Embun terlihat khawatir jika ibunya marah padanya. Aura karismatik Ana tak bisa diabaikan. Sebagai seorang anak, Embun begitu menghormatinya. Ketika ia turun dari mobil Manggala, ia langsung menghampiri ibunya dan menyalaminya. “Mami, maaf ya aku keluar tanpa mengabarimu,”“Tidak apa-apa. Mami tidak marah, Sayang. Mungkin lain kali saat kau mau bepergian keluar, kau harus memberitahu Mami dulu.”Raut wajah Ana berubah melunak saat bicara dengan putrinya.“Mami, um, aku diantar Mas Gala karena kebetulan Mas Gala mau ke rumah temannya. Satu arah begitu ya Mas Gala?” Embun menatap Gala dan dengan isyarat mata. Ia meminta Gala untuk mengangguk. “Hai, Tante! Betul apa kata Embun.”Manggala berkata dan memyematkan senyuman canggung pada Ana.Ana menatap Manggala kemudian mengangguk pelan. Tak lama kemudian, Ana pun bersuara. “Masuklah! Mampir dulu,”Ana mempersilakan masuk Manggala sebagai tamu untuk putrinya. Meskipun ia tahu Manggala adalah anak mantan kekasihnya dulu. Namun mengabaikan
Danar murka setelah mendengar nasehat dari advokat perusahaan. Saking marah, pria dingin itu meninju tembok dengan kepalan tangannya hingga berdenyut sakit.Danar hanya ingin melampiaskan amarahnya pada apapun. Awal kemarahan pria itu bermuasal dari bentuk kekecewaan dirinya pada Embun–yang sudah menolak permintaannya untuk rujuk. Sebelumnya, ia memang terlalu percaya diri jika mantan istrinya itu akan bersedia kembali padanya.Bayangan mengasuh anak bersama melintas di kepalanya. Ternyata, itu semua hanyalah imajinasi.Naasnya, jauh panggang dari api, ternyata di luar ekspektasinya, Embun Ganita menolak permintaannya mentah-mentah. Bahkan wanita bermanik almond itu tidak merasa terintimidasi saat ia mengancamnya takkan pernah memberikan hak asuh Sagara padanya. Embun menjelma menjadi wanita yang berbeda, tidak selugu yang dikira.“Argh!!”Masih belum puas meninju tembok, Danar kini bersiap-siap akan menendang meja. Namun segera ia mengurungkan niatnya karena Gilang masuk ke ruanganny
Diajeng hanya mendelik sebentar pada wanita cantik dalam balutan eksekutif itu--yang tak lain Paramita Rosalina Cahyadi, menantunya. Sungguh, Diajeng malas meladeninya. Namun Mita menahan kepergiannya.“Ibu, kau tak memelukku? Apakah kau tidak merindukanku?”Seolah tidak terjadi apa-apa, Mita mendekati Diajeng yang berwajah ketus. Mita ingin mencoba berdamai dengan ibu mertuanya. Ia masih ingin bersama suaminya adalah salah satu alasannya. “Kau bilang rindu? Beberapa hari yang lalu kau datang ke sini? Kau tidak mengatakan itu? Kau hanya meminta jatah bulananmu. Katanya CEO di perusahaan sendiri. Tapi uang nafkah tidak seberapa masih diminta? Cih!”Diajeng berkata dengan nada ketus. Sungguh, di luar kebiasaannya. Padahal dulu, ia begitu bersikap manis pada Mita. Namun setelah tahu boroknya Mita, sikapnya pun perlahan berubah.“Ibu, sudahlah! Mita memang masih istriku. Dia masih tanggung jawabku. Well, kami sekarang akan berusaha merawat Sagara bersama. Betulan ‘kan Mita?” Danar menc
“Mas, apa yang kaulakukan malam-malam?”Mita melongokan kepalanya di bibir pintu kamar tidur utama menuju balkon. Ia mengintip suaminya yang sedang terdiam di balkon dengan menatap kosong langit malam yang kelam tanpa bintang. Ke dua tangannya terentang dan berlabuh di lengan kursi sedangkan kepalanya bersandar pada kepala kursi sembari menengadah. Jika ditatap dari kejauhan, Danar mirip seorang pemuda yang tengah patah hati atau gelandangan.Penampilannya kisuh misuh. Piyama yang dikenakannya semrawut dengan beberapa kancing bagian atasnya terbuka. Wajahnya tampak muram durja lengkap dengan rambut yang megar seperti sarang burung walet. Pria itu benar-benar sedang frustrasi.Ditambah dramatis dengan suasana hening di malam yang kelam. Benar-benar suasana yang menggambarkan perasaan Danar saat ini. Pikirannya benar-benar kalut hingga menyebabkan kepalanya berdenyut seakan-akan ada ribuan jarum yang menusuk bagian cerebrum di kepalanya tanpa ampun. Bahkan untuk bernafas saja ia merasa
Menepis segala pikiran buruk yang berseliweran di kepalanya, Mita kembali mengemukakan pendapatnya tanpa diminta sekalipun. “Mas, satu-satunya solusi yaitu jalan damai! Mas, kita serahkan Sagara pada ibunya. Mas tidak usah khawatir soal aku tidak punya anak darimu. Kita bisa mencoba lagi program. Kalau perlu aku berobat lagi ke dokter obgyn di luar negeri. Aku akan berusaha lagi. Atau … jika masih tidak berhasil mendapat momongan, kita adopsi saja,”“Big no! Sagara putraku! Aku tidak akan mengijinkan wanita itu mengambilnya,” ucap Danar dengan serius.“Mas, kau tak mau ‘kan perusahaan collapse?” sergah Mita terdengar logis.Danar terdiam sesaat. “Kita lihat saja nanti!”Kemudian Danar menoleh pada Mita. Ia tertegun saat melihat Mita tampak cantik dalam gaun malam. Sedari tadi ia memang bicara tanpa melihatnya. Dersik angin yang berembus menggelitik tubuh Mita hingga membuatnya memeluk tubuhnya dengan ke dua tangannya. Mita kedinginan namun semakin seksi dalam pandangan Danar. Gaun be
Di sebuah apartemen penthouse saat ini sebuah keluarga kecil tengah berkumpul menikmati sarapan sebelum melakukan aktifitas akhir pekan. Suasana terasa hening manakala mereka menyantap hidangan yang dimasak khusus oleh sang ibu tercinta.Usai sarapan, mereka pindah ke ruang keluarga dan mulai mengobrol ringan tentang hal apapun.“Gala, hari ini kegiatanmu apa?” Sang ibu bertanya dengan penuh perhatian. Ia tahu jika putranya sangat sibuk mengurus perusahaan yang didirikannya secara mandiri. Ia telah membangun puluhan hotel dengan menghasilkan omset ratusan juta per bulannya.Pertanyaan yang terlontar hanyalah sekedar basa-basi yang pada intinya sang ibu mempertanyakan kegiatan putranya selain bekerja dan bekerja. Masalahnya Manggala sudah cukup umur untuk mencari calon istri. Manggala terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaan ibunya. Tanpa ibunya menjelaskan langsung pun ia paham ke mana arah tujuan pertanyaannya.“Mama, Gala setiap hari ke kantor. Tapi … terkadang Gala mengecek hot
Embun mencoba mengenali wanita cantik yang berdiri bersama seorang pria tampan–yang baru saja keluar dari sebuah unit apartemen mewah. Ia yakin mereka adalah ke dua orang tuanya Manggala. Oleh karena itu Embun langsung saja menyapa mereka dengan penuh percaya diri.“Aku mau ketemu, Tante. Tante Mamanya Mas Gala ‘kan?” tanya Embun hanya sekedar mengkonfirmasi. Embun menatap wanita bermata sipit lalu menatap ke arah pria yang bertubuh tinggi besar di sebelahnya. Seketika ia meringis pelan melihat sosok Aldino. Pantas saja, Manggala bertubuh tinggi besar. Ternyata postur tubuhnya menurun dari ayahnya. Ibunya justru terlihat sangat muda selain bertubuh mungil.“Om, pasti Papanya Mas Gala ya. Salam kenal,” ujar Embun–yang kini terlihat lebih percaya diri di depan setiap orang yang ditemuinya.Aldino tersenyum amat tipis dan mengangguk pelan. Kesan pertama melihat wanita itu ialah mengingatkannya pada wajah seseorang. Dari cara ia tersenyum dan berbicara.Sisi lain, Malati menjadi merasa ta
“Makasih, Tante,” imbuh Embun dengan senyum yang manis. Ia merasa tersanjung mendapat pujian dari wanita bermata sipit itu—yang tak lain ibundanya Manggala.Malati mengamati diam-diam wanita muda di depannya. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Jujur, ia tidak percaya jika wanita yang dipanggil Embun oleh putranya ternyata anaknya seorang Ana!!!“Kau ke sini dengan Pasha?” ucap Manggala berbasa-basi. Tak mungkin wanita muda itu pergi ke sana sendirian. Ia juga tidak pernah memberitahu alamat penthouse miliknya. Jujur, ia senang dengan kejutan itu. “Iya, aku diantar Pasha. Pasha masih di bawah,” jawab Embun sesekali tersenyum menatap ibunya Gala yang terlihat keibuan. Pasha meminta Embun datang lebih dulu karena ternyata ia menunggu Beryl dan Alby tiba di sana. Ke tiga pemuda tampan itu sudah merencanakan pergi ke suatu tempat untuk bersenang-senang. Hanya saja, Embun belum tahu soal rencana mereka. Embun hanya ikut saudara kembarnya saja.Semalam ia hanya mendengar dari Pasha, kalau i
Manggala dan ibunya duduk dan bicara empat mata. Pemuda tampan itu tidak ingin ibunya berspekulasi yang tidak-tidak tentang dirinya. Ia pun menceritakan apa yang terjadi saat mereka berada di cafe, saat pertama kali ia menemukan Serina hingga membawanya pulang ke apartemen.“Mama, dengarkan Gala! Malam, Gala menginap di hotel. Gala juga gak enak kalau tinggal berdua dengan gadis itu.”Manggala berusaha memberikan pengertian pada ibunya. Ia tidak ingin ibunya kecewa padanya.Malati menarik nafas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. “Gala, apa kau tidak menaruh curiga pada gadis itu? Bisa-bisanya kau meninggalkan gadis itu di apartemen sendirian? Kau hanya baru mengenalnya beberapa jam?”Manggala mengerti arah pembicaraan ibunya. Jika ibunya orang biasa mungkin cara berpikirnya sederhana. Namun masalahnya ibunya seorang mantan agen detektif di mana ia selalu bersikap hati-hati dan waspada terhadap kemungkinan apapun yang terjadi.Manggala tidak berpikir panjang meninggalkan gadis it
Malam itu langit tampak gulita tanpa gemintang yang menghiasnya. Ditambah gemerosok angin menyapu dahan-dahan pohon hingga membuatnya bergoyang dan seperti sosok monster yang menakutkan. Namun pemandangan yang sedikit anker itu sama sekali tidak mengurungkan niat seorang gadis cantik untuk berjalan di jalan setapak. Gadis cantik dengan tas ransel yang tercangklong di punggungnya tampak berjalan cepat untuk mencari kendaraan yang akan membawanya keluar kota. Ia merasa sudah tidak aman jika ia kembali ke ibukota atau berada tinggal bersama ke dua orang tuanya di Bandung. Untuk sementara waktu ia akan pergi keluar kota.Peluh sudah membanjiri tubuhnya. Sungguh, ia merasa letih. Namun ia harus segera pergi demi keselamatannya. Gadis itu duduk di halte bus yang sepi. Hanya ada empat orang yang tengah duduk di sana, menunggu bus datang.Drt, drt, drt, Suara ponsel yang gemetar menginterupsi lamunannya. Gadis itu segera mengangkatnya namun sebelumnya ia mencari tempat sepi. Ia tidak mau per
Akhirnya, the Great Duke bisa menyelamatkan gadis bermata biru dan membawanya ke penthouse milik Manggala. Dengan sebuah asumsi dan pertimbangan jika penthouse itu adalah tempat yang paling aman untuk gadis itu tinggal sementara. Manggala sempat skeptis tak bisa melarikan diri dari rumah mafia itu. Namun ia berhasil selamat setelah baku hantam dengannya. Mafia itu tidak sekuat dan sesangar penampilannya. Dari gerakannya, ia terlihat sedang sakit.Namun, saat mereka pulang ke penthouse, ibunya Manggala ternyata tidak berada di sana. Manggala baru saja membaca pesan dari ibunya jika ibunya baru saja dijemput oleh sepupunya—Nadira. Padahal ia akan meminta ijin dan bantuan pada ibunya untuk melindungi gadis itu.Kini ke empat pemuda itu berkumpul di ruang tamu dan mulai menginterogasi gadis bermata biru itu. Gadis lugu itu pun menceritakan secara singkat mengapa ia bisa tertangkap oleh pria berwajah sangar tadi.“Jadi kau dijebak oleh siapa tadi? Teman barumu?”Beryl langsung berkomentar
“Maaf, ada kepentingan apa?” Seorang security bertubuh tinggi besar menghadang jalan Pasha yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Pasha melakukan penyamaran sebagai seorang tukang service AC. Ini semua ide Manggala. Mudah baginya untuk mengetahui siapa saja tamu yang datang ke sana. Sebetulnya security itu sudah tahu siapa saja tamu yang datang. Hanya saja, ia selalu waspada, mengkonfirmasi terlebih dahulu siapa saja tamu yang datang ke sana. Apalagi bosnya seorang yang keji dan tak segan memecat pekerjanya yang tidak mematuhi semua aturannya.Pasha pun menjawab dengan lugas. “Saya tukang service AC langganan rumah ini, Pak. Lihatlah ini kartu nama saya.”Pasha pun memperlihatkan sebuah kartu nama si empunya tukang service.Pucuk dicinta ulam pun tiba, sebuah keberuntungan memihak mereka. Kebetulan, di jalan perumahan mewah itu, ada sebuah mobil khusus bertuliskan service AC. Perumahan mewah itu menyediakan berbagai jenis jasa pemeliharaan rumah termasuk fasilitas demi kenyamanan
“Cepat kau katakan! Di mana gadis itu? Aku sudah membayarnya mahal! Mengapa kamu yang datang?”Pria dengan luka sayat di wajahnya itu memojokan gadis bermata biru ke dinding. Ke dua tangan kekarnya kembali menekan leher gadis itu hingga gadis itu tampak syok. Ia takut jika pria itu akan benar-benar mengakhiri hidupnya hari itu.Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan berderai air mata. Kesialan tengah menyambangi dirinya. “A-aku tidak tahu, Om. Aku tiba-tiba saja berada di kamar itu. Aku tidak ingat apapun lagi. Sungguh, bebaskan aku Om!” jawab gadis itu suara yang terbata-bata. Seingatnya, ia bekerja di sebuah hotel sebagai seorang housekeeper. Saat itu ia kehausan dan minum air berasal dari dalam tumbler miliknya. Namun setelahnya ia merasa pusing dan tingkahnya mulai aneh. Ia menjadi lebih berani dan terkesan tidak tahu malu. Sekonyong-konyong ia sudah berada di dalam kamar mewah hotel.“No! Kau harus bawa gadis itu! Aku cuma pengen dia!” ucap pria itu bernada dingin.
