POV Rani 2
Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangtuanya gak sediain rumah buat anakku tinggal. Kan kasian Aldi, harus nanggung biaya kontrakan perbulan. Memang dasar pelit si Besan."Yasudah nduk. Kalau itu keputusan kalian, ibu gak bisa maksa."Hari itu sengaja ku carikan kontrakan yang dekat dengan rumahku. Agar jika ada apa-apa tak susah. Kebetulan kontrakan milik Bu Retno ada yang kosong, buru-buru ku booking agar tak didahului orang lain."Makasih Bu, ini Nisa ganti biaya sewa kontrakannya,""Gak usah kamu ganti Nis, udah.. kamu tempatin saja. Masalah perabotan biar itu jadi urusan Ibu, yang penting cepat-cepat kasih Ibu cucu ya," ucapku sambil mengelus perut rata mantuku.Biarlah keluar duit dulu, kan nanti bisa kuminta ganti sama Aldi, pasti uang amplop resepsi masih banyak kan. Yang terpenting sekarang aku bisa mengambil hati mantuku dulu, agar kalau aku minta apa-apa sama orangtuanya kan gak susah.Hari berlalu, kudengar kabar bahagia dari anak mantuku, impianku untuk segera menimang cucu akan segera terkabul. Bahagianya hati ini.Sembilan bulan kujaga mantuku baik-baik. Kurawat, kuratukan dia. Agar nanti calon cucuku lahir sehat sempurna. Aku tak mau ada c4cat sedikitpun pada calon cucuku.Tiba hari lahirnya cucuku, kusarankan untuk lahiran di bidan dekat rumah, selain bagus, Bidan Wati juga penyabar. Sudah terlihat kedua besanku yang setia mendampingi, aku, Aldi dan suamiku juga ikut menemani.Tak lama suara tangis bayi terdengar. Kami semua mengucap hamdalah seraya menitikan air mata atas lahirnya penerus keturunanku."Alhamdulillah, bayinya perempuan.. cantik seperti mamanya." Ucap Bidan WatiEnak saja. Ya jelas mirip Aldi anakku. Yang jelas-jelas ketampanannya menurun dariku.Buru-buru kugendong cucuku, sebelum yang lain mendahului."Bu Rani, apa sebaiknya bayinya disusui dulu sama Nisa, kasihan sepertinya ingin mimi, sudah daritadi Bu Rani gendong," ucap besanku."Nisa, apa air su5umu sudah keluar,?" Tanyaku"Alhamdulillah sudah bu, malah suka rembes akhir-akhir ini, biar Nisa su5uin dulu, Bu."Terpaksa kuberikan cucuku untuk menyu5u. Aku beranjak dari ruang perawatan menuju ruang administrasi. Ku lunasi semua biaya pembayaran lahiran Nisa, agar nanti aku berhak atas cucuku.Sepulang dari klinik bersalin, kusuruh Aldi dan Nisa untuk tinggal dirumahku dulu. Agar aku bisa memantau cucuku. Sebenarnya yang kuinginkan Nisa kembali bekerja. Biar cucuku, aku yang urus. Masalah asi kan bisa kuberikan cucuku sufor. Tinggal setiap bulan gaji Nisa full diberikan kepadaku, hitung-hitung biaya mengurus anaknya dan untuk beli sufor."Nisa, ibu sudah punya nama untuk cucu ibu. Pokoknya harus pakai nama itu. Alea.. namanya Alea. Kalau kepanjangannya terserah kalian. Yang terpenting nama ayahnya gak ketinggalan." Ucapku"Bagus Bu namanya, tadinya Nisa sama Mas Aldi juga sudah siapkan nama, tapi gak apa-apa, Nisa kasih nama Alea Kirana Prasetya, cantik kan seperti parasnya,""Lah iya, keturunan saya semuanya gak ada yang gagal. Termasul Alea, baguslah, Nama ayahnya gak ditinggal."Hari-hari kulalui dengan bahagia. Semenjak Alea lahir, sayangku padanya amatlah besar. Bisa jadi melebihi kasih sayang mamanya, si Nisa.Aku harus memikirkan bagaimana caranya memisahkan Alea dari Nisa, selain menguasai gaji Aldi, aku juga ingin bersama cucuku selalu.Waktu itu aku sengaja membawa Alea ke rumah Mbak Susi, kubilang mau kepasar, malas juga lama-lama lihat kelakuan si Nisa, tiap waktu kerjanya gak makan ya ngelonin Alea aja, masih mending kalau badannya tambah gede, ini habis lahiran malah kayak sapu lidi badannya. Padahal sudah mau dua bulan. Sepertinya aku harus cari cara supaya si Nisa buru-buru kerja. Biar Alea aku yang urusin.Kuceritakan pada Mbak Susi kalau ASI si Nisa seret, wong badannya kayak sapu lidi, biar Mbak Susi memihakku, ku bilang saja kalau sekarang Alea minum sufor, tak disangka Mbak Susi percaya saja, malah membelikan sekotak sufor plus botolnya. Mungkin karena Alea nangis terus, ku katakan bahwa aku lupa membawa perlengkapan menyu5ui Alea.Ternyata gampang membuat Nisa manut apa kataku. Apalagi malam itu kuyakinkan Aldi agar Nisa tak menolak. Dan akhirnya, dia bersedia bekerja di pabrik tempat suamiku kerja. Kusuruh Nisa mempersiapkan lamaran agar semakin cepat dia masuk kerja.Hari itu kulihat Putri sedang menemani Alea,"Put, Mbakmu mana,?"Ke toko Wa Susi Bu,"Mungkin si Nisa beli untuk perlengkapan melamar pekerjaan. Baguslah, memang tugas mantu itu nurut apa kata mertua. Tapi kok lama ya. Jangan sampai si Nisa ngobrol keterusan sama Mbak Susi. Bisa gawat kalau semuanya ketauan.Setengah jam berlalu, kudengar suara gerbang depan seperti ada yang membuka, buru-buru kugendong Alea agar si Nisa tau, betapa sayangnya aku sama cucuku.Dari gelagatnya si Nisa seperti marah denganku, nada bicaranya yang datar, dan tatapan matanya yang jika ku tanya dia menjawab dengan tatapan tajam sekali seperti pisau belati.Dan benar saja. Mbak Susi menceritakan semuanya. Soal biaya persalinan dan soal susu formula. Harus pakai alasan apa sekarang. Pokoknya rencanaku tak boleh ada yang gagal. Aku ingin Alea bersamaku, apapun keadaannya.POV Annisa***Sepulang suamiku, seperti biasa kusiapkan air hangat untuk mandi, setelah itu makan bersama, hanya aku dan Mas Aldi. Putri, Ibu dan Bapak mertua sudah lebih dulu menyantap makan malam. Aku sengaja menunggu Mas Aldi pulang, rasanya kasian jika pulang kerja suamiku makan tak ada yang menemani.Kulihat semua penghuni rumah sudah terlelap dalam tidurnya, kesempatan bagus untuk ku utarakan keinginan dan kukeluarkan perasaan yang mengganjal ulah Ibu Mertuaku pada Mas Aldi."Alea sudah bobo dek,"? Tanya suamiku sambil menunggu kusendokkan nasi beserta lauk kepiringnya."Sudah mas, dari sebelum maghrib Alea sudah tidur," jawabku dengan memberikan sepiring nasi dan lauk."Mas, sepertinya aku gak jadi kerja. Difikir-fikir kasian Alea,""Lho, terus katanya mau bantu Mas buat bayar hutang ke Ibu agar bisa cepat-cepat bawa Alea pindah,""Ibu berbohong Mas, soal biaya lahiran Nisa." Jawabku dengan datar"Maksud kamu,?""Biaya lahiran Nisa hanya sebesar 1,5juta Mas, Uangnya ibu pinjam dari Wa Susi, Wa Susi bilang kalau dia sudah mengikhlaskan uang itu."Tak ada keterkejutan diraut wajah suamiku. Apa sebenarnya dia sudah tau masalah ini, tapi kenapa dia tidak bilang. Sampai uang gajinya tiap bulan habis diberikan untuk ibunya. Memang, semua urusan dapur Ibu yang atur, tetapi aku juga ingin merasakan nafkah dari suamiku, sekedar untuk beli makanan yang ku suka, atau menchack-out baju Alea yang sudah banyak tertimbun di keranjang online shop ku."Jadi kamu ngadu sama Wa Susi ? Seharusnya, kamu harus bisa menjaga nama baik ibu. Jangan sampai keluarga lain salah faham sama Ibu. Niat ibu baik, menyimpan gaji Mas di tabungannya." Ucapmya pelan dengan tanpa memandang wajahku."Apa Mas bilang ? Aku gak ngadu sama Wa Susi Mas, kok kamu jadi nyalahin aku,? Apa mas sudah tau ini semua?"Kecewa, apakah ini sifat asli suamiku? Menghalalkan perlakuan dzolim ibu mertuaku, sampai suamiku lupa jika sekarang sudah beristri."Mas gak nyalahin kamu, pokoknya kita harus nurut apa kata ibu, surga mas tetap ada pada Ibu, surga kamu ada pada Mas, faham?""Itukan Ibumu Mas, bukan Ibuku." Kataku sambil beranjak pergi menuju kamar."Nisaaa.. Mas belum selesai bicara."Tak kuhiraukan teriakan suamiku yang terus memanggilku. Tak bisakah dia mengertikan perasaanku saat ini.Ku sudahi acara makan malam ini. Walaupun baru dua suap nasi yang kutelan, rasa lapar itu hilang berubah menjadi rasa kecewa. Kubaringkan tubuhku sambil menatap wajah putri kecilku. Tak terasa bulir bening membasahi pipi, aku terhanyut dalam semua peristiwa yang ku alami hingga tak terasa mata pun terpejam.Bab 5Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua k
Bab 6Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintroga
Bab 7"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Mas, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.***Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?""Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,""Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk."Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh s
Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua
Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar
Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian
Bab 2Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.***Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku."Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?""Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadan
Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c
Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar
Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua
Bab 7"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Mas, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.***Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?""Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,""Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk."Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh s
Bab 6Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintroga
Bab 5Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua k
POV Rani 2Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangt
Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c
Bab 2Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.***Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku."Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?""Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadan
Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian