Bab 4
"Iya aku mau, Om. Kalau begitu aku pergi dulu.." Kamila hendak pergi, namun Keent meraih pergelangan tangannya lagi. Hingga kini keduanya sudah saling menatap satu sama lain. Keent menghela napas panjangnya, Ia ingin mengatakan sesuatu, namun seakan suaranya tercekat. "Kau yakin ingin tinggal disini bersamaku selamanya?" Hanya kata itu yang mampu terlontar dari mulutnya. Kamila mengangguk dengan tegas. Dari raut wajahnya, Kamila memang sudah membulatkan tekadnya untuk tinggal bersama Keent. Hal itu bisa di rasakan dari cara Kamila menatap Keent, harapan yang nyata dan tak terbantahkan. "Om, kau juga tidak boleh menarik ulur ucapan mu kemarin. Kau bilang mengadopsiku dan aku akan nurut padamu. Jadi, kau tidak boleh membuangku." Kedua mata Kamila mulai memerah, menahan tangis yang akan keluar begitu saja. Sementara Keent, melihat raut wajah Kamila yang memelas semakin tidak tahan. Keent meraih tubuh Kamila dan membawanya dalam pelukan. Ia mengelus punggung Kamila dengan lembut, berusaha menenangkannya. Kamila, membalas pelukan itu dan melingkarkan kedua lengannya pada tubuh Keent. "Aku hanya tidak ingin ada kekacauan nantinya. Untuk itu aku memastikannya lagi. Bukan untuk membuangmu, Kamila." ucap Keent. Dengan perasaan nyaman yang luar biasa, Kamila membenamkan wajahnya pada dada kekar pria di pelukannya itu. "Kekacauan apa, Om? Aku janji tidak akan nakal dan berulah. Aku akan jadi Kamila yang penurut." "Kau yakin tidak ada yang di sembunyikan dariku? Karena aku ingin mengadopsi gadis yang jujur." tanya Keent, memancing. Mendengar pertanyaan itu membuat Kamila langsung melepaskan pelukannya. Kamila mendongak, menatap wajah Keent yang tinggi di hadapannya. Dengan bentuk tubuh yang mungil, Kamila hanya setinggi bahu Keent. Membuatnya harus ekstra mendongak saat menatap wajah tampan Keent di sana. "Aku.. Aku ingin jujur satu hal. Tapi, apa Om bisa berjanji untuk tidak memaksaku?" Tanya Kamila. Dari ekspresi wajahnya, Keent sudah bisa menebak bahwa Kamila akan jujur dengan apa yang ia ketahui. Kennt mengangguk dengan senyuman tipis di bibirnya. Ia bahkan membelai rambut Kamila, mencoba meyakinkannya bahwa Ia tidak akan melakukan hal itu. "Ayo duduk dan ceritakan semuanya. Aku akan mendengarkannya sampai kau merasa lega." Ajak Keent. Kamila mengangguk, lalu keduanya duduk di sofa ruang santai malam itu. Kamila ragu, hal itu bisa terlihat jelas dari wajahnya. Namun Kamila juga tidak punya pilihan lain, ia harus jujur jika tidak ingin membuat Keent merasa di bohongi. "Sebenarnya aku punya paman dan bibi. Dia sama-sama tinggal di rumah kami. Tapi, aku tidak mau tinggal bersama mereka. Aku tidak suka karena mereka kelihatan jahat, Om. Aku mohon, jangan kembalikan aku pada mereka. Aku akan melakukan apa yang Om mau asal aku tetap tinggal bersama Om di sini. Aku mohon." Rengek Kamila. Ia bahkan merapatkan kedua tangannya di depan dada sambil memohon. Kedua mata Kamila terpejam seraya menitikkan air mata yang membasahi kedua pipinya yang mulus. Keent menghapus air mata itu, membuat Kamila membuka kedua matanya dan saling menatap. "Aku tidak akan membawa mu pulang. Tapi, aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu. Kau siap mendengarnya?" "Iya, apa?" Kamila terlihat begitu penasaran dengan apa yang akan di katakan oleh Keent padanya. Sementara Keent, menceritakan semuanya dengan detail pada Kamila. Semua tentang paman dan bibinya, tentang Keent yang datang kesana dan juga tentang mereka yang seolah senang dan berharap kalau Kamila ikut meninggal dalam kecelakaan itu. Bahkan, kebohongan mereka juga di ungkap oleh Keent. Mendengar hal itu, membuat Kamila terkejut. Anggapannya tentang paman dan bibinya selama ini ternyata benar. Bahkan, pikiran negatif yang dulu sempat bersemayam di benak Kamila ia ingat kembali. Kamila tidak menyangka jika mereka benar-benar melakukan hal ini. Kebohongan yang menyakitkan ia terima, membuat ia seakan tidak berguna lagi untuk hidup karena tidak di harapkan oleh keluarganya. Yang lebih membuat Kamila malu, kenapa Keent harus mengetahui hal ini secara terang-terangan. "Ternyata selama ini dugaan ku benar. Mereka memang tidak suka dengan kehadiran ku dan kedua orang tuaku. Sehingga kecelakaan ini mungkin sebuah keberuntungan untuk mereka." Gumam Kamila. Kamila menatap wajah Keent dengan sendu. Ia juga memegang kedua telapak tangan Keent dengan lembut. Ia tau, permintaannya kini akan membuat Keent merasa terbebani. Tapi, ia tidak mau jika paman dan bibinya mengetahui keberadaannya saat ini. "Om, mungkin ini terlalu egois. Tapi jika mereka memang menganggapku seperti itu, maka aku akan melakukannya. Aku tidak ingin muncul di depan mereka." Pinta Kamila. "Kau mau kalau mereka berpikir kau sudah mati?" Tanya Keent. Kamila mengangguk. Ia sangat menggantungkan harapannya pada Keent. Namun nyatanya, Keent tidak bisa melakukan hal itu. Dengan tegas, Keent menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa, Mila! Lambat laun mereka pasti akan tau." "Tapi aku tidak mau bersama mereka. Kalau om tetap memberitahu keberadaanku, mereka pasti akan mencariku dan akan membawaku pulang! mungkin aku akan di siksa habis-habisan. Kalau om takut, aku akan pergi saja dari sini." Kamila yang merasa putus asa langsung beranjak dari duduknya dan hendak pergi. Namun lagi-lagi Keent menghentikannya. Ia meraih tangan Kamila dan mendudukkannya lagi di samping. "Aku tidak takut. Tapi aku hanya ingin kau menjadi wanita yang kuat dan bisa menghadapi semuanya. Mereka tidak berhak memperlakukan hal itu padamu. Bukankah semua aset perusahaan dan rumah mu milik orang tuamu? Kau mau memberikan semua hasil jerih payah mereka untuk paman dan bibimu?" Tanya Keent. Sejenak Kamila terdiam, ia lalu menghapus air mata di kedua pipinya. Ia bimbang. Perusahaan dan rumah serta segala aset yang di miliki keluarganya merupakan milik kedua orang tuanya. Tapi jika Kamila egois dan mengambil semua itu, maka dia juga tidak bisa mengusir paman dan bibinya karena mengingat sang papa sangat menyayangi paman Herman yang merupakan kakaknya. Kamila ingin sekali melakukan hal itu, namun dia tidak kuasa. Dengan penuh keberanian, ia mengungkapkan semua pikiran yang berkecamuk di hatinya pada Keent. Ia mengatakan semuanya tanpa terkecuali. Setelah mendengar semuanya, Keent mengangguk. Keent juga bisa memahami apa yang di rasakan oleh Kamila. Kebimbangan yang menyesakkan. Apalagi Kamila masih muda dan di hadapkan oleh kejadian rumit seperti ini. Keent lalu memegang kedua telapak tangan Kamila dengan lembut. Ia tersenyum, seolah memberikan kekuatan untuk Kamila agar tetap bertahan. "Aku akan membantu mu apapun yang terjadi. Aku tau kau butuh waktu untuk bisa mencerna semuanya. Aku akan memberi mu waktu sampai kau benar-benar mau bergerak bersama ku. Bagaimana?" Tanya Keent. "Hmm.. Aku akan melakukan semuanya saat aku mau, Om. Aku mengikuti apa yang kau perintahkan nantinya." jawab Kamila, lirih.Bab 5 Pagi menyapa, terlihat sebuah mobil berwarna hitam baru saja terparkir di depan gerbang sekolah Nusantara X. Tepat hari ini, Kamila mulai bersekolah di tempat yang baru. Di jok samping kemudi, Keent bisa melihat Kamila yang begitu gugup. Hal itu membuat Keent meraih telapak tangannya dengan lembut. Sentuhan itu membuat Kamila menoleh ke arah Keent. "Ayo, turun. Aku akan mengantarmu masuk ke dalam." Ajak Keent. "Ti-tidak usah. Aku bisa sendiri." "Kenapa seakan kau menolakku?" Tanya Keent. Kamila menggeleng dengan cepat. Ia tidak mau jika perkataannya tadi membuat Keent berpikir yang tidak semestinya. "Bu-bukan menolak. Aku pikir.." "Turun dan ikuti aku sekarang juga." Keent memotong perkataan Kamila begitu saja dan keluar dari mobil. Sementara Kamila mengernyitkan dahinya dan menyusulnya. Di depan gerbang sekolah, keduanya berjejer menatap ke dalam kerumunan siswa siswi yang melihatnya. Kamila gugup, ia meremas ujung seragam barunya untuk meredakan rasa yang
Bab 6 "Selanjutnya Ibu Lina!" Seru salah seorang perawat dari depan ruangan kerja milik Keent. Lina dan Intan langsung beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam. Dari wajah mereka sudah sangat di pastikan bahwa kedatangannya sudah tidak baik. "Selamat pagi, dokter Keent." sapa Lina dengan senyuman yang mengembang. "Pagi, siapa yang sakit dan apa keluhannya?" tanya Keent, kedua matanya masih fokus pada kertas yang sedang berada di tangannya. Lina menyuruh Intan, anaknya, untuk berbicara. Intan yang sedari tadi terpaku menatap ketampanan Keent langsung tersadar. "Begini, dok. Payudara ku yang sebelah kanan terasa sakit. Saat di tekan sedikit rasanya nyeri, aku takut kalau terjadi sesuatu. Bukankah jika sudah seperti ini harus di operasi dok? Atau mungkin dokter punya solusi lain selain melakukan Operasi?" Jelas Intan. Keent langsung memanggil perawatnya masuk. "Kenapa, dok?" Tanya si perawat saat sudah masuk ke dalam. Keent lalu memberikan secarik kertas pada perawat
Bab 7 Waktu sudah menunjukkan siang hari, yang mana sekolah Nusantara X baru saja membunyikan bel pulangnya. Semua siswa berhamburan keluar kelas dan pulang ke rumah masing-masing. Terlihat Kamila tengah berjalan ke arah gerbang bersama Kayla, teman sebangku nya. "Kamila, mau bareng nggak? Aku bawa motor loh!" Tawar Kayla. "Memangnya arah rumah mu kemana?" "Ke sana." Kayla menunjuk ke arah sebelah kiri jalan, sementara arah rumah Kamila di sebelah kanan. Yang artinya, mereka tak searah. "Ah, tidak usah Kay. Aku bisa pesen ojek online saja. Kau pulang saja." Kamila menolaknya dengan halus. Namun, Kayla tetap memaksa agar ia bisa mengantarkan Kamila dan bertemu dengan Keent, paman Kamila yang tampan itu. "Tidak masalah, Mila. Aku juga mau pergi ke arah rumahmu. Kita sejalan kok." "A-aku.." "Kamila!" Tiba tiba suara seorang pria mengagetkan mereka berdua di sana. Keduanya langsung menoleh ke sumber suara dimana nampak Keent berjalan mendekat. "Om?" Gumam Kamil
Bab 8 "Di halaman samping rumahku. Kalian bisa datang ke sana untuk sekedar berduka sambil memberikan bunga di makam mereka bertiga. Aku sengaja memakamkan mereka di sana supaya kami merawatnya dengan baik." Jawab Herman dengan lantang. Sungguh di luar nalar, bahkan ini merupakan pembodohan publik yang di lakukan oleh Herman. Demi meyakinkan semua orang, dia rela melakukan kebohongan besar kali ini. Makam kedua orang tua Kamila berada di TPU Teratai, akan tetapi Herman justru membohongi semua orang dengan mengatakan hal tersebut. "Kalau begitu ijinkan kami datang kesana saat kami senggang, Pak." sahut salah satu dari mereka. "Tentu saja, aku justru senang jika kalian masih menghargai adikku meskipun dia sudah tidak ada di dunia ini lagi." jawab Herman. Menit terus berjalan, hingga akhirnya meeting siang itu selesai juga. Semua klien yang hadir berlalu dari ruangan itu masing-masing. Di ruangan hanya tersisa Herman saja. Ia berjalan ke arah balkon dan mulai menghubungi nom
Bab 9 "Kairo?" Seketika kedua bola mata Keent terbelalak saat melihat adiknya datang ke rumahnya dengan cara yang sama sekali tidak sopan. Kairo dengan santainya tertawa kecil sambil mendekati Keent dan Kamila. "Waahh... Ternyata kakakku yang dingin ini sudah ada kemajuan! Hebat sekali. Aku pikir gadis ini pasti bukan gadis sembarangan kan?" Kairo hendak menyentuh dagu Kamila, namun Keent menepisnya dengan kuat. Hal itu membuat Kairo semakin takjub meskipun sebenarnya ia sangat kaget sekali dengan perubahan kakaknya itu. Lagi-lagi Kairo terkekeh, ia seakan meledek Keent yang memiliki selera rendah. "Lain kali, jangan pernah datang ke rumah ku seenaknya. Atau, aku akan membuatmu menyesal seumur hidupmu!" Ancam Keent. "Yah.. Bisa aku pertimbangkan. Asalkan kakak tidak menyetujui apapun yang ayah katakan nanti malam, maka aku tidak akan mengusik mu." ujar Kairo. Keent menoleh ke arah Kamila yang masih memegangi ujung jas milik Keent dengan kuat. Ketakutan bersarang di pik
Bab 10 "Kalau begitu, Ayo pacaran denganku!" Ucap Keent. Kamila yang tidak percaya langsung membulatkan kedua matanya. Ia sama sekali tidak pernah menyangka jika kalimat itu akan terlontar dari mulut Keent dengan mudah. Ia menyadari perbedaan yang menonjol diantara mereka, membuatnya menyangkal dan menilai kalau Keent tengah bercanda. "Om jangan bercanda. Sama sekali tidak lucu!" Tegas Kamila. Keent mendekatkan wajahnya, ia lalu meraih tangan Kamila dan mendaratkannya tepat di dada kekar miliknya. "Dengarkan detak jantungnya. Ini sama sekali tidak normal. Semenjak pertama melihatmu waktu itu, jantungku tidak pernah normal seperti biasanya." Kata Keent. Lagi-lagi pernyataan mencengangkan di dengar oleh Kamila. Ia bingung, namun Keent tetap mendesaknya. Meskipun tidak bisa di pungkiri kalau Kamila menyukai hal ini, tapi tetap saja baginya ini terlalu cepat. Harus memerlukan sedikit waktu untuk bisa memahami. "O-om, aku tidak mengerti ini sungguhan atau bukan. Hanya saja
Bab 11 Setelah berhasil melewati makan malam yang sedikit canggung, akhirnya mereka bisa mengakhirinya dengan baik. Ayah Damian kini memulai inti dari pertemuan keluarga itu. "Karena sudah kumpul semuanya, maka biarkan ayah sedikit memberi pengumuman di meja makan ini. Ayah mau, semua mendengarkan dengan baik." Kata Ayah Damian. "Katakan saja, Ayah. Aku akan mendengarkannya dengan seksama." Jawab Kairo dengan senyuman sinis di bibirnya. Ayah Damian mulai menghela napas panjang. Ia sesekali melirik ke arah Keent yang masih diam seraya memainkan sendok dan garpu di atas piringnya yang sudah kosong. Sebenarnya Ayah Damian sudah tau kalau Keent pasti akan melawannya. Hanya saja, ia perlu mengatakan hal ini. "Keent dan Luna akan melangsungkan pernikahannya satu bulan ke depan!" Tegas ayah Damian. Deg! Mendengar kata yang baru saja terucap dari mulut sang ayah tentang dirinya, membuat Keent langsung menoleh ke arah pria paruh baya yang duduk di meja tunggal. "Apa ini? K
Bab 12 "Apa maksudmu, Kairo? Jangan karena ayah tidak memberikan perusahaan utama padamu, kau jadi mengarang cerita!" Ucap Ayah Damian. Kairo tersenyum tipis, ia lalu beranjak dari duduknya dan berdiri di depan mereka semua. Meskipun Kairo tidak bisa menempati perusahaan utama, ia masih mendapatkan jabatan yang tinggi di perusahaan sebagai wakil presdir. Hanya saja, Kairo yang serakah tidak akan puas begitu saja. Ia aka tetap mengincar semua harta kedua orang tuanya, termasuk semua aset perusahaan yang sangat fantastis. "Aku tidak pernah bisa mendapatkan apa yang di berikan oleh kakakku. Jadi, untuk apa aku terus mengejarnya?" Kairo berbalik dan hendak pergi meninggalkan mereka. Namun, ayah Damian menghentikannya. "Jelaskan dan katakan apa yang sebenarnya kau ketahui!" Perintah Ayah Damian. "Aku tidak akan mempertaruhkan apapun dari diriku. Ayah tau sendiri kan jika sampai Keent tau kalau aku membocorkan rahasianya? Mungkin, nyawaku akan terancam." Kairo terus saja men
Bab 20 Suasana di dalam mobil terlihat canggung. Hal itu terjadi karena Kamila malu saat Andrew mendengar ucapannya yang menggelikan. Tapi nampaknya Andrew masih biasa saja, Kamila sendiri yang merasa malu dan tertekan. Ia ingin cepat sampai, agar tidak ada obrolan menyebalkan di antara mereka. "Kamila, apa kau sudah berpacaran dengan pria dingin itu?" Tanya Andrew, menoleh ke arah spion mobil dalam. Kamila langsung membulatkan matanya, gugup mulai bersarang, membuat Kamila benar benar bingung harus menjawab apa. Jika ia menyembunyikan hubungannya dari Andrew, maka Andrew akan berpikir kalau ia murahan. Bagaimana tidak? Andrew baru saja melihatnya berciuman dengan Keent. Menolak, membuat Andrew tidak akan percaya sama sekali. "I-iya. Aku tidak percaya kalau Om Keent akan menembakku. Aku pikir, selera orang dewasa bukan sepertiku. Aku sempat tidak mempercayainya." Seketika Andrew terkekeh, hal itu membuat Kamila mengernyit dan bingung. Bahkan Kamila merasa bahwa Andrew mung
Bab 19 Malam hari di sebuah restoran, terlihat Luna tengah duduk di meja pojok ruangan. Sesekali kedua matanya menoleh ke arah pintu masuk, seperti tengah menunggu seseorang datang. Sampai akhirnya setelah menunggu sedikit lama, seseorang masuk ke dalam restoran itu. "Kairo!" Panggil Luna seraya berdiri dan melambaikan tangannya. Kairo melihat ke arah Luna, membalas lambaian tangannya dan berjalan mendekat. Kini, mereka sudah duduk bersama di sana. "Maaf, sudah membuatmu menunggu terlalu lama." Kata Kairo. "Aku hampir saja meninggalkan mu. Memangnya, apa yang ingin kau katakan padaku?" Tanya Luna. Jadi, Mereka berdua bertemu karena Kairo meminta Luna datang dengan alasan ingin mengatakan sesuatu. Luna yang penasaran, akhirnya mau menemui Kairo di restoran malam itu. Kairo lalu mengambil ponsel dalam saku jasnya, ia membuka ponselnya dan menaruhnya di atas meja, tepat di depan Luna. Perlahan Luna mengambil ponsel itu, dengan fokus ia melihat beberapa foto identitas Kami
Bab 18 "Om, Jangan.." Kamila menghentikan tangan Keent yang menyusup ke dalam bajunya. Keent berhenti dan menatap wajah Kamila yang semakin membuat Keent tidak tahan ingin memakannya. "Maafkan aku, aku benar-benar tidak bisa menahan diri. Kalau begitu kita tidur siang saja." Ucap Keent. "Hmm..." Kamila mengangguk. Keent lalu mengecup kening Kamila sebelum akhirnya ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tepat di samping gadis itu dan memeluknya. "Bibirku kebas sekali. Kenapa Om Keent sangat jago berciuman? Bukankah katanya dia belum pernah pacaran?" Batin Kamila. Tiba-tiba, perut Kamila berbunyi. Hal itu membuat Keent langsung menoleh ke arah kekasihnya itu. "Kamila, kau belum makan?" Tanya nya. "Aku menunggu Om Keent pulang biar makan bareng." Jawabnya. Mendengar hal itu membuat Keent menghela napas panjang. Ia lalu beranjak dan mendudukkan Kamila dengan cepat. "Lain kali kalau kau lapar dan aku belum pulang, kau harus makan dulu. Oke?" "Iya, Om. Aku..."
Bab 17 "Kamila, apa sudah pakai handuknya?" Tanya Keent yang masih menutup kedua matanya. Namun, ia sama sekali tidak mendengar jawaban ataupun suara dari Kamila. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuka kedua matanya perlahan. Di luar dugaan, ternyata Kamila sudah tidak ada di sana. Hal itu membuat Keent hanya terkekeh lantaran ia begitu gampang di bodohi oleh gadis itu. Keent yang masih berada di tepi kolam langsung beranjak ke atas. seluruh jas dan tubuhnya basah kuyup. Bergegas ia melepaskan semua pakaiannya dan hanya menyisakan celana short nya saja. "Om, aku bawakan handuk untukmu..." Tiba-tiba suara Kamila mengagetkannya. Kamila terpana melihat tubuh Keent yang begitu atletis di depannya. Bahkan sesekali Kamila harus menelan salivanya dan tak berkedip sekalipun. Keent tidak malu, dengan percaya dirinya ia berjalan ke arah Kamila yang masih mengulurkan handuk untuknya. Ia mengambil handuk itu dan melingkarkan pada tubuh bagian bawah. Dada kekarnya masih terekspos, me
Bab 16 Mobil yang di tumpangi oleh ayah Damian dan Ibu Desi baru saja tiba di depan rumah mewah miliknya. Keduanya turun dan berjalan beriringan masuk ke dalam. Sedari tadi tangan ayah Damian terkepal, menunjukkan bahwa dirinya sedang menahan emosi yang meluap. "Sayang, kita bisa bicarakan baik-baik dengan Kairo." Kata Ibu Desi. Sesekali Ibu Desi mencoba membujuk suaminya agar tidak melakukan hal yang bisa membuat kerusuhan rumah itu. Nyatanya, ayah Damian tidak mendengarkannya. ayah Damian sudah terlanjur marah dan merasa di permainkan oleh anak bungsunya itu. "Dimana Kairo?" Tanya ayah Damian pada seorang pelayan yang melintas di depannya. "Di kamarnya, tuan. Sepertinya masih tidur." Jawabnya. "Lihatlah anakmu, sudah jam segini masih tidur! Bagaimana aku bisa mempercayakan perusahaan ini padanya!" Suara ayah Damian terdengar begitu gemetar karena menahan emosi yang seakan ingin meledak begitu saja. Ia melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju lantai dua dimana ka
Bab 15 Mobil yang di tumpangi oleh Keent dan Andrew sudah terparkir di depan rumah Herman, tepatnya rumah kedua orang tua Kamila yang kini di huni oleh paman dan bibinya itu. "Keent, masalah mu banyak tapi kau masih saja mengurusi masalah Kamila. Aku takut kau bisa gila! Serahkan saja masalah ini padaku dan kau urus saja masalahmu sendiri." Kata Andrew. "Sejak kapan aku hidup dalam satu masalah?" "Huh, baiklah, terserah kau saja." Jawab Andrew, pasrah. Terlihat beberapa mobil baru saja keluar dari rumah itu. Sepertinya mereka teman bisnis dan klien dari kedua orangtua Kamila. Melihatnya, membuat Andrew semakin emosi berat. "Lihatlah, Keent. Bagaimana bisa seorang kakak melakukan hal ini pada adiknya. Kenapa Herman tidak jujur saja dan menunjukkan bahwa makam kedua adiknya ada di TPU Teratai?" Oceh Andrew. "Mereka melakukan itu agar semua klien memandangnya sebagai keluarga yang baik. Dia terlihat merawat makam adiknya, sehingga semua kliennya akan berbelas kasihan dan
Bab 14 Seketika kedua bola mata Keent membulat sesaat setelah ia membuka pintu utama. Di depannya sudah berdiri ayah Damian, Ibu Desi, dan Luna. Mereka bertiga mengunjungi rumahnya pagi itu. Perasaan Keent mulai tidak enak, bahkan pikirannya langsung tertuju pada Kairo. "Kenapa dengan wajahmu? Apa kau kaget tiba-tiba aku kemari, hah?" Tanya Ayah Damian. "Ada perlu apa?" Tanya Keent. "Aish, memangnya harus ada perlu saat orang tuamu berkunjung?" Sambung ibu Desi. Ibu Desi langsung masuk ke dalam setelah menyingkirkan tubuh Keent dari ambang pintu. Baru beberapa langkah ibu Desi masuk, ia tercengang melihat seorang gadis yang berdiri tak jauh darinya. "Siapa gadis mungil ini, Keent?" Tanya ibu Desi. Hal itu membuat semua orang masuk dan menatap secara bersamaan ke arah Kamila yang masih terpaku di sana. Keent lalu berjalan mendekati Kamila dan berdiri di sampingnya. Keent sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan dari ibunya. Ia tidak punya pilihan lain selain mengaku
Bab 13 Keesokan paginya, kedua bola mata Kamila mulai bergerak pelan sebelum ia membukanya. Ia merasa ada sesuatu yang berat menindih tubuhnya. Ia membuka kedua matanya lebar-lebar dan menoleh ke arah bagian pinggangnya. "Hah??" Ia ternganga, lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya saat melihat tangan dan kaki seseorang yang memeluknya dengan erat. Tiba-tiba sekelebat bayangan semalam melintas di pikirannya. Dimana saat Keent hendak pergi, Kamila menariknya dan merebahkan tubuh pria itu di atas ranjangnya. Bahkan Kamila meminta dan merengek agar Keent menemaninya tidur malam itu. "Ck, kenapa aku semalam tidak sadar sama sekali. Aisshh memalukan!" Pekik Kamila lirih. Dengan gerakan pelan, Kamila mulai menyingkirkan kaki dan tangan Keent dari tubuhnya. Ia menoleh ke arah jam yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Untung saja hari itu merupakan hari libur baginya, sehingga tidak perlu terburu-buru. "Aku akan membuatkan sarapan untuk Om Keent dulu." Kamila perlahan bera
Bab 12 "Apa maksudmu, Kairo? Jangan karena ayah tidak memberikan perusahaan utama padamu, kau jadi mengarang cerita!" Ucap Ayah Damian. Kairo tersenyum tipis, ia lalu beranjak dari duduknya dan berdiri di depan mereka semua. Meskipun Kairo tidak bisa menempati perusahaan utama, ia masih mendapatkan jabatan yang tinggi di perusahaan sebagai wakil presdir. Hanya saja, Kairo yang serakah tidak akan puas begitu saja. Ia aka tetap mengincar semua harta kedua orang tuanya, termasuk semua aset perusahaan yang sangat fantastis. "Aku tidak pernah bisa mendapatkan apa yang di berikan oleh kakakku. Jadi, untuk apa aku terus mengejarnya?" Kairo berbalik dan hendak pergi meninggalkan mereka. Namun, ayah Damian menghentikannya. "Jelaskan dan katakan apa yang sebenarnya kau ketahui!" Perintah Ayah Damian. "Aku tidak akan mempertaruhkan apapun dari diriku. Ayah tau sendiri kan jika sampai Keent tau kalau aku membocorkan rahasianya? Mungkin, nyawaku akan terancam." Kairo terus saja men