Share

BAB DUA

Nadine sejak tadi mondar mandir di kamarnya. Rafael baru saja pamit setelah bicara dengan sang ayah. Kepalanya masih terngiang percakapan Rafael tadi. "Bisnis? Aset? Sepertinya tidak mungkin kalau dia punya bisnis, apalagi aset," gumam Nadine.

Kalau Rafael punya dua hal tersebut, mustahil pria itu akan hidup miskin. Baju lusuh, motor butut, juga tampilannya pasti akan lebih bersih. Setidaknya hidup Rafael akan terlihat lebih baik.

Nadine melemparkan tubuhnya ke kasur. Menatap hampa langit-langit kamarnya. Pikirannya berkelana ke mana-mana. Membayangkan apa yang akan terjadi padanya besok. Nadine tiba-tiba tertawa miris untuk sesaat.

Perempuan itu pada akhirnya melupakan pembicaraan Rafael tadi. Menepis kemungkinan kalau Rafael bisa saja orang kaya. Nadine memilih pasrah dengan hidup yang dia jalani.

Hingga kemudian helaan napas kasar terdengar. "Sudahlah, sepertinya aku tidak punya pilihan selain menerima dia jadi suamiku. Mungkin sudah takdir dan nasibku begini."

Namun, dalam benaknya, kejadian itu masih menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Dua hari setelah kejadian tersebut, Nadine kembali masuk kantor seperti biasa. "Aku turut bersedih ya, Nad." Suara itu membuat Nadine menoleh. Ada Eva, sahabatnya yang hampir menangis.

"Tidak apa-apa. Mungkin ini sudah nasibku. Aku dan David tidak berjodoh."

"Padahal kamu cinta sama dia."

"Banget," balas Nadine dengan mata berkaca-kaca. "Dia teman kecilku, dia yang paling tahu aku bagaimana. Tapi entahlah, aku sekarang seperti tak mengenalnya. Dia begitu asing."

Eva menggenggam tangan Nadine, menguatkan sang sahabat. "It's okay. Semoga ini yang terbaik untuk kalian. By the way, kamu jadi nikah sama si dekil itu. OMG, aku tidak percaya, tampang minus aja sok-sok-an melecehkan cewek. Apalagi ini kamu, asisten manager marketing dari P&K Express. Perusahaan ekspedisi paling bonafit seluruh negeri."

Eva berucap dengan senyum miring tercetak di bibir. "Aku benci dia! Tapi aku tidak bisa menolak keinginan ayah. Kamu tahu, kabarnya sudah menyebar seantero kampung. Aku bisa apa. Aku cuma seorang sampah sekarang."

Nadine menunduk, perlahan air mata menetes di pipi wanita cantik itu. Hidupnya yang awalnya sempurna, berubah hanya dalam semalam. Dia tak berani lagi menatap ke depan. Ada perasaan rendah diri yang kini menghinggapi Nadia.

"Jangan khawatir, ini cuma sementara. Lama-lama kamu dan orang-orang itu akan lupa dengan hal ini, percaya deh. Look Nad, kamu kuat, kamu cantik, kamu bisa hadapi ini."

"Terima kasih, Va. Cuma kamu yang paling mengerti aku." Eva tersenyum menanggapi ucapan Nadine, meski detik berikutnya senyum itu menghilang.

"Aku pergi dulu ya. Duduk aja di sini, menenangkan pikiran. Aku yang traktir." Eva menepuk punggung tangan Nadine. Wanita itu tersenyum sekilas. Tahu Eva punya kekasih, meski tak pernah bersua muka. Eva enggan me-reveal siapa identitas kekasihnya.

Sementara itu, Rafael yang baru saja datang ke kantor Nadine melihat sebuah mobil yang sangat familiar di matanya.

Lalu, sambil mengendap-endap, ia mendekati mobil itu dan melihat seorang perempuan masuk ke mobil tersebut. Sampai akhirnya, sebuah suara samar membuat tangannya mengepal keras.

"Maaf, lama menunggu. Aku harus sedikit ... tahu sendirilah," ucap perempuan tersebut setelah masuk ke dalam mobil.

"Tidak masalah, yang penting hasilnya. Mau bersenang-senang?" Senyum perempuan itu mengembang, satu ciuman menyapa bibir si pria, dengan sang lelaki gegas menyambut.

Tanpa mereka sadari, pemandangan itu disaksikan oleh seorang kurir yang baru saja mengantarkan paket. "Mobil itu?! Jangan-jangan..." gumam Rafael.

Rafael menggelengkan kepala, dia harus menyelesaikan tugasnya. Ada hal lain yang harus dia kerjakan.

Nadine menatap jengkel pada Rafael. Pria itu datang ke kantor Nadine. "Ngapain kamu di sini?"

"Untukmu," kata Rafael singkat. Tanpa peduli pada raut kesal Nadine.

"KW berapa?" Nadine menatap benda di tangannya, lalu berganti menatap wajah Rafael yang datar tanpa ekspresi.

"KW satu, mumpung ada diskon, aku belikan. Bagus bukan?"

Nadine berdecih sebal. Beberapa karyawan mulai berbisik-bisik melihat Nadia dan Rafael. Berita itu entah bagaimana bisa merebak sampai ke kantor.

"Manager kok mau sih sama kurir dekil begitu."

"Ya mau bagaimana, sudah terlanjur di DP jadi harus dilunasinlah."

Cibiran memang mulai terdengar di mana-mana. Tidak di rumah, tidak di kantor. Mereka lebih kurang menuduhnya murahan. Ditambah David yang memilih memutuskan pertunangan mereka. Makin apes nasib Nadine.

Netra tajam Rafael menatap wajah karyawan yang tadi menggunjingkan Nadine. Sudut bibirnya tertarik, menampilkan gelagat misterius, macam predator tengah mengintai mangsanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
SskyRach
mau vote tapi saya tidak ada gem:(
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status