
Nadine setengah berlari sepanjang lorong rumah sakit. Dia langsung keluar dari mobil Sandy yang mengantarnya bahkan ketika kendaraan lelaki itu belum berhenti sepenuhnya. Benaknya dipenuhi ketakutan. Dia sangat takut, takut kehilangan."Bu, bapak bagaimana?" Nadine nyaris berteriak begitu melihat Heni duduk sendirian di ruang tunggu.Wanita itu tidak menjawab, hanya air mata yang bercucuran jadi jawaban. "Ibu! Jawab Bu!""Ibu tidak tahu, tapi Rafael sedang mencari tahu."Nadine mengerjap, bagaimana suaminya sampai lebih dulu, padahal tadi waktu membalas pesan Nadine, pria itu hanya membalas dengan tiga huruf, OTW.Nadine pilih duduk di samping Heni yang sesenggukan. Perempuan itu belum banyak bicara, dia sendiri juga sedang kacau. Nadine melesat keluar dari kediaman De Angelo begitu mendapat telepon jika sang ayah kecelakaan.Nadine mengabaikan ingatannya soal rumah yang pernah diakui Rafael sebagai rumah bosnya. Dia bertemu Sandy di luar rumah, entah bagaimana lelaki itu bisa berada
"Bagaimana? Bapak bagaimana?"Tiga perempuan langsung berdiri menyambut kedatangan Rafael dan Sandy. Dua pria itu saling pandang. "Begini, Bu ...."Tak ada yang Rafael dan Sandy tutupi. Keduanya ceritakan kondisi sebenar dari Hermawan. Dalam kesempatan ini, Rafael juga meminta Heni untuk menandatangani surat persetujuan operasi untuk Hermawan.Heni memandang dua putrinya seolah minta pendapat. "Resikonya? Pangkas Nadine cepat."Benda itu bisa melukai paru-paru bapak lebih parah jika tidak segera ditangani. Luka di paru-paru bisa segera diatasi kalau patahannya diurus," kata Rafael cepat."Kalau bapakku kenapa-kenapa awas kamu! Tidak peduli kamu ...." Sita melotot ketika Sandy membungkam mulutnya."Aku jamin bapak akan baik-baik saja jika dia segera masuk ruang operasi. Aku juga harus bersiap.""Ke mana?" Heni yang bertanya. Perempuan itu memicing curiga."Ada urusan," balas Rafael asal."Ngantar baranglah tu," cibir Sita yang masih tidak terima dengan ulah calon suaminya."Nah tu tah
"Ke mana semua orang?"Atma bertanya ketika makan malam tiba, dia yang masih duduk di kursi roda melihat meja makan hanya berisi dua orang. Dia pikir Nadine dan Rafael akan tinggal sampai makan malam."Ada hal buruk terjadi, Yah."Paramita mungkin terlalu berani saat berucap, tapi dia tidak mau menyembunyikan apapun dari ayahnya. "Hal buruk apa?" Pria itu menanti. Kendati fisiknya masih lemah tapi psikis Atma telah pulih. Dia siap menerima berita apapun, baik atau buruk dia bisa menerimanya."Ayah Nadine mengalami kecelakaan. Keadaannya tidak terlalu bagus. Reva datang ke rumah sakit, tadinya cuma mau ngecek aja. Tapi lima menit lalu dia bilang kalau akan ikut masuk ruang operasi.""Ada masalah?""Patahan tulang rusuk katanya mengenai bagian paru-paru, saat dibersihkan malah melukai pembuluh darah. Pendarahan dalam kan namanya."Atma langsung mengubah ekspresi wajahnya jadi ikut cemas. "Untung Rafael sudah diambil darahnya buat jaga-jaga.""Kita doakan saja besanmu baik-baik saja. K
"Dave cuma sendiri kok Tante. Gak ada yang ngikutin juga, sumpah."Paramita melirik Atma yang hanya bisa menarik napas. Hubungan mereka sejatinya tidak terlalu dekat. Kecuali Mita dan Dave. "Tahu dari mana kami di sini?" Paramita bertanya."Iseng aja. Kata Rafael kakek ikut dengannya. Aku cek ke rumah Bang Lio gak ada. Terus aku kepikiran rumah Rafael sendiri. Curiga karena banyak yang jaga di depan. Aku jadi yakin kalau kakek di sini.""Enggak cuma kakek sih. Semua ngumpet di sini," kekeh Atma."Ikutan dong. Kalau di sini pasti gak ketahuan Papa. Malas serumah sama dia.""Heh! Kalau kamu ikut bapakmu pasti nyariin, ketahuan kita nanti.""Bilang aja Dave nyusulin Mama. Gak bakal dia nyari, mana berani dia nyamperin mama.""Emang gak ngantor?""Bisa WFH juga."Tampak sekali jika David begitu tertekan. Paramita cukup paham akan hal itu. "Musti lapor sama tuan rumah dulu.""Besok saja. Tante ... lapar. Mau makan. Nanti kalau papa nyari bilang aja kayak tadi," rengek David.Tak akan ada
"Iya, dia Reva."Rafael tak punya pilihan selain jujur. Kepalanya sedang pusing, dia sedang tidak bisa berpikir jernih. Berbohong hanya akan menambah beban juga keruwetan di kepalanya."Kenapa dia di sini?""Ada hal, aku bertemu dengannya di depan toilet. Dia ingat sama aku rupanya."Nadine tampak berpikir. "Oh iya, dia kan dokter wajar kalau berada di rumah sakit. Dia pulang sendiri? Sudah malam ini.""Ada suaminya ngikutin dia."Keduanya kembali masuk ke dalam rumah sakit. Sampai mereka berbelok ke kafetaria rumah sakit. Mereka baru merasa lapar. Untung tempat itu buka dua puluh empat jam hingga mereka tidak kerepotan kalau malam-malam kelaparan. Membawa lima nasi kotak juga air mineral. Keduanya kembali ke tempat Heni, Sita juga Sandy berada."Aku baru mau keluar cari makan." Seloroh Sandy yang sepertinya sudah lapar lagi. Operasi Hermawan yang berjalan lancar tampaknya melegakan semua orang. Meski Leo dan Reva sempat mengingatkan mereka untuk terus berdoa, agar Hermawan bisa mele
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan