Suara teriakan Wisnu menggema di seluruh penjuru lantai bawah. Natasya yang baru menutup tubuhnya dengan selimut terkejut. Ia bergegas bangkit, berjalan menuju ke arah pintu kamar."Ada apa Mas?" sergah Natasya dari ambang pintu menatap ke arah lelaki yang berjalan cepat menghampirinya."Nat, tolong jelaskan padaku mengapa kamu belum mengganti infus Asma. Kamu sengaja ya melakukan hal itu?" Wisnu membulatkan kedua matanya. Menatap tajam pada Natasya yang tercekat di dalam pintu kamar yang terbuka."Sial, sial! Kenapa aku bisa lupa. Harusnya sebelum Mas Wisnu pulang aku sudah mengganti infus Asma," batin Natasya merutuki keteledorannya sendiri.Natasya mengaduh. Tangan kanannya memegangi kepalanya. Memasang wajah lesu. "Aduh Mas, maafkan aku. Seharian ini aku ketiduran. Sepertinya bawaan bayi yang sudah mulai besar ini Mas. Maafkan aku ya Mas!" lirih Natasya memasang wajah penuh penyelesalan di depan Wisnu.Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Wisnu. Lelaki itu berdecak kesal. Memu
Natasya berhasil menghalau pergelangan tangan Wisnu. Tetapi dengan cepat lelaki itu justru menepisnya kasar. “Mas, Aku bisa … ““Diam!” Sentak Wisnu mengacungkan jari telunjukanya di depan wajah Natasya. Dengan langkah cepat Wisnu memutar tubuhnya menuju ke arah pintu utama rumah. “Mas ada apa, Mas?” teriak Natasya sama sekali tidak dihiraukan oleh Wisnu yang menutup pintu rumahnya dengan kasar. “Sialan kamu Mas!” umpat Natasya meradang. Menghentak-hentakkan kakinya beberapa kali. --- Suara sirene mengaum memecah keheningan malam. Kobaran api memantulkan cahaya kemerahan pada langit malam yang tampak sepi tanpa bintang. Asap hitam mengepul di udara menambah warna lain di langit gelap. Wisnu berdecak kesal. Bayangan itu sudah terlihat jauh saat mobil yang ia kendarai baru memasuki area PLTU pelabuhan ratu. Beberapa mobil pemadam kebakaran berjajar menyambut kedatangan Wisnu di pintu masuk. Wajah Wisnu semakin kalut. Harapannya terbang bersama asap hitam yang membumbung tinggi di
Wajah Wisnu tertunduk lesu setelah menceritakan semuanya pada Danil. Kedua tanganya menumpu kepalanya yang tampak terasa berat. Seberat beban yang kini sedang dihadapinya.“Tolonglah aku Danil!” mohon Wisnu dengan suara yang terdengar lirih. Senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Danil. Menatap penuh kepuasan melihat Wisnu datang kepadanya dengan keadaan yang sangat menyedihkan seperti yang ia harapkan selama ini. “Aku tidak tahu lagi pada siapa harus meminta tolong. Semua kolegaku sangat kecawa dengan kejadian ini. Mereka berpikir jika tenaga ahliku tidak professional dalam bekerja.” Wisnu menjeda ucapannya cukup lama. Menjatuhkan tatapan memelas pada lelaki yang duduk pada bangku di hadapannya seraya menyilangkan kakinya. “Hingga insiden ini terjadi,” ucap Wisnu lirih. Satu tanganya mengusap lembut pada wajahnya. Menjatuhkan tatapan penuh harap pada Danil.Leleki bertubuh jangkung itu mengangguk lembut. Menarik tubuhnya dari sandaran bangku. “Maafkan aku Wisnu, tetapi sepert
Dua lelaki berseragam orange yang duduk di hadapan Wisnu menenggelamkan wajahnya semakin dalam. Kedua tangannya saling meremas kuat. Tampak kaki mereka gemetaran. "Cepat katakan siapa yang sudah menyuruh kalian untuk melakukan perbuatan itu?" sentak lelaki berseragam polisi yang duduk di samping Wisnu. Suaranya menggelar memantul pada dinding ruangan. Menggetarkan dada.Dua lelaki yang duduk di hadapan Wisnu dan seorang polisi yang membersamainya semakin takut. Keringat dingin membanjiri wajah kedua lelaki itu. Sesekali lelaki bertubuh kurus yang duduk pada sudut bangku menyeka keringat yang membasahi pelipisnya.Wisnu tidak bergeming. Tatapannya melihat ke arah dua lelaki yang telah membakar habis seluruh proyeknya. Hingga ia harus mengalami kerugian yang sangat besar dan kini perusahaan berada di ambang kebangkrutan."Cepat katakan! Jika kalian tidak mau mengatakannya. Maka kalian akan membusuk di dalam penjara!" ancam Hamzah penuh dengan penekanan. Tatapannya memicing pada kedua l
