Share

BAB 146

Penulis: Yuli Sutarni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tolong Vinda. Hanya kamu harapan Ibu satu-satunya. Jika saja Galih tak menghianati Soraya karena digoda oleh Mita… ."

"Bu. Tidak hanya Mita yang salah dalam hal ini. Mas Galih juga salah. Jangan menyalahkan orang lain sementara anak sendiri selalu Ibu bela. Selingkuh itu perbuatan dua orang. Dua-duanya juga harus disalahkan. Seperti aku dulu menyalahkan Mas Galih dan Soraya karena perbuatan jahat mereka. Bahkan orang-orang di sekitar yang mendukung perselingkuhan mereka pun kusalahkan.

Ibu lihat hasilnya saat ini, sesuatu yang diawali dengan menyakiti perasaan orang lain maka tak akan ada keberkahan di dalamnya. Dan sekarang Ibu merasa bersalah pada Soraya hingga tak mau meminta tolong padanya, lalu mengapa padaku Ibu tak terkesan merasa bersalah sedikit pun? Bahkan dengan percaya diri Ibu meminta sesuatu yang selamanya tak akan kukabulkan.

Maaf, Bu. Dengan sangat tegas aku menolak meminta tolong suamiku untuk membantu kebebasan Mas Galih. Dia layak berada di tempatnya saat ini. Du
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 147

    Pelajaran Pertama Untuk Silvi "Dia kenapa? Kok bisa-bisanya minta uang padamu?" Kutatap wajah penuh make up di depanku. Wajah yang tadi malam sempat ingin kucakar-cakar karena chat busuknya itu berada tepat di hadapanku. "Kau tahu, wanita itu sekarang jatuh miskin. Suaminya saat ini terkenal stroke. Tak bisa beranjak dari manapun tanpa dibantu. Untuk berobat saja tak mampu. Sedangkan mantan suamiku saat ini berada di dalam bui karena dilaporkan oleh istrinya akibat selingkuh! Karirnya hancur, jadi narapidana pula! Kau lihat, seperti itulah nasib orang-orang yang berani mengusik kehidupanku!" Aku menyeringai seiring terbitnya wajah pucat wanita gatal itu. "Aku minta waktumu sebentar," ucapnya dengan wajah gugup yang terlihat sekali berusaha ditutupi. Aku mempersilahkan dia duduk di sofa yang kutunjuk di ruangan pribadiku. "Mas Rafli sudah menghubungimu, 'kan?" tanyanya penuh percaya diri. Aku tak menanggapi pertanyaannya. "Aku minta maaf. Tolong jangan perpanjang urusan ini. Aku

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 148

    "Kau benar-benar wanita tak tahu diri. Hubungan pertemananku dengan Mas Rafli jauh sebelum kamu memasuki kehidupannya. Mengapa sekarang kau seolah berusaha menjauhkan posisi kami? Memang wanita dari kalangan rendahan selamanya tak akan mampu memahami gaya pertemanan kalangan atas. Kau berbeda sekali dengan Wita. Dia sangat membebaskan suaminya bergaul dengan siapapun tanpa adanya rasa cemburu yang berlebihan. Ya… Aku tahu. Sikapmu yang berlebihan itu karena kau yang tak berharga itu takut di tinggal oleh Mas Rafli hingga kau over protektif seperti ini. Sayangnya kau justru terlihat konyol dan tak berkelas sama sekali." Wajah cantiknya menyunggingkan senyum penuh kemenangan setelah mengucapkan kalimat itu untukku. Aku menetralkan emosi yang menggelegak tak terkontrol. "Kalau boleh tahu, seperti apa gaya pertemanan kalangan atas? Tak saling menjaga privasi, bebas melakukan apapun tanpa dibatasi norma dan adab, termasuk saling bertukar suami seperti yang dilakukan oleh sahabatmu itu?

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 149

    Silvi Tak Main-MainAku melirik Mas Rafli yang tengah menerima panggilan. Wajahnya nampak berkerut. Entah siapa yang menghubunginya hingga dia bereaksi seperti itu. Aku yang tengah membuka beranda aplikasi layar biru tak berani bertanya siapa yang berada di ujung panggilan. "Sayang, Silvi tadi ke resto sebelum aku menjemputmu?" tanyanya. Aku mengangguk. Memang tadi aku tak memberitahu dirinya bahwa wanita itu nekat mendatangi tempat usahaku. Mas Rafli mendekat dan mengangkat wajahku agar tepat berhadapan dengannya. Matanya membesar seiring tangannya menyentuh dahiku. "Apakah tanda luka ini karena kelakuannya?" Aku mengalihkan tangan Mas Rafli dari dahiku. Aku tak menyadari apakah bekas lemparan botol mineral itu terlihat jelas di sana. Memang rasanya agak nyeri, kalau sampai ternyata meninggalkan bekas aku tak memperhatikannya. "Apa yang dia lakukan?!" todongnya. Aku bisa melihat tatapannya begitu mengkhawatirkanku. Tangannya meraih kedua pipiku hingga kurasakan hangat menjalar ke

