Sebelum Prilly berhasil memeluknya Javas segera mengantisipasi dengan mengangkat tangan.“Jav, kamu kok gitu? Aku kan kangen.” Perempuan itu mengerucutkan mulut karena Javas menolak.“Yang mau kamu peluk ini suami orang, Pril. Dan kamu juga nggak pantas kangen sama suami orang.”Sikap tegas Javas membuat Prilly bertambah kecewa. Ia tidak menduga jika Javas akan berubah secepat ini.Rosella ikut menghela napas melihat sikap yang ditunjukkan sang putra.“Kamu kenapa masih di sini?” Pertanyaan itu Javas tujukan untuk mantan kekasihnya.“Aku nggak bisa tidur, Jav.”“Bukan itu maksudku. Tapi kenapa kamu masih tinggal di sini? Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi dan kamu udah nggak pantas tinggal di sini.”Mata perempuan itu melebar untuk kemudian menjadi sendu. Prilly menunjukkan wajah sedihnya agar Javas jatuh iba padanya.“Jadi kamu mengusirku, Jav? Jadi kamu benar-benar menganggapku seperti sampah sekarang?”“Bukan begitu, tapi hubungan di antara kita sudah selesai, Pril. Aku ber
“Hati-hati, Yang …” Javas mengusap pelan lengan Zoia sebelum istrinya itu pergi.Zoia melangkah kecil. Ia merasakan tatapan teman-teman Javas lekat di punggungnya. Pasti setelah ini Zoia akan menjadi bahan empuk pembahasan mereka. Dan Zoia tidak tahu apa yang akan dikatakan Javas pada teman-temannya mengenai dirinya.Menjauh dari keramaian, Zoia berdiri di pinggir kolam renang tanpa tahu harus melakukan apa. Sebenarnya Zoia tidak ingin buang air kecil. Ia hanya merasa tidak nyaman berada di antara teman-teman suaminya. Walau Javas tadi sudah mengingatkan saat di rumah, Zoia pikir Javas hanya bergurau mengenai teman-temannya yang konyol.Melirik ke arah meja tempat Javas dan teman-temannya berkumpul, Zoia melihat sekelompok lelaki itu ketawa-ketiwi.Setiap orang memang punya masa lalu, termasuk Javas. Tapi celetukan teman-teman suaminya tadi membuatnya syok. Cewek-cewek yang pernah lo tidurin ... Sekretaris plus-plus ...Bukannya tidak tahu, Zoia sangat paham itu artinya apa.Wajah
Javas mendorong Prilly darinya ketika menyadari keberadaan Zoia di dekat mereka. Ia tidak tahu entah sejak kapan istrinya itu berada di sana. Untuk kali ini Javas berharap semoga Zoia sudah sejak tadi mendengar semua percakapannya dengan Prilly agar istrinya itu tidak salah mengerti. Javas ingin Zoia tahu dengan sesungguhnya bahwa ia betul-betul sudah membuang perempuan lain jauh-jauh dari hidupnya.“Kamu kasar banget, Jav! Kamu sudah berubah!” Prilly hampir saja terjengkang ke belakang karena Javas mendorongnya dengan kuat. Perempuan itu masih ingin mengomel panjang, namun Javas menyadarkannya bahwa ada orang lain di sekitar mereka.“Zoi, kamu sudah lama?” tanya Javas casual meski ia khawatir Zoia akan salah paham mengenai pelukannya dan Prilly tadi.Zoia membalas pertanyaan suaminya dengan tatapan datar. Dan itu membuat Javas merasa tidak tenang. Sedangkan Prilly menyimpan senyum di bibirnya. Ia yakin kali ini berhasil mengacaukan hubungan Javas dan Zoia.“Zoi, aku—” Kalimat Javas m
“Yuk bisa yuk, ngomong sekarang mumpung aku belum ngantuk.” Javas mengelus pipi Zoia agar segera mengatakannya.Istrinya itu tidak langsung bicara. Zoia mengambil napas dalam, mengumpulkan kekuatan untuk bicara. Ia tahu mungkin jawaban yang akan didengarnya akan membuatnya sakit. Namun ia hanya ingin tahu dan membuat puas dirinya sendiri.“Zoiang … kenapa masih bengong?” tegur Javas lagi. "Ayo dong ngomong."“Sebelum Prilly, ada siapa lagi dalam hidup kamu? Udah berapa perempuan yang kamu tiduri? Berapa puluh? Berapa ratus?”Javas sontak membisu. Ia tidak menyangka jika inilah yang membuat Zoia bad mood.“Kamu nanyanya kok gitu sih, Yang? Emangnya aku laki-laki murahan apa?” Javas mencoba tertawa mengajak Zoia becanda. Tapi ternyata respon sang istri tidak seperti yang diharapkannya. Zoia tidak terpengaruh oleh gurauan Javas.‘Dia kenapa sih? Kok jadi aneh gini?’ tanya Javas membatin.Diamnya sang suami membuat Zoia jadi berpikir bahwa Javas keberatan atas pertanyaannya. Dan itu kian
