Di sebuah rumah mewah berlantai tiga, telah terjadi keributan kembali di antara menantu dan mertuanya. “Ibu, dari kemarin aku sudah libur bekerja demi mengurus Sagara. Sekarang giliran aku ingin me time. Seharusnya bagian Ibu mengasuh Sagara.”Mita memprotes mertuanya. Ia merasa perlakuan mertuanya tidak adil. Mentang-mentang Danar membelanya.Danar memang meminta Mita untuk mengasuh anak mereka sesekali kendati sebetulnya ada babysitter yang menjaganya. Namun seperti kesepakatan sebelumnya, Mita bisa kembali bersamanya jika ia juga ikut andil dalam mengasuh Sagara. Mita mengikuti keinginan Danar.Namun jika seharian saja di rumah akhir pekan, rasanya ia juga letih dan jenuh. Saat Danar ditemani Gilang bisa bermain golf bersama kolega perusahaan. Mita juga ingin melakukan me time. Kebetulan ibunya sakit dan memintanya untuk mewakili dirinya menghadiri acara arisan sosialita. Selain itu, Mita juga ingin pergi ke salon melakukan treatment kecantikan dan shopping.Naasnya, Diajeng malah
Akhirnya Embun dan the Great Duke memutuskan pergi ke pantai. Mereka menaiki mobil jeep Rubicon milik Manggala. Sebuah mobil offroad yang mengingatkan Embun pada mobil mantan suaminya meskipun berbeda merk.Sebelum tiba di pantai, mereka mampir dulu di minimarket untuk beli stock makanan dan minuman untuk bekal selama perjalanan. Karena mereka pergi dengan rencana dadakan sehingga tanpa persiapan sama sekali. Apalagi Pasha, ia membeli banyak makanan untuk adiknya. Ia tidak mau jika Embun kelaparan. Pasha menjaga Embun dengan sangat baik. Bahkan ia membelikan sunscreen untuknya agar kulit putihnya tidak gosong.“Ini, olesi wajah dan tanganmu. Jangan sampai gosong!”Pasha menyerahkan botol sunscreen pada Embun. Hingga membuat Embun tersenyum. Ia bersyukur mendapat perhatian kecil dari Pasha. Mungkin buah kesabaran selama ini. Akhirnya, ia bisa memperoleh kebahagiaan sekarang. Keluarganya teramat perhatian padanya. Embun masih merasa jika apa yang terjadi dalam hidupnya adalah mimpi pal
“Nyonya Ana, jangan menggendongnya! Nanti pakaian Anda kotor. Maaf, lihatlah pakaian anak itu kotor. Celemeknya penuh noda,”Rosa memperingati Ana untuk tidak memangku Sagara sebab pakaian yang dipakainya penuh dengan noda. Rosa sangat memperhatikan apapun yang melekat pada tubuh atasannya. Apalagi outfit yang dikenakannya bukan sembarang outfit. Harga outfitnya mahal karena dirancang oleh seorang desainer Paris. Cara mencucinya pun tidak sembarangan. Apalagi cardigan rajut harus dicuci dengan tangan dan menggunakan deterjen khusus. Rosa sudah memikirkan hingga sejauh itu. Ana menoleh ke arah Rosa dengan mendelik tajam. Seketika Rosa menundukan wajahnya karena merasa takut jika atasannya marah. Tadi, ia hanya memperingati atasannya secara spontan. Ana pun mengurungkan niatnya menggendong Sagara. Benar sekali apa yang dikatakan oleh Rosa, nanti pakaiannya bisa terkena noda jika menggendong anak lelaki tampan itu. Padahal acara belum selesai. Dan, satu hal lagi, ia tidak boleh menu
Di Pantai Ujung Genteng,‘Perasaan apakah ini? Mengapa jantungku berdebar-debar tak karuan? Tidak boleh. Aku tak ingin jatuh hati lagi! Aku tak ingin patah hati lagi!’Embun Ganita membatin dalam hati. Ia masih memegangi syal yang diberikan oleh Manggala padanya. Bahkan aroma tubuh Manggala yang bercampur dengan parfum mahalnya masih tertinggal di sekitar tubuhnya. Harum aromanya yang menenangkan namun memabukan di saat yang bersamaan. Manggala berhasil menggoyahkan sesuatu dalam relung hatinya!Embun merasa dadanya berdebar-debar. Tak hanya itu, mungkin, ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam dadanya. Perasaannya seumpama musim semi. Bunga-bunga tumbuh bermekaran dengan warna-warna indah berkilauan diterpa sinar mentari. Segala hal tentang keindahan yang kini ia rasakan.Dulu, pernah ia merasakan perasaan yang serupa saat mendengar Danar Yudistira akan melamarnya. Namun perasaan itu hanya sesaat, sebab Danar bersikap dingin padanya. Pada mulanya, ia berpikir jika sikap diam
Embun benar-benar menikmati liburan bersama the Great Duke. Tak pernah ia membayangkan bisa berlibur di tempat yang sangat indah bersama orang-orang yang menyayanginya. Orang-orang yang peduli padanya dan menerimanya apa adanya.Mereka asik menikmati sunset di bibir pantai tepat setelah menunaikan sholat magrib. Kemudian mereka bermain kecipak air asin di bibir pantai hingga saling mencipratkan air itu pada tubuh masing-masing. Saking asiknya, mereka lupa jika mereka tidak membawa baju ganti. Seakan tenggelam dalam euforia, mereka benar-benar menjelma seperti anak kecil yang asik dengan dunianya sendiri.“Sha, a-aku dingin. Aku mau ke mobil ya. Aku mau ganti baju. Untung, aku bawa jaket,” imbuh Embun pada Pasha. Pasha menoleh sesaat pada adiknya dengan raut sendu.“Jeena, maaf, aku lupa kita tidak bawa baju ganti. Kita mampir ke butik aja ya,” jawab Pasha kemudian mengibaskan celana jeansnya yang kotor akibat pasir hitam pantai yang gatal. Ia pun melambaikan tangannya pada Beryl.“Pula
Tak lama kemudian pesanan pun datang di meja Embun. Berbagai hidangan laut disajikan di atas meja. Dari mulai kepiting, kerang, udang lengkap dengan nasi hangat sungguh membuat siapapun yang melihatnya meneguk saliva, ingin mencicipinya. Apalagi harum aromanya menusuk-nusuk hidung. Tanpa sàdar, Embun memainkan lidahnya melihat makanan mewah di hadapannya. “Terima kasih,” ucap Embun pada pramusaji yang terlihat salah tingkah saat melihat senyuman Embun yang begitu memikat.Di meja yang berbeda, Yasmin menatap Embun dengan penuh rasa kesal dan iri. Mengapa Embun bisa berada di sana? Apakah hidupnya sekarang sudah lebih baik? Apakah ia sudah menikah dengan seorang pria tua banka dan jelek tapi kaya raya? Bahkan penampilan Embun terlihat berbeda. Meskipun ia masih berpenampilan tertutup namun tampak modis dan cantik. Tanpa sàdar, ke dua tangan Yasmin terkepal sempurna di atas meja. “Yas, itu pesanan sudah datang sebagian. Kau pesan jus mentimun bukan?”Yasmin tidak menjawab pertanyaa
Sepulang dari pantai, Embun terlihat murung namun kepalanya berputar-putar seperti gasing. Bayang-bayang pertemuan dengan Yasmin mengusik ketenangan jiwanya. Bagaimana Yasmin tak pernah berhenti membully-nya sejak mereka masih tinggal bersama.Terbesit dalam kepalanya, ia ingin sekali memberikan pelajaran padanya agar tahu diri. Tidak hanya pada dirinya, Yasmin juga acapkali melakukan pembullyan pada setiap orang yang dianggapnya lebih rendah dan lemah dari dirinya.“Jeena, bagaimana kabarmu sekarang? Kata Pasha kemarin kau masuk angin.”Ana bertanya pada putrinya yang kedapatan diam siang itu. Mereka baru saja menyantap makan siang. Kebetulan Ana memiliki jadwal ke sekolah sekitar pukul dua siang. Sebelum pergi biasanya Ana menghabiskan waktunya sejenak untuk membaca buku dan mengobrol bersama Embun.Embun mengerjapkan matanya sekali kemudian menoleh pada ibunya. Alih-alih menjawab pertanyaan ibunya, ia bertanya hal lain. “Mami, apa kau kenal dengan pihak advertising agency?”Ana men