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 150

    "Jangan bertindak sendirian. Kau itu punya aku, apalagi menghadapi wanita seperti Silvi," ucapnya sambil merebahkan diri di pangkuanku. Rambutnya yang wangi menthol membuatku tergerak untuk menciumnya lekat-lekat. "Mas. Apakah yang Silvi katakan saat berada di kantormu?" tanyaku pelan. "Sudahlah. Jangan membahas sesuatu yang nantinya akan membuatmu terganggu. Yang jelas apapun yang dia katakan, aku lebih mempercayaimu.""Mas, please. Aku ingin tahu bagaimna si jalang itu mengadu pada mantan pacarnya.""Vinda…Mas bilang tak usah membahas wanita itu lagi. Kupastikan juga untuk menghindarinya. Tapi tenang saja, perlakuannya padamu tak akan kubiarkan bebas begitu saja. Setidaknya dia tak akan berani macam-macam denganmu. Kau wanitaku, tak boleh ada yang melukaimu sedikit pun," ucapnya sungguh-sungguh. "Mas… ," ucapku masih belum menyerah. Aku memang sangat penasaran bagaimana versi wanita itu mengenai perseteruan kami saat berbalas pesan melalui whatsapp."Dia mengatakan kau menerorny

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 151

    Membiarkanmu Menang SesaatAku turun dari mobil Mas Rafli di depan pintu gerbang rumah ibu mertuaku. Dia tak bisa ikut turun karena pekerjaan yang memburunya. Ada sedikit masalah yang membelit usahanya terkait izin proyek pendirian minimarket barunya. "Mungkin aku tak bisa menjemputmu dalam waktu dekat. Tinggallah lebih lama di rumah ibu. Zayn dan Ziyan biar kuhubungi sekolahnya untuk mengantar mereka ke rumah," titah suamiku. Sebenarnya agak ribet kalau aku tak menggunakan mobil sendiri. Tetapi Mas Rafli bersikeras melarangku. "Zoya…baik-baik sama Bunda, jangan nakal." Mas Rafli melambaikan tangannya pada putri kecil kami. Zoya tersenyum sambil memandangi mobil Mas Rafli melaju pelan meninggalkan kami. Aku segera masuk ke halaman rumah ibu. Hawa sejuk karena penataan tanaman yang brilian semakin membuat lahan yang cukup luas itu sangat memanjakan mata. Tiba-tiba mataku fokus menyadari sebuah mobil yang asing bagiku sudah terparkir tepat di halaman rumah ibu. Aku tak pernah meliha

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 152

    "Assalamu'alaikum." Ucapan salam dariku cukup membuat semua orang yang ada di sana terperangah. Tatapan mataku fokus pada ibu yang terlihat sedikit tak nyaman. Dewi mulai mendekati anaknya yang bermain dengan dua anak yang lebih tua dirinya. Sementara Silvi, dia memandangku dengan tatapan meremehkan. Senyumannya yang tak simetris cukup membuatku menyadari dia memang sedang berusaha menjatuhkan mentalku. "Ah Zoya… eyang kangen betul dengan anak cantik ini." Ibu meraih Zoya dalam pelukannya dan menciumi pipi manis anak itu. "Wah… ini anak gadisnya ayah Rafli ya? Cantik sekali. Beruntung sekali Mas Rafli. Baru menikah sudah dapat hadiah anak segede ini," ucap Silvi penuh basa-basi. Aku sangsi mulut itu betul-betul mengucapkan kalimat pujian atau justru sindiran mengenai statusku yang seorang janda beranak tiga saat dinikahi Mas Rafli. Dewi tak berucap banyak, hanya saja dari sikapnya dapat terlihat sekali dia berusaha menghindari tatapan mata denganku. Kubiarkan Dewi melakukan hal yan

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 153

    "Zoya datang kemari tak membawa mainan apapun. Dia yang bergabung dengan Tiara, Zanita dan Kinan yang sudah asyik bermain bersama sebelum kedatangannya. Mengapa jadi anakku saja yang disalahkan? Anak ini juga pantas disalahkan. Nggak tahu sopan santun! Punya orang main embat saja!" lanjutnya sambil menatap murka anakku. Zoya amat ketakutan dengan tingkah tantenya. Aku pun kaget dengan reaksi yang diperlihatkan Dewi. "Dewi! Ibu dari tadi juga memperhatikan mereka bermain. Tadi Tiara tak mempermasalahkan Zoya memainkan boneka yang tak digunakan. Mengapa sekarang dia jadi seculas itu?" "Ibu! Bela terus Zoya dan ibunya! Ingat, Bu! Dia bukan cucu kandung Ibu! Dia cuma anak tiri Mas Rafli. Tak seharusnya Ibu memperlakukannya bak ratu yang selalu dibela. Anak ini juga harus diajari sopan santun. Jangan menginginkan barang yang bukan punyanya! Dia harus tahu diri! Jangan seperti ibunya!" Plak. Sebuah tamparan cukup keras mendarat di pipi Dewi. Ibu melayangkan tangan kanannya dengan cukup

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 154

    SyokHari ini aku membulatkna tekad untuk mendatangi Silvi di rumahnya. Setelah pertemuan kami minggu kemarin di rumah ibu mertuaku, hampir tiap malam dia mengirimi pesan yang membuatku muak dan mual sekaligus. Belum lagi status whatsapp Dewi yang juga menyindirku dengan berbagai perumpamaan. Sungguh aku tak menyangka adik kandung Mas Rafli itu kurang atau bahkan tidak menyukaiku. Entah dari kapan, karena selama ini kami jarang sekali bertemu. Bahkan Mas Rafli dan Mbak Fatma kompak menanyaiku atas status yang dibuat oleh Dewi tersebut. Bukan hal yang sulit menebak siapa orang yang disindir dalam berbagai kalimat yang diunggah Dewi. Karena hubungannya dengan Mbak Fatma amat baik, tentu saja ketika dia menyebut ipar tak tahu malu seluruh praduga akan mengarah padaku. Bahkan dengan begitu frontalnya Dewi membuat status yang terlihat betul serangannya terhadapku. "Vin. Kamu ada masalah apa dengan Dewi? Mengapa status yang dia bagikan seperti ini?" Mas Rafli menyodorkanku sebait kalima

Bab terbaru

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 231 PERNIKAHAN

    PERNIKAHAN Pernikahan yang cukup sederhana itu digelar di halaman belakang rumah Soraya yang megah. Tak ada pesta seperti kebanyakan orang dari kalangan atas, kali ini yang terlihat justru kesakralan yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Soraya mengenakan baju pengantin berwarna putih dengan penutup kepala yang terlihat cantik menutupi rambutnya. Wanita itu tersenyum hangat pada kerabat yang datang menemuinya untuk memberi selamat.Tak ada keangkuhan sama sekali dari wajahnya. Wanita itu seolah terlahir sebagai sosok yang baru dalam kehidupannya. Sang Ibu, berkali-kali menyusut air mata yang mengalir tanpa henti di pipi. Dia tak menyangka anaknya akan menemukan tambatan hati dengan cara yang tak terduga sebelumnya.Laki-laki yang kini duduk sambil menggenggam tangannya itu pun terlihat bahagia. Salman, laki-laki yang merupakan teman sekolah anaknya saat duduk di bangku SMA itu ternyata diam-diam menyimpan perasaan khusus pada Soraya. Dokter yang pernah merawat luka-luka Soraya sa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 230 SALMAN

    SALMAN "Apakah aku menganggu?" "Langsung saja. Kau membuntutiku? Bagaimana bisa kau tahu aku di sini sedangkan aku tak memberitahu siapapun." Kuberanikan membalas tatapannya. Aku ingin mendengar jawaban darinya. Kota ini luas. Amat luas. Itulah yang membuatku yakin bahwa pertemuan kami kali ini bukanlah sebuah kebetulan. Amat sangat dipaksakan jika aku percaya seandainya Salman beralasan bahwa kedatangannya ke kafe ini hanya sebuah kebetulan semata. "Aku tidak suka dibuntuti seperti ini. Jangan beralasan bahwa kedatanganmu kemari hanya sebuah kebetulan. Aku tidak sebodoh itu ,dokter Salman." Sengaja kutekan kata 'dokter Salman' di akhir kalimatku. Kami memang berteman sudah cukup lama. Meski selepas Sekolah menengah atas aku tak pernah tahu lagi bagaimana kabarnya. Pertemuan kami diawali kembali sejak dia sudah bertugas sebagai seorang dokter di rumah sakit yang kudatangi. Sejak itulah aku seringkali bertemu dengannya. "Kenapa tak balas pesan dariku? Kau hanya membacanya tanpa be

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 229 MENEPI

    MENEPI Perceraian Ayah dan Ibu membuat kabar mengejutkan semua orang. Siapa yang tak mengenal ayah, dia anggota dewan yang cukup disegani di kota ini. Bahkan dia sudah bersiap mencalonkan di bursa pemilihan kepala daerah tahun besok. Berita tersebut mewarnai pemberitaan lokal kota ini. Aku tak ambil pusing lagi. Penghianatan Ayah sudah tak bisa dimaafkan. Bagaimana dia setelah ini, aku berusaha tak peduli. Itu urusannya bersama Linda. Wanita yang dia gadang-gadang sebagai wanita idaman yang sesuai dengan impiannya. Aku hanya berkewajiban menjaga Ibu agar kejiwaannya tidak terguncang akibat perceraian ini. Sementara hidupku, aku sudah mulai menerima kenyataan bahwa sekolahku sungguh berbeda dengan sekolahku sebelumnya. Aku terbiasa melihat anak-anak berlarian saat guru sudah ada di dalam ruangan.Aku mulai berdamai dan bertekad memperbaiki hidupku. Aku belajar dari kesalahan-kesalahanku. Aku tak ingin mengulangi semua itu. Sekali waktu aku masih mendengar bagaimana kabar orang-ora

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 228 DUKUNGAN

    “Apapun itu, Soraya. Aku tetap mendukungmu untuk meminta kedua orangtuamu berpisah. Mereka tak akan menjadi keluarga yang utuh, terlebih ayahmu amat menyayangi wanita itu. Ada anak pula di antara mereka. Aku hanya kasihan pada ibumu jika terus-menerus bertahan dalam pernikahan yang sudah tak sejalan.” Akhirnya Kiran mengurai pendapatnya yang sama denganku. Wanita itu menatapku lekat-lekat. “Dukunglah ibumu, Soraya. Kau memang gagal menjadi wanita dan istri yang baik, tetapi aku yakin kau tak akan pernah gagal menjadi anak yang baik untuk kedua orangtuamu.” Hatiku bergetar mendengar kalimat bijak Kiran. Benar, aku memang sudah gagal menjadi seorang wanita. Aku gagal menjaga dan mempertahankan harga diri. Saat menjadi istri Mas Galih pun aku jauh dari kata sempurna. Aku pun mendapatkannya dengan cara yang amat hina. Bodohnya lagi, aku pun mengulangi hal yang sama terhadap Mas Arya dan Mbak Cintya. Aku berusaha menghancurkan rumah tangga mereka meski awalnya aku tak berniat sampai ke

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 227 RAHASIA LINDA

    Aku sudah mewanti-wanti pada ARTku agar tak memberi akses Ibu keluar rumah dengan alasan apapun. Dari semalam wanita itu bungkam tak menjawab semua pertanyaan dariku. Aku sungguh khawatir dia akan melakukan hal yang membahayakan dirinya lagi. Aku juga khawatir dia tengah menyiapkan rencana untuk membalas dendam pada Ayah dan istri mudanya. Kupakai sweater warna coklat yang kurasa cocok dengan acara pertemuanku dengan Kiran sore ini. Rintik hujan di luar tak menghalangi niatku untuk untuk segera bertemu dengan temanku itu. Beberapa saat yang lalu Kiran sudah mengabari bahwa dia sudah sampai di kafe baru yang sudah kami sepakati. Ada hal yang sudah kutugaskan untuknya dan kali ini saatnya dia memberikan laporan. Segila apapun dia, aku tahu untuk hal-hal tertentu dia cukup bisa diandalkan. Tak butuh waktu lama, aku sudah berhasil sampai di parkiran kafe. Entah efek gerimis yang membuat beberapa orang malas keluar atau memang kebetulan sedang sepi hingga membuatku tak perlu mencari pa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 226 PERTOLONGAN SALMAN

    Salman membantuku membawa Ibu ke mobil. Laki-laki itu sigap saat melihat Ibu terlihat lemah tak berdaya setelah pengusiran yang dilakukan Ayah. Tadinya aku hampir meledak menanggapi kata-kata kasar dari Ayah untuk ibuku. Tetapi kesadaranku bahwa rumah sakit ini butuh ketenangan, aku mengurungkan niatku. Apalagi Ibu memang pihak yang bersalah dalam hal ini. Semarah apapun dia,tak seharusnya dia menyerang Linda dan mengacau di tempat anak wanita itu dan ayah dirawat. "Pastikan dia aman di rumah dan tidak bepergian. Ayah khawatir dia akan mengulangi hal ini. Ingat, Soraya. Mudah sekali pencari berita menjadikan ini sebagai bahan untuk gorengan mereka di media. Ayah tak akan memaafkan Ibumu jika hal ini sampai terjadi." Aku menghentikan langkah dan memutar tubuhku. Kubiarkan Salman mengambil alih wanita itu dan membawanya keluar terlebih dahulu. "Ayah, tidakkah Ayah sadar orang yang tengah Ayah bicarakan adalah ibuku? Dia istri ayah. Istri pertama Ayah. Dialah wanita yang menemani pe

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 225 KEKACAUAN OLEH IBUKU

    Sepulang dari membereskan berkas-berkas yang memang harus disiapkan pasca mutasi, aku tak kunjung menemui Ibu di rumah. Asisten rumah tangga yang bekerja di rumahku pun tak tahu kemana perginya wanita itu. Berulang kali kuhubungi ponselnya tak ada tanda-tanda ibu mengangkat panggilannya. Terpaksa aku hubungi Ayah bermaksud menanyakan keberadaan Ibu. Meskipun kenyataannya justru aku mendapatkan jawaban yang membuatku bereaksi keras. "Maaf, Soraya. Ayah belum pulang seharian ini. Mungkin nanti malam baru pulang. Adikmu sakit, dia harus dirawat di rumah sakit." Sial! Lagi-lagi ayahku menyebut anak hasil perselingkuhannya itu sebagai adikku tanpa rasa malu. Telingaku berdengung rasanya mendengar Ayah yang amat peduli dengan anak itu. "Yah. Tapi Ibu belum pulang dari pagi!"Tak ada tanggapan apapun sebelum akhirnya Ayah memutuskan panggilanku. Aku benar-benar kecewa pada laki-laki itu. Pantas saja Ibu sefrustasi ini. Sekali lagi kuhubungi Ibu dan hasilnya tetap nihil. Aku benar-bena

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 224 LEKASLAH BERCERAI!

    Rahang kokoh Ayah makin mengeras saat aku duduk berhadapan dengannya di meja makan. Ibu tak ada di antara kami. Dia langsung menuju ke kamarnya dan tak keluar lagi setelah kepulangannya dari hotel. "Apakah kau dan ibumu yang melakukannya?" tanya Ayah dengan suara baritonnya. Bukan suatu pertanyaan biasa, lebih pada sebuah penghakiman. Cinta laki-laki itu terhadap wanita selingkuhannya telah berhasil membuatnya sedingin itu terhadapku. Kutarik napas dalam-dalam. Pantas saja Ibu sakit hati, nyatanya ayah sudah mulai melalaikan perasaan kami, orang-orang yang selama ini mendukung kariernya. "Apakah Ayah sengaja pulang lebih awal dari biasanya hanya karena ingin menghakimi kami?" Kutatap wajah itu lekat-lekat. Ayah mengusap wajahnya dengan kasar. Kepulan asap dari tembakau yang dihisapnya makin menambah kesan dingin di tengah-tengah perbincangan kami. "Bahkan Linda tidak berbicara apapun setelah kepulangannya. Dia langsung menuju ke arah adikmu karena terlampau mengkhawatirkan anakny

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 223

    Lututku lemas seketika. Ibu membiatku tergidik ngeri. Buru-buru kututup pintu kembali agar tak terlihat dari luar apa yang tengah terjadi di ruangan yang cukup luas ini. "Astaga, Ibu! Apakah Ibu sudah gila?" Aku menarik tangan Ibu yang tengah mendongakkan wajah wanita yang sudah terlihat ketakutan itu. Tak ada lagi tatapan penuh cinta wanita yang pernah melahirkanku ke dunia. Ibu berubah amat mengerikan. Bahkan aku hampir tak mengenali wanita yang tak pernah berbuat kasar ini. "Bu, Ibu akan mendapatkan masalah. Jangan bertindak bodoh. Negara ini negara hukum, Bu!" Kucoba menyadarkan Ibu agar menghentikan aksinya. Aku beringsut mundur saat kudapati tumpukan rambut yang kusadari itu rambut wanita selingkuhan Ayah yang kuyakin dipangkas paksa oleh Ibu. Gunting berwarna hitam terletak di dekat kaki wanita itu. "Tenang saja. Ibu hanya sedikit bermain-main.""Bu! Kumohon. Hentikan. Aku tak ingin Ibu berurusan dengan polisi. Kumohon, Bu. Ini salah!" Aku memohon pada Ibu sekali lagi. Sa

DMCA.com Protection Status