Pemilik bengkel itu memberikan alamat rumah bocah kecil bernama Dimas pada Hamzah. Segera Hamzah menuju rumah yang terletak cukup jauh dari pasar. Jalanan berlubang yang dipenuhi oleh genangan air setelah diguyur hujan deras membuat Hamzah harus pandai-pandai memilih jalanan. Agar sepatu hitam mengkilap yang ia kenakan tidak kotor, oleh percikan air kecoklatan itu. Jalanan sempit memaksa Hamzah harus meninggal mobilnya di ujung gang dan pergi berjalan kaki menuju rumah Dimas."Permisi, numpang tanya, kalau boleh tau rumah Dimas tukang semir sepatu itu ada di sebelah mana ya?" tanya Hamzah pada ibu-ibu yang sedang berkumpul. Daerah yang dipenuhi dengan rumah sewa membuat Hamzah kesulitan untuk menemukan rumah yang menjadi tempat tinggal Dimas."Oh, Dimas!" sahut seorang wanita berambut ikal yang Hamzah temui."Iya, Dimas," jawab Hamzah mengulangi kalimatnya. Takut jika wanita itu tidak paham dengan maksudnya."Dia tinggal di rumah yang ada di ujung sana, Pak. Pas dekat dengan kali." W
"Saya sudah menemukan Dimas dan dia mau melakukan apa yang Tuan inginkan. Untuk berpura-pura menjadi anak Tuan Wisnu." "Alhamdulillah!" seru Wisnu penuh syukur saat mendengar apa Hamzah katakan dari balik telepon. Tidak terasa sudut mata lelaki itupun basah karena terharu."Sekarang saya masih berada di rumah sakit. Adik Dimas masih membutuhkan perawatan untuk beberapa hari ke depan," jawab Hamzah di balik telepon."Baiklah, Hamzah. Cukupkan apa yang mereka butuhkan. Jika ada sesuatu yang penting katakanlah kepadaku. Berikan yang terbaik untuk mereka," balas Wisnu mematikan panggilannya secara sepihak. Segera ia mengusap sudut matanya yang basah. "Terima kasih ya Allah!" Wisnu menengadahkan wajahnya pada langit. Lalu mengusapnya penuh syukur.Senyuman lebar tersungging dari kedua sudut bibir Wisnu. Ia sangat senang sekali. Akhirnya ia menemukan seseorang yang mau menggantikan Akbar di dalam hidupnya. Setidaknya ia melakukan semua itu demi Asma. "Astaga, aku harus menjemput Asma!" W
Miss Sisi terkejut dengan jawaban Wisnu. Ia tidak menyangka jika Wisnu telah membohonginya. Harusnya Wisnu mengatakan dari awal tentang kenyataan bahwa putranya sudah meninggal, agar ia bisa mencari jalan keluar untuk memberikan konseling kejiwaan kepada Asma. Namun semua sudah terlambat. Asma berpikir jika putranya masih hidup. Sepanjang perjalanan Asma bercerita panjang lebar pada Wisnu. Sesekali ia melirik pada Mis Sisi yang duduk di bangku belakang Wisnu. Menceritakan hal yang mereka lakukan selama di pusat perbelanjaan."Mis, jika nanti anakku sudah kembali, Miss harus melihatnya," ucap Asma melemparkan senyuman pada wanita berambut kecoklatan yang duduk di bangku belakang. Mis Sisi mengiyakan dengan senyuman paksa.Wisnu memperhatikan wajah Miss Sisi dari kaca spion yang berada di atas kemudi. Tatapan lelaki itu nampak begitu ragu. Ia tau, jika Miss Sisi sedang berpura-pura bahagia."Iya Asma, aku pasti akan datang," balas Mis Sisi membalas tatapan Wisnu dari kaca spion yang ad
Sekalipun Bianca adalah seorang wanita penghibur tapi ia masih memiliki hati dan cinta dan cintanya hanya untuk Danil. Pertemuannya di tempat hiburan dengan CEO hebat itu mampu meluluhkan hati Bianca. Apalagi kekayaan Danil, membuat ambisi Bianca untuk mendapatkan hati Danil semakin besar. Namun, setelah kedatangan Natasya dalam hidup Danil, sikap lelaki itu seketika berubah pada Bianca.Senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Bianca. Netranya tertuju pada jalanan yang berada di depan mobil. Semangat pantang menyerah kembali berkobar di dalam dadanya. Untuk mendapatkan hati Danil."Akan aku buat kamu meninggalkan gadis sialan itu, Mas!" guman Bianca dengan tatapan penuh kebencian. Membayangkan jika Natasya berada di depan matanya.Mobil yang membawa Bianca telah tiba di kantor King Golden, perusahaan besar yang kini berada di dalam genggaman Danil. Perusahaan yang menduduki posisi teratas di seluruh Indonesia. Dengan penuh percaya diri Bianca melangkahkan kakinya menuju lobby per
