Share

BAB 7

Author: Famian
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 7

"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan.

"Loh Mas, mau kemana Mas..."

Brakk...

Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.

***

Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?"

"Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,"

"Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk.

"Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."

Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.

Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh siapa merajuk, kan jadi susah sendiri.

"Hp kamu bunyi terus Nis, ada yang penting kali," Ucap Mama sembari mengisi rantangan.

"Chat dari Mas Aldi semalaman Mah, pas malam Nisa gak aktifin data seluler, alhasil chatnya baru pada masuk,"

"Oooh gitu, yasudah yuk berangkat. Kamu udah siap kan? Mama udah pesenin taksi online, kayaknya udah didepan deh,"

"Udah Mah, yuk."

Kami pun berangkat menuju rumah kontrakan, Papa tak bisa ikut serta mengantar, sebab ada pekerjaan yang tidak bisa diwakilkan.

Sesampainya di kontrakan ku putar kunci dan ku buka pintu depan, alangkah terkejutnya kulihat seisi rumah berantakan bak kapal pecah.

"Astagfirullah Nisa, apa rumahmu habis kemalingan,? Tanya Mama tak kalah sama terkejutnya denganku.

Ku baringkan Alea terlebih dahulu ditempat tidur, aku menatap sekeliling, bajuku berserakan tak berada ditempatnya, bantal, selimut, perabotan semua berserakan dimana-mana. Ku amati setiap sudut dimana tempat barang berhargaku berada seperti televisi, laptop dan barang ekektronik lainnya masih ada ditempatnya. Aneh bukan, lalu ku buka lemari pakaian Mas Aldi, dan zonk. Tak ada sehelai baju pun tersisa di sana, bahkan pakaian Mas Aldi yang belum ku setrika pun raib.

Apa ini semua ulah suamiku, tapi bukannya kunci rumah ada padaku.

"Nis, Nisaa..." Mama berteriak dari arah belakang rumah.

"Ada apa Mah, kok sampai teriak-teriak,?" Tanyaku.

"Rumahmu sepertinya kemalingan Nis, lihat, pintunya jebol," Ucap Mama sepertinya shock.

"Ini semua ulah Mas Aldi Ma, sepertinya dia minggat ke rumah Ibunya."

"Aldi,??" Tanya mama dengan mimik wajah seakan tak percaya.

"Iya," Ucapku malas.

Sebenarnya ada apa dengan suamiku, apa karena kemarin tak sengaja ku diamkan. Tapi kulihat sekilas Mas Aldi selalu ditemani Kak Denis.

Kakak ku memang jarang berada di rumah, tuntutan pekerjaan yang mengharuskan ia dipindahkan ke luar kota. Kakak ku bekerja di salah satu perusahaan cukup terkenal di ibukota. Mau tak mau ia harus mengikuti prosedur perusahaan jika ingin lanjut bekerja. Setidaknya satu bulan sekali Kak Denis selalu pulang ke rumah Mama.

"Biarin lah Maa, udah gede ini, seharusnya dia tau mana yang baik dan tidak untuk dilakukan. Lagian ngambek dikit maen minggat-minggat aja udah kayak bocah labil. Gak ingat umur apa dia."

"Gak baik jika seperti itu Nis, biar bagaimanapun juga Aldi itu suami mu. Udah, siap-siap sana ke rumah mertua mu, biar rumah mama yang beresin. Mumpung Alea masih nyenyak."

"Hufff... Ya udah deh Mah," ku balikkan badan dengan malas untuk mengambil kerudung instan yang tergantung dibalik pintu kamar.

Bukan tak mungkin, pasti akan ada perdebatan disana, aku malas ribut hari ini, energiku seakan terkuras karena lelahnya mengisi acara kemarin.

"Ini sekalian bawa untuk mertuamu, tadi dari rumah sudah mama siapkan." Mama menyodorkan tiga susun rantangan besar yang berisi kue basah dan lauk.

"Iyaa... Nisa berangkat ya Maa, titip Alea, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam,"

Akupun berjalan menuju rumah mertua, saat melewati warung Mpok Minah, sedikit ku dengar ibu-ibu berbisik sambil menatap ke arah ku.

Aku tak terlalu menghiraukannya, ku percepat langkah agar cepat sampai.

"Assalamualaikum, Bu.." ku buka gerbang yang sengaja bila siang hari tak Ibu kunci.

"Waalaikumsalam, ehh Kak Nisa, ayo masuk Kak, Ibu ada di belakang, lagi masak." Ucap adik iparku mempersilahkan ku masuk.

"Buu ini ada Kak Nisa." Ucap gadis itu sambil sedikit berteriak kemudian berlalu menuju kamarnya."

Hari ini memang tanggal merah, sekolah diliburkan, tak termasuk Mas Aldi, tanggal merah malah wajib masuk kerja, itulah peraturan yang tertera di lembar kontrak kerja Departemen Store tempat suamiku bekerja.

