Saat kesadarannya kembali, Rafael menemukan jalan keluar. Pria itu siap melompati jendela, ketika sosok tersebut kembali bicara. "Sebentar saja." Rafael kembali jadi batu. Apalagi ketika kedua tangan tiba-tiba memeluknya dari belakang."Lima menit saja, Mama hanya ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja." Kemeja Rafael bagian belakang basah oleh linangan air mata. Paramita terisak di punggung Rafael. Tubuh wanita itu bergetar hebat. Awalnya Rafael hanya diam. Sampai dia sendiri tidak tahan dengan situasi yang tengah dia hadapi. Tidak bisa dia pungkiri, dirinya juga merindukan mamanya. Paramita masih menangis ketika perlahan Rafael melepaskan pelukan tangan sang mama."Sebentar saja," mohon Paramita."Lima menit lagi." Paramita langsung berhenti menumpahkan air mata. Giliran dia yang terpaku di tempatnya berdiri, menatap gerakan Rafael yang sedang membuka masker. Bak slow motion, perlahan wajah Rafael terlihat jelas di hadapan sang mama."Rafael!" Paramita memeluk erat sang putra.
Hubungan Rafael dan Nadine makin memburuk beberapa hari belakangan. Nadine makin cuek dengan Rafael. Sedang Rafael kian terlilit kesibukan pekerjaan. Yang Nadine dan keluarganya tahu, kiriman paket Rafael membludak karena peak season gelaran dari berbagai aplikasi belanja online yang mengadakan promo besar-besaran.Padahal lelaki itu sibuk lantaran tumpukan dokumen yang harus dia selesaikan. Semua mengejar persetujuannya juga analisanya. Rafael lupa dengan nasihat Paramita untuk tidak membiarkan masalah dirinya dan Nadine berlarut-larut. Rafael tenggelam sepenuhnya dalam ritme kerjanya sebagai CEO yang bekerja di balik layar.Kinerja kantor Rafael tetap berjalan lancar meski Paramita tak selalu datang ke perusahaan. Hal ini tak pelak membuat beberapa orang menjadi curiga. Terutama Arya dan Rionald. "Tidak mungkin seorang Paramita mampu melakukan itu semua. Meski aku tahu kemampuan istriku sendiri." Arya bergumam mendengar laporan anak buahnya.Arya sejatinya telah menunggu kekosongan
Rionald mengerang kesakitan, dia tidak menyangka Nadine yang ramping punya tenaga kuat. Tubuh besar Rionald yang sebelas dua belas Rafael, berhasil Nadine piting. Dua tangan Rionald Nadine telikung di belakang punggung lelaki itu."Jangan pikir saya tidak akan melawan jika Anda coba melecehkan saya!""Kau akan dipecat karena kelakuanmu!""Oho masa? Dengan senang hati saya akan menerimanya. Jika itu terjadi maka pemimpin perusahaan ini buta matanya. Hingga dia tidak bisa melihat kejahatan terjadi di depan hidungnya!"Rafael seketika mengulas senyum, dia disebut buta oleh istrinya sendiri. Bersamaan dengan itu suara teriakan syok terdengar. "Astaga, apa yang dia lakukan?"Bukannya menanyakan kenapa Nadine memiting Rionald, Paramita justru bertanya kenapa Rionald sampai diperlakukan seperti itu. "Mita, tolong aku! Stafmu kurang ajar padaku!""Bukannya terbalik?" Cibir Paramita, terlihat puas melihat wajah sang kakak tampak menderita.Terdengar decakan kesal dari Rionald, tampak kesakita
Rafael sedang menunggu Nadine di lobi kantor ketika sebuah pesan dari Sandy masuk. Lelaki itu berhasil mengesan transaksi pembelian satu apartemen di sebuah kawasan elit ibu kota yang dilakukan oleh Ravelio De Angelo, menggunakan nama orang lain. Sandy sukses melacaknya setelah menelusuri aliran dana Lio. Bagi Rafael dan Sandy, tidak sulit untuk menerobos masuk tanpa ketahuan. Karena itulah, Rafael langsung menyerbu ke tempat ini. Tanpa tahu istrinya yang sedang cemburu membuntuti.Rafael sampai di depan gedung apartemen Lio dengan Nadine gegas mengikuti. Rafael sendiri tidak sadar, dia masih berbalas pesan dengan Sandy. Yang dalam pikiran Nadine, Rafael pasti sedang menghubungi Melani.Perempuan itu terbakar amarah, dalam benak Nadine sudah tersusun skenario penjambakan ala drama penggerebekan pasangan selingkuh seperti yang ada di tivi-tivi. Meski setelahnya Nadine bergumam sendiri, "Idih tidak elit. Masak cakar-cakaran. No ... no ... balas dendam harus dengan cara yang elegan. Tun
Tubuh Rafael ambruk setelah disapu gelombang klimaks dahsyat. Pun dengan Nadine, wanita itu terengah usai Rafael meledak di dalam dirinya. Bersamaan dengan dia yang juga mendapat puncaknya. Rafael masih sempat mencium bibir sang istri sebelum membawa Nadine dalam pelukannya.Nadine tidak melawan, tubuhnya lemas setelah beberapa kali mendapat pelepasan. Satu banding tiga, gila! Rafael tidak pernah bercinta dengan Melani, dan stamina pria itu tetap membuat Nadine geleng-geleng kepala. Nadine pikir Rafael akan selesai cepat setelah bilang puasa lama. Nyatanya tidak.Rafael sendiri sedikit merasa bersalah pada Nadine. Lelaki itu meluapkan kemarahannya saat bercinta dengan sang istri tadi. Emosi karena melihat Rionald sempat menyentuh tubuh Nadine. Namun dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk melindungi Nadine.Rafael kesal setengah mati jika ingat hal itu. Dia merasa tidak berguna sebagai suami. Namun Rafael bisa apa jika keadaan belum memungkinkan dirinya muncul di hadapan orang banyak.
Sita menghela napas dalam untuk menurunkan kadar emosi yang hampir membuatnya meledak. Dia sudah berusaha keluar kafe tanpa menarik perhatian. Namun usahanya sia-sia ketika Sandy menyadari pergerakannya saat bertukar shif dengan rekannya."Apalagi?" Desah Sita kesal. Ingin sekali menghempaskan pria satu ini. Sita merasa Sandy seakan menempel padanya beberapa waktu terakhir. Entah perasaan Sita atau hal itu benar adanya, Sandy sering menunggunya saat dia pulang kerja. "Aku antar sekalian aku mau bicara dengan Rafael.""Tidak mau!" Kalimat Sita membuat Sandy menghentikan langkahnya. Lelaki itu berbalik menatap adik Sita. "Kenapa?" Tanyanya.Sita memandang lurus Sandy, teringat pertanyaan Hermawan beberapa hari yang lalu, soal siapa yang kerap mengantar Sita pulang. Hermawan tak banyak bertanya, lelaki itu cuma berpesan agar Sita berhati-hati. Belajar dari kejadian Teo hari itu. Sandy sendiri dalam pandangan Sita lumayan baik. Terlepas dari predikat spesies amfibi yang disandangnya,
Malam itu juga Rafael pulang ke kediaman utama De Angelo. Tempat tinggal sang kakek. Lelaki tua itu jelas terkejut dengan kemunculan sang cucu setelah enam tahun tidak pulang. Ada bahagia juga rasa takut ketika Rafael tiba-tiba berdiri di hadapannya."Akhirnya kamu pulang." Atma tidak bisa menutupi rasa dalam hatinya.Rafael tumbuh jadi pria dengan aura pemimpin begitu kuat, matang dan tentu saja, tampan. Rafael sendiri tak pernah menyangka akan pulang secepat ini. Namun urusan sang kakak, dia ingin menyelesaikannya, hari ini juga."Aku pulang untuk meminta penjelasan soal kepergian kak Lio. Aku ingin Om Rio dipanggil ke sini." Atma sesaat terdiam mendengar permintaan sang cucu. Namun tak urung dia meminta asistennya untuk menghubungi Rionald."Kalau dia menolak, suruh orang untuk menyeretnya pulang." Perintah tegas Atma mengalun. Dia sadar hari ini akan tiba, cepat atau lambat. Hanya saja dia tidak menyangka, kalau Rafael sendiri yang akan bergerak mencari tahu soal kematian Raveli
Hampir pukul satu dini hari, itu kalau Nadine tidak salah lihat, saat dia menyadari sosok Rafael tidak ada di sampingnya. Lelaki itu belum kembali, pikir Nadine. Namun wanita itu langsung terperanjat ketika mendapati Rafael duduk di sofa, dalam keadaan gelap, dengan pakaian utuh belum berganti.Bahkan lelaki itu masih mengenakan sepatu, belum melepasnya. "Kamu sudah pulang? Kok aku tidak dengar." Nadine bertanya dengan suara serak khas bangun tidur."Tidurlah." Hanya itu yang Rafael ucapkan. Hal itu jelas membuat Nadine curiga. Perempuan itu bangkit, bergerak mendekati Rafael yang duduk diam macam patung bernyawa. Tatapan lelaki itu kosong. Tak ada binar kehidupan macam biasa di sana. Dalam temaram lampu kamar, Nadine melihat pipi Rafael berkilat basah. Lelaki itu ... menangis. Nadine buru-buru ingin menghidupkan lampu, tapi Rafael mencegahnya. Nadine menatap intens wajah sendu sang suami dalam gelap. Dengan Rafael gegas memalingkan wajah. Tidak ingin sang istri tahu kalau dirinya