Ketika Garvin masuk ke cafe Marsya. Dia merasa senang karena akan bertemu kembali dengan Marsya. Walaupun dia sudah ditolak, tetapi dia masih akan tetap mengejar cinta Masya. Namun, ketika Garvin akan mencari tempat duduk. Dia melihat Marsya sedang bersama Reval. Hatinya tiba-tiba panas melihat Marsya sedang menemani Reval.Garvin menyungginggkan senyumnya sambil melihat ke arah Marsya dan Reval. Dia langsung berjalan cepat menghampiri mereka. "Aku keduluan nih, datangnya. Ternyata ada yang sudah mendahului makan siang aku." Garvin langsung menarik kursi lalu duduk.Marsya yang melihat kedatangan Garvin tiba-tiba merasa kaget. "Mr. Garvin!" "Kenapa memangnya kalau aku duluan? Tidak ada yang melarang, 'kan?" ketus Reval. Garvin tertawa mencibir setelah mendengar ucapan Reval. "Memang tidak ada yang memaksa. Ya, tumben-tumbenan saja kamu datang ke sini." Marsya menoleh ke arah kanan, dia lalu memberi kode agar pelayan menghampirinya. "Oh, iya, Mr. Garvin silakan mau pesan apa?" tany
"Apa? Bapak apaan, sih? Marsya tidak mau!" Marsya bangun dari duduknya dengan sangat kesal. Pak Bowo kemudian menarik Marsya kembali agar duduk di sofa. "Dasar anak tidak sopan! Bapakmu belum selesai bicara. Dengarkan Bapak dulu!" Pak Bowo menatap tajam wajah Marsya dengan penuh emosi. Dada Marsya kembang kempis ketika dirinya disuruh berhenti bekerja dan dimarahi oleh Pak Bowo. "Pokoknya kamu berhenti kerja di cafe. Kamu ikut kerja sama Bapak!" Pak Bowo tetap memaksa Marsya. "Marsya tidak mau! Kenapa, Bapak selalu memaksa Marsya. Pokoknya Marsya akan tetap kerja di cafe, titik!" Marsya tetap pada pendiriannya. Hatinya tiba-tiba sakit karena sang ayah angkat selalu memaksa kehendaknya sendiri. "Kamu berani menolak, hah! Ingat kamu bukan istri dari tuan Reval lagi. Jadi mulai sekarang Bapak yang mengatur hidup kamu!" perintah Pak Bowo sambil menatap tajam Marsya. Marsya menggelengkan kepalanya sambil melihat Pak Bowo. "Aku b
Akhirnya, Marsya pun dibuat bingung. Bagaimana harus menolak keinginan sang bapak. "Mudah-mudahan Bapak kamu mikir lagi. Masa tega bapak sendiri kaya begitu," harap Cindy. "Ya, memang tega. Dia, 'kan bukan bapak kandungku," timpal Marsya, "Kamu tahu sendiri bapak sudah ngejual aku demi hutang sama Reval dan sekarang dia mau jadikan aku ...," keluh Marsya lalu tidak melanjutkan kata-katanya. "Sabar ya mudah-mudahan ada solusinya. Bapak kamu juga tambah ke sini bukan tambah mikir. Eh, masih saja kaya begitu." Cindy geleng-geleng kepala. "Iya, Cindy bingung aku sama bapakku."***Pak Bowo dan pemilik rumah bordir sedang berbincang di ruangan private. Mereka ditemani dua wanita cantik dan seksi. "Bagaimana, Bowo? Kamu bilang anakmu mau dipekerjakan di sini? Mana sampai sekarang, anakmu belum dibawa ke sini?" tanya lelaki berkumis kepada Pak Bowo lalu menghisap rokok. "Sabar dulu saja, aku sedang merayunya. Kam
Lagi-lagi Marsya menyebut nama sang mantan suami. Yang terlintas dalam pikirannya hanyalah sang mantan suami. Dia pun tiba-tiba mengingat Reval ketika dia selalu dilindungi oleh Reval jika sang ayah angkat selalu marah dan meminta uang. "Reval, kenapa aku selalu mengingatmu? Sekarang siapa yang akan melindungiku? Kamu yang selalu menjaga aku dan ... kamu selalu khawatir jika aku bertemu bapak. Justru sekarang aku malah kembali lagi sama bapak. Ternyata bapak belum berubah. Bapak mau menjadikan aku wanita malam. Aku tidak mau ... aku tidak mau Reval, aku mohon tolong aku." Marsya berucap sambil menangis sesenggukan dan membayangkan wajah Reval.***Sementara di kamar Bu Tasya. Bu Tasya tidak bisa keluar kamar karena sang suami mengunci pintu dari luar kamar. Pak Bowo sengaja mengunci pintu kamar agar Bu Tasya tidak ikut campur. "Bapak apakan anak kita? Bapak jangan macam-macam sama Marsya! Kasihan Marsya, Pak." Bu Tasya memelas kepada Pak Bowo s