Sepanjang jalan Bianca merutuk kesal. Natasya yang sengaja memanas-manasi janda itu membuatnya benar-benar terbakar cemburu."Tidak bisa aku biarkan. Lihat saja, aku akan membalas sakit hati ini, dasar wanita matre!" umpat Bianca menghujani mobilnya dengan pukulan. Wanita yang sedang mengemudi itu nampak geram. Tiap kali bayangan' Natasya yang bermanja-manja pada Danil terekam dalam pandangannya.Seseorang tiba-tiba melintas di depan mobil Bianca. Wanita yang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi itu segera menginjak rem dan mobil pun berhenti mendadak.Decit ... Cit ...Tubuh Bianca terpelanting ke depan. Dadanya terasa sakit karena menabrak setir mobil. Beberapa saat Bianca hanya meringis menahan, sakit pada bagian dadanya. Sesekali ekor matanya melirik ke arah kaca depan mobil."Hah, kok hilang ...!" Kerongkongan Bianca tercekat. Ia tidak melihat apapun di depan mobilnya. Padahal ia yakin, dari kejauhan saat mobilnya melaju, ada seorang wanita bergamis besar yang melintas d
"Siapa?" Gerakan tangan Asma terhenti. Seseorang menutup kedua matanya. Seperti disengaja."Hay, ini siapa?" Asma perlahan memutar tubuhnya. Tapi pemilik tangan itu justru semakin erat menutupi kedua mata Asma dan mengikuti gerakan tubuh Asma."Ayo tebak!" Suara tidak asing itu mudah sekali untuk Asma ketahui. Senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Asma karena ia tau siapa pelaku yang sedang menggodanya. Kedua tangannya menyentuh tangan seseorang yang menutupi kedua matanya. Kulit yang begitu akrab dengan sentuhannya."Aku tau, ini pasti Abang, kan!" balas Asma. Wisnu melepaskan kedua tangannya. "Yah, aku ketahuan!" seloroh Wisnu tersenyum lebar. Ia menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di samping Asma. Menatap pada senyuman Asma yang belum memudar dari bibir merah mudanya."Kenapa kamu mudah sekali mengenaliku, As?" ucap Wisnu memasang wajah lesu. Seraya tersenyum menggoda. Lelaki itu sedang berpura-pura."Apakah karena bau badanku?" Wisnu mencium pada bagian ket
Wisnu menghela nafas lega. Akhirnya ia bisa membujuk Asma untuk tidak ikut menjemput Dimas di rumah Tuan Hamzah. Jika saja Asma terus memaksa, pasti semua rencana Wisnu akan berantakan.Kemarin Tuan Hamzah sudah menghubunginya, dan mengatakan jika Dimas dan adiknya sudah berada di Jakarta. "Kemana Tuan?" ucap lelaki yang duduk di bangku kemudi menyadarkan Wisnu dari lamunannya. Lelaki itu mengalihkan tatapannya dari kaca samping mobil pada Pak Sardi yang duduk di bangku kemudi.."Kita ke rumah Tuan Hamzah, Pak!" jawab Wisnu datar. "Oh, saya kira Tuan mau pergi ke kantor." Pak Sardi tersenyum kecil."Tidak Pak," balas Wisnu dengan senyuman yang sama. Ia kembali mengalihkan tatapannya pada kaca yang berada di samping mobil.Mobil yang Pak Sardi kendarai mulai masuk ke perumahan elit yang berada di daerah Jakarta Selasa. Perumahan berharga mahal berdiri megah di samping kiri dan kanan. Mobil yang membawa Wisnu berhenti di depan salah' satu rumah berlantai tiga yang ada di ujung jalan.
Semenjak kehadiran Dimas yang harus memerankan Akbar di rumah itu kebahagiaan Asma semakin lengkap. Bahkan Mis Sisi nampak takjub dengan perubahan pada kejiwaan Asma. Wanita itu seperti menemukan dirinya kembali."Ini sangat hebat sekali, Asma. Kamu seperti menemukan penyembuh dari luka panjang yang kamu derita," tutur Mis Sisi seraya menyunggingkan senyuman.Mendengar apa yang Mis Sisi katakan, wanita berkerudung hitam yang duduk di depannya tersenyum lebar. Ia tidak ingin merasakan kebahagiaannya sendiri, Asma menatap pada Wisnu yang sejak tadi juga melihat ke arahnya dengan bibir mengulas senyuman."Iya Mis, aku juga merasakan hal yang seperti itu. Aku lebih bersemangat menjalani hidup, dan sekarang aku merasa jika hidupku sudah sempurna. Akbarku yang hilang telah kembali lagi," tutur Asma mengalihkan tatapannya kepada Miss Sisi dengan senyuman hangat."Bagus Asma, anda adalah orang pilihan yang kuat. Kesulitan apapun yang terjadi saat ini, pasti karena Allah ingin memberikan kemud