Seorang bocah lelaki dengan cepat menghampiri Asma. Ia melepaskan jaket yang ia kenakan. Lalu menutupi tubuh Asma dengan jaket itu. Sekuat tenaga, ia berusaha untuk mendekap tubuh Asma yang sudah jatuh di atas tanah."Tenang Bik, Tenang!" suara itu masuk dalam indra pendengaran Asma. Sama seperti ketika Hanum berusaha untuk menenangkannya setiap kali Asma mengalami hal yang sama."Tenang, semuanya akan baik-baik saja!" suara-suara itu memenuhi indra pendengaran Asma.Tubuh Asma masih bergetar hebat. Ketakutan dan kekhawatiran seolah membuatnya lepas kendali. Sepersekian detik bocah lelaki itu terus mendekap semakin erat tubuh Asma. Hingga lelaki berkumis tebal itu datang membelah kerumunan. "Ya Allah, Nyonya, ada apa ini?" Pak Sardi terkejut. Lelaki itu hendak menarik tubuh bocah kecil menjauh dari Asma. Dengan cepat, bocah kecil yang tidak lain adalah Gala menghalau langkah Pak Sardi. Memberikan isyarat agar Pak Sardi menghentikan langkah kakinya."Tenang Bik! Tenang. Percayalah sem
Wisnu terus berteriak. Sementara lelaki yang mengenakan jaket hitam yang mengambil dompetnya sudah berlari menjauh. Beberapa orang yang berada di pasar yang terbentang sepanjang jalan itu hanya menatap pada Wisnu. Meskipun sebagian ada yang membantu dengan mengejar pencopet yang berlari sangat kecang itu.Bruak! Bocah kecil penyemir sepatu yang melihat pencopet itu berlari berusaha untuk menghalaunya. Ia menghadang kaki pencopet yang tengah berlari itu dengan kakinya. Saat pencopet itu menabrak kaki bocah kecil itu, seketika tubuhnya terjerembab dan jatuh. Dengan cepat orang-orang yang sejak tadi mengejarnya pun segera menangkap pencopet itu. Meskipun pencopet itu berusaha untuk melakukan perlawanan. Tetapi banyaknya masa yang mengeroyok mampu menumbangkannya. Sementara anak kecil penyemir sepatu itu segera menyelamatkan dompet milik Wisnu.Nafas Wisnu hampir saja putus saat ia tiba. Pencopet itupun akhirnya dapat tertangkap dan segera diamankan oleh petugas keamanan yang berjaga di
"Sampau jumpa, Mas!" Natasya melambaikan tangannya kepada Wisnu yang berjalan masuk ke dalam pagar tinggi rumahnya. Wisnu membuang nafas berat. Ia sangat bersyukur sekali akhirnya bisa terlepas dari cengkraman gadis itu. Lelaki itu melangkahkan kakinya menyusuri jalanan setapak menuju rumah berlantai dua dengan cat berwarna abu-abu. Seorang wanita yang sedang sibuk merawat tanaman di depan halaman rumah mengalihkan tatapannya pada Wisnu yang berjalan. Rupanya suara derap langkah kaki Wisnu terdengar oleh telinganya."Abang!" ucap Asma mengukir senyuman hangat pada Wisnu. Ia meletakan cangkul kecil yang ia gunakan untuk menanam bunga dan segera mencuci kedua tangannya pada keran yang berada di samping taman."Siapa yang mengantarkan Abang?" celetuk Asma setelah mengecup punggung tangan Wisnu.Lelaki dengan setelan celana jeans itu terlihat bingung. Menatap ke arah pintu pagar yang telah Ia tutup kembali. Beruntungnya pintu pagar rumah itu cukup tinggi. Pasti Asma tidak dapat melihat s
Benak Gala masih dipenuhi dengan tanya. Bagaimana bisa Asma berada di Jakarta. Tapi ia tidak tau harus menanyakan perihal hal itu kepada siapa. Bocah lelaki itu hanya mampu memikirkan dan menerka-nerka. Namun tetap tidak menemukan jawaban dari semua tanya yang ada di dalam benaknya."Wah, rupanya kamu hebat juga ya!" seloroh Danil membuyarkan lamunan Gala. Bocah lelaki yang sedang berada di depan ruang televisi itu menoleh sesaat ke arah barstool yang berada di dapur. Lelaki bertubuh jangkung itu sedang berdiri di depan pintu kulkas, seraya memperhatikannya sejak tadi."Aku yang membelanjakan semua barang-barang itu kemarin, Ayah!" jawab Gala atas pujian yang Danil lontarkan karena kepiawaiannya berbelanja kebutuhan sehari-hari. Gala sengaja memilih ruang televisi untuk menghabiskan waktu memikirkan perjalanan hidupnya. Agar Danil tidak menanyakan tentang apa yang sedang berada di dalam pikirannya. Lelaki bertubuh jagung itu pasti berpikir jika Gala sedang menghabiskan waktunya untuk
Pemilik bengkel itu memberikan alamat rumah bocah kecil bernama Dimas pada Hamzah. Segera Hamzah menuju rumah yang terletak cukup jauh dari pasar. Jalanan berlubang yang dipenuhi oleh genangan air setelah diguyur hujan deras membuat Hamzah harus pandai-pandai memilih jalanan. Agar sepatu hitam mengkilap yang ia kenakan tidak kotor, oleh percikan air kecoklatan itu. Jalanan sempit memaksa Hamzah harus meninggal mobilnya di ujung gang dan pergi berjalan kaki menuju rumah Dimas."Permisi, numpang tanya, kalau boleh tau rumah Dimas tukang semir sepatu itu ada di sebelah mana ya?" tanya Hamzah pada ibu-ibu yang sedang berkumpul. Daerah yang dipenuhi dengan rumah sewa membuat Hamzah kesulitan untuk menemukan rumah yang menjadi tempat tinggal Dimas."Oh, Dimas!" sahut seorang wanita berambut ikal yang Hamzah temui."Iya, Dimas," jawab Hamzah mengulangi kalimatnya. Takut jika wanita itu tidak paham dengan maksudnya."Dia tinggal di rumah yang ada di ujung sana, Pak. Pas dekat dengan kali." W
"Saya sudah menemukan Dimas dan dia mau melakukan apa yang Tuan inginkan. Untuk berpura-pura menjadi anak Tuan Wisnu." "Alhamdulillah!" seru Wisnu penuh syukur saat mendengar apa Hamzah katakan dari balik telepon. Tidak terasa sudut mata lelaki itupun basah karena terharu."Sekarang saya masih berada di rumah sakit. Adik Dimas masih membutuhkan perawatan untuk beberapa hari ke depan," jawab Hamzah di balik telepon."Baiklah, Hamzah. Cukupkan apa yang mereka butuhkan. Jika ada sesuatu yang penting katakanlah kepadaku. Berikan yang terbaik untuk mereka," balas Wisnu mematikan panggilannya secara sepihak. Segera ia mengusap sudut matanya yang basah. "Terima kasih ya Allah!" Wisnu menengadahkan wajahnya pada langit. Lalu mengusapnya penuh syukur.Senyuman lebar tersungging dari kedua sudut bibir Wisnu. Ia sangat senang sekali. Akhirnya ia menemukan seseorang yang mau menggantikan Akbar di dalam hidupnya. Setidaknya ia melakukan semua itu demi Asma. "Astaga, aku harus menjemput Asma!" W
Miss Sisi terkejut dengan jawaban Wisnu. Ia tidak menyangka jika Wisnu telah membohonginya. Harusnya Wisnu mengatakan dari awal tentang kenyataan bahwa putranya sudah meninggal, agar ia bisa mencari jalan keluar untuk memberikan konseling kejiwaan kepada Asma. Namun semua sudah terlambat. Asma berpikir jika putranya masih hidup. Sepanjang perjalanan Asma bercerita panjang lebar pada Wisnu. Sesekali ia melirik pada Mis Sisi yang duduk di bangku belakang Wisnu. Menceritakan hal yang mereka lakukan selama di pusat perbelanjaan."Mis, jika nanti anakku sudah kembali, Miss harus melihatnya," ucap Asma melemparkan senyuman pada wanita berambut kecoklatan yang duduk di bangku belakang. Mis Sisi mengiyakan dengan senyuman paksa.Wisnu memperhatikan wajah Miss Sisi dari kaca spion yang berada di atas kemudi. Tatapan lelaki itu nampak begitu ragu. Ia tau, jika Miss Sisi sedang berpura-pura bahagia."Iya Asma, aku pasti akan datang," balas Mis Sisi membalas tatapan Wisnu dari kaca spion yang ad
Sekalipun Bianca adalah seorang wanita penghibur tapi ia masih memiliki hati dan cinta dan cintanya hanya untuk Danil. Pertemuannya di tempat hiburan dengan CEO hebat itu mampu meluluhkan hati Bianca. Apalagi kekayaan Danil, membuat ambisi Bianca untuk mendapatkan hati Danil semakin besar. Namun, setelah kedatangan Natasya dalam hidup Danil, sikap lelaki itu seketika berubah pada Bianca.Senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Bianca. Netranya tertuju pada jalanan yang berada di depan mobil. Semangat pantang menyerah kembali berkobar di dalam dadanya. Untuk mendapatkan hati Danil."Akan aku buat kamu meninggalkan gadis sialan itu, Mas!" guman Bianca dengan tatapan penuh kebencian. Membayangkan jika Natasya berada di depan matanya.Mobil yang membawa Bianca telah tiba di kantor King Golden, perusahaan besar yang kini berada di dalam genggaman Danil. Perusahaan yang menduduki posisi teratas di seluruh Indonesia. Dengan penuh percaya diri Bianca melangkahkan kakinya menuju lobby per