Kinar tersenyum gugup oleh cara Zoia memandangnya. Tapi ia tidak bisa mengartikan makna tatapan Zoia.“Pak Javas minta dipesankan makanan untuk makan siang, Bu,” lapornya memberitahu.Zoia mengangguk singkat. Ia tahu itu merupakan salah satu tugas Kinar. Wajar jika Javas menyuruhnya. Yang mengganggu pikiran Zoia adalah cara berbicara Kinar pada Javas. Kesannya centil dan menggoda. Tidak bisakah perempuan itu bersikap sewajarnya? Dan Zoia penasaran apa yang dikatakan Javas pada perempuan itu.“Selain pesan makanan, suami saya meminta apa lagi?” tanya Zoia mulai menyelidik.“Tadi Pak Javas cuma minta pesan makanan, Bu, nggak ada yang lain,” jawab Kinar.“Maksud saya, bukan tadi, tapi biasanya.”Kinar mengernyitkan dahi. Mencoba mencerna apa yang dimaksudkan oleh istri atasannya. “Maksud Bu Zoia gimana?”“Job desc kamu sebagai sekretatis suami saya apa saja?” Zoia memperjelas lantas mengunci Kinar dengan matanya.Lalu Kinar menjelaskan dengan detail apa saja tugas serta tanggung jawabnya
Pesawat yang membawa Javas dan Zoia baru saja mendarat dengan selamat. Setelah penerbangan panjang akhirnya mereka tiba di Berlin dalam rangka mengisi momen bulan madu yang sebelumnya masih sebatas wacana.Javas dan Zoia menjatuhkan pilihan pada negara Jerman setelah mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya adalah karena Javas sekalian ingin bertemu dengan mitra kerjanya di sana.“Capek banget …” Gumaman meluncur keluar dari bibir Zoia begitu merebahkan tubuh ke kasur di kamar hotel.“Mau kubikin capek lagi?” Javas yang juga berbaring di sebelahnya mengangkat alis menggoda Zoia yang langsung mendapat balasan cubitan di lengannya.Pria itu terkekeh pelan sembari mengingat perjuangannya agar sampai ke tempat ini. Sempat ada drama dengan pihak kedutaan saat Javas mengurus visa Schengen untuk Zoia. Sedangkan visa Javas sudah ada sebelumnya. Tapi syukurlah semua teratasi.“Zoiang, tidur bentar yuk, nanti baru jalan-jalan.” Javas mengajak Zoia untuk memejamkan mata.“Kepalaku pusing, Jav
Javas kembali ke kamarnya setelah berterima kasih pada Venna. Ia dilepas oleh senyum manis perempuan itu.Shit! Kenapa perasaannya jadi aneh begini?Nope. Ini bukan tentang cinta lama yang bersemi kembali. Ini hanya luapan rasa karena bertemu kembali dengan orang yang pernah sangat berarti di hatinya.Tiba di kamar, ia mendapati Zoia masih berbaring di tempat yang sama. Muka istrinya itu masih selesu tadi.“Kenapa cepat? Kamu dapat obatnya di mana?” Zoia memandang heran pada suaminya.“Memangnya mau berapa lama?” Javas menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.“Aku kan cuma nanya. Aku pikir tokonya jauh.”“Aku nggak ke toko tapi tadi obatnya dapat di bawah.” Javas tidak berbohong kan? Ia tidak pergi ke toko dan dapat obat itu setelah bertemu dengan Venna di lantai dasar.Zoia tidak bertanya lagi. Ia pikir petugas hotellah yang memberi obat itu pada Javas. Menjeda obrolan mereka untuk sesaat, Javas menyiapkan obat untuk Zoia serta air mineral. Javas memastikan bahwa butiran pil itu lolos
Javas tidak langsung menjawab pertanyaan Zoia. Sebuah dialog dengan Kinar tempo hari terngiang dengan jelas di telinganya.“Pak Javas, boleh saya tanya sesuatu?” tanya sang sekretaris saat melihat Javas sedang senggang.“Mau tanya apa? Mau tanya kapan naik gaji?” balas Javas asal.“Bukan, Pak. Tapi kalau boleh saya tahu bagaimana hubungan Bapak dengan ibu Zoia?” tanya Kinar hati-hati.Javas yang tadi mendengarkan pertanyaan Kinar sambil memainkan ponsel mengalihkan perhatiannya dari layar gawai pada perempuan itu.“Maksud kamu apa nanya begitu?” ujarnya tidak suka. Kinar semakin lama bertambah kelewatan. Javas tidak suka urusan pribadinya dicampuri.“Bapak jangan marah dulu. Saya nanya begini karena mau bilang sesuatu dan ini penting, Pak.”“Kalau memang ada yang penting langsung saja bicara, nggak usah mutar-mutar dulu.”“Tapi Bapak janji jangan kasih tahu Bu Zoia kalau saya bilang rahasia ini ke Bapak.” Kinar berucap bimbang.“Rahasia? Rahasia apa, Kin?” Alis laki-laki itu menukik t