Suasana cafe bergaya retro itu tampak mencekam semenjak kedatangan beberapa orang pria berpakaian serba hitam. Seorang pria yang diduga sebagai ketuanya terlihat paling menonjol di antara yang lain. Wajahnya bukan wajah orang Melayu. Akan tetapi wajahnya mirip blasteran Amerika tengah. Fitur wajahnya tampan namun ada luka sayat melintang di pipinya hingga sekilas tampak menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi ditambah bentuk matanya bagaikan mata elang yang tajam.Pria berwajah hispanik itu langsung mendelik ke arah sumber suara—yang tak lain suara Manggala. Ia tidak suka siapapun menginterupsi apa yang dilakukannya.“Siapa kau? Lancang sekali kau ikut campur urusanku!”Sekali hentakan pria itu mendorong gadis muda itu hingga terjatuh ke lantai. Gadis muda itu terlihat kehabisan pasokan oksigen yang membuatnya beberapa kali terbatuk-batuk. Wajahnya yang bersih tampak merah dengan mata yang sayu. Hanya dalam sekali tatapan, Manggala sudah bisa menarik kesimpulan jika gadis i
Di sebuah kafe kopi, tempat nongkrong anak muda, empat pemuda tampan tengah duduk melingkari meja berbentuk bundar. Mereka menghabiskan waktu sore mereka dengan ngopi di kafe di mana ada live music yang disuguhkan di sana.Manggala menyesap kopi Long Black Americano dengan begitu nikmat. Harum aroma kopi dengan rasa yang pahit dan agak sedikit asam memberikan sensasi tersendiri baginya sebagai penikmat kopi. Satu teguk tidaklah cukup. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali.Barulah pemuda tampan itu menaruh cangkir kopi itu ke atas meja. Ia pun mulai berkisah pada anggota the Great Duke. Pertama kalinya, secara resmi ia menceritakan isi kepalanya pada sahabatnya. Ia mengatakan pada mereka, jika ia serius menyukai Embun.Ke tiga sahabatnya tidak terlalu terkejut mendengar ungkapan perasaan hatinya pada Embun. Mereka sudah tahu hanya dari melihat bahasa tubuhnya. Beryl pun mulai berkomentar setelah mendengar ungkapan isi hati Manggala.“Kau harus segera menembaknya! Kalau bisa sebelum Emb
Danar menjadi merasa bersalah. Ia bingung harus menjelaskan soal cincin itu. Ia memang sudah lama membeli cincin berlian itu. Sebelumnya ia menaruh cincin berbatu safir itu di dalam ruang kerjanya di rumah. Namun karena merasa tidak aman, ia berniat akan menyimpan cincin itu di ruang kantornya. Sayang, ia malah lupa menaruhnya di dalam laci kamar mereka. Padahal ia menaruhnya di bagian terdalam laci tersebut. Bahkan ia memang melupakan cincin itu.Bagaimana lagi, sebaik atau serapi apapun orang menyembunyikan bau maka akan ketahuan juga. Cincin itu dibeli untuk Embun. Ia ingin memberikan hadiah untuknya.“Mita, saya bisa jelaskan,” imbuh Danar menatap Mita yang memunggunginya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hatinya terasa pedih ketika melihat dengan kepala sendiri, suaminya masih mengharapkan mantan istri sirinya. Padahal, Mita sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meskipun dengan hati yang berdarah-darah.“Cukup, Mas!” tukas Mita yang terdengar lirih dan menyerah. Wan
“Bagaimana tadi lesnya?”Ana bertanya pada putrinya yang terlihat ceria setelah belajar bahasa Inggris, meskipun Embun sempat kesal karena tutor bahasa Inggris yang dijanjikan oleh Pasha membatalkan pertemuannya.Embun duduk dan menaruh tas yang dijinjingnya di atas kursi di mana ia duduki. Kemudian ia pun merespon pertanyaan ibunya dengan seutas senyum tipis. Tatapan matanya berbinar terang saat mengingat beberapa menit yang lalu, ketika ia belajar bahasa Inggris bersama Manggala. Di luar dugaan, rupanya Manggala bisa menjelma menjadi sosok guru yang hebat. Ia mengajarinya dengan sangat baik. Yang terpenting, Embun bisa memahami penjelasannya. Baru satu jam tiga puluh menit, namun Embun sudah bisa menguasai conversation dasar. Manggala memforsir dirinya untuk terbiasa bicara dalam bahasa Inggris saat pertemuan. Embun pun mengikuti nasehatnya dan ternyata ia bisa berhasil bicara bahasa Inggris meskipun masih terbata-bata.Padahal niat hati, ia ingin menghindari sosok Manggala karena p