Ya, dia diposisikan sebagai SPB (Sales Promotion Boy) di Mall City. Dulu kami satu rekan kerja.

Akupun Masuk, ku letakkan rantangan di atas meja makan, sepertinya Ibu tengah mambuat bolu pisang, arimomanya tercium sampai ruang depan.

"Nis, baru pulang kamu," ucap ibu mertua datar dengan posisi masih memunggungi ku.

"Ehh, iya Bu," kudekati Ibu mertuaku, ku ulurkan tangan ingin mengecup takzim tangannya.

"Tangan ibu kotor Nis, kamu lihat kan." Jawabnya masih datar.

Kulihat tangan ibu hanya berlumuran tepung terigu. Ku tarik kembali tanganku dan tetap berprasangka baik.

"Bu, Nisa..."

"Seharusnya kamu faham kewajiban kamu sebagai istri itu seperti apa. Bukannya main usir suami sendiri. Mentang-mentang di kandang sendiri mbok yo gak ada hormat-hormatnya sama suami." Ucap ibu sambil mengoles loyang dengan tepung terigu.

Belum tuntas ucapan ku yang tadinya ingin kutanyakan perihal Mas Aldi. Dan Ibu bilang Mas Aldi diusir?, Siapa yang mengusir Mas Aldi? Bukankah semalam dia dengan sadar meninggalkan rumah Mama atas kemauannya sendiri.

"Bu, disana tak ada yang mengusir Mas Aldi, dia pergi atas kehendaknya sendiri,"

"Sudah, kalau keluargamu tak menyukai Anakku, biar Aldi tidur disini saja yang sudah jelas tak akan ada yang berani mengusirnya malam-malam." Ibu berucap sambil membalik badan dan menatapku.

Aku pun balik menatapnya. "Bukan seperti itu kejadiannya Bu, Ibu salah faham, Mas Aldi marah gak jelas sama Nisa, dan Mas Aldi pergi begitu saja tanpa pamit dan tanpa ada yang mengusir."

"Saya lebih percaya sama anakku. Oh.. ya, kamu bawa apa itu Nisa?" Ibu bertanya, menunjuk dengan dagunya sembari menyilangkan kedua tangannya.

"Ah, ini Bu, ada kue basah sama lauk, Mama yang siapin," jawabku.

"Kamu bawa pulang lagi saja. Lagian kue bekas kok di kasihkan ke saya. Pas masih baru gak ada inisiatif. Malah kalian bagi-bagi kan ke tetangga." Ucapnya sembari mendelikkan kedua bola matanya.

"Lho, Bu. Ini bukan kue bekas, ini masih baru, belum Mama potong juga, maafkan keluarga Nisa, jika kemarin tak selalu memperhatikan Ibu dan yang lain, karena Nisa dan Mama juga kemarin sangat sibuk," jelasku.

Padahal kemarin kulihat Ibu mertua baik-baik saja. Tak ada raut wajah kesal, tapi tunggu, setelah pamit memang wajah ibu mertua agak ditekuk. Kufikir hanya kelelahan saja, dan kemarin Mama juga sudah membekali Ibu dengan kue-kue, apa masih kurang.

"Ya sama saja bekas. Wong sudah seharian di diamkan. Memang gak ada sopan-sopannya aja kalian itu. Sudah, bawa saja. Lagian ini saya juga lagi bikin kok. Gak usah repot-repot bawa kesini." Tegasnya.

Memang seorang menantu tak pernah ada benarnya di mata Ibu mertua. Sama hal nya yang terjadi padaku. Antara aku dan Ibu mertuaku.

"Tapi Bu.."

Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa secarik kertas.

"Tanda-tangani ini Nisa,"

"Ini apa, Bu?"

Bersambung....

*Selamat membaca teman-teman:) maaf jika tulisan saya masih banyak yang berantakan, mohon tinggalkan komentar dan ulasan kalian yaa, karena itu mood booster untuk penulis:)).*

Related chapters

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 8

    Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 9

    Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 1 (SIFAT ASLI)

    Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 2 (FAKTA)

    Bab 2Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.***Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku."Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?""Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadan

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 3 (POV RANI)

    Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 4 (POV RANI 2)

    POV Rani 2Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangt

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 5 (PULANG)

    Bab 5Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua k

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 6

    Bab 6Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintroga

Latest chapter

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 9

    Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 8

    Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 7

    Bab 7"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Mas, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.***Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?""Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,""Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk."Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh s

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 6

    Bab 6Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintroga

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 5 (PULANG)

    Bab 5Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua k

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 4 (POV RANI 2)

    POV Rani 2Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangt

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 3 (POV RANI)

    Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 2 (FAKTA)

    Bab 2Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.***Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku."Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?""Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadan

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 1 (SIFAT ASLI)

    Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian

DMCA.com Protection Status