“Apakah kau sudah siap, Sayang?”Ana menatap putrinya yang terlihat tegang. Hari ini mereka akan menghadiri acara sidang pertama. Embun tidak banyak bicara namun wajahnya kentara memperlihatkan raut cemas yang luar biasa. Ada banyak begitu kekhawatiran dalam benaknya. Ia takut jika ia kehilangan Sagara. Embun menoleh dengan netra yang sudah berkaca-kaca. Bulir keringat menetes tanpa disadari.“Tenanglah, Nak! Semua akan berjalan lancar.”Ana menepuk-nepuk punggung tangan putrinya yang ditaruh di atas pahanya. Mereka duduk di bangku ke dua mobil mewah milik Ana. Di depan, Pasha duduk bersama Rosa yang menyetir.“Jeena, adekku! Semangat! Tenang saja, kita pasti menang.”Pasha pun terus menyemangati adiknya. “Jika si brengsek tidak hadir pas mediasi, kita lanjut sidang ke dua!”Satu jam kemudian, mereka tiba di gedung bertingkat dua itu. Rupanya, mobil yang berisi rombongan Ali sudah lebih dulu tiba di sana. Saudara kembar Ana, Ali pun ikut hadir menyaksikan sidang pertama. Mereka hadir
“Ibu, cepat sembuh! Kalau Ibu sudah sembuh, kita akan pergi jalan-jalan ke Selandia Baru. Bukankah Ibu ingin pergi ke sana? Ibu bisa pergi ke Wai Ariki Hot Spring and Spa.”Danar merengkuh tangan keriput ibunya yang masih terbaring lemah di atàs ranjang rumah sakit. Kemudian ia mengecup punggung tangannya dengan penuh kasih sayang. Pria itu duduk di atas sebuah kursi yang berada di samping ranjang. Setiap hari ia selalu datang membesuk ibunya. Tak peduli ia sibuk, ia selalu menyempatkan dirinya untuk datang, memastikan kondisi ibunya. Ia teramat senang sekali saat melihat kondisi kesehatan ibunya sudah mengalami kemajuan saat ini. Dua minggu sudah terhitung ibunya masih terbaring di rumah sakit. Ia harus menjalani perawatan akibat lukanya yang serius. Beberapa kali, Diajeng menjalani operasi pada bagian kakinya. Kakinya mengalami patah tulang sehingga harus dioperasi dan dipasang pen.Diajeng hanya mendesah pelan sembari melirik ke arah putranya yang terlihat begitu berbakti padanya
Manggala dan ibunya duduk dan bicara empat mata. Pemuda tampan itu tidak ingin ibunya berspekulasi yang tidak-tidak tentang dirinya. Ia pun menceritakan apa yang terjadi saat mereka berada di cafe, saat pertama kali ia menemukan Serina hingga membawanya pulang ke apartemen.“Mama, dengarkan Gala! Malam, Gala menginap di hotel. Gala juga gak enak kalau tinggal berdua dengan gadis itu.”Manggala berusaha memberikan pengertian pada ibunya. Ia tidak ingin ibunya kecewa padanya.Malati menarik nafas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. “Gala, apa kau tidak menaruh curiga pada gadis itu? Bisa-bisanya kau meninggalkan gadis itu di apartemen sendirian? Kau hanya baru mengenalnya beberapa jam?”Manggala mengerti arah pembicaraan ibunya. Jika ibunya orang biasa mungkin cara berpikirnya sederhana. Namun masalahnya ibunya seorang mantan agen detektif di mana ia selalu bersikap hati-hati dan waspada terhadap kemungkinan apapun yang terjadi.Manggala tidak berpikir panjang meninggalkan gadis it
Malam itu langit tampak gulita tanpa gemintang yang menghiasnya. Ditambah gemerosok angin menyapu dahan-dahan pohon hingga membuatnya bergoyang dan seperti sosok monster yang menakutkan. Namun pemandangan yang sedikit anker itu sama sekali tidak mengurungkan niat seorang gadis cantik untuk berjalan di jalan setapak. Gadis cantik dengan tas ransel yang tercangklong di punggungnya tampak berjalan cepat untuk mencari kendaraan yang akan membawanya keluar kota. Ia merasa sudah tidak aman jika ia kembali ke ibukota atau berada tinggal bersama ke dua orang tuanya di Bandung. Untuk sementara waktu ia akan pergi keluar kota.Peluh sudah membanjiri tubuhnya. Sungguh, ia merasa letih. Namun ia harus segera pergi demi keselamatannya. Gadis itu duduk di halte bus yang sepi. Hanya ada empat orang yang tengah duduk di sana, menunggu bus datang.Drt, drt, drt, Suara ponsel yang gemetar menginterupsi lamunannya. Gadis itu segera mengangkatnya namun sebelumnya ia mencari tempat sepi. Ia tidak mau per
Akhirnya, the Great Duke bisa menyelamatkan gadis bermata biru dan membawanya ke penthouse milik Manggala. Dengan sebuah asumsi dan pertimbangan jika penthouse itu adalah tempat yang paling aman untuk gadis itu tinggal sementara. Manggala sempat skeptis tak bisa melarikan diri dari rumah mafia itu. Namun ia berhasil selamat setelah baku hantam dengannya. Mafia itu tidak sekuat dan sesangar penampilannya. Dari gerakannya, ia terlihat sedang sakit.Namun, saat mereka pulang ke penthouse, ibunya Manggala ternyata tidak berada di sana. Manggala baru saja membaca pesan dari ibunya jika ibunya baru saja dijemput oleh sepupunya—Nadira. Padahal ia akan meminta ijin dan bantuan pada ibunya untuk melindungi gadis itu.Kini ke empat pemuda itu berkumpul di ruang tamu dan mulai menginterogasi gadis bermata biru itu. Gadis lugu itu pun menceritakan secara singkat mengapa ia bisa tertangkap oleh pria berwajah sangar tadi.“Jadi kau dijebak oleh siapa tadi? Teman barumu?”Beryl langsung berkomentar
“Maaf, ada kepentingan apa?” Seorang security bertubuh tinggi besar menghadang jalan Pasha yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Pasha melakukan penyamaran sebagai seorang tukang service AC. Ini semua ide Manggala. Mudah baginya untuk mengetahui siapa saja tamu yang datang ke sana. Sebetulnya security itu sudah tahu siapa saja tamu yang datang. Hanya saja, ia selalu waspada, mengkonfirmasi terlebih dahulu siapa saja tamu yang datang ke sana. Apalagi bosnya seorang yang keji dan tak segan memecat pekerjanya yang tidak mematuhi semua aturannya.Pasha pun menjawab dengan lugas. “Saya tukang service AC langganan rumah ini, Pak. Lihatlah ini kartu nama saya.”Pasha pun memperlihatkan sebuah kartu nama si empunya tukang service.Pucuk dicinta ulam pun tiba, sebuah keberuntungan memihak mereka. Kebetulan, di jalan perumahan mewah itu, ada sebuah mobil khusus bertuliskan service AC. Perumahan mewah itu menyediakan berbagai jenis jasa pemeliharaan rumah termasuk fasilitas demi kenyamanan
“Cepat kau katakan! Di mana gadis itu? Aku sudah membayarnya mahal! Mengapa kamu yang datang?”Pria dengan luka sayat di wajahnya itu memojokan gadis bermata biru ke dinding. Ke dua tangan kekarnya kembali menekan leher gadis itu hingga gadis itu tampak syok. Ia takut jika pria itu akan benar-benar mengakhiri hidupnya hari itu.Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan berderai air mata. Kesialan tengah menyambangi dirinya. “A-aku tidak tahu, Om. Aku tiba-tiba saja berada di kamar itu. Aku tidak ingat apapun lagi. Sungguh, bebaskan aku Om!” jawab gadis itu suara yang terbata-bata. Seingatnya, ia bekerja di sebuah hotel sebagai seorang housekeeper. Saat itu ia kehausan dan minum air berasal dari dalam tumbler miliknya. Namun setelahnya ia merasa pusing dan tingkahnya mulai aneh. Ia menjadi lebih berani dan terkesan tidak tahu malu. Sekonyong-konyong ia sudah berada di dalam kamar mewah hotel.“No! Kau harus bawa gadis itu! Aku cuma pengen dia!” ucap pria itu bernada dingin.
