"Siapa?" Gerakan tangan Asma terhenti. Seseorang menutup kedua matanya. Seperti disengaja."Hay, ini siapa?" Asma perlahan memutar tubuhnya. Tapi pemilik tangan itu justru semakin erat menutupi kedua mata Asma dan mengikuti gerakan tubuh Asma."Ayo tebak!" Suara tidak asing itu mudah sekali untuk Asma ketahui. Senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Asma karena ia tau siapa pelaku yang sedang menggodanya. Kedua tangannya menyentuh tangan seseorang yang menutupi kedua matanya. Kulit yang begitu akrab dengan sentuhannya."Aku tau, ini pasti Abang, kan!" balas Asma. Wisnu melepaskan kedua tangannya. "Yah, aku ketahuan!" seloroh Wisnu tersenyum lebar. Ia menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di samping Asma. Menatap pada senyuman Asma yang belum memudar dari bibir merah mudanya."Kenapa kamu mudah sekali mengenaliku, As?" ucap Wisnu memasang wajah lesu. Seraya tersenyum menggoda. Lelaki itu sedang berpura-pura."Apakah karena bau badanku?" Wisnu mencium pada bagian ket
Wisnu menghela nafas lega. Akhirnya ia bisa membujuk Asma untuk tidak ikut menjemput Dimas di rumah Tuan Hamzah. Jika saja Asma terus memaksa, pasti semua rencana Wisnu akan berantakan.Kemarin Tuan Hamzah sudah menghubunginya, dan mengatakan jika Dimas dan adiknya sudah berada di Jakarta. "Kemana Tuan?" ucap lelaki yang duduk di bangku kemudi menyadarkan Wisnu dari lamunannya. Lelaki itu mengalihkan tatapannya dari kaca samping mobil pada Pak Sardi yang duduk di bangku kemudi.."Kita ke rumah Tuan Hamzah, Pak!" jawab Wisnu datar. "Oh, saya kira Tuan mau pergi ke kantor." Pak Sardi tersenyum kecil."Tidak Pak," balas Wisnu dengan senyuman yang sama. Ia kembali mengalihkan tatapannya pada kaca yang berada di samping mobil.Mobil yang Pak Sardi kendarai mulai masuk ke perumahan elit yang berada di daerah Jakarta Selasa. Perumahan berharga mahal berdiri megah di samping kiri dan kanan. Mobil yang membawa Wisnu berhenti di depan salah' satu rumah berlantai tiga yang ada di ujung jalan.
Semenjak kehadiran Dimas yang harus memerankan Akbar di rumah itu kebahagiaan Asma semakin lengkap. Bahkan Mis Sisi nampak takjub dengan perubahan pada kejiwaan Asma. Wanita itu seperti menemukan dirinya kembali."Ini sangat hebat sekali, Asma. Kamu seperti menemukan penyembuh dari luka panjang yang kamu derita," tutur Mis Sisi seraya menyunggingkan senyuman.Mendengar apa yang Mis Sisi katakan, wanita berkerudung hitam yang duduk di depannya tersenyum lebar. Ia tidak ingin merasakan kebahagiaannya sendiri, Asma menatap pada Wisnu yang sejak tadi juga melihat ke arahnya dengan bibir mengulas senyuman."Iya Mis, aku juga merasakan hal yang seperti itu. Aku lebih bersemangat menjalani hidup, dan sekarang aku merasa jika hidupku sudah sempurna. Akbarku yang hilang telah kembali lagi," tutur Asma mengalihkan tatapannya kepada Miss Sisi dengan senyuman hangat."Bagus Asma, anda adalah orang pilihan yang kuat. Kesulitan apapun yang terjadi saat ini, pasti karena Allah ingin memberikan kemud
"Gila, Wisnu memang sudah benar-benar gila! Bisa-bisanya dia, menipu istrinya yang sudah gila itu!" Danil berdecak tidak percaya. Jika Wisnu kembali menipu istrinya. Ia pikir Asma menerima rujuk Wisnu karena gila. Ternyata ...Danil masih berada di dalam mobil. Hampir satu jam ia berada di dalam kuda besinya. Menatap ke arah pintu gerbang sekolah. Tempat Gala belajar dan juga Asma yang membawa putra palsunya masuk ke dalam sekolah. Hingga sosok wanita berkerudung itu muncul dari dalam pintu gerbang."Eh, tapi seru juga ya, jika suatu saat Asma mengetahui bahwa anak yang bersamanya bukanlah anak kandungnya," monolog Danil pada dirinya sendiri. "Ya, ini sebuah rencana yang besar yang bisa membuat hidup Wisnu kalang kabut." Danil menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kemenangan. Rencana buruk terekam dalam pikiran Danil._____Beberapa karyawan telah meninggalkan ruang meeting. Di dalam ruangan itu kini hanya ada Hamzah dan Wisnu yang masih duduk pada bangku meeting."Hamzah tunggu!" G
