“Ini baru mau berangkat, Tuan,”Sejak tadi aku sudah bersiap di atas motor. Bagaimana bisa berangkat kalau panggilannya tidak segera di tutup? “Seorang asisten itu harus sudah ada di kantor sebelum tuannya datang. Jangan datang telat, ya?” Ed mengingatkan."Maaf, Tuan. Ini baru jam 07.00. Jam kantor jam 08.00 kan?”Masih ada 1 jam, seharusnya aku tidak bisa dianggap terlambat. Pria ini saja yang kerajinan.Tidak tahu juga jam berapa dia berangkat ke kantor tadi. “Apa Rafael tidak memberitahumu kalau kita harus survey tempat?” “Iya, Tuan. Saya akan berangkat. Apa boleh aku mematikan panggilan agar bisa segera berangkat?” Kusampaiakn hal itu agar dia tahu aku tidak akan bisa berangkat kalau dia masih mengoceh saja. “Berapa menit sampainya?” Bukannya menutup panggilan Ed malah bertanya.“Sekitar 20 menit, Tuan.”“Eh. Bukannya kau bilang rumahmu di sekitar kantor bupati? Itu tidak jauh. Palingan 10 menit sudah sampai.”“Tapi biasanya aku sampai ke Plaza Kota memang 20 menitan.”Yan
Mungkin di mata Ed aku ini memang hanya sebatas itu sekarang.Tak ubahnya seorang wanita yang dalam lima tahun terakhir ini sudah bergonta-ganti pria lebih dari satu atau dua orang.Sebut saja Ed tahunya aku punya dua anak dalam kurun waktu itu dan tidak memperkirakan anakku kembar.Lalu, dia pasti berpikir itu bukan hanya anak Ramzi tapi anak pria lainnya lagi.Karena kabar tentang Ramzi yang tertangkap atas kasus pembunuhan Tania, Ed pasti tahu hal itu.Sekarang pria yang membuat rumah tanggaku berantakan itu sedang menjalani masa hukumannya yang panjang.Hhg. Biar saja semau Ed menilaiku. Terserah. Mending begini saja sampai selanjutnya...“Saya tahu jadwal kerja saya, jadi saya tidak terlambat, lho, Tuan!” Aku menunjukan jam digital di meja agar Ed tidak memarahiku karena menurutnya aku terlambat.“Aku kira kau terlambat karena pacaran dulu sama Pak Bupati sebelum datang ke kantor.”Apa sih pria ini?Sekarang malah mengiraku pacaran dengan Pak Bupati.Padahal aku sudah pernah m
“Jangan becanda, Ed!”Tanpa sadar aku memanggil hanya nama pendeknya saja tanpa embel-embel tuan, seperti dulu. Ed malah menyeringai. Sepertinya dia tidak keberatan aku memanggilnya begitu.“Kalau kau tidak mau ganti, terserah!”Aku mencebik dan tidak peduli pria itu mau mengganti bajunya atau tidak.Seingatku Ed suka kebersihan dan pasti jijik kaalau berlama-lama dengan baju yang penuh cipratan lumpur itu.“Ya sudah!” Ed bangkit berjalan ke mobil.Apa pria ini benar tidak mau ganti bajunya?Kuingat agenda hari ini masih ada meeting di kantor selepas survey. Kalau dia balik ke kantor dengan pakaian yang kotor itu, Rafael bisa-bisa memarahiku. Membiarkan pria ini dengan keras kepalanya tidak mau ganti.Astaga. Kenapa dia tidak ubahnya seperti Gala.Menjengkelkan!“Tuan!” Aku berlari membuntutinya. “Oke, aku temani ke dalam buat ganti baju.”Terpaksa aku menyanggupi permintaannya.Ed menghentikan langkahnya dan berbalik kembali menuju warung. Dia juga menyeret lenganku agar mau mengiku
Jessica menarik tanganku dengan kasar dari tubuh Ed dan hendak memberiku pelajaran.Namun Ed dengan sigap memeluknya dan menjauhkannya dariku.“Tidak tahu malu, jelas-jelas ini di kantor tapi kau main peluk calon suami orang!” teriakan Jessica menarik perhatian beberapa orang yang kebetulan di sekitar.“Jessy, jangan memalukan begini. Dia tadi hampir terjatuh dan reflek memelukku,” tukas Ed memberi pengertian pada calon istrinya itu dan membimbingnya masuk ke dalam lift.“Sebentar, Reza pernah bilang bahwa dia hanya wanita yang dimintanya mengaku sebagai kekasihnya agar tidak malu di depanku. Sekarang aku tahu, serendah apa dirinya yang begitu saja mau mengaku sebagai kekasih seseorang padahal di antara mereka tidak ada apa-apa.” Jessica masih belum puas. Dia berusaha meneriakiku dengan harapan mempermalukanku.“Ngomong apa sih, itu urusan mereka.” Ed kembali menarik lengan Jessica masuk lift dengan cepat. Dia tahu wanitanya cemburu hingga mengatakan hal yang tidak berbobot itu.Meli
Kali ini Rafael tidak memintaku yang mendampingi Ed saat pelaksanaan meeting.Dia menyuruhku menyelesaikan beberapa pekerjaan lain di ruangannya sementara dia sendiri yang akan mendampingi Ed dalam meeting.Aku bisa menduga, Ed takut dimarahi calon istrinya itu lantaran tadi melihatku memeluknya. Lalu meminta Rafael yang kini mendampinginya.Itu sama sekali bukan masalah bagiku.Aku justru lebih tenang kalau untuk selanjutnya tugasku lebih difokuskan ke urusan kantor. Bisa sedikit santai. Kalau sewaktu-waktu merindukan anak-anak, aku bisa menelpon mereka.Aku juga bisa mencuri-curi kesempatan untuk menelpon teman-temanku yang kalau kerja bareng sering rame dan bercanda.Tiba-tiba ponselku sudah menyala saja dan menunjukan nama Tika di layar.Kebetulan sekali. Sudah seminggu ini aku tidak saling bertemu dan berkontak dengannya karena sama-sama sibuk.Kali ini melihatnya menelponku aku tidak menunda untuk mengangkatnya.“Hallo, Say?” suara Tika terdengar ketika aku membuka panggilan.
Kalau Rafael kemudian memberiku saran agar menjaga sedikit jarak dulu dengan Ed, aku sama sekali tidak masalah.Justru senang tidak harus tertekan menghadapi sikap pria dewasa yang tidak ubahnya seperti anak kecil itu.Benar-benar menyebalkan.Penderitaan selama lima tahunku sama sekali tidak ada harganya kalau harus begitu saja bersikap biasa padanya seolah tidak pernah terjadi apapun.Lagi pula apa yang dimaunya sekarang?Dia sudah punya calon istri dan akan segera menikah. Tidak Seharusnya terus mendekatiku seperti ini.Walau tidak serius padaku, apa dia tidak pernah berpikir bahwa aku juga punya perasaan?Dia kira aku wanita apa-apaan yang bisa dipermainkannya?“Sebenarnya sejak beliau memintamu menjadi asistennya aku sudah curiga bahwa tuan ada hati padamu, Kamila. Jadi sikap Nona Jessica ingin memberi kalian jarak sangat beralasan,” Rafael menjelaskan beberapa hari yang lalu setelah berbicara dengan Jessica.Aku jadi tidak enak kalau sampai Rafael saja merasa aneh dengan sika
“Aku tidak mengerti, Mila. Tapi aku mencintaimu.” Ed mengenggam jemariku dan aku berusaha menariknya lepas.Ada apa dengan isi otak pria ini?“Anda tidak lupa ‘kan kalau sudah punya calon istri?” kupalingkan wajahku agar tidak menjadi muak mendengar ucapannya ini.Ya Tuhan. Semua pria memang sama saja.“Kenapa kalau aku punya calon istri? Kami belum terikat apapun.”“Kejam sekali kau, Ed. Kalian hampir menikah dan kau dengan mudahnya mengatakan hal itu? Bagaimana nanti kalau kau juga tidak lagi mencintaiku, kau pasti akan membuangku seperti sampah.”Seperti yang sudah dia lakukan sebelumnya padaku.Aku bangkit dan berniat pergi saja dari pria ini. Namun Ed tidak membiarkanku pergi.“Kau lupa, kau dulu juga calon istri pria lain dan aku tidak berhenti mendapatkanmu, Mila.” Ed menahan lenganku dan kami berdiri berhadapan saling menatap dalam.“Mila, aku akan terima anak-anakmu sebagai anakku sendiri, beri aku kesempatan untuk sekali lagi memilikimu. Kau sudah menguasaiku, Mila. Jangan b
Ed mencium bibirku dan aku berusaha mendorong dadanya agar pria ini melepaskanku. Sayangnya tenaga pria ini lebih besar hingga aku menyerah, menunggu saja dia melepaskanku. Plak! Begitu terlepas, kutampar pria itu dengan begitu kesal.Rasanya sedih sekali harus kembali diingatkan manisnya ciuman-ciuman kami setelah semua tidak lagi sama.Kuharap pria ini punya sedikit rasa belas kasihan padaku agar membiarkanku pergi.“Maaf, Tuan. Maafkan aku!” ujarku yang menunduk bersalah karena sudah berani-beraninya menampar seorang big bos.Ed berpaling sambil mengumpat lirih. Mungkin kesal dengan sikapku, mungkin juga karena dia yang tidak bisa menguasai dirinya hingga tanpa sadar menciumku tadi.***Aku tidak mau ambil pusing dengan semua ini. Tidak akan jadi masalah apapaun bagiku kalau tidak bekerja bersama Ed. Toh tawaran menjadi asisten juga bukan kemauanku.Lagi pula, justru lebih baik bagiku kalau bisa menghindari pria yang sikapnya meresahkan itu.Bagaimaanapun kami adalah dua insan
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin