Javas kembali ke kamarnya setelah berterima kasih pada Venna. Ia dilepas oleh senyum manis perempuan itu.Shit! Kenapa perasaannya jadi aneh begini?Nope. Ini bukan tentang cinta lama yang bersemi kembali. Ini hanya luapan rasa karena bertemu kembali dengan orang yang pernah sangat berarti di hatinya.Tiba di kamar, ia mendapati Zoia masih berbaring di tempat yang sama. Muka istrinya itu masih selesu tadi.“Kenapa cepat? Kamu dapat obatnya di mana?” Zoia memandang heran pada suaminya.“Memangnya mau berapa lama?” Javas menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.“Aku kan cuma nanya. Aku pikir tokonya jauh.”“Aku nggak ke toko tapi tadi obatnya dapat di bawah.” Javas tidak berbohong kan? Ia tidak pergi ke toko dan dapat obat itu setelah bertemu dengan Venna di lantai dasar.Zoia tidak bertanya lagi. Ia pikir petugas hotellah yang memberi obat itu pada Javas. Menjeda obrolan mereka untuk sesaat, Javas menyiapkan obat untuk Zoia serta air mineral. Javas memastikan bahwa butiran pil itu lolos
Javas tidak langsung menjawab pertanyaan Zoia. Sebuah dialog dengan Kinar tempo hari terngiang dengan jelas di telinganya.“Pak Javas, boleh saya tanya sesuatu?” tanya sang sekretaris saat melihat Javas sedang senggang.“Mau tanya apa? Mau tanya kapan naik gaji?” balas Javas asal.“Bukan, Pak. Tapi kalau boleh saya tahu bagaimana hubungan Bapak dengan ibu Zoia?” tanya Kinar hati-hati.Javas yang tadi mendengarkan pertanyaan Kinar sambil memainkan ponsel mengalihkan perhatiannya dari layar gawai pada perempuan itu.“Maksud kamu apa nanya begitu?” ujarnya tidak suka. Kinar semakin lama bertambah kelewatan. Javas tidak suka urusan pribadinya dicampuri.“Bapak jangan marah dulu. Saya nanya begini karena mau bilang sesuatu dan ini penting, Pak.”“Kalau memang ada yang penting langsung saja bicara, nggak usah mutar-mutar dulu.”“Tapi Bapak janji jangan kasih tahu Bu Zoia kalau saya bilang rahasia ini ke Bapak.” Kinar berucap bimbang.“Rahasia? Rahasia apa, Kin?” Alis laki-laki itu menukik t
Zoia termangu di sisi pintu cafe. Sebenarnya keadaan Zoia belum terlalu baik. Perasaan mual dan ingin muntah masih melingkupinya. Namun, perutnya yang lapar membuat langkahnya tiba di café itu.Dan apa yang disaksikan tepat di depan matanya membuat Zoia tidak mampu berkedip selama hitungan detik.Di salah satu spot café tersebut tampak suami tercintanya sedang berdua dengan seorang perempuan. Mereka terkesan begitu akrab. Terbukti dari senda gurau keduanya.Zoia menyipit. Ia merasa perempuan itu tidak asing lagi dengannya. Zoia sudah pernah melihat perempuan dengan rambut coklat sebahu itu. Tapi entah di mana.Ah, iya. Zoia tahu sekarang. Ia berhasil mengingatnya. Perempuan itu adalah pramugari di pesawat yang sempat mengobrol dengan Javas. Tapi, bagaimana mungkin mereka sampai seakrab itu? Apa Javas dan pramugari tersebut saling mengenal satu sama lain? Jika iya kenapa Javas tidak menceritakan pada Zoia sebelumnya?“Zoiang, kamu kenapa di sini? Kamu udah baikan?” Javas berjalan terbu
Hari kedua di Berlin kondisi tubuh Zoia tidak mengalami kemajuan. Alih-alih akan membaik, pagi ini perempuan itu malah terserang demam.“Sorry, Jav, kita udah jauh-jauh ke sini tapi aku malah sakit.”“Nggak apa-apa, Zoiang. Kamu nggak usah ngerasa bersalah kayak gitu. Mungkin karena tubuhmu emang lagi nggak fit.” Javas membelai kepala Zoia dan meyakinkan sang istri bahwa semua akan baik-baik saja.“Tapi kalau aku sakit jadinya kamu nggak bisa ke mana-mana.”Zoia ingat daftar itinerary yang sudah mereka berdua susun tidak satu pun yang mereka wujudkan hingga sejauh ini.“Tapi nggak apa-apa sih kalau kamu mau keluar. Kamu jalan-jalannya sendiri aja.” Zoia tidak ingin kedaannya membuat Javas jadi terhalang. Apalagi Javas juga sudah berjanji akan bertemu dengan partner kerjanya.Javas menimbang-nimbang di dalam hati. Apa mungkin ia tinggalkan Zoia dalam keadaan seperti ini? Mungkin ia bisa mengesampingkan urusan yang lain, namun tidak bertemu dengan mitranya.“Beneran nggak apa-apa kalau
Dalam jarak sedekat ini Javas dapat mencium dengan jelas bau alkohol yang bercampur dengan Chanel No. 5 yang menguar dari tubuh Venna. Sementara itu iris mata coklat gelapnya bertemu dengan iris kelam perempuan itu.Maybe first love never ever diesThat’s why I’m still in love with youHold me close and look into my eyesAnd tell me you don’t feel it tooThe way it used to be when you told meIt would be forever, you and me togetherSuara-suara itu menggema di telinga Javas.‘Nggak, nggak, gue udah nggak cinta dia lagi. Gue udah punya Zoia.’ Javas membantah suara-suara yang membuat keributan dalam dirinya.“Ven, aku sudah menikah, aku sudah punya istri.” Javas menjauhkan mukanya dari Venna.“Mulutmu bisa saja mengingkari semuanya. Tapi matamu nggak bisa bohong, Jav. Aku tahu kamu masih mencintaiku. Buktinya waktu kita ke supermarket dan ketahuan sama istrimu kamu bohong dengan mengatakan nggak sengaja ketemu di sana. Kedua, kita sering bertemu tanpa sengaja. Apa menurutmu itu han
Zoia menggeliat. Lantas dengan cepat memeriksa ponsel yang berada di genggamannya. Semalam, karena menunggu Javas ia ketiduran sambil menggenggam benda itu.Desahan lelah meluncur dari bibirnya ketika melihat pesannya masih belum terkirim hingga saat ini. Dan seperti yang sudah diduga, nomor seluler Javas masih belum berubah keadaannya. Dia tidak bisa dihubungi.Panik, Zoia bangkit dari tempat tidur detik juga. Perasaan cemas dan ingin muntah sama-sama menyerang dan ingin mengalahkannya di saat yang sama.Zoia mencuci muka dengan terburu-buru. Dengan penampilan seadanya ia bergegas keluar dari kamar. Tidak dihiraukannya rasa pusing dan sakit kepala yang menjadi penyakit langganannya beberapa hari ini. Yang terlintas di pikiran Zoia saat ini adalah sesegera mungkin bertemu dengan petugas hotel dan mengatakan soal Javas yang hilang.Hilang?Langkah Zoia tertahan di depan lift. Apa benar Javas hilang? Walau negara ini terasa begitu asing namun Javas terlalu dewasa untuk dikatakan hilang.
Zoia langsung menyentak dengan keras tangan Javas dan merebut ponselnya kembali dari laki-laki itu.“Aku nggak bisa lagi di sini. Aku udah nggak sanggup bersama kamu, Jav!” ucap perempuan itu tegas.“Sebelum kamu marah dan mengambil keputusan dengan emosi tolong dengarkan penjelasanku dulu, Yang.”Yang katanya. Dulu Zoia suka dipanggil dengan sebutan itu. Ia merasa Javas benar-benar menyayanginya. Tapi setelah peristiwa yang menyakitkan ini Zoia menjadi muak. Ia benci pada laki-laki itu. Javas tidak lebih dari buaya yang menjerat mangsa di sana-sini. Zoia tidak menggubris kata-kata Javas. Ia melanjutkan kegiatannya mengemasi barang-barang. Ia harap Khanza bisa membantunya agar bisa pergi secepatnya dari tempat itu.“Yang, tolong kasih aku kesempatan buat jelasin ini semua sama kamu." Javas bersimpuh tepat di dekat Zoia yang hampir selesai memasukkan barang-barangnya.Menghela napas panjang, Zoia pikir apa salahnya memberi orang ini kesempatan untuk bicara. Walaupun penjelasannya tida
Gerimis kecil menyambut kepulangan Zoia saat pesawat yang ditumpanginya mendarat dengan selamat. Langit seakan ikut merayakan kesedihan perempuan itu.Setelah berbicara dengan Javas dan laki-laki itu mati-matian menahannya agar tidak pergi tapi keinginan Zoia tidak tergoyahkan. Thanks to Khanza yang sigap dan berhasil mengurus penerbangannya dengan cepat.Nyaris di sepanjang penerbangan Zoia menitikkan air mata. Ia menangis tanpa henti sehingga mengundang tanya orang-orang di sekitarnya. Namun, Zoia tidak peduli. Ia berjanji setelah puas menumpahkan kesedihannya ia tidak akan menangis lagi.Turun dari pesawat, Zoia melangkah pelan sambil menghela napas dalam-dalam menghirup udara di sekelilingnya. Ia merasa lebih baik sekarang. Tidak hanya karena sudah berada di tanah kelahirannya, namun juga karena terbebas dari penerbangan panjang yang sangat menyiksa. Seakan penderitaannya tidak cukup dengan semua kejadian di Berlin, di sepanjang penerbangan Zoia juga harus melawan kondisi fisiknya