Ustaz Azhar perlahan menutup daun pintu kamar Asma. Diikuti oleh seorang lelaki bersorban putih yang berjalan di belakang punggungnya. "Bagaimana, Bang?" sergah Rani memburui yang sejak tadi menunggu di luar kamar. Ia mengikuti langkah Ustaz Azhar menuju ke ruang tamu. Lelaki bersorban putih itu menghempaskan tubuhnya duduk pada bangku kayu yang berada di ruang tamu. Di sampingnya ada Ustaz Azhar dan juga Rani yang duduk saling bersebelahan. "Ustazah Asma tidak mengalami gangguan jin. Tetapi lebih karena beban pikirannya dan yang bisa menyembuhkan hanya diri beliau sendiri," tutur Kiai yang baru saja meruqyah Asma.Rani tertunduk lesu, beberapa saat ia tenggelam dalam pikirannya. Ustaz Azhar menoleh sekilas kepada Rani lalu mengalihkan tatapannya kembali kepada lelaki bersorban yang duduk di sampingnya."Lalu apa yang harus kita lakukan, Abah Yai?" ucap Ustaz Azhar dengan wajah memelas."Perbanyaklah berdoa dan cobalah kalian bawa Asma ke psikiater. Siapa tau, ustadzah Asma bisa s
Beberapa alat medis masih menempel pada tubuh Tuan Sangir. Seperti apa yang Dokter katakan sebelumnya, lelaki yang tidak lagi muda itu akan mengalami kelumpuhan pada tubuhnya. Ia masih bisa mendengar dan melihat, tapi tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali.Sudah hampir satu minggu Tuan Sangir berada di rumah. Setelah menjalani perawatan hampir satu bulan di rumah sakit. Harapan lelaki itu bisa kembali seperti semula, atau setidaknya bicara dan memberikan sedikit respon itulah yang membuat Wisnu memaksa Dokter membiarkan beberapa alat medis tetap ada pada tubuh Tuan Sangir. "Tuan besar sudah tidak membutuhkan semua ini, Tuan Wisnu!" ucap Hamzah menyadarkan Wisnu dari lamunannya. Sepanjang hari, setelah pulang dari kantor Wisnu akan melihat keadaan Tuan Sangir yang hanya terbaring di atas ranjang sepanjang hari.Lelaki yang sejak tadi berdiri menatap pada Tuan Sangir yang sedang tertidur itupun tersadar."Tapi aku masih berharap ada sedikit perkembangan pada Ayah," lirih Wisnu t
Wisnu terkejut mendengar apa yang baru saja Danil katakan. Kedua matanya membulat penuh, dengan wajah menegang."Apa yang salah, Danil?" cetus Wisnu menjatuhkan tatapan heran pada Danil."Sepertinya aku harus mundur dari perusahaan ini, Wisnu," keluh Danil. "Hutang-hutang perusahan yang sangat banyak tidak mungkin bisa menyelamatkan perusahaan ini lagi," tutur Danil menjatuhkan tatapan lekat pada Wisnu.Wisnu mendengus berat. Ia semakin kebingungan jika Daniel benar-benar akan hengkang dari perusahaan Tuan Sangir. Selain cerdas, Danil juga termasuk orang yang sangat berpengaruh sekali pada perusahaan Tuan Sangir dirinya selama ini. Bahkan Danil tau betul dengan keadaan perusahaan."Ayolah Danil jangan seperti itu!" lirih Wisnu. "Lihatlah ayahku! Apakah kamu tidak kasihan dengannya? Dia harus mengalami kelumpuhan saat tau jika semua usahanya hancur seperti ini," mohon Wisnu. "Bukankah kita adalah saudara yang harus saling tolong menolong." Wisnu menatap lekat pada Danil.Danil membalas
10 Tahun kemudian.Nada akhirnya bisa terbiasa hidup di daerah pedalaman. Sesuatu yang selama ini ia anggap sulit, kini menjadi hal yang sangat biasa saja untuk Nada. Meskipun di perkebunan itu hanya ada kediamannya dan Paman Tek, lelaki yang selama ini membantu Nada dan Tuan Seno selama mereka tinggal di sana. Tidak hanya itu Nada juga telah berhasil mendidik bocah lelaki bernama Gala yang kini telah duduk di bangku kelas 2 menengah atas. Tapi bukan disekolah umum seperti anak-anak pada umumnya. Melainkan homeschooling seperti apa yang Tuan Seno janjikan dulu. Meskipun Gala hanya bersekolah di rumah, tapi bocah lelaki itu sangat pandai sekali. Karena ia dididik langsung oleh guru-guru hebat pilihan Tuan Seno. Kecerdasan dan ketangkasan Gala membuat Tuan Seno semakin menyayanginya.Sejak tadi Tuan Seno mencari keberadaan Gala. Bocah lelaki itu tiba-tiba saja menghilang dari rumah. Biasanya di pagi seperti ini Gala akan menghabiskan waktunya di depan layar televisi."Kakek, sedang apa
Ketakutan semakin memenuhi benak Nada. Rasa kantuk yang sempat datang menyergap, kini tiba-tiba saja hilang dan musnah. Ia hampir dibuat gila. Apa yang ia takutkan selama ini sudah ada di depan mata. Wisnu telah bangkit dari keterpurukan. Ia menjelma menjadi seorang pengusaha yang sukses. Bahkan beberapa usahanya mulai merambah sektor-sektor penting di negara ini. Tidak memungkinkan, Jika Wisnu suatu saat nanti bisa mengembangkan perusahaannya hingga ke kancah luar negeri.Iklan yang baru saja Nada lihat seperti memaju detak jantungnya lebih cepat. Ia segera menutup laptop yang telah mati dan mematikan sambungan wi-fi yang terhubung di rumahnya. Beberapa saat ia mengatur nafasnya yang hampir terputus."Gala tidak boleh mengetahui hal ini. Tidak boleh!" guman Nada penuh dengan ketakutan. Degupan jantungnya bertalu-talu. Beberapa kali Nada menghela nafas panjang. Mencoba menenangkan gemuruh yang memenuhi dadanya."Tenang Nada, tenang! Percayalah semuanya akan baik-baik saja. Kakek past
Matahari telah meninggi. Aroma masakan menyeruak memenuhi dapur di rumah panggung tempat Nada kini sedang berkutat. Sesekali Nada melirik kepada jam dinding yang menempel pada dinding ruang televisi. Kebetulan dapur dengan ruang televisi itu hanya dibatasi oleh dinding penyekat yang terbuat dari kayu. Waktu sudah menunjukkan tujuh pagi. Tapi bocah lelaki yang sejak tadi Nada tunggu tidak kunjung juga kembali ke rumah."Apakah Gala belum bangun? Atau dia lupa jika hari ini ada kelas," monolog Nada pada dirinya sendiri. Ia segera menyelesaikan kegiatannya. Menata piring-piring di atas meja makan. Setelah selesai, Wanita itu bergegas berjalan keluar dari dapur. Namun langkahnya terhenti saat melewati ruang televisi. Siaran berita yang sedang berlangsung, cukup menarik perhatian Nada."Pagi ini CEO Perusahaan Wisnu Hutama akan melakukan sebuah proyek besar di daerah pusat kota. Beberapa proyek barunya akan membuka seribu lebih lowongan pekerjaan untuk masyarakat pribumi dan hal itu sanga
Mobil yang Nada kendarai bersama dengan lelaki bernama Tagor itu akhirnya tiba di pusat kota. Keadaan pasar memang sangat ramai sekali, sepertinya sedang ada acara yang berlangsung di sana. Sepanjang mata memandang ia tidak melihat mobil yang Paman Tek bawa. Wanita yang berada di dalam mobil Jeeb berwarna biru tua itupun semakin gusar."Bagaimana bisa kita menemukan Gala di sini, Tagor!" keluh Nada dengan wajah kacau. Netranya menatap ke sekeliling pasar. Ribuan orang berkumpul di bazar pasar murah yang sedang berlangsung.Lelaki bertubuh gempal itu terdiam untuk sesaat. Ia menjatuhkan tatapan yang sama seperti Nada. Wajahnya nampak berpikir keras."Kita coba saja mencari Mina dan Tek, siapa tahu Gala sedang bersama mereka," jawab Tagor mengalihkan tatapannya kepada Nada. Wanita yang saat ini dilanda kegusaran yang hebat.Wanita berkerudung merah muda itu mengangguk mantap. "Hubungi aku jika kamu menemukan Gala!" ucap Nada penuh penekanan. Tagor mengangguk mantap dan segera turun dari
Sepanjang perjalanan Nada terdiam memasang wajah kesal. Bocah lelaki yang duduk pada bangku di belakang kemudi memilih untuk bungkam dengan wajah takut. Ia tau, pasti setelah ini wanita yang duduk di samping Tagor itu akan marah besar kepadanya atas tindakannya yang diam-diam mengikuti Bik Mina dan Paman Tek pergi ke kota."Gala, apakah kamu sudah makan?" celetuk Tagor memecah keheningan yang tercipta. Lelaki bertubuh gempal yang dipenuhi otot itu menatap iba pada Gala dari kaca yang berada di atas kemudi.Dengan cepat bocah lelaki berkaos putih itu mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk. "Su-sudah Paman!" balas Gala cepat.Kruk ... Kruk ...Bunyi keroncongan perut Gala cukup memberikan jawaban atas kebohongan bocah lelaki itu. Wajah Gala tercekat, satu tangannya memegang perutnya. Ia nampak kesal, karena perutnya yang telah berbunyi tidak tepat pada waktunya.Nada membuang nafas berat. Kediamannya meredam amarah, menjadi sebuah rasa bersalah. Ia tidak bisa membayangkan bagaima
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli