Kutatap Ed saat mengatakannya dengan tanpa beban.Tetiba perasaanku menjadi terluka karena kata-kata itu terucap begitu saja dari bibirnya. Padahal aku sendiri yang memintanya bersikap agar bisa memikirkan haknya yang akan diambil Jessica jika dia tidak menikahinya.“Kalau kau memang mau melakukannya, nikahi saja dia!” kukatakan itu tanpa bisa menyembunyikan kesalku. Lalu berbalik badan memunggunginya.Kudengar Ed malah tertawa. Dan itu mengesalkan sekali.“Lha kok ngambek? Aku sudah bilang kalau aku akan memilihmu dan anak-anak daripada harus menikahi Jessica. Kamu yang masih tidak terima saja, kan?” Ed menarik bahuku tapi aku menolaknyaSungguh memalukan aku ini. Sok-sokan menantangnya untuk memikirkan haknya, begitu Ed membalikan pertanyaan, apa aku memintanya menikahi Jessica, aku malah kesal.“Yang penting bagiku saat ini hanya kamu dan anak-anak, Sayang. Kemarin duniaku hanyalah kehampaan
Aku terbangun dengan terkejut melihat jam digital di nakas menunjukan pukul 09.00 dan matahari sudah bersinar cerah dari balik gorden jendela.Jam segini seharusnya anak-anak sudah berangkat sekolah dan aku sendiri sudah di kantor.Karena bingung harus bagaimana, jadinya aku keluar kamar dulu untuk mencari anak-anakku. mudah-mudahan Ed sudah mengurus mereka dan aku tinggal berangkat ke kantor. Biar nanti aku cari alasan keterlambatanku pada Rafael.Ada Sam di sana, dan kuharap dia bisa membantuku memberikan alasan pada Rafael.Oh. Aku hampir lupa belum membahas hal ini semalam dengan Ed. Tentang Sam yang akan dilepasnya. Kuharap Ed bisa memikirkan kembali keputusannya.Setelah mengeluarkan unek-unek yang tertahan di dadaku lima tahun ini, semuanya sudah terasa plong sekarang. Aku tidak ingin lagi mengusik hari-hari kami selanjutnya dengan masih memendam dendam dan benci. Yang terpenting saat ini adalah aku sudah mendapatkan suamiku, dan anak-anak j
“Sudah selesai menelponnya, Ed?” tanyaku tanpa mengusik nama Jessy.“Iya, sudah,” ujarnya seperti biasa tidak mencoba menjelaskan sesuatu lagi. Selalu begitu dan membuatku kesal.Kutunggu dia mengatakan sesuatu tapi tidak juga dia mencoba mengatakan apapun.Inginnya aku menanyakan tentang mengapa wanita itu mencarinya, tapi segan saja.Walau sudah kusepakati tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kami dengan saling terbuka dalam hal apapun itu, nyatanya aku tidak mungkin se-bar-bar dengan memaksanya mengatakan semua hal kepadaku.“Kita menjemput ibu jam berapa?” tanyaku lebih memilih mengingatkan tentang rencana menjemput ibu.“Kalau sudah siap kita ke rumah sakit sekarang,” tukasnya menghampiriku. Mungkin tahu raut wajahku yang muram melihatnya pergi mengangkat panggilan Jessica tadi, Ed memeluk dan mencium puncak kepalaku.“Anak-anak boleh tidak masuk ke rumah sak
“Sebenarnya aku lebih nyaman di rumah sendiri, Mila. Tapi kalau ibu memilih di rumah, kau dan anak-anak pasti ikut ke rumah. Dan suamimu akan ikut juga. Kasihan dia kalau harus tinggal di rumah kita yang kecil,” ujar ibu saat kubantu beristirahat di tempat tidur. Ed langsung membawa kami ke vilanya setelah menjemput ibu dari rumah sakit tadi.“Suasana di sini lebih nyaman, Bu. Ibu juga tidak perlu dengar orang-orang bergunjing tetang kita. Biar tidak kepikitan terus. Nanti kalau ibu sudah sehat, kita pulang ke rumah, ya?” bujukku padanya. Kuingatkan juga bahwa sebelum dia jatuh sakit ibu pasti stres mendegar ocehan tetangga.“Kata Lilis, Erna sudah pindah, Mila. Sudah tidak ada yang mengusik kamu lagi. Kalau Rosita, dia hanya beraninya karena ada teman. Setelah ini Rosita pasti sudah tidak punya taring.” Ibu ternyata tahu tentang tetangga depan rumahku yang pindah mendadak itu.“Kupikir ibu belum tahu hal itu,” tukasku mendengar ibu membicarakan Erna.Pasti ibu selama ini juga merasa
“Mila?!” Rafael mengejutkanku dari belakang.“Oh, iya, Pak. Saya langsung datang begitu mendapat pesan dari Anda,” ucapku pada Rafael. Kulihat di tangannya ada dua minuman hangat.“Oh. Baiklah kalau begitu. Aku antar minuman ini ke dalam untuk Tuan Edward dan Nona Jessica. Kau tunggulah aku di ruang sebelah. Setelah ini kita akan sama-sama survey pembangunan lagi.”“Pak Rafael, izinkan saya yang membawakannya. Saya jadi tidak enak harusnya itu tugas saya.” Kuambil dua gelas plastik yang ada di tangan Rafael dan dia nampak tidak keberatan.“Terima kasih, Mila,” ujar Rafael yag merasa bebannya berkurang.Setelah melihatnya berlalu ke ruang sebelah, aku menghela napas panjang dan menyiapkan mental untuk masuk ke ruangan itu.Entahlah. Pengen saja melihat bagaimana reaksi Ed melihatku yang datang membawakan minuman mereka.Kesal juga mengapa dia pergi pun tidak bilang kalau akan menemui Jessica di tempat ini.Apa selama ini tidak cukup kesalahpahaman yang membuat kami harus sebegininya men
“Dari mana saja tadi baru sampai di proyek?” suara Ed terdengar ketika aku kembali ke mobil untuk mengambil sesuatu sementara Rafael masih sibuk bersama mandor dan beberapa pekerja. “Oh. Kau di sini?” tanyaku setengah terkejut ternyata pria ini juga ke tempat proyek.“Sudah setengah jam sebelum kalian datang,” tukas Ed tampak kesal.Kenapa jadi dia yang kesal?Siapa juga yang minta dia lebih dulu ke proyek? Ini tugasku dan Rafael, bukan tugas seorang big bos sepertinya.Bisa jadi setelah aku memergokinya bersama Jessica di ruangan tadi, Ed tidak enak dan ingin menjelaskan padaku. Mengiraku sudah berangkat lebih dulu ke proyek bersama Rafael pria ini pasti berniat segera menyusul. Ternyata kami baru sampai tiga puluh menit setelahnya.“Tidak perlu ikut datang ke proyek, biar Rafael yang kerjakan!” Ed mencari perhatianku yang mengabaikannya.“Pak Rafael butuh bantuan, sebagai pegawai yang baik aku tentu membantunya ‘kan?”“Mila, letakan itu dan ikut aku pulang.” Ed menarik lengank
“Anda lihat ‘kan aku tidak melakukan apa-apa, dan wanita itu sudah mengiraku yang menggoda Tuan Edward.”“Yang kau panggil wanita itu adalah Nona Jessica, Mila. Panggil dia dengan sebutan Nona Jessica.” Rafael tidak menanggapi ucapanku justru mengoreksi caraku memanggil Jessica.Aku mendegus dan baru ingat, pria ini kan teman baiknya Jessica. Tentu akan selalu membelanya. Apalagi dia bisa menjadi asisten Ed karena jasa Jessica juga.Oh. Pintar sekali Jessica menjadikan teman baiknya sebagai asisten Ed. Pasti misinya agar Rafael bisa mengawasi Ed untuknya.Untungnya kulihat Ed tidak terlalu mempercayakan segala urusan pada Rafael. Buktinya, saat dia menghilang sekalipun, Rafael sendiri tidak tahu di mana dia berada. Sekarang, sepertinya aku mulai kehilangan penilain baikku pada Rafael. “Kalau kau sakit baiknya kau istirahat saja.” Rafael kembali mengingatkanku. Dia pasti takut tuannya marah-marah padanya karena membiarkanku tetap bekerja.“Tidak apa, Pak Rafael. Aku masih bisa
“Bukannya kau bersama Tuan Edward?” Rafael keluar dari jeep karena melihat Jessica menghampiri.“Bodoh amat! Pokoknya aku ikut kamu. Persetan dengan pria itu!” Jessica menyenggol bahuku hingga aku mundur dari pintu jeep itu dan dia langsung naik ke dalam jeep.“Aku bagimana, dong?”Ini sudah sore, hanya ada pekerja cowok di proyek ini. Tidak nyaman saja kalau ditinggal di tempat ini sendirian. Mana ponselku lowbat, lagi!“Bodoh amaaaat, kamu kan sukanya cari perhatian laki orang. Tuh banyak mangsa yang bisa kau goda. Nikmati sepuasnya sendirian biar gak gatel lagi!”Darahku mendidih mendengar wanita ini selalu mengataiku buruk. Ingin sekali kusumpal mulutnya. Tapi tidak mungkin juga aku nekat melakukannya. “Oh, maaf, Mila. Nanti aku akan minta yang lain menjemputmu di sini. Aku antar Nona Jessica dulu.” Rafael sudah barang tentu akan mengutamakan wanita itu dan berlalu dari tempat proyek ini. “Oh, baiklah. Tidak apa, Pak Rafael. Nanti aku akan coba jalan ke depan. Biasanya ada b