“Mila, anak-anak sudah lelah. Mereka mau pulang saja. Kau di mana?” Tante Atika menelponku karena aku belum juga balik dari toilet tadi.“I-iya, tante ini aku akan ke sana,” jawabku dan mengembalikan ponsel ke dalam tasku lalu melangkah menuju tempat permainan anak-anak tadi.Setelah ini aku akan menelpon Ed dan menanyakan apa benar yang kulihat barusan itu adalah dirinya?Pasalnya semalam dia menyampaikan harus ke Bandung hingga tidak pulang ke rumah. Apa urusannya di Bandung sudah selesai dan dia langsung ke tempat ini untuk urusan lainnya.Oh, sesibuk ituah suamiku sampai tidak sempat pulang dulu? Hanya saja, Suasana hatiku menjadi buruk karena melihatnya bersama seorang wanita.Ah. Bisa saja itu klien atau hanya urusan pekerjaan. Aku tidak boleh cepat menyimpulkan sesuatu. Lagi pula, suamiku tidak seperti itu.Saat mobil kami sudah keluar dari area Mall itu, masih sempat kulirik nama tempat itu yang ternyata lantai atasnya adalah perhotelan.Lagi-lagi masih kupegang hatiku
“Jangan sekarang, Sayang.” kutolak cumbuan Ed saat kami memutuskan untuk tidur setelah sedikit berdebat tentang secarik kertas itu.Aku kalah telak ketika Ed mengatakan bahwa dia memang datang ke tempat itu untuk urusan pekerjaan. Tidak ada hal lain yang membuatku pantas mencurigainya. Toh hanya melihatnya memasuki lift bersama seorang wanita. Itu sepele sekali untuk dijadikan perkara kami harus bertengkar. “Kita sama sekali belum melakukannya sejak kau datang ke Jakarta, Mila.” Ed terus mendesak. Tangannya sudah bergerak lancang menyusuri bagian tubuhku, namun aku sekali lagi memintanya mengerti.Kondisiku masih lemah dan itu akan sangat tidak nyaman kalau harus melayaninya. Ed seharusnya bisa memahaminya.“Maaf, Sayang.” sekali lagi kukatakan itu karena melihatnya bangkit dengan kekecewaan.“Its oke, aku akan tidur bersama anak-anak saja. Kau istirahatlah,” tukasnya mengambil piyamanya.“Kenapa harus tidur di kamar anak-anak, Ed?” walau tidak berkenan melayaninya, aku juga ing
Aku baru tahu sebelum ini Ed pernah punya tunangan. Artinya dia juga pernah hampir menikah tapi tidak jadi karena saudara kembarnya itu malah membawanya kabur.Laknat sekali laki-laki itu. Pantas Ed tidak mau mempertemukan aku dengannya.Sam juga pernah bercerita, Ed pernah patah hati karena dihianati. Hal yang membuat neneknya sangat bersedih ketika untuk kedua kalinya mengira aku juga menghianatinya.Bahkan wanita itu sampai meminta Jessica berusaha mengambil hati Ed karena takut cucu kesayangannya itu memutuskan tidak lagi menikah.Aku tahu sekarang, kenapa dulu Ed pernah meminta maaf padaku karena tidak berdaya dengan sebuah penghianatan. Ed menyerah begitu saja tidak mencoba mencariku karena mengiraku tidak mencintainya.Aku jadi penasaran, wanita yang seperti apa yang membuatnya sepatah hati itu. “Tentang Om Danio, Paman juga tahu banyak tentangnya?” sekalian saja kutanyakan. Biar aku tidak merasa asing di keluarga suamiku yang tidak banyak kukenal itu.“Tahulah, tapi ha
“Sungguh aku tadi melihat Sam menggerakkan jemarinya, Ed.” kusampaikan itu pada Ed yang menjemputku di rumah sakit.“Iya, biar dokter yang memeriksanya, Sayang.” Ed terlihat tegang mungkin karena tidak sabar menunggu kabar dari dokter yang saat ini sedang memeriksa Sam di dalam.Kuusap dadanya dan tersenyum padanya, “Jangan cemas, Ed. Yakin saja Sam akan baik-baik saja. Dia pria baik, semoga selalu dilindungi Allah.”“Amin,” tukasnya mencoba mengulas senyum.“Setidaknya kau tidak terlalu sibuk lagi mengurus semua sendirian. Sam yang selama ini kau andalkan bisa membatumu lagi.”Ed tersenyum kecil menanggapi ucapanku. “Sembuh pun tidak langsung kerja, Mila. Masa pemulihannya juga butuh waktu.”“Ahaha, kau benar,” tawaku menampakkan kelegaan.Ketika dokter itu keluar dengan beberapa asistennya, tampak raut kecewa di wajahnya. Menghampiri kami dengan menggelengkan kepala.“Bagaimana?” tanyaku penasaran.“Mungkin tadi hanya sekedar reflek tidak berarti. Kami sudah memeriksa ulang dan kon
Kulihat nominal yang harus aku transfer. Kemudian berpikir, untuk apa tiba-tiba Ed malah meminta ditransfer?Tentu saja aku merasa heran karena baru kali ini seorang Edward memintaku mentransfer uang padanya.Apa mungkin saat ini Ed sedang keluar ke suatu tempat, lupa membawa kartunya, dan sedang membutuhkan uang?Ya sudahlah…Lagi pula, ada banyak uang yang diberikan Ed direkeningku. Aku tidak mungkin menolak kalau dia meminta sedikit nominal untuk kutransfer padanya.Saat kuketikan nomor rekening di aplikasi bank mobile ponselku, itu bukan rekening Ed. Melainkan atas nama orang lain.“SHERIN JOYS?” kubaca lagi nama itu sembari mengernyitkan dahiku.Siapa wanita itu? Tapi, ya sudahlah. Nanti aku tanyakan padanya. Bisa jadi rekan atau teman.[Kau tidak pulang, Ed?] kutulis pesan itu setelah mentransfer uang padanya.Dan aku tidak mendapat balasan sampai pagi harinya. Pikiranku sudah teralihkan dengan urusan anak-anak yang hari ini pertama masuk sekolah.Aku menyiapkan apa saja
Setelah menguasai diriku dan mengusap air mata di pipi, aku bangkit membuka pintu.“Tuan Danio, Nyonya. Beliau ingin menemui Anda saat ini.” Neni menyampaikan lagi tentang kedatangan pria itu.“A-apa yang dia mau, Neni? Suamiku belum bangun,” ujarku meminta pendapat.Aku belum pernah bertemu dengan pria itu. Mendengar semua orang takut padanya, secara tidak langsung aku jadi waspada. Apalagi Ed sedang mabuk dan belum sadarkan diri.Apa yang ingin dibicarakan pria itu?“Saya kurang paham, Nyonya. Tuan Danio menyampaikan ingin bertemu dengan Anda bukan Tuan Edward. Jadi lebih baik Anda temui dan tanyakan langsung apa yang diinginkan beliau.” Saran Neni. “B-baik, Neni. Tolong katakan aku akan menemuinya sebentar lagi,” tukasku pada Neni dan menutup pintu itu untuk mempersiapkan diriku.“Mudah-mudahan pria itu tidak mempersulitku,” ujarku pada diriku sendiri. Lalu kutekadkan melangkahkan kaki keluar kamar dan menemuinya.Melihat seorang pria besar berdiri membelakangi dengan kedua ta
Aku mendengar Ed muntah-muntah di kamar mandi. Kutunggu saja dia sampai selesai tanpa keinginan untuk membantunya. Sakit hatiku dengan kelakuannya itu. Bisa-bisanya dia malah bermain gila dengan perempuan penggoda saat aku sedang hamil begini.“Kau tega sekali padaku, Ed,” keluhku ketika dia sudah keluar dari kamar mandi. Ed hanya bertelanjang dada, dan wajahnya nampak kusut sekali. Mengusik pikirku bahwa sepanjang bersamaku, Ed tidak pernah semenyedihkan ini. “Ada apa?” tanyanya menatapku tanpa rasa berdosa.“Semalam tidak pulang, lalu pulang-pulang dalam keadan mabuk berat, diantar pelacur lagi. Kau menjijikan sekali, Ed. Bagaimana kalau anak-anak melihatmu seperti itu?”“Aku mabuk, Kamila. Dalam pengaruh alkohol. Jangan perhitungan soal itu.”“Kau tidak akan melakukannya kalau kau masih menghormatiku sebagi istrimu, Ed.”Aku bangkit untuk keluar. Rasanya aku butuh waktu dan ruang untuk menghempaskan rasa kesal dan kecewaku ini. Bagaimana bisa suami yang kupercaya selama ini
“Mama…, Papa…!” suara Gala dan Meida terdengar sebelum lebih jauh pikiranku bercelaru.Bibir yang sudah tidak tahan untuk mempertanyakan itu akhirnya terbungkam karena merasa bukanlah saat yang tepat mempertanyakannya.Untuk sesaat pikiraku teralihkan oleh kehadiran dua buah hatiku itu.Badai topanpun akan kuredam demi malaikat-malaikat kecil yang tidak bersayap itu.“Ma…” Lagi teriakan mereka.“Iya, Sayang?” teriakku balik.Ed langsung mengambil kaus untuk dipakainya dan merapikan penampilannya, sementara aku melangkah membuka pintu.“Anak-anak mama sudah pulang?” Kusambut dua bocah itu dengan memeluk mereka dalam satu rengkuhan sembari terus meredamkan kericuhan di benakku agar tetap bisa menampakan senyum terindahku untuk mereka. “Sudah, Ma. Ini hari pertama, masih pulang cepat. Tapi kata Sir Fey, besok kita sudah mulai full day. Makan siang di sekolah, tidur siang di sekolah, sholat juga di sekolah.” Meida yang memang suka sekali bercerita langsung menjejalkan semua informasi y