Pukul sepuluh malam mobil yang Natasya kendarai tiba di Bandung. Udara dingin seketika memperangkap Natasya dan Wisnu yang baru turun dari atas mobil. Tulang-tulangnya terasa membeku."Nat, kenapa kita menginap di vila? Bukankah katamu, kita akan tinggal di hotel?" Wisnu menjatuhkan tatapan heran pada Natasya yang berjalan santai menuju vila berlantai dua di depannya.Gadis itu menoleh. "Rencananya menang seperti itu, Mas, tapi team management membatalkan itu semua. Jadi semua cast tidak mendapatkan fasilitas tempat tinggal seperti yang di janjikan," dusta Natasya."Apa?" Wisnu mengeryitkan dahi. Seperti tidak percaya. "Bagaimana bisa mereka membatalkan perjanjian secara sepihak seperti itu, Nat?" cebik Wisnu yang masih berdiri di samping mobil."Entahlah Mas, aku juga tidak paham!" Natasya mengendikan bahunya. "Mungkin karena mereka tidak memiliki biaya terlalu banyak untuk mengadakan perlombaan ini," tutur Natasya memasang wajah lugu.Wisnu mengangguk lembut dengan wajah mengerti. K
Seorang bocah lelaki dengan cepat menghampiri Asma. Ia melepaskan jaket yang ia kenakan. Lalu menutupi tubuh Asma dengan jaket itu. Sekuat tenaga, ia berusaha untuk mendekap tubuh Asma yang sudah jatuh di atas tanah."Tenang Bik, Tenang!" suara itu masuk dalam indra pendengaran Asma. Sama seperti ketika Hanum berusaha untuk menenangkannya setiap kali Asma mengalami hal yang sama."Tenang, semuanya akan baik-baik saja!" suara-suara itu memenuhi indra pendengaran Asma.Tubuh Asma masih bergetar hebat. Ketakutan dan kekhawatiran seolah membuatnya lepas kendali. Sepersekian detik bocah lelaki itu terus mendekap semakin erat tubuh Asma. Hingga lelaki berkumis tebal itu datang membelah kerumunan. "Ya Allah, Nyonya, ada apa ini?" Pak Sardi terkejut. Lelaki itu hendak menarik tubuh bocah kecil menjauh dari Asma. Dengan cepat, bocah kecil yang tidak lain adalah Gala menghalau langkah Pak Sardi. Memberikan isyarat agar Pak Sardi menghentikan langkah kakinya."Tenang Bik! Tenang. Percayalah sem
Wisnu terus berteriak. Sementara lelaki yang mengenakan jaket hitam yang mengambil dompetnya sudah berlari menjauh. Beberapa orang yang berada di pasar yang terbentang sepanjang jalan itu hanya menatap pada Wisnu. Meskipun sebagian ada yang membantu dengan mengejar pencopet yang berlari sangat kecang itu.Bruak! Bocah kecil penyemir sepatu yang melihat pencopet itu berlari berusaha untuk menghalaunya. Ia menghadang kaki pencopet yang tengah berlari itu dengan kakinya. Saat pencopet itu menabrak kaki bocah kecil itu, seketika tubuhnya terjerembab dan jatuh. Dengan cepat orang-orang yang sejak tadi mengejarnya pun segera menangkap pencopet itu. Meskipun pencopet itu berusaha untuk melakukan perlawanan. Tetapi banyaknya masa yang mengeroyok mampu menumbangkannya. Sementara anak kecil penyemir sepatu itu segera menyelamatkan dompet milik Wisnu.Nafas Wisnu hampir saja putus saat ia tiba. Pencopet itupun akhirnya dapat tertangkap dan segera diamankan oleh petugas keamanan yang berjaga di
"Sampau jumpa, Mas!" Natasya melambaikan tangannya kepada Wisnu yang berjalan masuk ke dalam pagar tinggi rumahnya. Wisnu membuang nafas berat. Ia sangat bersyukur sekali akhirnya bisa terlepas dari cengkraman gadis itu. Lelaki itu melangkahkan kakinya menyusuri jalanan setapak menuju rumah berlantai dua dengan cat berwarna abu-abu. Seorang wanita yang sedang sibuk merawat tanaman di depan halaman rumah mengalihkan tatapannya pada Wisnu yang berjalan. Rupanya suara derap langkah kaki Wisnu terdengar oleh telinganya."Abang!" ucap Asma mengukir senyuman hangat pada Wisnu. Ia meletakan cangkul kecil yang ia gunakan untuk menanam bunga dan segera mencuci kedua tangannya pada keran yang berada di samping taman."Siapa yang mengantarkan Abang?" celetuk Asma setelah mengecup punggung tangan Wisnu.Lelaki dengan setelan celana jeans itu terlihat bingung. Menatap ke arah pintu pagar yang telah Ia tutup kembali. Beruntungnya pintu pagar rumah itu cukup tinggi. Pasti Asma tidak dapat melihat s
Benak Gala masih dipenuhi dengan tanya. Bagaimana bisa Asma berada di Jakarta. Tapi ia tidak tau harus menanyakan perihal hal itu kepada siapa. Bocah lelaki itu hanya mampu memikirkan dan menerka-nerka. Namun tetap tidak menemukan jawaban dari semua tanya yang ada di dalam benaknya."Wah, rupanya kamu hebat juga ya!" seloroh Danil membuyarkan lamunan Gala. Bocah lelaki yang sedang berada di depan ruang televisi itu menoleh sesaat ke arah barstool yang berada di dapur. Lelaki bertubuh jangkung itu sedang berdiri di depan pintu kulkas, seraya memperhatikannya sejak tadi."Aku yang membelanjakan semua barang-barang itu kemarin, Ayah!" jawab Gala atas pujian yang Danil lontarkan karena kepiawaiannya berbelanja kebutuhan sehari-hari. Gala sengaja memilih ruang televisi untuk menghabiskan waktu memikirkan perjalanan hidupnya. Agar Danil tidak menanyakan tentang apa yang sedang berada di dalam pikirannya. Lelaki bertubuh jagung itu pasti berpikir jika Gala sedang menghabiskan waktunya untuk
Pemilik bengkel itu memberikan alamat rumah bocah kecil bernama Dimas pada Hamzah. Segera Hamzah menuju rumah yang terletak cukup jauh dari pasar. Jalanan berlubang yang dipenuhi oleh genangan air setelah diguyur hujan deras membuat Hamzah harus pandai-pandai memilih jalanan. Agar sepatu hitam mengkilap yang ia kenakan tidak kotor, oleh percikan air kecoklatan itu. Jalanan sempit memaksa Hamzah harus meninggal mobilnya di ujung gang dan pergi berjalan kaki menuju rumah Dimas."Permisi, numpang tanya, kalau boleh tau rumah Dimas tukang semir sepatu itu ada di sebelah mana ya?" tanya Hamzah pada ibu-ibu yang sedang berkumpul. Daerah yang dipenuhi dengan rumah sewa membuat Hamzah kesulitan untuk menemukan rumah yang menjadi tempat tinggal Dimas."Oh, Dimas!" sahut seorang wanita berambut ikal yang Hamzah temui."Iya, Dimas," jawab Hamzah mengulangi kalimatnya. Takut jika wanita itu tidak paham dengan maksudnya."Dia tinggal di rumah yang ada di ujung sana, Pak. Pas dekat dengan kali." W
"Saya sudah menemukan Dimas dan dia mau melakukan apa yang Tuan inginkan. Untuk berpura-pura menjadi anak Tuan Wisnu." "Alhamdulillah!" seru Wisnu penuh syukur saat mendengar apa Hamzah katakan dari balik telepon. Tidak terasa sudut mata lelaki itupun basah karena terharu."Sekarang saya masih berada di rumah sakit. Adik Dimas masih membutuhkan perawatan untuk beberapa hari ke depan," jawab Hamzah di balik telepon."Baiklah, Hamzah. Cukupkan apa yang mereka butuhkan. Jika ada sesuatu yang penting katakanlah kepadaku. Berikan yang terbaik untuk mereka," balas Wisnu mematikan panggilannya secara sepihak. Segera ia mengusap sudut matanya yang basah. "Terima kasih ya Allah!" Wisnu menengadahkan wajahnya pada langit. Lalu mengusapnya penuh syukur.Senyuman lebar tersungging dari kedua sudut bibir Wisnu. Ia sangat senang sekali. Akhirnya ia menemukan seseorang yang mau menggantikan Akbar di dalam hidupnya. Setidaknya ia melakukan semua itu demi Asma. "Astaga, aku harus menjemput Asma!" W
Miss Sisi terkejut dengan jawaban Wisnu. Ia tidak menyangka jika Wisnu telah membohonginya. Harusnya Wisnu mengatakan dari awal tentang kenyataan bahwa putranya sudah meninggal, agar ia bisa mencari jalan keluar untuk memberikan konseling kejiwaan kepada Asma. Namun semua sudah terlambat. Asma berpikir jika putranya masih hidup. Sepanjang perjalanan Asma bercerita panjang lebar pada Wisnu. Sesekali ia melirik pada Mis Sisi yang duduk di bangku belakang Wisnu. Menceritakan hal yang mereka lakukan selama di pusat perbelanjaan."Mis, jika nanti anakku sudah kembali, Miss harus melihatnya," ucap Asma melemparkan senyuman pada wanita berambut kecoklatan yang duduk di bangku belakang. Mis Sisi mengiyakan dengan senyuman paksa.Wisnu memperhatikan wajah Miss Sisi dari kaca spion yang berada di atas kemudi. Tatapan lelaki itu nampak begitu ragu. Ia tau, jika Miss Sisi sedang berpura-pura bahagia."Iya Asma, aku pasti akan datang," balas Mis Sisi membalas tatapan Wisnu dari kaca spion yang ad
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli