Paramita menggeram kesal ketika Rion tetap tak bersedia menghubungkan dengan putranya. Wanita itu sungguh rindu pada Rafa, demikian dia sering memanggilnya. Beberapa waktu terdiam hingga dia teringat seseorang. Buru-buru dia melangkahkan kaki, keluar dari ruangan tempatnya bekerja."Nadine mana, Rena?" Paramita bertanya pada Rena. Sang asisten mengangguk sebelum menjawab."Biasa Ibu, ngambil makanan yang diantar suaminya. So sweet banget gak sih, hampir tiap hari dikirim makan siang sama cemilan. Jadi kepo deh sama suaminya Nadine.""Hush, cepuan amat. Pengen ya suruh suami kamu jadi kurir."Paramita memang akrab dengan staf di lantai dua puluh lima. Tidak peduli dengan statusnya yang istri salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan ini, atau posisinya yang sekarang wakil CEO. Paramita tetaplah perempuan yang ramah dan hangat pada siapa saja.Maka tak heran, banyak staf yang sering ikut meladeni wanita itu saat bercanda, atau situasi informal seperti saat ini. "Suaminya Nadine e
Rafael terdiam beberapa waktu, mendengar langkah heels mendekat ke arahnya. Jantung Rafael berdebar, napasnya memburu. Meski detik setelahnya dia berusaha menenangkan hati dan pikirannya. Sekali dua Rafael menghembuskan napas, hingga dia mampu menguasai diri.Perlahan suami Nadine berbalik arah, tepat dengan Paramita berhenti di depannya. "Maaf, Anda siapa?" Paramita mundur selangkah. Perempuan itu memindai wajah pria bermasker di hadapannya.Rafael membuka maskernya. Ekspresi Paramita seketika berubah kecewa. "Maaf, saya salah orang." Perempuan itu membalikkan badan, pelan berjalan meninggalkan Rafael yang turut menunjukkan wajah sendu. "Maaf, Ma. Belum waktunya. Tapi setidaknya Rafa tahu Mama baik-baik saja."Rafael segera masuk ke dalam lift, yang seharusnya Paramita tahu kalau benda itu tidak bisa sembarangan dipakai. "Kamu keterlaluan, Max." Sandy langsung menyembur sang teman sekaligus atasannya.Sandy memang lebih banyak membantu Rafael bekerja dari ruangan rahasia mereka, sej
Mood Nadine memburuk sepanjang sisa hari. Hal itu dipicu munculnya satu orang yang akan bergabung di kantor Nadine. Sebenarnya tidak banyak dampaknya pada Nadine, hanya saja kehadiran orang itu akan mengingatkan istri Rafael akan kebodohannya di masa lalu."Tenang saja, nanti tante pasang plakat di depan pintu. David Prasetio dilarang masuk." Rena terkekeh mendengar lelucon atasannya. Tumben Paramita masih stay sampai sore."Sorry, Nad. Bapaknya anak yang punya perusahaan, jadi suka-suka dia mau nempatin anaknya di mana saja." Rion ikut nimbrung dari depan sana. Sepertinya cerita Nadine yang pernah bertunangan dengan David sudah menyebar di lantai itu."Bukan salah kalian. Mungkin akunya saja yang terlalu lebay." Sepertinya Nadine harus mulai membatasi diri dalam menanggapi kedatangan David di kantor ini. Jika sikapnya masih menunjukkan kemarahan, tak pelak pandangan orang justru akan buruk padanya. Bisa saja mereka menganggap Nadine belum move on dari David meski sudah menikah."Jang
"Apa itu?" Nadine bertanya ketika Rafael tampak mengamati sebuah benda yang menurut Nadine "unik" di matanya. Benda itu hanya seperti batang besi dengan ujung bergerigi seperti potongan ... kunci."Tidak tahu." Rafael menjawab datar. Pria itu sejak tadi tidak bisa memikirkan benda apa yang sedang dia pegang. Atau lebih tepatnya, kenapa Lio memiliki benda itu, atau apa gunanya benda di tangannya. Lio adalah orang yang fungsional, semua benda yang dia miliki pasti punya fungsi, tidak mungkin dia menyimpang hal yang tidak berguna, apalagi Melani bilang kalau benda ini ada di jaket Lio saat kecelakaan terjadi."Memang itu punya siapa?" Nadine kepo juga akhirnya."Punya kakakku." Nadine menoleh cepat, terkejut dengan ucapan sang suami."Kamu punya kakak?" Ini informasi baru untuk Nadine."Punya, tapi sudah lama meninggal." Wajah Rafael datar, tapi dari suaranya jelas sekali jika lelaki itu sedih."Maaf, aku tidak tahu." Nadine memeluk Rafael yang seketika melesakkan kepalanya di dada Nadi
"Kalian berantem?" Rafael yang sedang membopong sebuket bunga mawar merah besar dan satu paper bag berisi martabak full toping, dengan harga ratusan ribu, terpaksa menghentikan langkah di ambang pintu. Ada Sita yang mencegatnya."Bukan urusanmu!" Desis Rafael penuh penekanan, lelaki itu hampir mengeja ucapannnya. Bukannya mundur, Sita justru maju menghadang Rafael yang terpaksa memundurkan langkahnya."Akan jadi urusanku, kalau kamu menyakiti kakakku. Tidak peduli kau dan teman-teman mafiamu itu!" Balas Sita tak kalah berani.Rafael menyeringai, meski yang kemudian terlihat justru bukan hal menakutkan. Namun tampilan manis seorang pria yang tampak tersenyum di balik kuntum mawar yang menutupi sebagian wajah Rafael. Suami Nadine belum menunjukkan wajah aslinya seratus persen, tapi lelaki itu tetap meninggalkan jejak rupawan pada parasnya saat ini. "Apa perlu kuingatkan, kalau semua rahasiamu ada di tanganku. Termasuk kau yang hampir dilecehkan lagi di klub," ancam Rafael.Bola mata S
Klik! Rafael, Sandy, Rion bertukar pandang ketika bagian milik Lio disatukan dengan milik Rafael, pas. "Kunci!" Rion berteriak antusias."Istrimu cerdas. Pertanyaannya, kunci apa ini? Masak di zaman seperti ini masih ada yang memakai sistem kunci manual. Bukannya pakai password dengan kode kombinasi yang memusingkan kalian para hacker untuk menembusnya," tambah Rion lagi.Rafael terdiam, menatap benda di tangannya yang memang sempurna menyerupai kunci. Dia pun ingat Lio juga pandai. Cerdas dalam mengkombinasikan berbagai unsur dalam kehidupannya. Kakak Rafael memang lihai memadupadakan sistem lampau dan masa depan."Justru yang berasal dari masa lalu itu mengagumkan, meski kadang menyakitkan." Itu yang Lio pernah katakan satu waktu di masa lampau, sampai sekarang Rafael tidak paham maksudnya.Suami Nadine ingat ketika Lio memberikan seuntai kalung dengan bandul bulat ditambah permata berwarna hitam di bagian tengah. Rafael sempat menolak benda itu, tapi Lio memakaikan paksa rantai per
Saat kesadarannya kembali, Rafael menemukan jalan keluar. Pria itu siap melompati jendela, ketika sosok tersebut kembali bicara. "Sebentar saja." Rafael kembali jadi batu. Apalagi ketika kedua tangan tiba-tiba memeluknya dari belakang."Lima menit saja, Mama hanya ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja." Kemeja Rafael bagian belakang basah oleh linangan air mata. Paramita terisak di punggung Rafael. Tubuh wanita itu bergetar hebat. Awalnya Rafael hanya diam. Sampai dia sendiri tidak tahan dengan situasi yang tengah dia hadapi. Tidak bisa dia pungkiri, dirinya juga merindukan mamanya. Paramita masih menangis ketika perlahan Rafael melepaskan pelukan tangan sang mama."Sebentar saja," mohon Paramita."Lima menit lagi." Paramita langsung berhenti menumpahkan air mata. Giliran dia yang terpaku di tempatnya berdiri, menatap gerakan Rafael yang sedang membuka masker. Bak slow motion, perlahan wajah Rafael terlihat jelas di hadapan sang mama."Rafael!" Paramita memeluk erat sang putra.
Hubungan Rafael dan Nadine makin memburuk beberapa hari belakangan. Nadine makin cuek dengan Rafael. Sedang Rafael kian terlilit kesibukan pekerjaan. Yang Nadine dan keluarganya tahu, kiriman paket Rafael membludak karena peak season gelaran dari berbagai aplikasi belanja online yang mengadakan promo besar-besaran.Padahal lelaki itu sibuk lantaran tumpukan dokumen yang harus dia selesaikan. Semua mengejar persetujuannya juga analisanya. Rafael lupa dengan nasihat Paramita untuk tidak membiarkan masalah dirinya dan Nadine berlarut-larut. Rafael tenggelam sepenuhnya dalam ritme kerjanya sebagai CEO yang bekerja di balik layar.Kinerja kantor Rafael tetap berjalan lancar meski Paramita tak selalu datang ke perusahaan. Hal ini tak pelak membuat beberapa orang menjadi curiga. Terutama Arya dan Rionald. "Tidak mungkin seorang Paramita mampu melakukan itu semua. Meski aku tahu kemampuan istriku sendiri." Arya bergumam mendengar laporan anak buahnya.Arya sejatinya telah menunggu kekosongan
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan