Nadine mendengus kesal ketika dia digiring keluar area rumah sakit. Tidak diizinkan untuk menjengut Atma. Padahal dia sudah menunjukkan ID-nya sebagai asisten wakil CEO. Namun si penjaga sama sekali tidak peduli. Pada akhirnya Nadine hanya bisa berjalan lesu menuju ke arah mobilnya.Perempuan itu pergi dari sana, tanpa tahu Rionald memperhatikannya dari luar ruangan tempat sang ayah dirawat. "Dia kenal ayah?" Lelaki itu bertanya pada sang asisten."Dia bilang begitu, tapi saya belum menemukan bukti kalau mereka pernah bertemu." Sang asisten menjawab."Lalu bagaimana soal penyelidikanmu? Apa mereka berhubungan?" Lagi Rionald menanyakan tugas yang diberikan pada pria berpakaian necis di belakangnya."Tidak. Suami Nona itu cuma kurir biasa. Tuan Rafael pulang ke apartemen Tuan Ravelio. Mereka sama sekali tidak punya hubungan."Rionald mendesah, sepertinya kurang puas dengan laporan sang asisten. Dia pikir Rafael dan Nadine punya hubungan. Rafael tidak akan memperhatikan orang yang tidak
"Apa tujuanmu mendekati Nadine?"Rafael tak berkutik kala pertanyaan itu tertuju padanya. Di hadapan Hermawan, Rafael tak lagi mampu menutupi identitas dirinya. Lelaki itu mengaku jika dirinya adalah anggota keluarga De Angelo. Selama ini sosok Hermawan adalah pria yang selalu bersikap baik pada Rafael. Sejak pertama, lelaki ini menerima dia tanpa peduli siapa dia. Rafael yang kala itu mengaku hanya seorang kurir, tak lantas membuat Hermawan memberi nilai buruk padanya.Hermawan mampu melihat kesungguhan dalam diri Rafael untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang sejatinya bukan kesalahannya sepenuhnya. Semua yang terjadi adalah ulah David, Rafael hanya korban."Saya tidak punya tujuan apa-apa mendekati Nadine. Yang jelas saya ingin menebus kesalahan saya." Rafael tertunduk tak berani menatap wajah Hermawan. Keduanya masih berada di teras belakang, duduk di kursi yang ada di sana."Hanya itu?" Pancing Hermawan.Rafael mengangkat kepalanya begitu Hermawan bertanya. "Maksud Bapak?" "
"Apa yang kalian bicarakan?" Nadine bertanya dengan tangan memeluk Rafael yang melamun, memandang langit-langit kamar mereka. "Urusan laki-laki." Rafael menjawab datar. Setelahnya tidak ada yang bicara lagi. Rafael melirik, melihat Nadine sudah masuk ke alam mimpi."Ingatlah, perempuan tidak suka dibohongi."Kalimat Hermawan masih terngiang di telinga Rafael. Keduanya berbincang cukup lama. Dalam diri ayah mertuanya, Rafael menemukan figur ayah yang sangat dia rindu. Sosok ayah yang hangat, yang mau mendengar tiap keluh kesah anak-anaknya.Bukan ayah otoriter yang mau perintah dan keinginannya dituruti juga dipatuhi. Rafael sungguh menemukan suasana keluarga yang lama dia cari. Dia suka mendengar Heni, Sita dan Nadine bertengkar di pagi hari gara-gara salah memasukkan garam ke dalam masakan. Atau kopi yang lupa diberi gula hingga ketika para lelaki minum kopi, mereka kompak menyemburkannya kembali. Dan berakhir dengan para perempuan saling menyalahkan.Semua terasa menyenangkan. Hati
David sedang duduk di sebuah kafe, menikmati alunan musik juga sedikit minuman non alkohol, untuk menghilangkan suntuk juga stres yang menderanya akhir-akhir ini. Kakeknya koma, belum tahu kapan akan siuman. Sementara itu ayahnya justru sibuk dengan hal gila yang membuat David muak.Di satu sisi, David mendengar kalau sang sepupu telah muncul. Namun sejauh apapun David mengorek keterangan dari sejumlah orang di rumah utama, tak seorangpun mau bicara. Padahal David akan senang jika sepupunya itu kembali. Dia ingin pergi menyusul sang mama, hidup menjauh dari hiruk pikuk perebutan harta yang sudah jelas bagaimana hasilnya. Rionald dan Arya adalah dua orang yang masih bertikai soal aset keluarga De Angelo.Atensi David teralihkan ketika dia melihat Arya masuk ke sebuah ruangan VIP bersama asistennya. David pikir siapa akan pria itu temui. Awalnya David tak peduli, tapi ketika dia mengetahui Nadine menyusul masuk sepuluh menit kemudian, radar kepo David menyala.Dia menunggu sambil mendu
Rafael menjambak rambutnya kasar, pria itu berjalan mondar mandir di kamarnya. Sesekali memeriksa Nadine apakah sudah bangun apa belum. Sang istri sudah berganti baju. Heni sengaja tidak memberi tahu Rafael kalau Nadine pulang hanya memakai blazer tanpa dalaman.Kalau pria itu sampai tahu, Heni tidak bisa membayangkan seperti apa Rafael akan menghajar David. Mungkin menantunya itu akan membuat David babak belur bahkan sampai tidak berkutik, tak berdaya.Heni baru tahu, Rafael kalau marah sangat menyeramkan. Bumi serasa bisa dilipat oleh lelaki itu untuk kemudian dibuang ke tempat sampah. Sungguh mengerikan."Bagaimana?" Rafael menerima telepon dari Sandy. Kening Rafael berkerut mendengar laporan anak buahnya."Mungkinkah Rionald pelakunya?""Bisa jadi." Sandy mendukung dugaan Rafael."Pria itu!" Desis Rafael penuh emosi."Tapi, Bro. Kamu tidak bisa asal pukul orang itu. Kalau sampai dia tahu Nadine istrimu, habislah sandiwara dan semua permainanmu." Sandy memperingatkan dengan Rafael
Dua hari setelah kejadian buruk itu, Nadine sudah mampu mengatasi rasa terpuruknya. Dia merasa lebih tenang, dia siap andai tiba-tiba bertemu Arya. Mental Nadine memang sekuat baja. Sangat pantas bersanding dengan Rafael, pria tersebut perlu seorang yang tangguh untuk mendampinginya.Nadine berkali-kali meyakinkan Rafael, kalau dia baik-baik saja. Harusnya Rafael tidak perlu secemas itu. Sang istri bisa move on dengan cepat dari David yang nota bene pria paling Nadine cinta selama dua tahun terakhir.Istri Rafael bukan perempuan yang suka bergelung dengan masa lalu yang hanya menyisakan luka. Oleh karenanya, setelah Nadine memastikan Arya tidak menyentuhnya sama sekali, wanita itu mampu berdiri tegak. Mengangkat dagunya tinggi, untuk tidak membiarkan siapapun menindasnya. Dia akan melawan.Termasuk ketika dia secara mengejutkan di beritahu kalau Eva juga bekerja di kantor yang sama dengannya. Perempuan murahan itu nyatanya tetap bisa menyusup masuk ke kantor sebesar ini. Meski jauh da
Nadine memalingkan wajah ketika dia melihat Eva berjalan ke arahnya. Berpura sibuk menanyakan sesuatu pada Rena. Nadine tak menyangka kalau dia bakal bertemu Eva di kantin. Dia lupa agaknya, kalau kantin tempat semua staf dari semua divisi berkumpul. Tempat itu mengambil satu lantai penuh dengan daya tampung hampir lima ratus orang. Nadine lebih dulu duduk di kursi sengaja memunggungi konter kantin. Dia sedang tidak ingin melihat Eva atau selera makannya bisa hilang. Namun sialnya dari arah lain, muncul Rey yang langsung nimbrung ke meja Nadine tanpa bertanya. Kehadiran Rey jelas akan menarik perhatian Eva. Sebab mereka dari kantor yang sama dulunya.Dan benar saja, Rey sedang asyik mengobrol dengan Rena ketika Eva minta izin bergabung di meja mereka. Eva belum melihat Nadine karena posisinya membelakangi perempuan itu. Rey sesaat melirik Nadine, seolah minta kepastian. Rey belum menjawab ketika Eva langsung duduk di satu kursi kosong di depan Nadine.Saat itulah, Eva menyadari ada
Dunia Sandy runtuh seketika, melihat peti jenazah Melani mulai dimasukkan ke liang kubur. Pria itu meski hanya diam, tapi semua yang hadir mampu melihat bagaimana hancurnya seorang Sandy. Pria itu langsung meraung, sambil memeluk tubuh pucat, membiru sang adik saat tiba di rumah sakit.Bunuh diri jadi sebab Melani meregang nyawa. Banyak teman menghadiri pemakaman Melani. Kolega Sandy dan Melani lumayan banyak. Termasuk Nadine, Sita, Rafael yang datang sebagai suami Nadine. Juga Rion yang mengaku teman sekolah Sandy.Rion dan Rafael juga harus bersikap asing saat terpaksa bersua tatap, sama dengan Rafael pada Sandy. Rafael dan Rion langsung melesat ke rumah sakit begitu Sandy yang tengah rapuh mengirim pesan. Untuk pertama kalinya, Sandy menangis dalam pelukan dua sahabatnya.Sementara Rafael dan Rion hanya bisa saling pandang. Menatap jenazah Melani yang sudah tertutup kain putih. Keduanya tidak bicara apapun, terlebih melihat kondisi Sandy yang begitu rapuh.Sandy masih berada di ma