Bab 6
Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintrogasi keluarga suamiku."Nisa anak perempuan kami satu-satunya, kami besarkan dengan penuh kasih sayang. Hingga dia tumbuh menjadi pribadi yang baik. Sejak dia lahir, tak pernah sekalipun kami menyakiti bahkan sehelai rambutnya pun sangat berharga untuk kami,""Ma.. maksud saya baik..." dengan tergagap, Ibu mertuaku memotong ucapan Papa."Saya belum selesai bicara." Ucap Papa dengan nada tegas, membuat Ibu mertuaku seketika menunduk.Suasana sepertinya semakin tegang, Alea sudah pulas tertidur. Ku putuskan untuk ikut berkumpul diruang tamu."Dan kamu Aldi, saya juga seorang suami sekaligus seorang anak, tapi saya tau batasan. Saya mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jika Ibu saya salah, saya akan meluruskan. Pun sebaliknya, jika istri saya yang salah, saya pun akan meluruskan istri saya."Papa.. sosok yang selalu menjadi tameng untukku. Menjadikanku sekuat sekarang, didikannya yang keras namun penuh kasih sayang yang selalu membuatku kagum.Mama sedari tadi mengelus-ngelus punggung Papa, mungkin takut kalau papa lepas kendali."Jangan kalian fikir saya gak tau perlakuan kalian selama ini terhadap putri saya. Saya bahkan tau rencana kalian membuat Nisa kembali bekerja." Lanjut PapaJadi selama ini Papa tau apa yang ku alami, tapi tau darimana, sedangkan selama ini aku berusaha menutup rapat-rapat soal masalah yang menimpaku.Kulihat Ibu mertua menatap tajam ke arahku, mungkin dia fikir aku yang mengadu pada orangtuaku."Apa?? Nisa kerja?? Bu, sebenarnya ada apa ini? Kenapa Bapak disini yang tidak tau apa-apa." Sorot tajam mata bapak membuat nyali Ibu seperti ciut."It.. itu.. anu, Pak, Ibu belum sempat cerita sama Bapak," jawab Ibu tambah gugup."Kalian juga jangan berfikir jika Nisa selalu mengadu pada kami. Sekalipun Nisa tak pernah bicara apa-apa tentang kalian. Nisa selalu bilang kalau dia bahagia disini, dikelilingi suami dan mertua yang sangat sayang padanya," Tegas Papa."Mohon maaf Pak Hari, saya merasa gagal menjadi suami dan juga Bapak mertua untuk istri saya dan Nisa, sungguh saya tidak tahu menahu soal kerja itu, yang saya rasa, Nisa anak yang baik dan santun, hanya keseharian saya yang memang lebih lama di pabrik, jadi saya tak tahu apa masalah yang terjadi di keluarga kami," Bapak menelungkup kan tangan seraya memohon maaf."Sudah Pak, ini bukan kesalahan Pak Darman, dan kamu Aldi jika kamu sudah gak sanggup berlaku adil untuk istri dan anakmu, pulangkan dengan baik-baik kerumah saya seperti waktu itu kamu meminta Nisa, kamu berjanji untuk selalu membahagiakan anak saya, jangan menjadi seorang pengecut."Kulihat wajah Mas Aldi menunduk namun terlihat merah padam seperti kepiting rebus. Mungkin marah karena disudutkan oleh papa."Maafkan saya Pah, saya tak akan mengulanginya lagi," tak ada raut serius kala Mas Aldi meminta maaf."Minta maaflah pada istrimu, sebab dia yang kamu dzolimi." Tegas Papa."Nis, maafkan Mas ya, Mas akan lebih bertanggungjawab sama kamu dan Alea,"Hanya itu permintaan maaf keluar dari mulut suamiku. Lidah memang bisa berucap semaunya, tapi soal hati tak ada yang mampu menyelami luasnya.Sejak saat itu, perasaanku mulai hambar untuk Mas Aldi, apalagi mengingat tak ada pembelaan disaat diri ini sering kali didzolimi ibu kandungnya, tetapi kewajiban ku sebagai istri tak pernah ku abaikan.Ku putuskan untuk menempati kembali kontrakan yang sudah lama tak ku tinggali. Tak ku bersihkan terlebih dahulu, sebab walaupun selama ini aku tinggal di rumah mertua, setiap dua hari sekali rutin selalu ku bersihkan.Nyaman, tentram, damai. Itu yang kurasakan sekarang. Tak ada bisingnya suara Ibu mertua yang kala berucap selalu menyakiti hati. Gaji Mas Aldi pun sekarang full diberikan kepadaku, memang harusnya seperti itu bukan.Sudah berhari-hari, tak pernah sekalipun Ibu mertuaku menginjakkan kakinya di kontrakan minimalis ku, jika ku ajak bicara pun selalu seperti menghindar. Seringnya Putri yang berkunjung untuk sekedar bermain dengan Alea, atau mengirimkan masakan yang dibuat Ibu mertuaku.Jarak antara rumah mertua dan kontrakan hanya sekitar 200 meter. Sebaliknya, tak jarang aku pun selalu mengunjungi mertuaku, mambawa masakan yang sengaja ku buat atau sekedar membawa camilan kesukaan penghuni rumah mertuaku yang sengaja ku beli.Hari ini akan di adakan acaran aqiqah untuk Alea yang di selenggarakan di rumah Papa. Segala sesuatunya termasuk dua ekor kambing sudah Papa dan Mama persiapkan. Acara turut mengundang 200 orang anak yatim, tetangga dan keluarga besar kedua belah pihak."Mah, makasih ya udah mau siapin ini semua untuk Alea," Kupeluk sosok wanita cantik yang telah melahirkan ku ke dunia ini."Sama-sama sayang, semoga Alea menjadi anak sholehah, berbakti sama orang tua ya Nak, pokoknya do'a terbaik untuk cucu Mama," ucapnya seraya mengecup kening Alea.Acara pun berakhir sesuai yang diharapkan. Aku, Alea dan Mas Aldi berencana menginap semalam karena hari sudah mulai gelap. Keluarga Ibu mertuaku pun pamit.Karena acara tadi membuatku agak tak menghiraukan Mas Aldi, aku tak tau ternyata seharian ini dia lebih banyak diam. Kulihat dia tengah berbaring menemani Alea."Mas, makan dulu yuk.. dari siang tadi kamu belum makan loh," Ucapku sambil memegang pundak suamiku.Sebenarnya bukan hanya Mas Aldi yang belum mengisi perut sedari siang, kami semua pun sama."Mas gak lapar, kamu aja." Jawabnya datar."Lho, ayo Mas, mumpung Alea masih pules, kita makan sama-sama. Apa mau Nisa ambilkan aja,?""Udah sana kamu aja. Mas mau disini. Lagian Mas gak ada gunanya juga disini. Anggap aja Mas gak ada." Ucapnya lagi dengan raut wajah seperti menahan kesal."Mas kenapa ? Apa Nisa ada salah sama Mas ?, Maaf kalau hari ini Nisa sibuk gak perhatiin Mas disini, Mas kan tau sendiri ini acara Alea, jadi Nisa sibuk kesana kemari, tak mungkin juga hanya mengandalkan Mama dan Papa," Dengan lembut ku pegang lengan kekarnya."Sudah, lupakan saja. Mas tau semua biaya acara ini Mama Papamu yang tanggung. Mas memang gak becus jadi Ayah dan Suami." Seketika tanganku ditepisnya dengan kasar dan berbaring memunggungi ku."Gak gitu juga Mas, kan dari awal Nisa udah bilang, semua ini biar Papa Mamaku yang urus. Lagian kan kita belum punya tabungan Mas, uang gaji dari kamu hanya cukup untuk kebutuhan kita sehari-hari.""Memang kamu nya aja yang boros. Gak bisa manage uang. Gaji segitu harusnya masih ada sisa untuk nabung. Coba kalau ibu yang simpan gajiku. Pasti tabunganku sudah banyak." Ucapnya masih terus memunggungi ku.Gaji sebesar 2 juta satu bulan bagiku hanya cukup untuk makan dan kebutuhan kami sehari-hari. Itupun diluar diapers Alea, sebab Mama rutin setiap bulan membelikan Alea stok diapers. Apa iya aku begitu boros."Mas, kalau kamu ingin gaji kamu dipegang ibumu, gak usah kamu punya anak istri. Berlindung aja diketek ibumu."Kesal, itu yang ku rasakan sekarang. Bisa-bisanya Mas Aldi bilang seperti itu. Apa dia amnesia jika sekarang ada kami di hidupnya."Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Msa, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.Bab 7"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Mas, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.***Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?""Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,""Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk."Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh s
Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua
Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar
Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian
Bab 2Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.***Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku."Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?""Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadan
Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c
POV Rani 2Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangt
Bab 5Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua k