Natasya melonjak senang. Ia tidak perlu melakukan apapun untuk mendapatkan uang dari Danil. Cukup bersikap manis di depan lelaki yang cinta mati kepadanya. Maka Danil akan memberikan apapun yang ia inginkan. Gadis dengan rambut kuncir kuda itu melangkahkan kakinya melenggang menuju mobil yang terparkir di halaman kafe. Mobil berwarna hitam yang ia pakai adalah mobil pemberian Danil saat Natasya merayakan ulang tahunnya beberapa bulan yang lalu.Teen ....Natasya melambaikan tangannya pada mobil Danil yang pergi lebih dulu meninggalkannya. Ia segera masuk ke dalam mobil setelah memastikan mobil Danil pergi."Ternyata mudah sekali mendapatkan uang dari Danil!" guman Natasya senang. Ia segera menyalakan mesin mobil dan menjalankannya.____Lelaki pemilik lesung pipi itu berjalan mondar-mandir. Sesekali ekor matanya melirik pada Asma yang sedang sibuk berkebun di halaman belakang rumah. Miss Sisi menyarankan kepada Asma untuk melakukan kegiatan yang berpositif. Hal itu demi mempercepat
Sepertinya wanita yang berada di luar mobil Natasya tidak cukup jika gadis itu hanya menurunkan kaca mobil miliknya. Ia terus-menerus mengetuk pintu mobil dengan kasar."Cepat turun kamu gadis sialan!" umpat wanita dengan rambut berwarna kecoklatan itu menatap tajam pada Natasya yang membuang tatapan sinisnya ke arah depan mobil. Tepat di mana Danil berada beberapa saat yang lalu."Hey, turun!" sentak Bian meradang pada Natasya yang mengacuhkan. Kobaran api di dalam hati Bianca semakin menyala-nyala.Bianca yang kesal menarik kasar rambut Natasya. Hingga kepala gadis cantik itu sedikit tertarik ke belakang bangku mobil. Natasya berteriak kesakitan. Tapi sayangnya, tidak ada satupun orang yang mendengar jeritannya. Karena kini mobilnya berada cukup jauh dari kerumanan orang-orang."Lepaskan sialan!" umpat Natasya menjegal pergelangan tangan wanita yang menjambak rambutnya."Kenapa? Sakit? Sakit kan?" Bianca geram. Melihat rintihan Natasya cukup membuatnya senang. Wanita itu semakin ge
Pukul sepuluh malam mobil yang Natasya kendarai tiba di Bandung. Udara dingin seketika memperangkap Natasya dan Wisnu yang baru turun dari atas mobil. Tulang-tulangnya terasa membeku."Nat, kenapa kita menginap di vila? Bukankah katamu, kita akan tinggal di hotel?" Wisnu menjatuhkan tatapan heran pada Natasya yang berjalan santai menuju vila berlantai dua di depannya.Gadis itu menoleh. "Rencananya menang seperti itu, Mas, tapi team management membatalkan itu semua. Jadi semua cast tidak mendapatkan fasilitas tempat tinggal seperti yang di janjikan," dusta Natasya."Apa?" Wisnu mengeryitkan dahi. Seperti tidak percaya. "Bagaimana bisa mereka membatalkan perjanjian secara sepihak seperti itu, Nat?" cebik Wisnu yang masih berdiri di samping mobil."Entahlah Mas, aku juga tidak paham!" Natasya mengendikan bahunya. "Mungkin karena mereka tidak memiliki biaya terlalu banyak untuk mengadakan perlombaan ini," tutur Natasya memasang wajah lugu.Wisnu mengangguk lembut dengan wajah mengerti. K
Seorang bocah lelaki dengan cepat menghampiri Asma. Ia melepaskan jaket yang ia kenakan. Lalu menutupi tubuh Asma dengan jaket itu. Sekuat tenaga, ia berusaha untuk mendekap tubuh Asma yang sudah jatuh di atas tanah."Tenang Bik, Tenang!" suara itu masuk dalam indra pendengaran Asma. Sama seperti ketika Hanum berusaha untuk menenangkannya setiap kali Asma mengalami hal yang sama."Tenang, semuanya akan baik-baik saja!" suara-suara itu memenuhi indra pendengaran Asma.Tubuh Asma masih bergetar hebat. Ketakutan dan kekhawatiran seolah membuatnya lepas kendali. Sepersekian detik bocah lelaki itu terus mendekap semakin erat tubuh Asma. Hingga lelaki berkumis tebal itu datang membelah kerumunan. "Ya Allah, Nyonya, ada apa ini?" Pak Sardi terkejut. Lelaki itu hendak menarik tubuh bocah kecil menjauh dari Asma. Dengan cepat, bocah kecil yang tidak lain adalah Gala menghalau langkah Pak Sardi. Memberikan isyarat agar Pak Sardi menghentikan langkah kakinya."Tenang Bik! Tenang. Percayalah sem