Bianca menghujani kemudi mobilnya dengan pukulan. Saat mobil Fortuner milik Wisnu pergi meninggalkan rumah tapi Danil belum tiba juga di rumah kost Natasya."Sial! Sial! Sial!" umpat Bianca kesal. "Kamu kemana saja Danil. Kenapa kamu lama sekali!" umpat Bianca meradang. "Jika begini, aku yang akan mamp*s!" Bianca panik. Dia tidak mau mengambil resiko. Segera Bianca meninggalkan rumah kost Natasya sebelum Danil datang dan marah besar kepadanya._____Danil berdetak kesal. Karena jalanan yang macet, ia harus terlambat tiba di rumah kost Natasya. Padahal ia sudah memacu mobilnya dengan kecepatan yang sangat tinggi sekali sejak meninggalkan kantornya. Tapi kini ia harus terjebak dalam kemacetan yang cukup panjang."Benar-benar ya!" umpat Danil meradang. Menghujani kemudi dengan pukulan. Mobilnya sama sekali tidak bergerak dari kemacetan."Sial! Sial sial!" rutuk Danil. "Lihat saja, kamu akan lihat apa yang akan aku lakukan jika kamu menghianati aku, Natasya!" cetus Danil dengan mata meng
Semua makanan sudah tersaji di atas meja makan. Saat lelaki yang mengenakan seragam kerja itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah."Bang, kok baru pulang?" seloroh Asma mengalihkan tatapannya pada Wisnu yang baru tiba. Di ruang makan sudah ada Akbar yang siap menyantap hidangan makan malam.Wisnu menghentikan langkah kakinya. Sekilas menatap pada Asma, ke arah pintu ruang makan yang berada dalam garis lurus ke arah anak tangga membuat Asma dapat dengan mudah melihat kedatangan Wisnu."Iya As, tadi jalanan macet" jawab Wisnu saat Asma berjalan menghampirinya yang hendak naik ke lantai atas.Asma hendak mengambil tas kerja yang berada di tangan bisa Wisnu. Tapi lelaki itu justru menjauhkannya."Biar aku bawa sendiri saja. Sekalian aku mau membersihkan diri," ucap Wisnu di sambut dengan anggukan lembut oleh Asma."Baiklah, aku tunggu Abang di ruang makan ya!" tutur Asma disambut dengan anggukan lembut oleh Wisnu. Lelaki pemilik lesung pipi itupun berjalan menaiki anak tangga menuj
Asma masih mematung setelah menutup pintu kamar. Degupan jantungnya berdebar kencang. Netranya menatap pada ranjang empuk yang siap menghangatkannya malam ini. Tubuhnya gemetar, takut jika Wisnu akan melakukan suatu kepadanya."As, kenapa?" Wisnu menoleh ke belakang punggungnya. Setelah menyadari jika Asma menghentikan langkah kakinya.Asma meringis. Ia semakin menggenggam erat kedua tangannya, dan meremas. "Ehm ...!" Asma tersenyum dengan pipi yang bersemu merah. Kehadiran Akbar di dalam hidupnya seperti mengembalikan gairah cintanya pada Wisnu. Tapi ia begitu ragu untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang isteri.Wisnu yang hampir sampai di dekat ranjang. Berjalan kembali menghampiri Asma yang masih berdiri di samping pintu. Dengan memasang wajah gugup."Kalau kamu tidak suka aku tidur di ranjang bersama kamu. Aku akan tidur di sofa saja," ucap Wisnu mengalihkan tatapannya pada bangku sofa yang berada di samping jendela kamar."Oh, tidak Bang, bukan begitu!" sahut Asma cepat, ser
Wanita bertubuh sintal itu berjalan mondar-mandir dengan wajah gelisah. Ia terus memikirkan cara untuk menunjuk keburukan Natasya pada Danil. Karena ia tidak rela jika Danil akan menikahi gadis yatim piatu itu.Suara dering ponsel mengalihkan tatapan Bianca pada benda pintar miliknya yang berada di atas meja kamar. Dengan langkah cepat ia berjalan menghampiri benda pintar itu. Netranya menatap sesaat pada layar ponsel yang berkedip."Akhirnya!" Bianca segera mengambil ponsel dan menekan tombol hijau pada layar. Lalu menempelkannya ke dekat telinga dengan cepat."Halo, Di, bagaimana? Kamu punya informasi apa?" cetus Bianca dengan nada memburui. Sejak tadi ia hanya menunggu informasi dari Diana, yang tidak lain' adalah Sekertaris Danil."Sepertinya kamu harus berhenti mengejar Tuan Danil, Bi!" lirih suara wanita yang berada di balik telepon. Mengisyaratkan jika suatu yang tidak Bianca inginkan akan ia sampaikan.Wajah Bianca mendadak berubah. "Kenapa? Memangnya ada apa?" sahut Bianca ce