“Yuk bisa yuk, ngomong sekarang mumpung aku belum ngantuk.” Javas mengelus pipi Zoia agar segera mengatakannya.Istrinya itu tidak langsung bicara. Zoia mengambil napas dalam, mengumpulkan kekuatan untuk bicara. Ia tahu mungkin jawaban yang akan didengarnya akan membuatnya sakit. Namun ia hanya ingin tahu dan membuat puas dirinya sendiri.“Zoiang … kenapa masih bengong?” tegur Javas lagi. "Ayo dong ngomong."“Sebelum Prilly, ada siapa lagi dalam hidup kamu? Udah berapa perempuan yang kamu tiduri? Berapa puluh? Berapa ratus?”Javas sontak membisu. Ia tidak menyangka jika inilah yang membuat Zoia bad mood.“Kamu nanyanya kok gitu sih, Yang? Emangnya aku laki-laki murahan apa?” Javas mencoba tertawa mengajak Zoia becanda. Tapi ternyata respon sang istri tidak seperti yang diharapkannya. Zoia tidak terpengaruh oleh gurauan Javas.‘Dia kenapa sih? Kok jadi aneh gini?’ tanya Javas membatin.Diamnya sang suami membuat Zoia jadi berpikir bahwa Javas keberatan atas pertanyaannya. Dan itu kian
Kinar tersenyum gugup oleh cara Zoia memandangnya. Tapi ia tidak bisa mengartikan makna tatapan Zoia.“Pak Javas minta dipesankan makanan untuk makan siang, Bu,” lapornya memberitahu.Zoia mengangguk singkat. Ia tahu itu merupakan salah satu tugas Kinar. Wajar jika Javas menyuruhnya. Yang mengganggu pikiran Zoia adalah cara berbicara Kinar pada Javas. Kesannya centil dan menggoda. Tidak bisakah perempuan itu bersikap sewajarnya? Dan Zoia penasaran apa yang dikatakan Javas pada perempuan itu.“Selain pesan makanan, suami saya meminta apa lagi?” tanya Zoia mulai menyelidik.“Tadi Pak Javas cuma minta pesan makanan, Bu, nggak ada yang lain,” jawab Kinar.“Maksud saya, bukan tadi, tapi biasanya.”Kinar mengernyitkan dahi. Mencoba mencerna apa yang dimaksudkan oleh istri atasannya. “Maksud Bu Zoia gimana?”“Job desc kamu sebagai sekretatis suami saya apa saja?” Zoia memperjelas lantas mengunci Kinar dengan matanya.Lalu Kinar menjelaskan dengan detail apa saja tugas serta tanggung jawabnya
Pesawat yang membawa Javas dan Zoia baru saja mendarat dengan selamat. Setelah penerbangan panjang akhirnya mereka tiba di Berlin dalam rangka mengisi momen bulan madu yang sebelumnya masih sebatas wacana.Javas dan Zoia menjatuhkan pilihan pada negara Jerman setelah mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya adalah karena Javas sekalian ingin bertemu dengan mitra kerjanya di sana.“Capek banget …” Gumaman meluncur keluar dari bibir Zoia begitu merebahkan tubuh ke kasur di kamar hotel.“Mau kubikin capek lagi?” Javas yang juga berbaring di sebelahnya mengangkat alis menggoda Zoia yang langsung mendapat balasan cubitan di lengannya.Pria itu terkekeh pelan sembari mengingat perjuangannya agar sampai ke tempat ini. Sempat ada drama dengan pihak kedutaan saat Javas mengurus visa Schengen untuk Zoia. Sedangkan visa Javas sudah ada sebelumnya. Tapi syukurlah semua teratasi.“Zoiang, tidur bentar yuk, nanti baru jalan-jalan.” Javas mengajak Zoia untuk memejamkan mata.“Kepalaku pusing, Jav
Javas kembali ke kamarnya setelah berterima kasih pada Venna. Ia dilepas oleh senyum manis perempuan itu.Shit! Kenapa perasaannya jadi aneh begini?Nope. Ini bukan tentang cinta lama yang bersemi kembali. Ini hanya luapan rasa karena bertemu kembali dengan orang yang pernah sangat berarti di hatinya.Tiba di kamar, ia mendapati Zoia masih berbaring di tempat yang sama. Muka istrinya itu masih selesu tadi.“Kenapa cepat? Kamu dapat obatnya di mana?” Zoia memandang heran pada suaminya.“Memangnya mau berapa lama?” Javas menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.“Aku kan cuma nanya. Aku pikir tokonya jauh.”“Aku nggak ke toko tapi tadi obatnya dapat di bawah.” Javas tidak berbohong kan? Ia tidak pergi ke toko dan dapat obat itu setelah bertemu dengan Venna di lantai dasar.Zoia tidak bertanya lagi. Ia pikir petugas hotellah yang memberi obat itu pada Javas. Menjeda obrolan mereka untuk sesaat, Javas menyiapkan obat untuk Zoia serta air mineral. Javas memastikan bahwa butiran pil itu lolos
Javas tidak langsung menjawab pertanyaan Zoia. Sebuah dialog dengan Kinar tempo hari terngiang dengan jelas di telinganya.“Pak Javas, boleh saya tanya sesuatu?” tanya sang sekretaris saat melihat Javas sedang senggang.“Mau tanya apa? Mau tanya kapan naik gaji?” balas Javas asal.“Bukan, Pak. Tapi kalau boleh saya tahu bagaimana hubungan Bapak dengan ibu Zoia?” tanya Kinar hati-hati.Javas yang tadi mendengarkan pertanyaan Kinar sambil memainkan ponsel mengalihkan perhatiannya dari layar gawai pada perempuan itu.“Maksud kamu apa nanya begitu?” ujarnya tidak suka. Kinar semakin lama bertambah kelewatan. Javas tidak suka urusan pribadinya dicampuri.“Bapak jangan marah dulu. Saya nanya begini karena mau bilang sesuatu dan ini penting, Pak.”“Kalau memang ada yang penting langsung saja bicara, nggak usah mutar-mutar dulu.”“Tapi Bapak janji jangan kasih tahu Bu Zoia kalau saya bilang rahasia ini ke Bapak.” Kinar berucap bimbang.“Rahasia? Rahasia apa, Kin?” Alis laki-laki itu menukik t
Zoia termangu di sisi pintu cafe. Sebenarnya keadaan Zoia belum terlalu baik. Perasaan mual dan ingin muntah masih melingkupinya. Namun, perutnya yang lapar membuat langkahnya tiba di café itu.Dan apa yang disaksikan tepat di depan matanya membuat Zoia tidak mampu berkedip selama hitungan detik.Di salah satu spot café tersebut tampak suami tercintanya sedang berdua dengan seorang perempuan. Mereka terkesan begitu akrab. Terbukti dari senda gurau keduanya.Zoia menyipit. Ia merasa perempuan itu tidak asing lagi dengannya. Zoia sudah pernah melihat perempuan dengan rambut coklat sebahu itu. Tapi entah di mana.Ah, iya. Zoia tahu sekarang. Ia berhasil mengingatnya. Perempuan itu adalah pramugari di pesawat yang sempat mengobrol dengan Javas. Tapi, bagaimana mungkin mereka sampai seakrab itu? Apa Javas dan pramugari tersebut saling mengenal satu sama lain? Jika iya kenapa Javas tidak menceritakan pada Zoia sebelumnya?“Zoiang, kamu kenapa di sini? Kamu udah baikan?” Javas berjalan terbu
Hari kedua di Berlin kondisi tubuh Zoia tidak mengalami kemajuan. Alih-alih akan membaik, pagi ini perempuan itu malah terserang demam.“Sorry, Jav, kita udah jauh-jauh ke sini tapi aku malah sakit.”“Nggak apa-apa, Zoiang. Kamu nggak usah ngerasa bersalah kayak gitu. Mungkin karena tubuhmu emang lagi nggak fit.” Javas membelai kepala Zoia dan meyakinkan sang istri bahwa semua akan baik-baik saja.“Tapi kalau aku sakit jadinya kamu nggak bisa ke mana-mana.”Zoia ingat daftar itinerary yang sudah mereka berdua susun tidak satu pun yang mereka wujudkan hingga sejauh ini.“Tapi nggak apa-apa sih kalau kamu mau keluar. Kamu jalan-jalannya sendiri aja.” Zoia tidak ingin kedaannya membuat Javas jadi terhalang. Apalagi Javas juga sudah berjanji akan bertemu dengan partner kerjanya.Javas menimbang-nimbang di dalam hati. Apa mungkin ia tinggalkan Zoia dalam keadaan seperti ini? Mungkin ia bisa mengesampingkan urusan yang lain, namun tidak bertemu dengan mitranya.“Beneran nggak apa-apa kalau
Dalam jarak sedekat ini Javas dapat mencium dengan jelas bau alkohol yang bercampur dengan Chanel No. 5 yang menguar dari tubuh Venna. Sementara itu iris mata coklat gelapnya bertemu dengan iris kelam perempuan itu.Maybe first love never ever diesThat’s why I’m still in love with youHold me close and look into my eyesAnd tell me you don’t feel it tooThe way it used to be when you told meIt would be forever, you and me togetherSuara-suara itu menggema di telinga Javas.‘Nggak, nggak, gue udah nggak cinta dia lagi. Gue udah punya Zoia.’ Javas membantah suara-suara yang membuat keributan dalam dirinya.“Ven, aku sudah menikah, aku sudah punya istri.” Javas menjauhkan mukanya dari Venna.“Mulutmu bisa saja mengingkari semuanya. Tapi matamu nggak bisa bohong, Jav. Aku tahu kamu masih mencintaiku. Buktinya waktu kita ke supermarket dan ketahuan sama istrimu kamu bohong dengan mengatakan nggak sengaja ketemu di sana. Kedua, kita sering bertemu tanpa sengaja. Apa menurutmu itu han