Kepala Rafael yang sudah pening bertambah lagi peningnya. Lelaki itu nyaris tak mampu bangun ketika tubuhnya tersungkur di lantai keramik yang dingin juga keras. Tak berapa lama tarikan di kerah jaket Rafael membuat lelaki itu berdiri dengan terpaksa."Kau! Katakan apa yang sudah kau lakukan padanya?" Desis Rionald tepat di depan wajah Rafael."Apa yang Om katakan?" Tanya Rafael di tengah sengal napasnya yang tercekik. "Kau! Kau yang sudah mencelakainya, bukan?" Tuduh Rionald langsung tanpa basa basi.Rafael sesaat bingung, apa maksud Rionald. Sampai cengkeraman di lehernya makin kuat. Rafael semakin kehabisan napas."Tuan Rionald, hentikan. Anda bisa membunuhnya!" Rion tiba-tiba muncul. Ini sangat berbahaya, bagaimana jika Rionald curiga kalau Rion dan Rafael selama ini saling terhubung.Rionald mengerjap melihat kehadiran Rion. "Kau! Kalian. Harusnya aku tahu kalau kalian selama ini berhubungan!" Rionald melempar tubuh Rafael hingga lelaki itu meringis. Punggungnya menghantam tembo
"Ada berita apa?" Nadine berbisik pada Rey saat mereka bertemu waktu makan siang di kantin. Sesuai instruksi Rafael, Rey dipindahkan ke kantor pusat. Sebagai keamanan tambahan untuk Nadine.Rey manut-manut saja ketika Sandy memerintahkan hal itu. Merasa berhutang budi karena sudah diselamatkan, Rey tidak banyak tanya kala diminta melakukan hal itu. Toh tugasnya tidak berat, hanya mengawasi Nadine saat di kantor, di waktu istirahat. Dia double untung. Gaji dari kerja dia dapat, bonus lain dia juga peroleh."Tuan besar De Angelo masuk rumah sakit," bisik Rey. Cukup sadar kalau berita ini sensitif. Nadine a o saja sewaktu Rey memberitahunya. Dia pikir tidak kenal dengan tuan besar keluarga De Angelo."Rumornya dia dicelakai oleh cucunya sendiri, yang punya kantor ini," lanjut Rey."Lo kok serem," komen Nadine."Tahu sendiri orang kaya. Biasa, rebutan harta." Nadine manggut-manggut paham dengan kalimat Rey. Untuk sejenak, keduanya menikmati makan siang dengan tenang. Sampai Nadine melih
Nadine mendengus kesal ketika dia digiring keluar area rumah sakit. Tidak diizinkan untuk menjengut Atma. Padahal dia sudah menunjukkan ID-nya sebagai asisten wakil CEO. Namun si penjaga sama sekali tidak peduli. Pada akhirnya Nadine hanya bisa berjalan lesu menuju ke arah mobilnya.Perempuan itu pergi dari sana, tanpa tahu Rionald memperhatikannya dari luar ruangan tempat sang ayah dirawat. "Dia kenal ayah?" Lelaki itu bertanya pada sang asisten."Dia bilang begitu, tapi saya belum menemukan bukti kalau mereka pernah bertemu." Sang asisten menjawab."Lalu bagaimana soal penyelidikanmu? Apa mereka berhubungan?" Lagi Rionald menanyakan tugas yang diberikan pada pria berpakaian necis di belakangnya."Tidak. Suami Nona itu cuma kurir biasa. Tuan Rafael pulang ke apartemen Tuan Ravelio. Mereka sama sekali tidak punya hubungan."Rionald mendesah, sepertinya kurang puas dengan laporan sang asisten. Dia pikir Rafael dan Nadine punya hubungan. Rafael tidak akan memperhatikan orang yang tidak
"Apa tujuanmu mendekati Nadine?"Rafael tak berkutik kala pertanyaan itu tertuju padanya. Di hadapan Hermawan, Rafael tak lagi mampu menutupi identitas dirinya. Lelaki itu mengaku jika dirinya adalah anggota keluarga De Angelo. Selama ini sosok Hermawan adalah pria yang selalu bersikap baik pada Rafael. Sejak pertama, lelaki ini menerima dia tanpa peduli siapa dia. Rafael yang kala itu mengaku hanya seorang kurir, tak lantas membuat Hermawan memberi nilai buruk padanya.Hermawan mampu melihat kesungguhan dalam diri Rafael untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang sejatinya bukan kesalahannya sepenuhnya. Semua yang terjadi adalah ulah David, Rafael hanya korban."Saya tidak punya tujuan apa-apa mendekati Nadine. Yang jelas saya ingin menebus kesalahan saya." Rafael tertunduk tak berani menatap wajah Hermawan. Keduanya masih berada di teras belakang, duduk di kursi yang ada di sana."Hanya itu?" Pancing Hermawan.Rafael mengangkat kepalanya begitu Hermawan bertanya. "Maksud Bapak?" "
"Apa yang kalian bicarakan?" Nadine bertanya dengan tangan memeluk Rafael yang melamun, memandang langit-langit kamar mereka. "Urusan laki-laki." Rafael menjawab datar. Setelahnya tidak ada yang bicara lagi. Rafael melirik, melihat Nadine sudah masuk ke alam mimpi."Ingatlah, perempuan tidak suka dibohongi."Kalimat Hermawan masih terngiang di telinga Rafael. Keduanya berbincang cukup lama. Dalam diri ayah mertuanya, Rafael menemukan figur ayah yang sangat dia rindu. Sosok ayah yang hangat, yang mau mendengar tiap keluh kesah anak-anaknya.Bukan ayah otoriter yang mau perintah dan keinginannya dituruti juga dipatuhi. Rafael sungguh menemukan suasana keluarga yang lama dia cari. Dia suka mendengar Heni, Sita dan Nadine bertengkar di pagi hari gara-gara salah memasukkan garam ke dalam masakan. Atau kopi yang lupa diberi gula hingga ketika para lelaki minum kopi, mereka kompak menyemburkannya kembali. Dan berakhir dengan para perempuan saling menyalahkan.Semua terasa menyenangkan. Hati
David sedang duduk di sebuah kafe, menikmati alunan musik juga sedikit minuman non alkohol, untuk menghilangkan suntuk juga stres yang menderanya akhir-akhir ini. Kakeknya koma, belum tahu kapan akan siuman. Sementara itu ayahnya justru sibuk dengan hal gila yang membuat David muak.Di satu sisi, David mendengar kalau sang sepupu telah muncul. Namun sejauh apapun David mengorek keterangan dari sejumlah orang di rumah utama, tak seorangpun mau bicara. Padahal David akan senang jika sepupunya itu kembali. Dia ingin pergi menyusul sang mama, hidup menjauh dari hiruk pikuk perebutan harta yang sudah jelas bagaimana hasilnya. Rionald dan Arya adalah dua orang yang masih bertikai soal aset keluarga De Angelo.Atensi David teralihkan ketika dia melihat Arya masuk ke sebuah ruangan VIP bersama asistennya. David pikir siapa akan pria itu temui. Awalnya David tak peduli, tapi ketika dia mengetahui Nadine menyusul masuk sepuluh menit kemudian, radar kepo David menyala.Dia menunggu sambil mendu
Rafael menjambak rambutnya kasar, pria itu berjalan mondar mandir di kamarnya. Sesekali memeriksa Nadine apakah sudah bangun apa belum. Sang istri sudah berganti baju. Heni sengaja tidak memberi tahu Rafael kalau Nadine pulang hanya memakai blazer tanpa dalaman.Kalau pria itu sampai tahu, Heni tidak bisa membayangkan seperti apa Rafael akan menghajar David. Mungkin menantunya itu akan membuat David babak belur bahkan sampai tidak berkutik, tak berdaya.Heni baru tahu, Rafael kalau marah sangat menyeramkan. Bumi serasa bisa dilipat oleh lelaki itu untuk kemudian dibuang ke tempat sampah. Sungguh mengerikan."Bagaimana?" Rafael menerima telepon dari Sandy. Kening Rafael berkerut mendengar laporan anak buahnya."Mungkinkah Rionald pelakunya?""Bisa jadi." Sandy mendukung dugaan Rafael."Pria itu!" Desis Rafael penuh emosi."Tapi, Bro. Kamu tidak bisa asal pukul orang itu. Kalau sampai dia tahu Nadine istrimu, habislah sandiwara dan semua permainanmu." Sandy memperingatkan dengan Rafael
Dua hari setelah kejadian buruk itu, Nadine sudah mampu mengatasi rasa terpuruknya. Dia merasa lebih tenang, dia siap andai tiba-tiba bertemu Arya. Mental Nadine memang sekuat baja. Sangat pantas bersanding dengan Rafael, pria tersebut perlu seorang yang tangguh untuk mendampinginya.Nadine berkali-kali meyakinkan Rafael, kalau dia baik-baik saja. Harusnya Rafael tidak perlu secemas itu. Sang istri bisa move on dengan cepat dari David yang nota bene pria paling Nadine cinta selama dua tahun terakhir.Istri Rafael bukan perempuan yang suka bergelung dengan masa lalu yang hanya menyisakan luka. Oleh karenanya, setelah Nadine memastikan Arya tidak menyentuhnya sama sekali, wanita itu mampu berdiri tegak. Mengangkat dagunya tinggi, untuk tidak membiarkan siapapun menindasnya. Dia akan melawan.Termasuk ketika dia secara mengejutkan di beritahu kalau Eva juga bekerja di kantor yang sama dengannya. Perempuan murahan itu nyatanya tetap bisa menyusup masuk ke kantor sebesar ini. Meski jauh da