Sagara menatap Citra penuh. Ia datang dengan tiba-tiba, kemudian berbicara pun sangat to the point. Sampai Sagara tidak tahu harus menjawab apa."Lalu, apa respon Papa saat tahu dia ditipu?" Lantas, Hanna yang bertanya kepada Citra."Kaget tentunya. Dan ... dia ingin bertemu dengan kalian. Mungkin, dia ingin minta maaf ke kalian karena sudah membuat kalian hampir berpisah."Sagara tersenyum miris. "Dan baru menyadari kalau ucapan kami lah, yang benar," ucapnya pelan.Hanna menoleh kepada Sagara. "Tidak perlu terpengaruh oleh penyesalan Papa, Sagara."Sagara tersenyum sembari mengusapi tangan Hanna. "Iya, Sayang. Aku nggak selemah itu. Aku akan membuat papa kamu benar-benar menyesali perbuatannya.""Sagara. Gue juga udah kasih tau ke Om Krisna kalau elo adalah seniman terkenal. Dia ingin elo kasih bukti kalau elo sehebat itu."Sagara kembali terkekeh. "Nggak segampang itu, Krisna. Masih banyak hal yang harus gue lakukan untuk dia. Terlalu dini, kala
Karena keserakahan dan keegoisan yang dia lakukan, akhirnya berimbas pada dirinya sendiri. Tidak pernah berpikir ke arah sana. Ia sudah banyak menelan korban karena keserakahan itu. Sagara yang harus menjalani hidup serba kekurangan, dan Mayang harus mengalami gangguan jiwa yang hingga kini belum diketahui apa penyebabnya.**Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Waktu sidang Citra dan Raffael akan dilangsungkan di jam sepuluh pagi ini. Sengaja Citra percepat agar ia bisa segera fokus pada hidupnya setelah bercerai dengan Raffael."Elo di mana, Ndra?" Citra menghubungi Andra agar mau menemaninya menjalani proses perceraiannya."Di rumah. Lagi makan sama Hanna dan Sagara. Nyokap sama Bokap juga. Kenapa?" tanyanya sembari mengunyah nasi goreng miliknya.Citra menghela napasnya di seberang sana. "Elo ... jadi kan, nemenin gue?" tanyanya ragu.Andra menggaruk alis pelan. "Jadi, kok. Jam sepuluh, kan? Gue masih sarapan, masih dua jam lagi juga. Sibuk
Perempuan itu menoleh. “Fokus di kantor aja. Papa harus jaga Clara di Singapura. Mama juga. Yang ada di sini hanya gue. Tapi, jam tiga nanti gue mau ke sana. Jenguk Clara.”Sagara manggut-manggut. “Semoga Clara cepat sembuh.”“Aamiin. Kalau begitu, gue mau balik.”“Cit!” Sagara menahan Citra kemudian melepaskan pegangannya.“Kenapa, Sagara?”Pria itu menghela napas pelan. “Kalau ada informasi apa pun, tolong beri tahu gue. Langsung hubungi ke nomor gue, jangan ke Andra. Karena, setelah resto gue selesai, gue bakal pindah ke rumah lama gue dan Hanna. Gue butuh info untuk mengambil kembali perusahaan gue, Cit.”Citra menghela napas sembari menganggukkan kepalanya. “Oke. Gue pasti akan mengabari elo. Apa pun itu, gue pasti kasih tau elo. Semoga semuanya segera selesai. Elo bisa kembali jadi CEO di perusahaan elo. Dan hidup serba mewah seperti dulu lagi.”
Sagara, dalam keputusasaan akibat pengusiran oleh ayah tirinya, menghadapi dilema tentang tempat tinggal yang layak baginya. Satu-satunya warisan yang dimilikinya kini hanyalah sebuah mobil hitam yang ditinggalkan oleh ayah yang telah tiada selamanya."Damar yang tak berbelas kasihan! Arrghhh!" teriaknya, diikuti dengan tendangan keras ke ban mobilnya. Ia juga menarik rambutnya dengan keras sebelum memejamkan matanya."Ke mana lagi saya harus pergi? Tabungan saya hanya cukup untuk bertahan seminggu," ucapnya dengan lirih, sambil mengusap air mata yang mengalir di sudut matanya.Saat ia hendak kembali ke dalam mobilnya, mata Sagara menangkap sosok yang berdiri di tepi jembatan, tampaknya siap untuk melompat ke bawah."Hei! Jangan melakukannya!" serunya, lalu ia berlari menuju perempuan tersebut dengan secepat mungkin."Jangan melakukannya!" ucap Sagara lagi, sambil menarik tubuh perempuan itu sehingga keduanya terjatuh ke aspal.Meskipun terkesan tidak senang dengan bantuan yang diberi
“Orang tua saya sudah tidak ada lagi, Pak. Yang saya miliki sekarang hanya Hanna. Ayah saya meninggal karena diracun, dan pelaku belum ditemukan hingga kini. Ibunda saya menjadi gila karena suami barunya merampas semua kekayaan yang dimiliki ayah saya. Jika Bapak bersedia bersabar, saya akan berusaha mengambil kembali kekayaan yang menjadi hak saya,” jelas Sagara dengan tegas, berusaha meyakinkan Krisna untuk menerima dirinya dan menikahkannya dengan Hanna, anak semata wayangnya.Krisna menghela napas dengan kasar. “Artinya, kamu sudah tidak memiliki apa pun. Bahkan harta orang tua kamu bisa direbut oleh ayah tirimu. Bagaimana jika ada pria lain yang lebih berhasil dari kamu dan ingin menikahi anak saya?”Sagara menelan ludahnya. Kini, ia memang tidak memiliki apa-apa. Namun, ia yakin bahwa harta itu pasti akan kembali padanya. Matanya menatap tajam Krisna.“Saat ini memang saya tidak memiliki bukti yang bisa membuat Bapak percaya. Namun, suatu hari nanti saya akan membuktikannya. Jik
Satu minggu kemudian, Sagara dan Hanna melangsungkan akad nikah dengan acara yang sangat sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga besar Hanna dan keluarga dari sahabat ayah Sagara. Meski harus menanggung malu, Krisna telah memberitahu kebenaran tentang kehamilan Hanna yang terjadi sebelum menikah.“Sagara, jaga dirimu baik-baik, ya. Kami harus kembali ke Yogyakarta,” kata Hendrik kepada Sagara.Sagara mengangguk sambil mengulas senyumnya. “Baik, Om. Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk menjadi saksi pernikahan kami.”Hendrik menepuk bahu Sagara. “Kita akan segera mencari bukti untuk mengambil kembali perusahaan ayahmu. Setelah kita menemukan semua dokumen asli yang disembunyikan oleh ayahmu, kita dapat melaporkan Damar ke polisi.”Sagara mengangguk lagi. “Aku juga akan berusaha mencarinya, Om. Sayangnya, orang tua Hanna tidak merestui kami karena aku tidak memiliki apapun.”“Iya, Om sudah tahu. Terlihat dari ekspresi mertuamu. Dia kecewa karena anaknya melibatkan diri den
Pagi itu, Sagara dan Hanna keluar bersama dengan Sagara membawa dua koper milik istrinya. Matanya sekilas menatap wajah Krisna yang duduk di sofa ruang tengah dengan secangkir teh di tangan kanannya.“Mau langsung pindah saja?” tanya Sinta sambil menghampiri mereka.Sagara mengangguk sopan. “Iya, Ma. Kami akan langsung pindah,” jawabnya.Sinta melihat mereka berdua dengan pandangan penuh kasih. “Baiklah, tapi sarapan dulu, ya. Mama sudah menyiapkan sarapan untuk kalian. Jangan menolak! Nanti Mama ngambek.”Hanna menggeleng sambil tersenyum pada tingkah lucu ibunya. “Tentu saja, Ma. Aku tidak akan pernah menolak masakan terenak di dunia ini.”Sinta mengusap lengan Hanna lembut. “Nanti Mama akan mengunjungi rumah baru kalian dan membawa makanan kesukaanmu,” katanya sambil duduk di meja makan.“Makanan kesukaanmu apa? Biar aku masak, kalau Mama tidak sempat ke rumah,” tawar Sagara sambil menatap Hanna.“Kamu bisa masak?” tanya Hanna kagum.Sagara mengangguk mantap. “Ya, kalau tidak perca
“Namanya siapa?” tanya Udin dengan ramah, menatap pria baru tersebut.“Nama saya adalah Caraga Sagara. Bapak bisa memanggil saya Sagara,” jawab pria tersebut dengan sopan, sambil tersenyum.“Salam kenal, Sagara. Saya adalah office boy yang telah lama bertugas di sini. Rumah saya berada di belakang kantor ini,” kata Udin sambil mengangguk.“Wah, sangat dekat ya,” komentar Sagara dengan ringan. “Tidak akan sulit untuk tiba tepat waktu di kantor.”Udin mengangguk setuju. “Anda tinggal di mana, Nak? Saya kira Anda memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Mengapa memilih menjadi office boy?”Sagara tersenyum tipis, menghargai pertanyaan tersebut. “Terima kasih, Pak. Mungkin ini adalah jalan yang sudah ditentukan bagi saya.”Udin kemudian menepuk bahu Sagara dengan ramah. “Anda sudah menikah, bukan? Saya melihat ada cincin di jari manis Anda.”Sagara mengangguk sambil tersenyum. “Benar, Pak. Saya sudah menikah dan juga sedang menanti kehadiran seorang anak. Istri saya sedang hamil ti