Makasih supportnya my lovely Goodreaders.
Tak lama kemudian pesanan pun datang di meja Embun. Berbagai hidangan laut disajikan di atas meja. Dari mulai kepiting, kerang, udang lengkap dengan nasi hangat sungguh membuat siapapun yang melihatnya meneguk saliva, ingin mencicipinya. Apalagi harum aromanya menusuk-nusuk hidung. Tanpa sàdar, Embun memainkan lidahnya melihat makanan mewah di hadapannya. “Terima kasih,” ucap Embun pada pramusaji yang terlihat salah tingkah saat melihat senyuman Embun yang begitu memikat.Di meja yang berbeda, Yasmin menatap Embun dengan penuh rasa kesal dan iri. Mengapa Embun bisa berada di sana? Apakah hidupnya sekarang sudah lebih baik? Apakah ia sudah menikah dengan seorang pria tua banka dan jelek tapi kaya raya? Bahkan penampilan Embun terlihat berbeda. Meskipun ia masih berpenampilan tertutup namun tampak modis dan cantik. Tanpa sàdar, ke dua tangan Yasmin terkepal sempurna di atas meja. “Yas, itu pesanan sudah datang sebagian. Kau pesan jus mentimun bukan?”Yasmin tidak menjawab pertanyaa
Sepulang dari pantai, Embun terlihat murung namun kepalanya berputar-putar seperti gasing. Bayang-bayang pertemuan dengan Yasmin mengusik ketenangan jiwanya. Bagaimana Yasmin tak pernah berhenti membully-nya sejak mereka masih tinggal bersama.Terbesit dalam kepalanya, ia ingin sekali memberikan pelajaran padanya agar tahu diri. Tidak hanya pada dirinya, Yasmin juga acapkali melakukan pembullyan pada setiap orang yang dianggapnya lebih rendah dan lemah dari dirinya.“Jeena, bagaimana kabarmu sekarang? Kata Pasha kemarin kau masuk angin.”Ana bertanya pada putrinya yang kedapatan diam siang itu. Mereka baru saja menyantap makan siang. Kebetulan Ana memiliki jadwal ke sekolah sekitar pukul dua siang. Sebelum pergi biasanya Ana menghabiskan waktunya sejenak untuk membaca buku dan mengobrol bersama Embun.Embun mengerjapkan matanya sekali kemudian menoleh pada ibunya. Alih-alih menjawab pertanyaan ibunya, ia bertanya hal lain. “Mami, apa kau kenal dengan pihak advertising agency?”Ana men
“Apakah kau sudah siap, Sayang?”Ana menatap putrinya yang terlihat tegang. Hari ini mereka akan menghadiri acara sidang pertama. Embun tidak banyak bicara namun wajahnya kentara memperlihatkan raut cemas yang luar biasa. Ada banyak begitu kekhawatiran dalam benaknya. Ia takut jika ia kehilangan Sagara. Embun menoleh dengan netra yang sudah berkaca-kaca. Bulir keringat menetes tanpa disadari.“Tenanglah, Nak! Semua akan berjalan lancar.”Ana menepuk-nepuk punggung tangan putrinya yang ditaruh di atas pahanya. Mereka duduk di bangku ke dua mobil mewah milik Ana. Di depan, Pasha duduk bersama Rosa yang menyetir.“Jeena, adekku! Semangat! Tenang saja, kita pasti menang.”Pasha pun terus menyemangati adiknya. “Jika si brengsek tidak hadir pas mediasi, kita lanjut sidang ke dua!”Satu jam kemudian, mereka tiba di gedung bertingkat dua itu. Rupanya, mobil yang berisi rombongan Ali sudah lebih dulu tiba di sana. Saudara kembar Ana, Ali pun ikut hadir menyaksikan sidang pertama. Mereka hadir
Pihak keluarga tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Danar Yudistira mengatakan ingin berdamai dengan pihak Embun Ganita. Mereka pun melakukan perjanjian damai, hingga membuat Akta Perdamaian (Acta Van Dading) dengan berisi poin-poin kesepakatan bersama dalam mengurus dan merawat Sagara.Saat acara sidang selesai, Danar pun menghampiri Embun yang bersiap-siap akan pulang bersama keluarganya.“Embun, tunggu!” imbuh Danar dengan langkah tergesa-gesa. Embun menoleh pada Danar dengan tatapan memicing dan terlihat dingin. Bahkan Danar merasa sudah tidak mengenalinya lagi. Embun benar-benar terlihat berbeda sekarang. Apalagi, ia ternyata bukan orang sembarangan. Keluarganya ialah konglomerat, tak beda jauh dengannya. Kini mereka berada di level yang sama.“Bisakah kita benar-benar berdamai? Bukan sebatas perjanjian damai di atas kertas? Kita berdamai demi anak kita,”Danar mengulurkan tangannya pada Embun—mengajaknya bersalaman. Embun ingin tertawa mendengar perkataan Danar. Setela
Keesokan harinya,Pihak keluarga Basalamah langsung menjemput Sagara dari kediaman Danar Yudistira. Mereka terdiri dari Embun, Sulis dan Ali serta seorang psikolog anak. Sementara itu, Ana, Pasha dan dr Zain memilih menunggu di rumah Ana. Ana bahkan tak sudi menginjakan kakinya di rumah mantan suami anaknya. Wanita berhidung bangir itu muak melihat pria–yang sudah menyakiti hati putrinya. Di sidang pengadilan saja, ia hanya menatapnya sekali. Beruntung, di usianya yang sudah mulai senja, Ana bisa mengendalikan emosinya. Saat muda ia memiliki temperamen yang tinggi dan cenderung menderita bipolar. Ketika ia marah, ia bisa dengan begitu mudah meluapkan segala kemarahannya itu. Tanpa pandang bulu dan kapanpun sekehendaknya. Beruntungnya, ke dua anak kembarnya mewarisi sifat penyabar dan lembut ayah mereka–dr Zain.Saat menjemput Sagara sempat terjadi drama kisuh misuh yang tak bisa dihindarkan. Sagara sempat syok saat diambil secara tiba-tiba dari keluarga ayahnya. Ia menangis histeri
Suasana kediaman Ana sangat ramai. Kehadiran Sagara dan Embun memberi warna baru dalam kehidupan Ana yang selama ini sepi dan hampa. Keluarga Basalamah bergantian mengajak anak lelaki tampan itu bermain. Embun sangat bersyukur akan hal itu.Hingga tak terasa malam menyambut. Anggota keluarga satu per satu pulang. Kini di kediaman mewah Ana yang tersisa adalah dr Zain dan ke dua anak kembarnya; Pasha dan Embun serta baby Sagara.Pasha sudah lebih dulu tidur. Besok ia harus pergi ke kampus. Begitupula dengan dr Zain. Sebelum pergi ke sana, menghadiri sidang mediasi putrinya, sebelumnya ia sudah melakukan operasi beberapa pasien di rumah sakit sehingga tubuhnya terasa sangat letih. Malam itu tinggal Ana dan Embun yang tengah mengasuh Sagara. Sudah pukul setengah sebelas malam, Sagara belum bisa tidur. Matanya masih terlihat berbinar terang. Ia masih asik berjalan mondar-mandir di playground yang sudah disiapkan Ana beberapa hari sebelum kedatangannya.Anak lelaki itu sedang asik menyusu
Cuaca ibukota terlihat cerah. Langit tampak biru nan indah. Awan cirrus pun berjejer tampak rapi dan memanjakan mata. Semilir angin terasa sepoi-sepoi menggelitik bulu roma. Beberapa kali Embun Ganita memperbaiki pasmina berwarna marun yang dikenakannya. Dersik angin setidaknya memainkan kain penutup kepala itu dengan isengnya.Sagara kecil tertawa saat ujung pashmina menutup wajahnya akibat ulah angin nakal itu. Seakan-akan mengajaknya bermain cilukba. Anak kecil dalam gendongan depan ibunya itu memperlihatkan giginya yang baru tumbuh sebagian dengan menutupi wajah imutnya dengan kain itu. Dan, benar saja, Pasha tengah mengajak main cilukba anak lelaki tampan itu.“Ci-luk-ba!” ujar Pasha menatap keponakannya dengan wajah ceria. “Ba-ba-ba!” jawab Sagara dengan tawa yang renyah. “Lucunya, anak Papa Pasha.”Pasha memanggil dirinya papa di depan Sagara. Baginya, anak adiknya berarti anak dirinya. Embun tak menolak permintàan Pasha, asalkan Pasha bahagia. Tak lama kemudian Ana bergabun
Yasmin tersedu sedan saat melihat brankar yang keluar dari ruangan di mana ayahnya dirawat. Ia sudah tidak bisa menahan kesedihannya lagi. Ayahnya pergi meninggalkannya. “A-Ayah, jangan pergi dulu! Yasmin butuh Ayah,”Gadis cantik berambut panjang itu menghadang jalan ke dua perawat pria yang tengah mendorong brankar itu. Ke dua perawat itu sampai terhenyak akan kedatangan Yasmin. Mereka saling lirik dan merasa simpatik. Namun tindakannya yang impulsif tak bisa ditolerir. Mereka harus segera membawa pasien yang sudah meninggal itu ke kamar jenazah.“Mbak, sabar ya! Maaf, Mbak jangan halangi jalan kami.”Salah satu perawat pria angkat suara. Bagaimanapun, mereka harus segera menyelesaikan urusan mereka. Jika Yasmin terus meratap dan menangis–memeluk pria yang sudah tidak bernafas itu, secara tidak langsung ia mengganggu tugas mereka.Yasmin menangis meraung-raung hingga mencuri atensi penghuni rumah sakit lainnya. Sebagian orang merasa simpatik pada Yasmin. Namun, sebagian yang lain j
Beryl menaikkan sebelah alisnya ketika menatap seseorang yang menyapanya, tepat berada di belakangnya. Ia menarik ke dua sudut bibirnya hingga tersenyum samar.Apa pria itu tidak salah lihat? Gadis yang bekerja sebagai asisten instruktur berkuda itu merupakan salah satu karyawan yang bekerja di perusahaannya. Mengapa gadis itu masih bekerja paruh waktu di sana? Kesimpulannya setiap hari ia bekerja. Tidak ada hari libur!“Aku pengen Lucky! Siapkan perlengkapan berkuda!” titah Beryl dengan suara yang dingin. Bahkan ia berpura-pura tidak mengenal Laila. Begitupula Laila tidak berani banyak bicara. Ia masih kesal pada pria itu yang seenaknya menurunkan jabatan posisi karyawan sesuka hati.“Boleh, Tuan bisa tunggu sebentar.”Laila menjawab dengan tenang. Padahal dalam hati ia sangat dongkol.Mengapa mereka dipertemukan lagi di sana? Sudah cukup mereka pernah dingin selama di kantor. Mereka seperti tidak saling mengenal saja.Gadis dalam balutan gamis serba hitam itu pergi menuju ruang per
Jeena pun berusaha menelepon Manggala namun tidak diangkat. Kali ini pemuda tampan itu marah. Beberapa hari berikutnya, Jeena pun berusaha meneleponnya lagi dengan maksud ingin mengundang Manggala untuk hadir di acara penampilan Amal kampus.Hari itu Rosa sudah kembali ke Manhattan. Jeena tidak kesepian lagi. Melihat Jeena termenung di depan balkon ruang musik di apartemennya, Rosa pun menghampirinya.“Nona, mau dibikinin apa buat makan siang?”Jeena menoleh dengan wajah masam. “Gak usah. Aku belum lapar,”Rosa menatap simpatik pada Nona mudanya. Pasti ia sedang punya masalah. Namun masalahnya apa ia memang tidak terbuka. Jeena akan membeberkan masalah kalau merasa ia lelah.“Ros, kamu punya pacar?”Tiba-tiba saja Jeena bertanya itu pada Rosa. Jeena sudah pernah bersuami. Namun ia belum pernah berhubungan dengan pria serumit itu. Manggala sedang merajuk hingga tak berkomunikasi dengannya lama.Siapa tahu Rosa punya pacar dan tahu betul mengatasi situasi yang terasa tak nyaman itu. Itul
Jeena bangun dengan berurai air mata. Ia bermimpi buruk tentang putra kesayangannya. Manggala pun berusaha menghiburnya. “Jeena, itu cuma mimpi!”Manggala sibuk menyeka air mata Jeena dengan sapu tangan miliknya. Jeena masih mengumpulkan sejumput nyawanya. Mimpi buruk tentang putranya terasa nyata. Alih-alih merespon Manggala ia pun mencari ponselnya. Menyadari apa yang sedang dicarinya, Manggala mengangsurkan ponselnya dan langsung mencari nomor kontak Ana.“Ini! Kamu telepon Mami!” ucap Manggala dengan lembut. Pemuda tampan itu sangat memahami perasaan Jeena saat ini.Jeena pun meraih ponsel yang disorongkan oleh Manggala padanya. Ia pun langsung menekan nomor telepon ibunya.Senyum tipis tersemat di wajahnya tatkala ponselnya mulai terhubung dengan ibunya.Dengan tangan gemetar Jeena menempelkan ponselnya di sisi telinganya. Ia pun mulai menggerakan bibirnya.[Mi, assalamu’alaikum!][Halo, Sayang! Waalaikumsalam! Kenapa kamu baru telepon? Jeena baik-baik aja kan?]Ana langsung men
Wajah Rain langsung memerah tatkala melihat siapa pemuda tampan yang mengaku dirinya sebagai kekasihnya Rosa.“Pasha,” ucapnya dengan agak canggung. Bagaimanapun, Rain adalah salah satu anak didiknya dr Zain. Rain sangat menghormati dr Zain dan keluarganya. “Maaf, Pasha. Aku … hum …” imbuh Rain rasanya ingin menggali lubang untuk sembunyi. Pasti Pasha mendengar perkataannya barusan.“Sudahlah! Aku akan membayar semua pengobatan Bapak,” imbuh Pasha dengan raut serius.Namun Rosa merasa jantungnya akan copot. Pasti setelah drama ini, Pasha akan menyeretnya dan memarahinya karena pulang ke Indo, meninggalkan adik kesayangannya. Tatapan Rosa turun pada punggung tangan Pasha yang masih menempel pada pinggangnya. Namun ia tak berani menepis rangkulannya.“Aku ada urusan dulu, Sa,” ucap Rain buru-buru kabur dari situasi itu. Ia berpura-pura menerima telepon dari seseorang.Sementara itu, Rosa menunduk dengan wajah yang gelisah. Ia takut dipecat oleh Ana. Ia sudah menganggap Ana ibunya sendi
Di sebuah rumah sakit swasta, seorang wanita berambut pendek tengah duduk termangu di depan ruang operasi dengan perasaan yang berkecamuk. Ayahnya menderita penyakit kronis yang menyebabkannya harus menjalani operasi. “Bagaimana Ayah saya Dok?” tanya wanita itu pada dokter bedah yang baru saja keluar dari dalam ruangan itu.Dokter bedah yang memakai masker itu tak lantas menjawab pertanyaan wanita itu. Ia menelisik wanita di depannya. Kemudian ia pun melepas maskernya.“Ros,” seru dokter bedah tampan itu menatap Rosa dengan tatapan yang rumit. Rosa tersentak melihat sosok pria dari masa lalunya. Dia adalah mantan kekasihnya yang selingkuh dengan sahabatnya tiga tahun silam.Ekspresi Rosa langsung berubah saat melihat siapa pria di depannya. “Kamu gak berubah! Kamu masih cantik seperti pertama kali aku lihat,” ujar dokter bedah itu dengan tatapan yang justru menghujam batin Rosa.Berani-beraninya ia mengatakan hal itu! Memuji dirinya cantik setelah apa yang dilakukan olehnya tempo d
Jeena berusaha mencari buku miliknya di semua rak dalam lemari. Ia tidak menemukannya. Seingatnya, ia menaruh buku berisi lagu-lagu ciptaannya di ruang musik. Wanita bermanik almond itu tampak frustrasi. Bahkan sampai larut malam, ia terus menyisiri setiap sudut untuk mencari buku itu. Ia sampai memindahkan furniture demi mencarinya. Mungkin buku itu terjatuh di sudut rumahnya. Jeena bukan seorang yang mudah menyerah. Ia terus mencari sampai begadang dan baru bisa tidur jam tiga pagi. Alhasil tubuhnya langsung terserang demam. Namun ia mengabaikannya. Pagi hari ia pun mulai menyisir kembali seluruh ruangan di apartemen. Seingatnya buku itu masih berada di rumah.Saat ia sibuk, suara bel apartemen berbunyi. Biasanya tamu yang datang berkunjung ke apartemen ialah sales. Jeena tidak berniat membukakan pintu. Ia terus sibuk mencari buku berharga miliknya. Karena suara bel tak kunjung berhenti, Jeena pun akhirnya bergegas mengayunkan kakinya menuju pintu hendak melihat siapakah tamu yang
Setelah acara makan siang, Beryl pun mengantar Serina pulang ke indekosnya. Lalu ia pergi kembali ke kantor. Ada berkas penting ketinggalan di kantor.Pukul lima sore, para karyawan sudah pulang satu per satu. Yang tersisa hanyalah para security dan beberapa karyawan yang memilih lembur.Satu per satu mereka menyapa Beryl dengan sopan dan penuh hormat. Beryl hanya tersenyum tipis menanggapi. Ia langsung berjalan melewati lobi dan menaiki lift. Namun tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat ia melewati ruangan staf admin. Laila tampak masih sibuk di depan komputer. Entah apa yang sedang dikerjakannya. Yang jelas, gadis itu terlihat fokus mengetikkan sesuatu di layar keyboard. Beryl hanya menatapnya dari kejauhan kemudian kembali ke ruangannya. Ia mengambil berkas penting miliknya. Saat ia melewati ruang staf admin, Laila sudah tidak berada di ruangannya.Beryl langsung pergi menuju mobil miliknya. Ia pun bergegas masuk dan mengemudikan kendaraannya dengan tempo yang sedang. Tatapannya
“Laila, kamu ngapain aja sih? Lama banget tau! Aku sudah ditunggu oleh Mas Beryl,”Dari arah belakang, sekonyong-konyong Serina menyusul Laila. Gadis bermata biru itu menatap Laila yang diam termangu melihat foto yang berada di ruangan itu.‘Sial, Laila nanti bisa tahu kalau Nena Hanum itu nenek yang ditolongnya saat kebakaran. Bagaimana ini?’ batin Serina berisik. Gadis itu buru-buru menepuk pundak Laila dengan lembut. “Laila, sudah selesai belum?”Laila terkesiap melihat kedatangan Serina. Ia pun bergegas menekan tombol mesin foto copy dan merapikan dokumen milik Serina. “Ini!”Laila menyerahkan dokumen itu pada Serina. “Makasih, ya,” imbuh Serina tak lantas pergi dari ruangan itu. Ia menunggu Laila pergi dari sana lebih dulu. Serina benar-benar panik. Jika Laila mengetahui Hanum adalah neneknya Beryl maka rencananya akan berantakan. Hal paling buruk yang akan terjadi ialah pertemuan Laila dengan Hanum. Beberapa kali Laila pernah bercerita bahwa ia ingin bertemu dengan wanita tua
“Sulis, kemana calon cucu menantu? Mama pengen ketemu. Sudah lama dia gak datang. Apa hubungan mereka baik-baik aja?”Hanum bertanya pada Sulis soal Serina. Dengan berjalan tertatih, Hanum menghampiri Sulis yang tengah berdiri di depan kompor. Sulis sedang memasak puding untuk mertua kesayangannya. Ia sedang menginap di rumah Hanum.Mendengar suara Hanum, Sulis buru-buru mematikan kompor dan menghampirinya. “Mama, mau apa? Nanti Sulis ambilin. Mama kan lagi kurang sehat. Mama diam aja di kamar.”Hanum terlihat berwajah masam mendengar nasehat menantunya. Ia tidak mau diperlakukan seperti orang sakit dan orang jompo meskipun kenyataannya demikian.Alih-alih merespon menantunya, Hanum kembali berkata dan menanyakan Serina. “Kenapa kamu gak ajak Serina? Mama kepikiran dia terus. Bagaimana kabarnya?”Sulis terdiam mendengar rentetan kalimat yang mama mertuanya sampaikan. Ia malas membahas soal gadis itu. Sebagai seorang ibu, ia bisa merasakan jika Serina sepertinya bukan gadis yang cocok