Suasana cafe bergaya retro itu tampak mencekam semenjak kedatangan beberapa orang pria berpakaian serba hitam. Seorang pria yang diduga sebagai ketuanya terlihat paling menonjol di antara yang lain. Wajahnya bukan wajah orang Melayu. Akan tetapi wajahnya mirip blasteran Amerika tengah. Fitur wajahnya tampan namun ada luka sayat melintang di pipinya hingga sekilas tampak menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi ditambah bentuk matanya bagaikan mata elang yang tajam.Pria berwajah hispanik itu langsung mendelik ke arah sumber suara—yang tak lain suara Manggala. Ia tidak suka siapapun menginterupsi apa yang dilakukannya.“Siapa kau? Lancang sekali kau ikut campur urusanku!”Sekali hentakan pria itu mendorong gadis muda itu hingga terjatuh ke lantai. Gadis muda itu terlihat kehabisan pasokan oksigen yang membuatnya beberapa kali terbatuk-batuk. Wajahnya yang bersih tampak merah dengan mata yang sayu. Hanya dalam sekali tatapan, Manggala sudah bisa menarik kesimpulan jika gadis i
Di sebuah kafe kopi, tempat nongkrong anak muda, empat pemuda tampan tengah duduk melingkari meja berbentuk bundar. Mereka menghabiskan waktu sore mereka dengan ngopi di kafe di mana ada live music yang disuguhkan di sana.Manggala menyesap kopi Long Black Americano dengan begitu nikmat. Harum aroma kopi dengan rasa yang pahit dan agak sedikit asam memberikan sensasi tersendiri baginya sebagai penikmat kopi. Satu teguk tidaklah cukup. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali.Barulah pemuda tampan itu menaruh cangkir kopi itu ke atas meja. Ia pun mulai berkisah pada anggota the Great Duke. Pertama kalinya, secara resmi ia menceritakan isi kepalanya pada sahabatnya. Ia mengatakan pada mereka, jika ia serius menyukai Embun.Ke tiga sahabatnya tidak terlalu terkejut mendengar ungkapan perasaan hatinya pada Embun. Mereka sudah tahu hanya dari melihat bahasa tubuhnya. Beryl pun mulai berkomentar setelah mendengar ungkapan isi hati Manggala.“Kau harus segera menembaknya! Kalau bisa sebelum Emb
Danar menjadi merasa bersalah. Ia bingung harus menjelaskan soal cincin itu. Ia memang sudah lama membeli cincin berlian itu. Sebelumnya ia menaruh cincin berbatu safir itu di dalam ruang kerjanya di rumah. Namun karena merasa tidak aman, ia berniat akan menyimpan cincin itu di ruang kantornya. Sayang, ia malah lupa menaruhnya di dalam laci kamar mereka. Padahal ia menaruhnya di bagian terdalam laci tersebut. Bahkan ia memang melupakan cincin itu.Bagaimana lagi, sebaik atau serapi apapun orang menyembunyikan bau maka akan ketahuan juga. Cincin itu dibeli untuk Embun. Ia ingin memberikan hadiah untuknya.“Mita, saya bisa jelaskan,” imbuh Danar menatap Mita yang memunggunginya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hatinya terasa pedih ketika melihat dengan kepala sendiri, suaminya masih mengharapkan mantan istri sirinya. Padahal, Mita sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meskipun dengan hati yang berdarah-darah.“Cukup, Mas!” tukas Mita yang terdengar lirih dan menyerah. Wan