Marsya tidak menyangka bahwa Reval ternyata sedang mengkhawatirkannya. "Apa aku harus benar-benar meminta bantuan Reval? Tapi ... aku, 'kan bukan siapa-siapa Reval lagi." Marsya bermonolog sambil memperhatikan layar ponsel, dia kemudian membalas pesan kepada Reval.[ Terima kasih Reval kamu sudah memperhatikanku. Aku baik-baik saja, aku tidak apa-apa. Kenapa kamu bisa berpikiran kalau aku tidak baik-baik saja? ]Marsya kemudian mengirim pesan tersebut kepada Reval. "Tapi aku bingung bagaimana nanti malam? Aku harus punya alasan tepat untuk menolaknya. Tapi gimana caranya?" monolog Marsya lalu berpikir, "Cindy! Aku harus minta bantuan Cindy." Marsya bangun dari duduknya lalu bergegas akan keluar ruangan. Namun, ketika Marsya akan membuka pintu. Ada bunyi pesan di ponsel yang masih dia pegang di tangannya. Dia kemudian membuka pesan tersebut dan Reval ternyata membalas pesan Marsya. Marsya kemudian membaca pesan dari sang mantan suami. [ Syukur
Marsya membelalakkan matanya ketika sang mantan suami ingin mengajaknya kembali bersama. Lidahnya seakan kelu. dia bingung harus menjawab apa. Sama sekali tidak terpikirkan olehnya jika Reval akan menyatakan hal demikian. Reval menatap Marsya. "Kenapa kamu diam saja? Kamu tahu, 'kan aku memang tidak mau berpisah denganmu. Aku tidak rela kamu dimiliki oleh orang lain. Apa lagi yang mendekatimu adalah Garvin, aku lebih tidak rela, Marsya," ungkap Reval. Marsya masih menatap sang mantan suami. Tidak bisa dia pungkiri debaran di dadanya masih sama sampai saat ini hanya untuk Reval. Reval tersenyum sambil melihat sang mantan istri. "Sudah kamu tidak usah menjawab kalau masih bingung dengan isi hatimu. Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja. Kamu tahu, Marsya? Aku senang karena kamu sudah tidak menghindar dan tidak membenciku lagi. Hatiku pun lega karena aku sudah bisa mengungkapkan semuanya sama kamu.""Iya, Reval. Maafkan aku kalau aku belum
Keesokan hari, Marsya dan Cindy sudah berada di meja makan. "Kamu yakin, Marsya?" tanya Cindy sambil mengaduk nasi goreng. "Iya, Cindy mau gimana lagi. Aku takut banget kalau harus ikut kerja sama bapak," jawab Marsya, "Kamu ambil cuti saja, ini benar-benar darurat aku bisa saja sih, pergi sendiri. Tapi bapak pasti mencariku. Kalau sama kamu, 'kan ada alasan lagi? Bilang saja teman-teman ngajak jalan ke Bandung," lanjut Marsya. "Kalau aku sih, senang-senang saja ambil cuti jalan-jalan ke Bandung. Kapan lagi coba?" ucap Cindy. "Iya, sekalian kita refreshing," timpal Marsya. "Oke deh."***"Macam-macam saja ini anak. Awas saja kalau sampai bohong, malah mau ke Bandung sama teman-teman sekolahnya," gerutu Pak Bowo yang sedang duduk di kursi depan rumah. "Sudahlah, Pak biarkan saja. Lagian, 'kan mereka jarang bertemu. Marsya butuh rerfreshing, butuh jalan-jalan," kata Bu Tasya. "Bapak nanti mau ke te
Marsya bingung harus menjawab apa setelah mendengar ucapan sang mantan suami. "Sebenarnya aku ingin minta tolong sama kamu, tetapi apa pantas? Aku juga tidak mau merepotkanmu." Marsya terdiam sambil berbicara dalam hati. Cindy yang sedang duduk di belakang memperhatikan Marsya yang sedang duduk di depan. "Si Marsya kenapa diam? Malah melamun lagi ini bocah," batin Cindy merasa geregetan. Reval menoleh ke arah Marsya. "Marsya kenapa kamu diam?" tanya Reval lalu kembali fokus menyetir."Iya, Reval maafkan aku. Aku malah melamun." Marsya menoleh ke arah Reval."Aku perhatikan kamu sering banyak melamun. Ada apa? Sudah kamu cerita saja sama aku jangan sungkan-sungkan," perintah Reval. "Aku tidak apa-apa kok, Reval," ucap Marsya lalu tersenyum. "Yakin kamu? Kamu jangan bohong, Marsya, aku tahu ada yang kamu sembunyikan. Ada masalah apa?" tanya Reval. "Tidak ada apa-apa, Reval. Benaran kok. Ya, aku cuma tidak enak saja sa