Kendaraan beroda empat yang Wisnu dan Hamzah kendarai melaju dengan kecepatan sedang. Baru hari ini mereka memiliki waktu untuk mendatangi rumah Sean. Setelah kemarin pemilik perusahaan Wisnu Hutama itu sibuk mengurus semua berkas-berkas pekerjaan proyek yang berada di pelabuhan ratu, Sukabumi yang telah gagal total.Mobil berwarna hitam itu berjalan melambat. Menyusuri jalanan di sepanjang perumahan elit tempat tinggal Sean. Semenjak kejadian kebakaran itu terjadi, lelaki bermata sipit itu mendadak menghilang dan hanya sekali datang ke kantor sehari setelah kebakaran itu terjadi. Selebihnya hingga detik ini, Sean tidak pernah menunjukkan batang hidungnya."Sepertinya Sean sudah mengetahui semuanya, Tuan!" ucap Hamzah memecah keheningan yang tercipta. Setelah ia mematikan panggilan dari Sekretarisnya.Wisnu tidak menjawab. Tatapannya tertuju pada jalanan yang berada di depan mobil. Sementara benaknya sedang mengembara jauh.Sean bukanlah pegawai lama di perusahaan Wisnu Hutama. Selama
Natasya menggerutu kesal. Niatannya untuk tidur sekamar dengan Wisnu tidak berhasil. Justru lelaki itu meninggalkannya tidur di kamarnya sendirian.Perlahan Wisnu memutar gagang pintu kamar Asma. Bayangan wanita cantik itu masih sama. Terbaring bagaikan putri tidur di atas ranjang tanpa tahu kapan akan terbangun dari tidur panjangnya.Langkah Wisnu tertuju pada seorang wanita yang meringkuk di bangku sofa. Wanita yang usianya cukup muda yang menjadi asisten untuk membantu Wisnu mengurus Asma selama Wisnu sibuk dengan pekerjaannya."Nela, Nela!" Panggil Wisnu menggerakan bahu Nela yang meringkuk pada bangku sofa."Tuan!" Wanita yang masih cukup muda itu bangun tergeragap. Duduk pada bangku sofa. Jemarinya dengan cepat mengusap sudut matanya yang masih terasa lengket."Tidurlah di kamar, malam ini biar saya yang menjaga Ibu Asma," tutur Wisnu."Ba-baik Tuan!" balas wanita berseragam merah muda itu bangkit dari bangku. Berjalan' menuju ke arah pintu kamar.Setelah pintu kamar tertutup Wi
"Mas aku sudah menyiapkan sarapan untuk ...!" Ucapan Natasya terhenti saat lelaki yang ia pikir sedang melangkahkan kakinya ke arah ruang makan itu justru berjalan melewati ruang makan begitu saja."Mas Wisnu ...!" panggil Natasya berusaha untuk memanggil Wisnu. Melongokkan sedikit tubuhnya menatap ke arah pintu ruang makan. Bayangan lelaki yang baru saja menuruni anak tangga menghilang dengan begitu cepat."Ah, sialan!" Natasya berdecak. Ia meletakan piring yang hendak ia isi dengan nasi untuk Wisnu di atas meja makan dan bergegas mengejar Wisnu."Mas, Mas Wisnu tunggu dulu!" Wanita dengan perut besar itu mengejar Wisnu hingga ke ambang pintu utama rumah. Wisnu mengabaikan panggilan Natasya. Langkahnya semakin cepat menuju mobil yang terparkir di halaman rumah."Mas tunggu!" teriak Natasya. Ia harus memelankan langkah kakinya saat menuruni anak tangga yang berada di beranda rumah. Menuju halaman.Helaan nafas panjang terdengar dari lelaki yang mematung di samping pintu mobil yang t
Degupan jantung Wisnu berpacu dua kali lebih cepat. Tatapannya sedikitpun tidak beralih dari lelaki bertubuh jangkung yang sedang membuka tiap lembar buku catatan milik Tuan Sangir. Wisnu semakin penasaran, karena tidak ada ekspresi apapun yang Danil tunjukan. Jika lelaki itu tidak tahu apapun tentang masalalu yang telah terjadi. Setidaknya ada ekspresi terkejut yang muncul di wajahnya. Plak!Suara buku yang ditutup dengan keras membuat Wisnu tergeragap. Ia menarik tubuhnya duduk tegap, di depan Danil. Tetapi kegusaran terlihat begitu jelas di wajahnya. Sekalipun ia berusaha untuk menutupinya perasaan tidak karuan itu."Danil apakah ...!""Aku sudah tahu semua ini sejak dulu," ucap Danil bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Kedua mata Wisnu membulat penuh, seperti tidak percaya dengan kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Danil."Ba-bagaimana bisa?" Wisnu terbata. Ia merasa ditipu mentah-mentah oleh Tuan Sangir dan Danil yang selama ini sudah merahasiakan darinya."Te
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli