Suara isakan sesekali terdengar dari lelaki yang berdiri di samping Danil. Hatinya terasa sakit setiap kali melihat wanita yang terbaring di atas ranjang. Sesak dan perih menjalar hingga ulu hati. “Aku tau ini pasti tidak mudah untuk kamu, Wisnu!” ucap Danil memecah keheningan yang tercipta. Tatapan matanya tertuju pada Asma yang terbaring di atas ranjang.Helaan nafas panjang Wisnu terdengar. Senyuman getir terulas pada susut bibirnya. Serka mengangguk lembut, lelaki berlesung pipi itu menyeka air mata yang membasahi pipinya. Danil memutar tubuhnya secara sempurna ke arah Wisnu. “Lalu apakah kamu akan membiarkan istri mudamu tinggal di sini? Lalu bagaimana jika nanti Asma sadar dari koma dan melihat kehadiran istri muda kamu. Aku pikir itu bukanlah ide yang bagus?” Danil melipat kedua tangannya di depan dada menjatuhkan tatapan serius pada Wisnu. Wisnu mendengus berat. “Tidak seperti itu Danil. Ini hanya semetara waktu.” Wisnu menjeda ucapannya. “Aku tidak mungkin membiarkan Natas
“Ayolah, Dokter Gia, aku tahu kamu sedang membutuhkan banyak uang kan?” cetus Natasya seolah tahu betul dengan kondisi temannya itu. Wanita dengan kaca mata itu nampak semakin gusar. Sekalipun Natasya bukan seorang peramal tetapi wanita itu tahu apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. “Perusahaan suami kamu sedang terlilit banyak hutang, kan? Dan kamu pasti tidak ingin suami kamu pergi meninggalkan kamu, kan?” Dokter Gia seperti dikuliti mentah-mentah oleh Natasya. Sedikitpun wanita bertubuh padat itu tidak dapat mengelak dari semua tuduhan yang Natasya katakan kepadanya. Karena semuanya adalah benar. Dokter Gia adalah salah satu wanita yang sangat cinta mati pada suaminya. “Bagaimana?” tanya Natasya memecah keheningan yang tercipta.Dokter Gia mengalihkan tatapanya. Wajahnya nampak bimbang. “Tapi Nat, itu sudah menyalahi aturan,” keluh dokter Gia terdengar lirih. “Bagaimana jika Mama tau?” imbuhnya dengan wajah gelisah. Natasya membuang nafas panjang. Memutar bangku ke arah D
Suara teriakan Wisnu menggema di seluruh penjuru lantai bawah. Natasya yang baru menutup tubuhnya dengan selimut terkejut. Ia bergegas bangkit, berjalan menuju ke arah pintu kamar."Ada apa Mas?" sergah Natasya dari ambang pintu menatap ke arah lelaki yang berjalan cepat menghampirinya."Nat, tolong jelaskan padaku mengapa kamu belum mengganti infus Asma. Kamu sengaja ya melakukan hal itu?" Wisnu membulatkan kedua matanya. Menatap tajam pada Natasya yang tercekat di dalam pintu kamar yang terbuka."Sial, sial! Kenapa aku bisa lupa. Harusnya sebelum Mas Wisnu pulang aku sudah mengganti infus Asma," batin Natasya merutuki keteledorannya sendiri.Natasya mengaduh. Tangan kanannya memegangi kepalanya. Memasang wajah lesu. "Aduh Mas, maafkan aku. Seharian ini aku ketiduran. Sepertinya bawaan bayi yang sudah mulai besar ini Mas. Maafkan aku ya Mas!" lirih Natasya memasang wajah penuh penyelesalan di depan Wisnu.Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Wisnu. Lelaki itu berdecak kesal. Memu
Natasya berhasil menghalau pergelangan tangan Wisnu. Tetapi dengan cepat lelaki itu justru menepisnya kasar. “Mas, Aku bisa … ““Diam!” Sentak Wisnu mengacungkan jari telunjukanya di depan wajah Natasya. Dengan langkah cepat Wisnu memutar tubuhnya menuju ke arah pintu utama rumah. “Mas ada apa, Mas?” teriak Natasya sama sekali tidak dihiraukan oleh Wisnu yang menutup pintu rumahnya dengan kasar. “Sialan kamu Mas!” umpat Natasya meradang. Menghentak-hentakkan kakinya beberapa kali. --- Suara sirene mengaum memecah keheningan malam. Kobaran api memantulkan cahaya kemerahan pada langit malam yang tampak sepi tanpa bintang. Asap hitam mengepul di udara menambah warna lain di langit gelap. Wisnu berdecak kesal. Bayangan itu sudah terlihat jauh saat mobil yang ia kendarai baru memasuki area PLTU pelabuhan ratu. Beberapa mobil pemadam kebakaran berjajar menyambut kedatangan Wisnu di pintu masuk. Wajah Wisnu semakin kalut. Harapannya terbang bersama asap hitam yang membumbung tinggi di
Wajah Wisnu tertunduk lesu setelah menceritakan semuanya pada Danil. Kedua tanganya menumpu kepalanya yang tampak terasa berat. Seberat beban yang kini sedang dihadapinya.“Tolonglah aku Danil!” mohon Wisnu dengan suara yang terdengar lirih. Senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Danil. Menatap penuh kepuasan melihat Wisnu datang kepadanya dengan keadaan yang sangat menyedihkan seperti yang ia harapkan selama ini. “Aku tidak tahu lagi pada siapa harus meminta tolong. Semua kolegaku sangat kecawa dengan kejadian ini. Mereka berpikir jika tenaga ahliku tidak professional dalam bekerja.” Wisnu menjeda ucapannya cukup lama. Menjatuhkan tatapan memelas pada lelaki yang duduk pada bangku di hadapannya seraya menyilangkan kakinya. “Hingga insiden ini terjadi,” ucap Wisnu lirih. Satu tanganya mengusap lembut pada wajahnya. Menjatuhkan tatapan penuh harap pada Danil.Leleki bertubuh jangkung itu mengangguk lembut. Menarik tubuhnya dari sandaran bangku. “Maafkan aku Wisnu, tetapi sepert
Dua lelaki berseragam orange yang duduk di hadapan Wisnu menenggelamkan wajahnya semakin dalam. Kedua tangannya saling meremas kuat. Tampak kaki mereka gemetaran. "Cepat katakan siapa yang sudah menyuruh kalian untuk melakukan perbuatan itu?" sentak lelaki berseragam polisi yang duduk di samping Wisnu. Suaranya menggelar memantul pada dinding ruangan. Menggetarkan dada.Dua lelaki yang duduk di hadapan Wisnu dan seorang polisi yang membersamainya semakin takut. Keringat dingin membanjiri wajah kedua lelaki itu. Sesekali lelaki bertubuh kurus yang duduk pada sudut bangku menyeka keringat yang membasahi pelipisnya.Wisnu tidak bergeming. Tatapannya melihat ke arah dua lelaki yang telah membakar habis seluruh proyeknya. Hingga ia harus mengalami kerugian yang sangat besar dan kini perusahaan berada di ambang kebangkrutan."Cepat katakan! Jika kalian tidak mau mengatakannya. Maka kalian akan membusuk di dalam penjara!" ancam Hamzah penuh dengan penekanan. Tatapannya memicing pada kedua l
Kendaraan beroda empat yang Wisnu dan Hamzah kendarai melaju dengan kecepatan sedang. Baru hari ini mereka memiliki waktu untuk mendatangi rumah Sean. Setelah kemarin pemilik perusahaan Wisnu Hutama itu sibuk mengurus semua berkas-berkas pekerjaan proyek yang berada di pelabuhan ratu, Sukabumi yang telah gagal total.Mobil berwarna hitam itu berjalan melambat. Menyusuri jalanan di sepanjang perumahan elit tempat tinggal Sean. Semenjak kejadian kebakaran itu terjadi, lelaki bermata sipit itu mendadak menghilang dan hanya sekali datang ke kantor sehari setelah kebakaran itu terjadi. Selebihnya hingga detik ini, Sean tidak pernah menunjukkan batang hidungnya."Sepertinya Sean sudah mengetahui semuanya, Tuan!" ucap Hamzah memecah keheningan yang tercipta. Setelah ia mematikan panggilan dari Sekretarisnya.Wisnu tidak menjawab. Tatapannya tertuju pada jalanan yang berada di depan mobil. Sementara benaknya sedang mengembara jauh.Sean bukanlah pegawai lama di perusahaan Wisnu Hutama. Selama
Natasya menggerutu kesal. Niatannya untuk tidur sekamar dengan Wisnu tidak berhasil. Justru lelaki itu meninggalkannya tidur di kamarnya sendirian.Perlahan Wisnu memutar gagang pintu kamar Asma. Bayangan wanita cantik itu masih sama. Terbaring bagaikan putri tidur di atas ranjang tanpa tahu kapan akan terbangun dari tidur panjangnya.Langkah Wisnu tertuju pada seorang wanita yang meringkuk di bangku sofa. Wanita yang usianya cukup muda yang menjadi asisten untuk membantu Wisnu mengurus Asma selama Wisnu sibuk dengan pekerjaannya."Nela, Nela!" Panggil Wisnu menggerakan bahu Nela yang meringkuk pada bangku sofa."Tuan!" Wanita yang masih cukup muda itu bangun tergeragap. Duduk pada bangku sofa. Jemarinya dengan cepat mengusap sudut matanya yang masih terasa lengket."Tidurlah di kamar, malam ini biar saya yang menjaga Ibu Asma," tutur Wisnu."Ba-baik Tuan!" balas wanita berseragam merah muda itu bangkit dari bangku. Berjalan' menuju ke arah pintu kamar.Setelah pintu kamar tertutup Wi