Bab 5
Langit cerah dengan sedikit gumpalan putih menjadi pemandangan indah pagi ini. Ku gendong Alea untuk menikmati sinar mentari pagi agar menghangatkan tubuh mungilnya.Tak seperti biasanya, suamiku pergi tanpa pamit, sarapan yang kusiapkan tak disentuhnya. Apa kesalahanku begitu fatal sampai dia mengabaikanku, bahkan uluran tanganku untuk mengecup takzim tangan yang dulu selalu ada untukku, tidak dia hiraukan."Sudah dong dijemurnya Nisa. Kasihan cucuku kepanasan, jadi Ibu kok tega banget sama anak.""Belum ada 5 menit Bu, Nisa jemur Alea." Kataku"Sudah-sudah, sinikan cucu saya." Ucapnya sambil membawa paksa Alea dari gendonganku."Alea sudah kamu masukkan ke KK kamu dan Aldi belum ?" Ibu mertuaku bertanya sambil menimang-nimang anakku."Gak usah kamu masukkan ke KK kalian. Wong mau ibu masukin ke KK ibu."Deg..Belum sempat aku menjawab pertanyaan ibu mertuaku, beliau sudah berbicara seperti itu dengan nada penuh penekanan."Maksud ibu apa ? Aku ibu kandung Alea, kami orangtua kandungnya masih hidup bu !" Ucapku tak ingin kalah."Saya tuh kepemgen Alea masuk ke KK saya biar nanti dia dapat pesangon dari kantor tempat bapakmu kerja. Kan nanti kalian juga yang enak. Dapat gaji pesangon dari Mbahnya Alea."Sebetulnya Ibu mertuaku tak ingin dipanggil Nenek oleh cucunya, dia ingin dipanggil Bunda, sedangkan Bapak dipanggil Mbah.Memang ada pesangon semacam itu? Kok aku baru tau, apa sekarang kerjaku yang hanya dirumah saja jadi bikin aku kurang update."Sudah bu, Alea sudah Nisa masukan kedalam KK Mas Aldi." Ucapku penuh penekanan."Lah kok kalian gak kasih tau saya dulu, bod0h banget sih. Saya pengen hidup cucu saya sejahtera. Malah kamu so tau maen masuk-masukkin Alea aja." Dengan mata melotot dan suara keras, ibu mertuaku berujar."Bu, Alea anak kandung Nisa. Nisa berhak dan bertanggungjawab sepenuhnya atas Alea. Kami orangtuanya juga tak akan sampai membuat hidup Alea sengsara." Jawabku penuh penegasan tetapi masih dalam batas sopan."Lagian tau apa kamu soal memgurus anak? Baru punya satu anak saya so taunya melebihi saya. Saya tuh lebih tau daripada kamu, faham? Anak saya sudah dua. Sudah besar-besar, sehat, berisi. Gak kayak kamu. Badan kurus aja sok-sokan bilang hak atas cucu saya."Sakit? Ya.. itulah yang kurasakan saat ini. Sikapnya semakin terlihat berubah dari hari ke hari. Apakah aku salah, sekarang memikirkan tentang bagaimana kelangsungan hubunganku dengan Mas Aldi, terlebih dia mengabaikanku hanya karena masalah yang dibuat oleh Ibu kandungnya. Apakah aku bisa bertahan dan melewati ini semua seorang diri."Sudah Bu, Nisa mau mandiin Alea dulu." Ucapku sambil membawa anakku dari gendongan Ibu."Jadi mantu gak ada sopan-sopannya sama mertua."Masih kudengar makian dan sumpah serapah yang keluar dari mulutnya. Ini tidak benar, sebagai new mom, aku harus tetap waras. Kuputuskan untuk menginap dirumah Mamaku untuk beberapa hari.Alea dan aku sudah bersiap hendak berangkat, saatnya berpamitan pada mertua ajaibku. Tapi, aku tak melihat ibu mertuaku, dimana dia. Kucari di sekeliling rumah, tak nampak sosoknya, putri pun belum pulang dari sekolahnya.Kuputuskan untuk minta izin dan pamit pada suamiku saja, karena yang kutahu malaikat akan melaknat setiap langkah seorang istri yang keluar rumah tanpa izin dari suaminya. Dia pun mengizinkanku untuk menginap dirumah Mamaku.Perjalanan memakan waktu kurang lebih 20 menit dengan menggunakan taksi online yang kupesan.Sejuk, damai dan asri, itulah yang ku rasakan kala menginjakkan kaki di halaman rumah Mama. Rumah yang selama kurang lebih 20 tahun menjadi tempat ternyamanku, tempat berlindungku."Assalamualaikum, Mah..." Kuketuk pintu utama dengan mengucap salam.Tak lama sosok yang sangat kurindukan membukakan pintu."Waalaikumsalam.. yaa Allah Nisaa... Mama kangen nak sama kalian.. kok gak bilang mau kesini. Tau gitu kan bisa papa kamu jemput.""Aldi mana, kok gak ikut,?""Mas Aldi masuk kerja Maa,"Kukecup tangan yang selama ini merawatku dengan pemuh kasih sayang, tangan yang selalu ada disaat sedih dan bahagia."Yasudah ayok masuk... Aduuuuh cucu Omaa,"Kami pun masuk dan duduk di sofa dekat TV. Keadaannya masih sama seperti terakhir kali aku dirumah Mama, hanya ada perubahan kecil. Seperti bertambahnya foto bayi mungil yang terpampang jelas di sudut dinding ruang utama."Iya Ma, kan biar surprise buat Mama, kita juga kangen ya Nak, sama Oma," ucapku sambil mengusap gemas pipi mungil Alea."Kamu kesini sudah bilang kan sama suami mu,?""Sudah atuh maa.." jawabku"Yasudah sini, Mama mau gendong cucu Oma.. iiihh.. cantiknyaaa,""Nis, kamu ada rencana untuk syukuran 40 hari Alea? Sekalian aqiqahnya saja.. mumpung Papamu lagi stok kambing besar-besar.""Maunya Nisa sih gitu Mah, tapi Nisa sama Mas Aldi belum bahas soal ini. Habis ini deh Nisa bilang,""Iya kamu bilang dulu aja sama Aldi. Kalian gak usah mikirin soal biaya, pokoknya tau beres aja. Biar semua Mama sama Papa yang urus,"Tak mungkin kan kuceritakan perihal masalah rumah tanggaku kepada Mama, aku tak ingin membuat Mama khawatir dan banyak fikiran.Aroma lavender kesukaanku memenuhi seisi ruangan ini. Aku rindu kamarku. Sepertinya Mama sering membersihkan Kamarku, bahkan sprainya pun masih tercium wangi.Ting....Ting....Ting....Suara notifikasi dari gawai memecahkan lamunanku,[Kamu bawa cucu saya kemana Nisa][Mantu sableng, kurang ajar, gak tahu diri, kemana-mana gak pamit sama saya. Didikan orangtuamu kayak gini hah?? Gak ada sopan santunnya. Benar dugaan saya, kamu gak pantas mendidik Alea. Saya gak mau cucu saya sama gak tau dirinya sama kamu].[Sekarang juga bawa pulang Alea. Gak akan saya izinin kamu bawa cucu saya][Kalau mau pergi, pergi saja sendiri yang jauh. Gak usah kamu bawa Alea].Banyak sekali chat dari Ibu mertuaku yang berisi cacian dan makian.Belum sempat kubalas WA dari Ibu mertuaku, Mas Aldi menelpon."Halo.. Assalamualai....” belum tuntas ku ucapkan salam, suamiku sudah memotong."PULANG NISAA !!!! kenapa kamu gak ijin dulu sama ibu hah? Gak ada sopan-sopannya ya kamu sama orangtua Mas. Pulang sekarang ! Ibu barusan cari kamu dan Alea sampai ketempat kerja Mas.""Lho Mas, bukannya Nisa sudah ijin tadi sama Mas. Dan Mas juga mengizinkan. Lagian tadi sebelum berangkat kesini Nisa sudah cari Ibu, tapi Ibu gak ada dirumah Mas," dengan suara bergetar kukatakan yang sesungguhnya.Kemana tutur kata lembut yang dulu membuatku luluh, tutur kata yang dengan mudahnya meyakinkan kedua orangtuaku untuk mengambil alih tanggungjawab atas diriku, dan perlakuan lembut yang selalu kurindukan dari sosok lelaki yang kini berstatus sebagai suamiku."Bohong kamu. Ibu bilang dari pagi tidak kemana-mana. Gak usah fitnah Ibuku lagi. Sekarang cepat pulang. Bawa Alea!!.""Tapi Mas... Halo.. Mas.."Lagi-lagi telpon diputus secara sepihak oleh suamiku.Kulihat ibu menggendong Alea yang sudah tertidur pulas masuk ke kamarku."Maaf Nis, Mama gak sengaja denger, kamu lagi ada masalah ya disana," ucap Mama sambil meletakkan Alea ditempat tidur.Aku tak mampu menjawab pertanyaan Mama, apa yang harus ku katakan, apa aku harus menceritakan semuanya."Nis, Mama tau kamu lagi ada masalah, gak apa-apa kalau belum mau cerita, tapi kalau kamu butuh seseorang, Mama selalu ada disini Nak."Ucapan ibuku sontak membuat bulir bening yang kutahan terjatuh juga."Mas Aldi marah sama Nisa Ma, tadi Nisa gak minta ijin sama Ibu, Nisa mau minta ijin, tapi Nisa cari-cari ibu gak ada," sambil menghambur ke pelukan Mama, ku ceritakan kejadiannya."Yasudaah.. terus suami kamu marah?""Iya Ma, Nisa disuruh pulang sekarang, gak boleh bawa Alea kemana-mana, Nisa kan ibunya Maa. Padahal tadi Nisa udah pamit dulu sama Mas Aldi," jawabku dengan air mata yang semakin deras."Nanti sore Mama antar kamu pulang ya, tunggu Papamu pulang, sekarang kamu makan dulu, habis itu istrirahat."Menjelang sore aku pun bersiap untuk pulang, Papa, Mama dan Alea sudah menunggu di mobil.Semenjak siang tadi, gawai ku tak henti-hentinya berbunyi. Terlihat banyak sekali chat dan panggilan tak terjawab dari Suami dan Ibu mertuaku.Sesampainya dirumah mertua.."Assalamualaikum..""Nah ini nih. Mantu kurang ajar. Gak tau diri. Cuihh sinikan cucu saya." Tak ada jawaban salamku, yang ada hanya suara keras dari ibu mertua.Dengan kuat, Ibu mertua mengambil paksa Alea dan mendorongku hingga aku terjatuh."Astagfirullaah.. sudah Bu, sabar.. gak usah teriak-teriak, malu sama tetangga, gak usah kasar begitu juga sama Nisa," ucap Bapak mertuaku membantuku untuk berdiri.Terlihat diruang tengah semua hadir. Mas Aldi, Putri, Bapak dan Ibu mertuaku.Brakk...."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini !!"Bab 6Brakk..."Apa-apaan ini, jadi selama ini putri saya diperlakukan tidak baik disini." Papa membuka pintu depan dengan keras.**"Mata Ibu mertua dan Mas Aldi melolot sempurna, mungkin tak menyangka jika aku pulang diantar kedua orangtuaku."E... ehh itu anu Pak Hari, saya hanya kesal saja sama Nisa, bawa cucu saya nggak pamit, silahkan Pak besan masuk." Dengan gugup, Ibu mertuaku menjelaskan.Seketika Alea menangis keras, dengan wajah panik ibu mertua mengguncang-guncangkan tubuh kecil Alea di gendongannya."Yaa ampun Bu, jangan kenceng-kenceng kalo gendong bayi. Kasian atuh. Sini biar saya gendong," ucap Mamaku."Ehh iya Bu Lusi ini saya kaget saja dengar Alea nangis, gak biasanya dia seperti ini. Silahkan Bu,"Dengan sigap Mama menggendong Alea seraya mengusap lembut punggung bayi mungilku. Seketika tangisnya mereda, dan tak lama tertidur pulas."Nisa, tidurkan Alea dulu Nak,""Baik, Ma"Tubuh Alea kubaringkan ditempat tidur. Sayup kudengar suara Papa seperti sedang mengintroga
Bab 7"Sudah. Mas mau pulang aja. Disinipun tak dihargai," dia pun beranjak dari tempat tidur, melenggang keluar tanpa berpamitan."Loh Mas, mau kemana Mas..."Brakk...Pintu ditutup dengan sangat keras membuat Alea terbangun dan menangis.***Mama dan Papa berhambur keluar mendengar keributan yang di buat Mas Aldi. "Ada apa Nis, Mama dengar ada suara ribut, kalian bertengkar ?""Mas Aldi ngambek Mah, gak tau apa masalahnya, mungkin karena Nisa diemin dia seharian tadi, kan Mama juga tau sendiri Nisa tadi ngapain aja,""Ada-ada saja kelakuan suami mu itu," Ucap Papa berlalu masuk."Sudah yuk Masuk. Kasihan Alea, gak baik bawa bayi diluar rumah sedang hari sudah gelap."Kami pun masuk, Alea ku su5ui dan terlelap kembali.Keesokan harinya, aku sibuk berkemas untuk pulang dibantu oleh Mama, sedari malam berjajar panggilan tak terjawab dan chat dari Mas Aldi, sedangkan aku sudah menuju ke alam mimpi, dia bilang gerbang rumah Ibu sudah dikunci, sedangkan kunci kontrakan ada padaku. Suruh s
Bab 8Tanpa memperdulikan ku, ibu mertua melenggang begitu saja keluar dari dapur. Aku pun terduduk di kursi makan sembari merenung, apakah suamiku mengadu yang tidak-tidak terhadap ibunya, satu lagi masalah datang, soal kue. Tak lama ibu mertua kembali dengan membawa selembar kertas."Tanda-tangani ini Nisa,""Ini apa, Bu?"***"Ini surat perjanjian antara kamu dan Aldi."Ibu mertuaku memberikan lembaran itu untuk ku tandatangani.Ku baca satu persatu poin yang tertera di sana, perjanjian macam apa ini, siapa yang membuatnya, apa Mas Aldi tau akan hal ini. Surat perjanjian yang hanya ditulis tangan namun di sana sudah tertera dua buah materai 10000 di kolom bawah, satu diantaranya menunggu ku bubuhi tandatangan."Ibu yang membuat ini,?" Tanyaku dengan perasaan berkecamuk."Ya, ini untuk kebaikan kalian." Jawabnya angkuh."Untuk kebaikan kami atau untuk kebaikan Ibu,?" Tanyaku tegas dengan nada meninggi."Sudah cepat tandatangani ini." Ucapnya memaksa."Gak. Nisa ga akan turuti semua
Bab 9"Aldi, nanti siang Sinta mau main ke rumah Ibu, kamu hari ini libur kan? Ibu minta temani dia ya.""Sinta siapa, Bu? Kenapa juga harus Aldi yang nemenin." Ucap Aldi yang baru saja menginjakan kaki di teras rumah ibunya."Sinta anaknya Pak Lurah itu, sudah lama dia menaruh hati lho sama kamu," Bu Rani berusaha membujuk anaknya."Bu, Aldi baru baikan sama Nisa, Aldi gak mau cari masalah lagi.""Ibu gak mau tau. Pokoknya kamu harus temenin Sinta titik.""Tapi, Bu..."****POV ALDINamaku Aldi, aku bekerja sebagai SPB di salah satu Mall di pusat kota. Hari demi hari ku lalui hanya dengan fokus bekerja untuk membahagiakan Ibu. Prinsip ku, surga selamanya ada pada Ibu.Sampai suatu hari, tempat ku bekerja kedatangan satu karyawan wanita baru, namanya Annisa. Seiring berjalannya waktu, kami dekat dan memutuskan untuk saling berkomitmen.Malam itu Ibu mendesak ku untuk cepat-cepat menikah, malu katanya banyak cibiran tetangga. Bak mendapat durian runtuh, aku mendapatkan lampu hijau dar
Bab 1"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja."Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki."Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku."Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur.""Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu.""Loh bu, alea masih tidur. Lagian
Bab 2Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.***Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku."Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?""Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadan
Bab 3POV Rani.***Hari ini kami memboyong keluarga besar untuk melamar anak gadis yang Aldi pilih. Sebenarnya hati agak berat mengikhlaskan Aldi dimiliki orang lain. Tapi yasudahlah, daripada panas telingaku selalu ada omongan tetangga yang bilang anakku bujang lapuk, padahal usianya baru 28. Memang mulut tetangga itu julidnya kebangetan."Aldi, pokoknya Ibu mau resepsi pernikahanmu harus yang mewah. Malu sama tetangga." Ucapku kala itu saat sepulang acara lamaran."Insha Allah Bu, Aldi cuma punya segitu. Kecuali Ibu mau nambahin,""Kok malah Ibu, ya suruh calonmu itu nambahin. Kalian kan sama2 kerja. Kalian yang mau mau nikah kok Ibu yang harus keluar uang," Enak saja, masa harus aku yang bantu,"Kalau nggak Aldi pinjam dulu aja emas ibu, nanti Aldi ganti,""Gak bisa dong Di, itu emas punya Ibu. Gak boleh ada yang jual. Masa Ibu gak punya emas.""Yasudah Di, ini Bapak ada uang tabungan, mudah2an cukup untuk biaya pernikahan kalian."Suamiku tiba2 menghampiri dengan membawa amplop c
POV Rani 2Acara resepsi baru diselenggarakan, hiasan bunga-bunga mewah memenuhi ruang gedung ini. Sengaja aku ingin resepsi di gedung, agar tetangga dan keluargaku merasa takjub. Dengan banyak jenis menu masakan yang tersaji yang menggugah selera, sampai-sampai ada menu kambing guling disana. Pasti besanku yang sengaja menambahkan menunya.Aku bahagia, semua tetangga dan keluarga besarku memuji kemewahan acara ini. kulihat diantara banyaknya tamu yang hadir, Bu Lusi tampak langsing dengan balutan kain brukat khas Sunda, sama persis denganku. kecantikannya tak beda jauhlah denganku.Sejak hari itu para tetangga selalu memujiku, apalagi soal masakan yang dihidangkan dan dekorasi yang super mewah menurut versi mereka.3 bulan kemudian***"Nduk, apa kamu sudah berfikir matang-matang mau ninggalin ibu disini?" Ucapku pada mantuku."Sudah Bu, Nisa sudah diskusi dulu sama Mas Aldi kalau kita mau mengontrak rumah saja, hitung-hitung belajar mandiri,"Belajar mandiri kok ngontrak. Apa orangt