Claude kembali ke kamar. Dia menyadari Lillia sedang mandi. Alhasil, dia pun berencana untuk membaca buku.Pada saat ini, tetiba ponsel Claude berdering. Claude mengambil ponselnya, lalu tampak nomor yang tidak disimpan itu. Namun, dia masih saja merasa sangat familier terhadap nomor ponsel itu. Claude segera mengangkatnya.“Halo, kenapa kamu telepon aku?” Suara Claude tidak sedingin sebelumnya.“Apa kamu tahu telah terjadi sesuatu dengan Nikita sewaktu di lokasi syuting? Demi Lillia, kamu malah meninggalkan Nikita di lokasi syuting. Tim produksi sengaja menindasnya, menyuruhnya untuk melompat dari tempat yang sangat tinggi dengan digantung tali. Kemudian, dia digantung dalam waktu lama!” Orang di ujung telepon merasa sangat marah.Claude menelepon sembari membalikkan tubuhnya. “Apa dia sudah dibawa ke rumah sakit?”“Kamu masih berani nanya aku? Mana aku tahu!” ucap orang di ujung telepon dengan kesal.“Aku telepon tim produksi dulu.” Claude juga tidak menggubrisnya. Tanpa menutup tele
Panggilan malah diakhiri begitu saja. Cedron pun merasa sakit kepala.Cedron juga sempat mencoba untuk menghubungi Lillia. Namun ponselnya memang sedang dalam keadaan tidak aktif. Demi masalah ini, dia juga sempat menghubungi Elgan. Elgan juga tidak mengetahui keberadaan Lillia. Sekarang semua orang tidak berhasil menghubungi Lillia.“Apa telah terjadi sesuatu sama dia?” Cedron bertanya pada Moonela yang berada di sampingnya.“Kalau begitu, aku lapor polisi saja!” Moonela spontan berdiri.“Oke, kita lapor polisi saja!” balas Cedron dengan langsung.Jika benar telah terjadi sesuatu dengan Lillia, sudah seharusnya mereka segera lapor polisi.Daya ponsel Lillia sudah habis. Meskipun telah lapor polisi, polisi juga tidak bisa langsung menemukannya.Cedron tahu suasana hati Claude sangat tidak bagus. Namun, dia tetap menelepon Claude.“Ada apa? Aku sudah bilang aku nggak tahu Lillia lagi di mana. Masalahnya nggak ada hubungannya sama aku.” Claude sudah kehilangan kesabarannya.“Kak Lillia m
Tatapan Jeff tertuju pada diri Lillia.Cuaca bulan November di Kota Pinang lebih hangat daripada di kota lain. Namun, Lillia yang basah kuyup itu tetap akan masuk angin.“Lillia, pergi ganti pakaianmu dulu,” ucap Jeff dengan perhatian.Lillia berjalan ke bawah.Priya menatap Lillia. Dia dapat melihat tatapan dingin dari mata Lillia.Lillia menuruni tangga dengan kaki ayam. Air menetes ke atas lantai. Dia berjalan ke hadapan Priya, lalu menatap si wanita tua. “Apa aku pernah bilang kamu itu pembantu? Aku cuma nggak ingin jadi pembantu yang nggak tahu apa-apa, apa nggak boleh? Kalau kamu ingin hidup sesuai dengan pemikiranmu, itu urusanmu. Kenapa kamu malah berusaha untuk mengubahku?”Seusai berbicara, Lillia langsung merebut ponselnya dari tangan Priya.“Aku nggak nyangka kamu akan kasih obat ke aku, lalu mengurungku di kamar dalam waktu selama ini ….” Ketika berbicara sampai di sini, tenggorokan Lillia terasa kering. “Sebelumnya aku hanya merasa sikap kebanyakan orang tua memang sepert
Claude mengendarai mobil kembali ke rumah sakit. Di saat mengendarai mobil, dia menelepon Hans, menyuruhnya mencari tahu pemilik pelat mobil yang dinaiki Lillia tadi.Lillia telah tiba di Hotel Jimbar. Moonela menyuruh asistennya untuk membawa kopernya kemari.“Kak Lillia, Kak Moonela lagi ada rapat sama klien, dia nggak bisa ke sini. Jadi, dia suruh aku untuk antar barangmu. Apa kamu baik-baik saja?” tanya si asisten dengan penuh perhatian. Sekarang kondisi Lillia memang tampak sangat memilukan.Meskipun biasanya Lillia berpakaian dengan sangat simpel, dia juga tidak pernah berpakaian seperti sekarang. Dia bahkan tidak mengenakan sepatu dan pakaiannya juga sangat kusut. Rambutnya juga kelihatan sangat berminyak.“Nggak kenapa-napa, cuma kesiram air saja. Kalau kamu sibuk, kamu pulang dulu sana. Selesai beres-beres, aku akan segera ke Kota Brawa. Kamu juga nggak usah tinggal di sini lagi.” Lillia menyeret koper ke tempat yang agak luas. Asisten melihat Lillia membuka koper, lalu menge
Lillia juga tahu alasannya.Dengar-dengar sewaktu syuting, Fanny bahkan dimarah lantaran menggaruk tangannya yang gatal itu. Fanny mengatakan bahwa tangannya sangat gatal akibat alergi dingin. Setelah sutradara melihatnya, dia malah merasa merah-merah di tangan Fanny sangatlah cocok dengan perannya. Dia pun menyuruh Fanny untuk mempertahankan alergi di tangannya.Oleh sebab itu, kondisi tangan Fanny lebih parah daripada Lillia. Kulitnya bahkan telah pecah-pecah dan terasa sakit.Kepikiran dengan betapa kasihannya Fanny, Lillia mengeluarkan sarung tangan elektriknya, lalu menaruhnya di tangan Fanny. “Saat kamu nggak lagi syuting, kamu pakai sarung tangan ini saja. Sarung tangan ini bisa diisi daya, jadi kamu bisa merasa hangat ketika mengenakannya. Nanti suruh asistenmu buat beli obat untuk olesin tanganmu.”“Kamu kasih aku? Gimana sama kamu?” Fanny merasa tidak enak hati.“Aku bisa kompres pakai air hangat, kok. Kondisimu beda sama aku. Kamu mesti sering berada di luar ruangan,” balas
Lillia memperlihatkan tangannya kepada apoteker. Setelah melihat tangannya, si apoteker pun berkata, “Apa kamu sering beraktivitas di luar ruangan? Kalau di dalam ruangan, tanganmu nggak mungkin akan seperti ini.”“Emm, aku bekerja di luar ruangan,” balas Lillia.Claude bertanya dengan suara dingin, “Selain cara yang dia katakan tadi, apa masih ada cara lain lagi? Dia kerjanya selalu di luar ruangan, apa ada cara lain?”Lillia memelototi Claude sejenak. “Kamu nggak usah ikut campur dalam masalahku!”Apoteker segera meredakan kecanggungan. “Dia juga lagi perhatian sama kamu. Pak, kalau dia kegiatannya di luar terus, dia mesti menghangatkan tubuhnya. Kalau nggak, nggak ada gunanya dioles obat apa pun.”“Kamu cukup beri tahu aku, bisa nggak diobati dengan jarum?” Lillia mulai merasa khawatir. Tidak sedikit kru di lokasi syuting mengalami hal seperti ini.“Emm, bisa sih bisa …. Tapi sebenarnya nggak perlu berbuat seperti itu. Kamu cukup beraktivitas di dalam ruangan selama 3 atau 4 hari sa
Claude meraih kaki Lillia, lalu menatapnya. “Kakimu nggak boleh ditusuk. Bagian kaki akan terasa lebih sakit daripada bagian tangan. Aku pijat saja.”Lillia merasa agak geli. Dia berkata dengan mengerutkan keningnya, “Lepasin aku ….”Claude duduk di sofa sembari memijat bagian tumit Lillia yang merah. Suaranya terdengar agak dingin. “Semuanya akan membaik setelah dipijat. Kenapa kamu nggak beli penghangat sepatu?”“Penghangat juga nggak ada gunanya,” jawab Lillia.Padahal Lillia sudah memakai sepatu bot. Hanya saja, dia terlalu sering beraktivitas di atas tumpukan salju. Sepatunya juga sering basah. Claude tidak berbicara lagi. Dia memijat kaki Lillia dengan sangat serius. Setelah dipijat, rasa gatal pun mulai menghilang.“Gimana?” Setelah Claude memijat setengah jam, tangannya terasa agak pegal. “Emm … lumayan.” Lillia merasa agak malu.Ujung bibir Claude melengkung ke atas. Dia menggerakkan tangannya, lalu berkata pada Lillia, “Kamu pergi mandi sana. Aku juga kembali ke kamar dulu.
Lillia meronta mendorong Claude.“Hotel ini memang bukan milik tim produksi. Tapi gimana kalau ada paparazi yang lagi sembunyi di dalam hotel ini?” ucap Lillia sembari memelototi Claude.Claude tersenyum sinis. “Apa kamu takut hubungan kita akan terekspos?”“Suasana hatiku sekarang sama seperti dulu di saat kamu nggak suka sama aku, takut kabar pernikahan kita akan terekspos,” sindir Lillia yang tidak mau kalah.Claude melepaskan tangannya. Tatapan Claude tertuju pada diri Lillia. “Lillia, aku ingin tanya sama kamu. Apa benar kamu bisa melepaskan perasaanmu dengan gampangnya?”Seingat Claude, Lillia bisa menikah dengannya karena pernah mencintainya.“Gimana kalau aku bilang aku menyesal untuk suka sama kamu, apalagi nikah sama kamu? Sejak nenekmu menaruh obat, aku merasa semakin menyesal saja. Kamu juga bisa meninggalkanku hanya demi Nikita dan juga nenekmu. Aku selalu ditinggalkan olehmu,” balas Lillia dengan tersenyum sinis.Claude terdiam dalam waktu lama. Kemudian, dia baru berkata