Share

BAB 2 (FAKTA)

Penulis: Famian
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 2

Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.

Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.

***

Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.

Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku.

"Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?"

"Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.

Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..

Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadang kala suntuk kita sering saling curhat.

"Yasudah.. makasih ya gemooy." Ucapku sambil berlalu.

"Wokkee.."

***

Sesampainya ditoko..

"Assalamualaikum, Wa.." terlihat Wa Danu suami Wa Susi yang menjaga toko.

"Waalaikumsalaam.. ehh Nisa, tumben ada mau beli apa nduk?"

"Ini Wa, Nisa mau beli perlengkapan lamaran kerja, ini daftarnya." Kuberikan selembar kertas berisi daftar keperluan yang kubutuhkan ke Wa Danu.

"Sebentar, Uwa siapkan dulu ya."

"Iya Wa.."

Sementara Wa Danu menyiapkan keperluanku, datang Wa Susi menghampiri.

"Nisa, habis ini mampir kebelakang ya. Uwak ada sesuatu buat Alea."

Toko Wa Danu memang berada tepat didepan rumah. Lokasinya strategis dipinggir jalan raya, berseberangan dengan sekolah SMP, cocok untuk buka usaha ATK.

"Baik Wa... Nanti Nisa mampir,"

"Ini nduk pesanannya.." ucap Wa Danu

"Makasih Wa, ini uangnya," balasku sambil memberikan uang berwarna hijau ke Wa Danu.

"Gak usah nduk, kayak sama siapa saja."

"Gak apa2 Wa, Uwa kan lagi usaha.. masa dikasih gratis sama Nisa,"

"Yasudah, tunggu kembaliannya,"

"Gak usah Wa.. Nisa ke belakang dulu ya, assalamualaikum,"

"Looh... Makasih nduk, waaaikumsalam."

Wa Danu dan Wa Susi sangat baik terhadapku, dari semenjak aku menikah, mengontrak hingga tinggal dirumah mertua, mereka sangat perhatian terhadapku.

"Assalamualaikum Wa,"

"Ehh sini masuk Nis," Wa Susi mempersilahkanku duduk dikursi minimalisnya.

"Iya Wa, ada apa gerangan ya Wa,"

"Ini Uwa kemaren belanja bulanan ke kota, manpir ke toko pakaian, Uwa lihat ada yang lucu2 kayaknya pas untuk Alea," Wa susi memberikan dua buah paperbag.

"Yaa Allah Wa, kok repot2 gini Wa," ucapku terharu dengan perlakuan Wa Susi,

"Gak repot Nis, malah Uwa seneng bisa berbagi sama kalian," ucap Wa Susi.

"Makasih banyak ya Wa, Uwa baik banget sama Nisa,"

"Dan ini ada susu formula untuk Alea, mudah2an manfaat ya Nis," Ucapan Wa Susi membuatku bingung,

"Maaf sebelumnya Wa, tapi Alea saat ini masih minum ASI, ngga Nisa kasih sufor," jawabku dengan nada sopan.

"Lololoh.. ibumu waktu itu pagi2 mampir kesini cerita, katanya ASImu seret, gak keluar2. Katanya mamaknya males, gak niat kasih ASI makanya gak keluar2. Udah gitu Uwa inisiatif lah belikan Alea botol susu sama Sufornya, karena ibumu waktu itu gak ada bawa perlengkapan. Mana Alea nangis terus, kayaknya lapar." Ungkap Wa Susi panjang lebar.

Aku yang mendengarnya tentu merasa kesal, kenapa ibu tega berbicara tidak sesuai fakta. Jelas2 ibu mertuaku sendiri yang bilang jika badanku kurang gizi, dan juga ASiku deras, malah sering rembes.

"Astagfirullah Wa, ASI Nisa banyak, malah ibu sendiri yang bilang kalau Nisa kurang gizi, ibu takut Alea ketularan kurang gizi kalau minum ASI Nisa Wa," aku berbicara dengan mata berkaca-kaca. Tak faham dengan sikap mertuaku.

"Yaa Allah nduk, maafin Uwa ya.. Uwa gak tau kalau seperti itu kejadiannya," Wa Susi berkata dengan menggenggam tanganku.

"Iya Wa, gak apa2, ini bukan salah Uwa.."

"Yang sabar ya nduk, Rani mertuamu memang begitu sifatnya, dan saran Uwa, mending kamu urungkan saja niatmu untuk kerja, kasian Alea masih terlalu kecil untuk jauh dengan ibunya."

Andai bisa ditukar, aku ingin mempunyai mertua sebaik Wa Susi dan Wa Danu, yang memahami perasaan menantunya.

"Nisa juga kepengennya gitu Wa, tapi Nisa harus bantu Mas Aldi bayar hutang yang dipinjam ibu untuk biaya lahiran Nisa kemarin," sekalian saja ku bahas soal hutang yang sering ibu bicarakan. Siapa tau aku bisa tahu jumlah nominal dan pada siapa ibu berhutang.

"Gustiii.... Nisaa... Biaya lahiranmu hanya sebesar satu juta lima ratus, itupun sudah Uwa ikhlaskan. Hitung2 Uwa bantu meringankan kalian,"

Deg...

Fakta apalagi ini, begitu banyak kebohongan yang ibu mertuaku simpan. Apakah masih banyak kebohongan lainnya yang belum ku ketahui, sebenarnya apa tujuan mertuaku.

"Jadi ibu pinjam uang sama Uwa ?"

"Iya Nis, tempo hari ibumu mampir kesini, Uwa denger cerita ibumu, rasanya gak tega. Gak apa2 sudah Uwa ikhlaskan untukmu dan Alea,"

"Yaa Allah Wa.. Haturnuhun, makasih ya Wa, Uwa baik banget sama Nisa sama Alea, Suatu saat, Nisa bakalan balas kebaikan Uwa," Aku berbicara dengan tatapan nanar, ada perasaan nyeri dan haru dihati.

"Sama2 Nisa, Uwa seneng bisa bantu kalian. Nanti kalau ada apa2 bilang saja sama Uwa ya Nis,"

"Iya Wa, ohh ya, Nisa mau sekalian pamit, takutnya Alea sudah bangun," ku ulurkan tangan sambik beranjak dari tempat dudukku tak lupa mengucap salam.

"Assalamualaikum Wa,"

"Waalaikumsalam Nis, hati2,"

Sepanjang jalan menuju rumah, fikiranku tak henti2nya tertuju pada semua fakta yang baru ku ketahui. Sesampainya dirumah, terlihat ibu mertua tengah menggendong putri kecilku.

"Assalamualaikum, loh Alea anak mama udah bangun nak,"

"Anak mama prettt... Lagian warung Wa Susi apa udah pindah ke arab saudi ? Lama bener. Nih liat cucu saya bangun gak ada yang nungguin." Dengan tatapan bak elang yang siap menerkam apa saja dihadapannya, ibu mertuaku berujar.

Padahal yang kulihat Alea anteng2 saja, dan bukannya tadi sudah kutitipkan pada Putri,

"Iya Bu, maaf tadi Wa Susi ngajak Nisa ngobrol sebentar, sambil dia kasih bingkisan ini untuk Alea,"

Kulihat ekspresi ibu mertuaku sedikit terkejut

"Ngobrolin apa kalian, gak usahlah kamu ikut2an jadi tukang gosip macam orang sini. Gak ada faedahnya."

"Nisa gak bergosip bu, Wa Susi bicara soal susu formula dan.. soal biaya lahiran Nisa." Aku berbicara dengan menatap tajam ibu mertuaku.

Terlihat jelas keterkejutan di raut wajah wanita yang melahirkan suamiku. Mulai sekarang tak ada kata mengalah, selama kita benar, maka tak ada alasan untuk mengalah. Terserah apa tanggapan atau sikap ibu mertuaku nanti. Dan sekarang apa aku harus melanjutkan keinginan ibu mertuaku untuk kembali bekerja, untuk membantu melunasi hutang yang sebenarnya hanya omong kosong belaka.

Bab terkait

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 3 (POV RANI)

    Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 4 (POV RANI 2)

    POV Rani 2Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangt

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 5 (PULANG)

    Bab 5Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua k

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 6

    Bab 6Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintroga

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 7

    Bab 7"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Mas, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.***Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?""Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,""Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk."Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh s

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 8

    Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 9

    Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 1 (SIFAT ASLI)

    Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian

Bab terbaru

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 9

    Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 8

    Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 7

    Bab 7"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Mas, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.***Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?""Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,""Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk."Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh s

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 6

    Bab 6Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintroga

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 5 (PULANG)

    Bab 5Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua k

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 4 (POV RANI 2)

    POV Rani 2Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangt

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 3 (POV RANI)

    Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 2 (FAKTA)

    Bab 2Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.***Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku."Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?""Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadan

  • Dia Anakku, Bu!   BAB 1 (SIFAT ASLI)

    Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian

DMCA.com Protection Status