Dunia Sandy runtuh seketika, melihat peti jenazah Melani mulai dimasukkan ke liang kubur. Pria itu meski hanya diam, tapi semua yang hadir mampu melihat bagaimana hancurnya seorang Sandy. Pria itu langsung meraung, sambil memeluk tubuh pucat, membiru sang adik saat tiba di rumah sakit.Bunuh diri jadi sebab Melani meregang nyawa. Banyak teman menghadiri pemakaman Melani. Kolega Sandy dan Melani lumayan banyak. Termasuk Nadine, Sita, Rafael yang datang sebagai suami Nadine. Juga Rion yang mengaku teman sekolah Sandy.Rion dan Rafael juga harus bersikap asing saat terpaksa bersua tatap, sama dengan Rafael pada Sandy. Rafael dan Rion langsung melesat ke rumah sakit begitu Sandy yang tengah rapuh mengirim pesan. Untuk pertama kalinya, Sandy menangis dalam pelukan dua sahabatnya.Sementara Rafael dan Rion hanya bisa saling pandang. Menatap jenazah Melani yang sudah tertutup kain putih. Keduanya tidak bicara apapun, terlebih melihat kondisi Sandy yang begitu rapuh.Sandy masih berada di ma
"Melani hamil tiga minggu."Ketika kalimat itu disampaikan oleh Rafael, Nadine dan Rion nyaris tersedak ludah masing-masing bersamaan. Bedanya Rion langsung mengubahnya jadi ekspresi syok luar biasa. Sementara Nadine sampai harus terbatuk hebat dengan wajah merah padam."Se-serius?" Rion bertanya tidak percaya."Roni yang memberitahu." Rafael keceplosan menyebut nama salah satu anak buahnya."Anggota polisi itu?" Rion meralat panggilan Rafael. Baru pria itu ngeh ada Nadine di sana."Melani hamil anak siapa? Anakmu?" Todong Nadine."Enak saja. Cemburu jangan dipiara. Orangnya sudah mati juga, masih dicemburuin!"Rion baru mengetahui kalau Nadine tahu soal Melani. "Kalau dia hamil, kemungkinan bunuh diri dan dibunuh itu jadi fifty-fifty. Melani bunuh diri karena stres, atau dia dibunuh oleh ayah si bayi karena tidak mau bertanggungjawab.""Masalahnya, pak Roni tadi bilang kemungkinan Melani belum tahu kalau dirinya hamil. Sebab biasanya calon ibu akan melalui tahap depresi dulu kalau ta
"Dia siapa?" Hermawan langsung menyidang putri bungsunya. Setelah Sandy disuruh pulang lebih dulu. Lelaki itu berjanji akan memberi jawaban setelah bicara dengan Sita. Ada Heni, Nadine dan Rafael yang ikut terkejut setelah tahu kalau Sandy mengajukan lamaran pada Sita. "Dia tidak sedang tidak waras karena ditinggal Melani kan?" Bisik Nadine pada sang suami. Rafael hanya mengedikkan bahu, tanda tidak tahu. Rafael dan yang lainnya belum memberitahu Sandy soal Melani yang hamil tiga minggu saat meninggal. Mengingat Sandy tampak rapuh saat ini. Namun kalau mengingat Sandy punya keinginan melamar Sita, mereka jadi ragu. Sandy bersungguh-sungguh, atau sedang mencari pelarian saja. "Dia temannya kak Nadine di kantor lama." Mendengar kesaksian Sita, Hermawan dan Heni langsung menatap ke arah Nadine. Hembusan napas terdengar dari arah wanita itu. "Dia itu playboy. Itu yang aku tahu waktu di kantor lama. Sekarang tidak tahu." Jawaban Nadine jelas meragukan keseriusan Sandy. Hermawan te
Lelaki di hadapan Nadine memindai wajah istri Rafael. Tampak berpikir, menggali ingatan soal siapa Nadine. Hingga dia mengubah ekspresi wajahnya. "Mbak Nadine ya?"Nadine tersenyum lebar. Lelaki itu mengenalinya. "Pak, ada yang ingin mencelakai Kakek," lapor Nadine ulang. Nadine percaya kalau lelaki itu akan melakukan sesuatu untuk menjaga Atma. Sebab dia orang yang selalu bersama Atma, alias Pram, asisten pribadi Atma."Yang benar saja, Mbak. Kok Mbak bisa ada di sini?" Mimik wajah Nadine berubah seketika. "Itu, saya ingin menjenguk Kakek, jadi maaf, saya menerobos masuk," akhirnya Nadine mengaku salah. Mau bagaimana lagi. Dia memang dilarang datang, tapi tetap nekat.Pram terdiam, ekspresi wajahnya tidak terbaca. Entah apa yang dipikirkan dan dirasakan pria itu. Sampai senyum Pram terlukis tipis. "Tidak apa-apa. Tapi akan lebih baik jika Mbak segera pergi, kalau tuan Rionald sampai tahu, nanti Mbak diusir lagi. Jangan cemas soal Tuan, saya akan mengurusnya."Begitu Rionald disebut,
"Benar, ini obat pelemah jantung. Akibatnya sangat fatal untuk kakek yang memang punya riwayat penyakit jantung."Ucapan Reva membuat semua orang yang ada di ruangan itu menggeram marah. Terlebih Rafael, lelaki yang beberapa saat lalu begitu bahagia memeluk sang adik, kini merasa sebaliknya. Murka, dia ingin menghancurkan siapa saja yang telah membuat kakeknya jadi begini."Tenang saja, Kak. Kakek akan bangun. Aku yakin itu. Semua tanda vital stabil. Keadaan saraf kakek boleh dibilang bagus. Meski untuk fase pasien koma, hal itu sulit dipastikan. Tapi aku yakin, Kakek akan sembuh."Reva berjalan kembali menuju brankar Atma. Ini sudah keberapa kali Reva melakukannya. Kali ini, dia menggenggam jemari tangan Atma. Tanpa kata, Reva yang peka segera menyadari kalau ujung jemari Atma bergerak pelan."Siapa yang terakhir kali bertemu Kakek?" Reva yakin orang itu meninggalkan kesan mendalam, hingga alam bawah sadar sang kakek merespon."Aku kemarin siang menemui Kakek, tapi ....""Ada satu or
Nadine tampak heran melihat Rion bersama seorang gadis. Mana cantik lagi, perempuan itu seketika langsung menduga kalau gadis tersebut spesial untuk Rion."Ngapain ngajak aku ke sini. Tahu gitu aku bawa Rafael juga. Double date," celetuk Nadine sebelum mengambil duduk di sebelah Reva.Rion memperkenalkan keduanya. Reva sempat tak berkedip menatap paras Nadine yang cantik. Heran sekali kenapa David sampai memutuskan pertunangannya dengan cara yang tidak terpuji sama sekali."Sudah lama kenalnya?" Nadine mulai membuka obrolan. Reva langsung akrab dengan kakak iparnya. Nadine pandai mencari topik pembicaraan hingga Reva bisa nimbrung di dalamnya. Dalam diri Nadine, Reva mampu menemukan sosok kakak perempuan yang tidak pernah dia miliki.Mereka berbincang cukup lama, hingga hari menjelang petang. Sebelum berpisah, Nadine hanya berpesan, "Segeralah menikah jika kalian sudah punya niat. Tidak bagus menunda sesuatu yang baik."Reva segera melirik ke arah Rion yang memberikan jempolnya pada
Suasana petang itu begitu semarak. Beberapa hiasan sederhana dipasang di sudut rumah minimalis dua lantai. Tak banyak orang berlalu lalang, sebab acara kali ini hanya acara inti, sangat privat. Reva akhirnya menerima lamaran Rion, bersedia menikah dengan lelaki itu, dan hari ini ijab kabul akan dilaksanakan.Pertimbangan Reva jelas untuk mengurangi beban pikiran Rafael. Dia tahu benar, kakaknya akan selalu cemas padanya. Dia tidak mau menambah panjang deretan beban yang harus Rafael tanggung. Kakaknya harus mengutamakan Nadine dan keluarganya, sebab mereka kalangan biasa. Tidak tahu menahu konflik keluarga mereka. Tidak seharusnya terlibat dengan masalah keluarga mereka. Karena itu Reva memilih menikah dengan Rion. Dengan begitu Rafael akan merasa lebih tenang. Sebab baik Rafael dan Reva sendiri yakin kalau Rion akan menjaga Reva dengan baik. Selain itu karena Reva sebenarnya juga cinta pada Rion."Suami Kakak mana?" Reva iseng bertanya, padahal dia tahu kalau sang kakak ada di sala
"Oh, ya Tuhan!"Paramita membekap mulut dengan netra berkaca-kaca. Perempuan itu segera melangkah cepat ke brankar pasien di mana Atma terbaring di sana. "Ayah!" Peluk Paramita.Wanita itu pikir tidak akan lagi melihat sang ayah. Siapa sangka jika Atma justru bersama Reva. "Kakak memintaku pulang untuk merawat kakek. Dia tidak percaya sama orang rumah sakit. Kakak takut kakek dicelakai lagi. Untungnya waktu itu ada kak Nadine yang menolong kakek. Kalau tidak."Reva menjeda kalimatnya, dadanya mendadak sesak jika teringat sang kakak. Tidak! Dia tidak mau mengingatnya. Reva sudah berjanji untuk hidup lebih baik di depan nisan Lio.Beberapa kali Reva menarik napas, berusaha menenangkan diri. Hingga dia berbalik, lalu menatap Nadine yang masih berdiri di ambang pintu. Enggan untuk masuk lebih dalam."Mari, Kak. Yang aku tahu, kakak orang terakhir yang menjenguk kakek." Reva menggandeng Nadine untuk mendekat ke arah Atma yang satu tangannya digenggam Paramita. "Aku harap, mulai saat ini k
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan