Andra terlihat emosi kala mendengar ucapan Sagara. Menganggap jika Hanna akan memintanya kembali pada Clara, padahal Hanna sama sekali tidak pernah berniat untuk mengucapkan itu."Lagi buat apaan, lo? Kayaknya enak banget." Andra tergoda oleh masakan yang dibuat oleh Sagara. Padahal dia sedang marah kepada sahabatnya itu."Ayam kecap sama capcay. Hanna suka banget dan gue bersyukur karena bisa membuatkan masakan kesukaan Hanna."Andra mengulas senyum sembari mencium aroma ayam kecap yang begitu menggoda selera."Dengan begini, Hanna bakal maafin elo? Begitu?"Sagara menggeleng. "Nggak. Hanna nggak marah sama gue. Dia mana bisa, marah ke gue, Ndra. Kalau cinta, iyaa.""Iddiih. Pede banget lo, jadi orang. Hanna cuma kasihan sama elo. Makanya nggak mau marah-marah."Sagara terkekeh sembari geleng-geleng kepala. "Habis makan malam, kita lanjut bikin denah resto lagi. Harus ditunda kan, gara-gara si Citra nih.""Eh tapi, Sagara. Emangnya elo beneran, nggak butuh bantuan Citra untuk membuat
"Aku sudah tau semuanya, Raffael. Kamu tidak bisa mengelak lagi dan jangan pernah menutupi apa pun dari aku. Juga, kamu tidak akan bisa memisahkan Sagara dengan Hanna. Karena mereka sudah tau, niat busuk kamu itu." Citra menatap tajam Raffael.Sehingga membuat pria itu menatapnya dengan lekat. Maksud dari ucapan Citra benar-benar membuatnya menjadi panas dingin.'Kenapa mereka bisa tau, dan apa yang mereka ketahui?' Ingin bertanya kepada Citra, tapi ia tak berani mengatakan apa pun kepada istrinya itu."Kamu pasti tidak akan berani bertanya padaku tentang apa yang mereka ketahui, Raffael. Satu, mereka sudah tau kalau kamu anaknya Damar. Orang yang sudah merebut paksa perusahaan papanya Sagara. Yang kedua, mereka bahkan sudah tau akal busuk kamu untuk memisahkan Sagara dengan Hanna. Karena ingin menghancurkan perusahaan papanya Hanna."Tapi, semuanya akan sia-sia. Kamu juga sudah salah kaprah karena menganggap jika perusahaan itu bisa maju karena Sagara. Asal kamu tau, Raffael. Mereka
Sementara di kediaman Andra.Sagara tengah sibuk dengan beberapa pekerja resto yang akan melaksanakan pekerjaannya esok hari. Sementara Andra dan Hanna tengah sibuk di dapur, membantu Hanna yang sedang membuatkan kue. Perempuan itu kembali mengidam ingin membuat kue kesukaan Sagara.“Hanna? Kamu tau kan, kalau besok jadwal sidang perceraian kalian? Kira-kira … sidangnya akan tetap dilaksanakan atau nggak, ya?” tanya Andra sembari memarut keju.Hanna mengendikan bahunya. “Kayaknya semalam Sagara memikirkan itu juga. Citra juga nggak ada kabar, yaa? Ya sudahlah. Lagi pula, kami nggak ada menandatangani apa pun.”“Iya sih. Kalau emang beneran, kalian bisa kumpul kebo, Na.”Hanna terkekeh pelan. “Seandainya memang harus seperti itu, kami bisa menikah lagi.”Andra menghela napasnya dengan pelan. “Ya udahlah. Semoga aja perceraian itu dibatalkan. Kalian nggak ada kabar, Krisna belum bisa menemukan kalian, dan Raffael juga udah digugat cerai sama Citra.”Hanna menganggukkan kepalanya. “Udah
Citra menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Tidak tau, Om. Kami pernah bertemu, hanya sekali. Itu pun di cafe dekat kampus Clara. Mungkin, mereka tinggal di sekitaran sana."Padahal, masih membutuhkan waktu satu jam lamanya tempat persembunyian Hanna dan Sagara. Yakni di rumah Andra."Oh. Jadi, mereka tidak pergi ke luar negeri atau kota. Masih ada di sekitar sini."Citra mengangguk. "Kalau Om ingin mencari mereka hanya untuk dipisahkan, aku berdoa semoga Om tidak pernah menemukan mereka. Tapi, kalau Om ingin merestui hubungan mereka, semoga segera ketemu."Citra dan Irwan pun pamit dan melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu.Sementara Krisna menjatuhkan dirinya dengan lemas di atas sofa. Sinta pun menghampiri suaminya itu yang tengah putus asa."Jangan pernah menilai seseorang hanya dari luar sana, Krisna. Kamu sudah tau semuanya, dan tidak pernah percaya pada Sagara waktu itu. Dia berjuang mati-matian agar kamu percaya padanya jika Raffael sudah menikah. Tapi, karena kebencian
Sagara menatap Citra penuh. Ia datang dengan tiba-tiba, kemudian berbicara pun sangat to the point. Sampai Sagara tidak tahu harus menjawab apa."Lalu, apa respon Papa saat tahu dia ditipu?" Lantas, Hanna yang bertanya kepada Citra."Kaget tentunya. Dan ... dia ingin bertemu dengan kalian. Mungkin, dia ingin minta maaf ke kalian karena sudah membuat kalian hampir berpisah."Sagara tersenyum miris. "Dan baru menyadari kalau ucapan kami lah, yang benar," ucapnya pelan.Hanna menoleh kepada Sagara. "Tidak perlu terpengaruh oleh penyesalan Papa, Sagara."Sagara tersenyum sembari mengusapi tangan Hanna. "Iya, Sayang. Aku nggak selemah itu. Aku akan membuat papa kamu benar-benar menyesali perbuatannya.""Sagara. Gue juga udah kasih tau ke Om Krisna kalau elo adalah seniman terkenal. Dia ingin elo kasih bukti kalau elo sehebat itu."Sagara kembali terkekeh. "Nggak segampang itu, Krisna. Masih banyak hal yang harus gue lakukan untuk dia. Terlalu dini, kala
Karena keserakahan dan keegoisan yang dia lakukan, akhirnya berimbas pada dirinya sendiri. Tidak pernah berpikir ke arah sana. Ia sudah banyak menelan korban karena keserakahan itu. Sagara yang harus menjalani hidup serba kekurangan, dan Mayang harus mengalami gangguan jiwa yang hingga kini belum diketahui apa penyebabnya.**Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Waktu sidang Citra dan Raffael akan dilangsungkan di jam sepuluh pagi ini. Sengaja Citra percepat agar ia bisa segera fokus pada hidupnya setelah bercerai dengan Raffael."Elo di mana, Ndra?" Citra menghubungi Andra agar mau menemaninya menjalani proses perceraiannya."Di rumah. Lagi makan sama Hanna dan Sagara. Nyokap sama Bokap juga. Kenapa?" tanyanya sembari mengunyah nasi goreng miliknya.Citra menghela napasnya di seberang sana. "Elo ... jadi kan, nemenin gue?" tanyanya ragu.Andra menggaruk alis pelan. "Jadi, kok. Jam sepuluh, kan? Gue masih sarapan, masih dua jam lagi juga. Sibuk
Perempuan itu menoleh. “Fokus di kantor aja. Papa harus jaga Clara di Singapura. Mama juga. Yang ada di sini hanya gue. Tapi, jam tiga nanti gue mau ke sana. Jenguk Clara.”Sagara manggut-manggut. “Semoga Clara cepat sembuh.”“Aamiin. Kalau begitu, gue mau balik.”“Cit!” Sagara menahan Citra kemudian melepaskan pegangannya.“Kenapa, Sagara?”Pria itu menghela napas pelan. “Kalau ada informasi apa pun, tolong beri tahu gue. Langsung hubungi ke nomor gue, jangan ke Andra. Karena, setelah resto gue selesai, gue bakal pindah ke rumah lama gue dan Hanna. Gue butuh info untuk mengambil kembali perusahaan gue, Cit.”Citra menghela napas sembari menganggukkan kepalanya. “Oke. Gue pasti akan mengabari elo. Apa pun itu, gue pasti kasih tau elo. Semoga semuanya segera selesai. Elo bisa kembali jadi CEO di perusahaan elo. Dan hidup serba mewah seperti dulu lagi.”
Sagara, dalam keputusasaan akibat pengusiran oleh ayah tirinya, menghadapi dilema tentang tempat tinggal yang layak baginya. Satu-satunya warisan yang dimilikinya kini hanyalah sebuah mobil hitam yang ditinggalkan oleh ayah yang telah tiada selamanya."Damar yang tak berbelas kasihan! Arrghhh!" teriaknya, diikuti dengan tendangan keras ke ban mobilnya. Ia juga menarik rambutnya dengan keras sebelum memejamkan matanya."Ke mana lagi saya harus pergi? Tabungan saya hanya cukup untuk bertahan seminggu," ucapnya dengan lirih, sambil mengusap air mata yang mengalir di sudut matanya.Saat ia hendak kembali ke dalam mobilnya, mata Sagara menangkap sosok yang berdiri di tepi jembatan, tampaknya siap untuk melompat ke bawah."Hei! Jangan melakukannya!" serunya, lalu ia berlari menuju perempuan tersebut dengan secepat mungkin."Jangan melakukannya!" ucap Sagara lagi, sambil menarik tubuh perempuan itu sehingga keduanya terjatuh ke aspal.Meskipun terkesan tidak senang dengan bantuan yang diberi