Wisnu terus berteriak. Sementara lelaki yang mengenakan jaket hitam yang mengambil dompetnya sudah berlari menjauh. Beberapa orang yang berada di pasar yang terbentang sepanjang jalan itu hanya menatap pada Wisnu. Meskipun sebagian ada yang membantu dengan mengejar pencopet yang berlari sangat kecang itu.Bruak! Bocah kecil penyemir sepatu yang melihat pencopet itu berlari berusaha untuk menghalaunya. Ia menghadang kaki pencopet yang tengah berlari itu dengan kakinya. Saat pencopet itu menabrak kaki bocah kecil itu, seketika tubuhnya terjerembab dan jatuh. Dengan cepat orang-orang yang sejak tadi mengejarnya pun segera menangkap pencopet itu. Meskipun pencopet itu berusaha untuk melakukan perlawanan. Tetapi banyaknya masa yang mengeroyok mampu menumbangkannya. Sementara anak kecil penyemir sepatu itu segera menyelamatkan dompet milik Wisnu.Nafas Wisnu hampir saja putus saat ia tiba. Pencopet itupun akhirnya dapat tertangkap dan segera diamankan oleh petugas keamanan yang berjaga di
"Sampau jumpa, Mas!" Natasya melambaikan tangannya kepada Wisnu yang berjalan masuk ke dalam pagar tinggi rumahnya. Wisnu membuang nafas berat. Ia sangat bersyukur sekali akhirnya bisa terlepas dari cengkraman gadis itu. Lelaki itu melangkahkan kakinya menyusuri jalanan setapak menuju rumah berlantai dua dengan cat berwarna abu-abu. Seorang wanita yang sedang sibuk merawat tanaman di depan halaman rumah mengalihkan tatapannya pada Wisnu yang berjalan. Rupanya suara derap langkah kaki Wisnu terdengar oleh telinganya."Abang!" ucap Asma mengukir senyuman hangat pada Wisnu. Ia meletakan cangkul kecil yang ia gunakan untuk menanam bunga dan segera mencuci kedua tangannya pada keran yang berada di samping taman."Siapa yang mengantarkan Abang?" celetuk Asma setelah mengecup punggung tangan Wisnu.Lelaki dengan setelan celana jeans itu terlihat bingung. Menatap ke arah pintu pagar yang telah Ia tutup kembali. Beruntungnya pintu pagar rumah itu cukup tinggi. Pasti Asma tidak dapat melihat s
Benak Gala masih dipenuhi dengan tanya. Bagaimana bisa Asma berada di Jakarta. Tapi ia tidak tau harus menanyakan perihal hal itu kepada siapa. Bocah lelaki itu hanya mampu memikirkan dan menerka-nerka. Namun tetap tidak menemukan jawaban dari semua tanya yang ada di dalam benaknya."Wah, rupanya kamu hebat juga ya!" seloroh Danil membuyarkan lamunan Gala. Bocah lelaki yang sedang berada di depan ruang televisi itu menoleh sesaat ke arah barstool yang berada di dapur. Lelaki bertubuh jangkung itu sedang berdiri di depan pintu kulkas, seraya memperhatikannya sejak tadi."Aku yang membelanjakan semua barang-barang itu kemarin, Ayah!" jawab Gala atas pujian yang Danil lontarkan karena kepiawaiannya berbelanja kebutuhan sehari-hari. Gala sengaja memilih ruang televisi untuk menghabiskan waktu memikirkan perjalanan hidupnya. Agar Danil tidak menanyakan tentang apa yang sedang berada di dalam pikirannya. Lelaki bertubuh jagung itu pasti berpikir jika Gala sedang menghabiskan waktunya untuk
Pemilik bengkel itu memberikan alamat rumah bocah kecil bernama Dimas pada Hamzah. Segera Hamzah menuju rumah yang terletak cukup jauh dari pasar. Jalanan berlubang yang dipenuhi oleh genangan air setelah diguyur hujan deras membuat Hamzah harus pandai-pandai memilih jalanan. Agar sepatu hitam mengkilap yang ia kenakan tidak kotor, oleh percikan air kecoklatan itu. Jalanan sempit memaksa Hamzah harus meninggal mobilnya di ujung gang dan pergi berjalan kaki menuju rumah Dimas."Permisi, numpang tanya, kalau boleh tau rumah Dimas tukang semir sepatu itu ada di sebelah mana ya?" tanya Hamzah pada ibu-ibu yang sedang berkumpul. Daerah yang dipenuhi dengan rumah sewa membuat Hamzah kesulitan untuk menemukan rumah yang menjadi tempat tinggal Dimas."Oh, Dimas!" sahut seorang wanita berambut ikal yang Hamzah temui."Iya, Dimas," jawab Hamzah mengulangi kalimatnya. Takut jika wanita itu tidak paham dengan maksudnya."Dia tinggal di rumah yang ada di ujung sana, Pak. Pas dekat dengan kali." W