Johan, orang yang menelepon Jaxx, terkekeh, “Ya. Tolong katakan ke Mr. Jaxx, apa yang bulat dan putih sangat ingin kupukul dan tidak mau ditinggalkan. Sepertinya pertemuan kita harus ditunda besok. Apakah tidak masalah untuk Mr. Jaxx?”
Bill membekap ponsel dengan tangannya, “Si brengsek Johan menunda pertemuan kita karena sedang golf sekarang. Apa kita menyusulnya saja?”
Jaxx tersenyum, “Katakan saja, kita mau bertemu besok, selamat bersenang-senang untuk hari ini, dan semoga mendapatkan poin sempurna golfnya.”
“Apa?!” Bill seolah tak percaya dengan ucapan Jaxx. Meski begitu, dia mengatakan juga ucapan Jaxx sama persis ke Johan.
Setelah telepon ditutup, Jaxx tersenyum lagi, “Tunggu saja di mobil, ada satu lukisan yang ingin kulihat, tidak lama. Kebetulan Johan membatalkan pertemuan ini, kan?” Jaxx balik kanan dan masuk kembali.
Di kamar mandi, Erica menarik napas panjang dan dalam, “Dia sangat tampan sekali, suaranya berat, dan parfumnya harum. Bagaimana bisa ada pria setampan itu? Dia sempurna dan sekarang aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.” Suara pintu terbuka, Erica mendongak, melihat pria tadi masuk kamar mandi wanita, dia langsung berbalik.
“Kalau kau tidak sibuk, aku ingin bicara berdua denganmu, tentang apa yang sempat kau ucapkan tadi.” Jaxx menyudutkan Erica ke wastafel dan mengangkat gadis itu untuk di dudukkan di wastafel. Tangannya langsung meraba paha Erica dan menyentuh kain tipis yang ternyata setengah basah.
“Tu-tunggu! Apa yang kamu lakukan?” Erica menahan tangan pria itu.
Jaxx tersenyum, “Bukankah kita harus melihat hati? Terlebih dengan orang yang tertarik pada kita.” Jaxx memijit sejenak, menyisikan kain, dan bersiap memasukkan jemarinya.
“To-tonggg, jangan, seperti itu.” Erica menggigit bibir bawahnya sendiri. Tangannya memegang pundak pria di depannya dan meremas juga. Tubuhnya aneh oleh tindakan itu.
“Setahuku orang ke galeri seni untuk menikmati sebuah karya, bagaimana bisa milikmu sebasah ini? Kalau semua karena kau tertarik padaku, sepertinya aku harus bertanggung jawab. Bukankah ini sangat menyenangkan?” Jaxx bermain dengan jari tengah dan telunjuknya.
Erica memejamkan mata rapat. Tak berani menatap mata itu.
“Kenapa kau diam saja? Kau tidak ingin melakukan sesuatu?” Jaxx merasa senang menggoda Erica.
“Ak-aku tidak, tahu, harus melakukan, apa.”
Jaxx melebarkan kaki Erica dan menahan tengkuk. Saat Erica refleks mendongak, Jaxx memagut leher menggoda itu dan memberikan gigitan kecil di sana, “Apa kau sudah tahu harus melakukan apa sekarang?”
“Aahh ... tolong, jangan begitu. Aahhhhh ....” Tubuh Erica mengejang dan dia tak pernah membayangkan akan membuat lantai di bawahnya basah.
Jaxx malah membuka rok untuk memastikan apa yang ada di pikirannya, “Ini terlalu cepat. Apa ada yang salah dengan mahasiswa seni sepertimu? Apa kau sering melakukannya di rumah?”
Erica menggeleng, “Aku ... ini ... pertama kalinya seseorang menyentuhku.” Erica menunduk.
Jaxx tertawa dan menarik dagu Erica agar menatapnya lagi, “Itu tidak cukup untuk merayuku, Erica. Katakan hal lain lagi.”
Erica yang masih terpesona dengan wajah tampan di depannya, tersenyum, “Tolong, buatlah ini lebih mudah untukku.”
Jaxx langsung membalikkan Erica agar menghadap kaca dan memainkan jemarinya lagi. Tak hanya itu, bahkan miliknya pun digesekkan juga, dia tak percaya dengan gadis sok polos di depannya. Hingga saat gejolak muncul, Jaxx menarik Erica agar berlutut, dan membiarkan miliknya membasahi wajah Erica. “Apa ini menyenangkan buatmu?” ucapnya sambil membersihkan tangan.
Erica malah memeluk pria itu dari belakang, “Siapa namamu?”
Jaxx tersenyum, “Panggil aku Jaxx.” Mengeringkan tangan dan berbalik, “Pulanglah. Bukankah galeri akan tutup?”
“Apa kita akan bertemu lagi setelah ini?” Melihat Jaxx bersiap pergi, Erica merasa sedih, tak rela rasanya.
Jaxx tersenyum, “Bersihkan wajahmu. Aku tidak bisa menjanjikan apa pun padamu. Jadi, pulanglah sebelum kamu terkunci di sini.” Jaxx ke luar lebih dulu dan ke mobil. Melihat Abi dan Bill di luar mobil, dia tertawa dan masuk mobil lebih dulu, “Kalian di luar dari tadi?”
Abi langsung menjalankan mobil, “Anda terlalu lama. Kami jadi kawatir.”
Bill menambahkan, “Anda menikmati lukisan lebih detail dari kami. Lalu, kenapa Anda tidak setuju dengan Mr. Scott?”
Jaxx tertawa, “Saat kita membeli lotre hanya dengan satu nomor saja, apakah kita akan menang?”
Abi menggeleng, “Aku tidak yakin. Satu banding satu juta. Itu mustahil.”
Bill mengangguk, “Kalau sampai menang, itu adalah keberuntungan yang luar biasa.”
Jaxx tertawa lebih keras sambil menyulut rokok, “Berarti aku baru saja mendapatkan keberuntungan yang luar biasa.” Menghisap rokoknya lagi sambil terus mengingat wajah Erica.
***
Esoknya ... Erica tak bisa fokus di kelas. Bayangan Jaxx, parfum, tangan, jemari, bahkan desahan itu seolah masih membuatnya terngiang. Pria tampan dan dewasa itu hanya mempermainkannya, apa di mata Jaxx dia masih belum cukup dewasa? Erica jadi kawatir, sepertinya Jaxx benar-benar tak tertarik padanya, dan dia tak akan pernah bertemu lagi dengan Jaxx.
“Erica!”
Menjingkat dan langsung menoleh ke dosen, “Maaf, Pak.”
“Aku sudah dua kali bertanya padamu dan kamu hanya menjawabnya dengan maaf. Kalau pikiran kamu memang tidak di sini, kenapa kamu tidak mencari pikiranmu dulu?”
Erica menunduk, “Maaf.” lirihnya lagi.
“Nanti ikut saya ke kantor!” Setelah jam yang dimaksud tiba, dosen duduk dan menatap Erica tajam, “Ada apa denganmu, Erica?”
“Maaf, Pak. Saya belum menemukan model untuk karya terakhir saya.” Sebagai mahasiswa semester akhir dari kelas seni murni, Erica ingin melukis dengan sempurna untuk nilai yang sempurna juga, dan karena itu pula dia tak ingin mengambil model asal-asalan. Pertama kali bertemu Jaxx, Erica sudah terkesima dengan kerupawanannya, dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana kalau ingin membuat Jaxx menjadi modelnya.
Dosen berdiri, mengusap pundak Erica, dan menunduk untuk berbisik, “Aku bisa mencarikanmu model. Jangan pikirkan biayanya, kamu bisa cerita kalau kesulitan, aku hanya ingin yang terbaik untukmu.” Turun untuk mengusap-usap punggung Erica.
Merasa risi, Erica meraih tangan dosen agar berhenti mengusap punggungnya, “Terima kasih, Pak. Saya sudah memiliki pandangan, hanya saja saya belum berbicara padanya, terima kasih atas perhatian Bapak.”
Dosen pun tertawa, “Aku senang dengan mahasiswa gigih sepertimu. Kamu cantik dan berbakat. Aku ingin suatu saat nanti melihat karyamu berjajar dengan karya luar biasa lainnya, berjajar dengan karya seniman terkenal, karena itulah, jangan sungkan minta tolong, Erica.” Dosen kembali mengusap punggung Erica, “Aku pasti akan membantu sebisaku. Katakan saja.”
Erica tersenyum dan menyisikan tangan dosennya lagi, “Terima kasih, Pak.”
Di tempat lain ... Abi baru saja menarik rem tangan, Bill langsung turun bersama tas besar, sedangkan Jaxx menyulut rokoknya dulu sebelum turun. “Ayo!” Langsung mengajak dua anak buahnya masuk untuk bertemu dengan Johan.
Johan tersenyum setelah menyambut Jaxx, “Aku tidak menyangka Mr. Scott akan tertarik dengan galeri seni. Selama ini Max Konstruksi hanya mengembangkan kompleks perumahan dan sektor publik, kan?” Jaxx terkekeh, mengisyaratkan Bill agar masuk, dan membiarkan tas diletakkan di meja dengan resleting terbuka, “Karena itulah aku ke sini. Setelah pertemuan kita, kuharap Anda menyerahkan pembangunan galeri hanya ke Max Konstruksi saja, terlebih dengan uang itu, Anda bisa membangun lapangan golf sendiri dan bermain setiap saat. Bukankah itu menyenangkan?” Johan melirik isi tas dan tertawa, “Aku tidak menyangka kalau Mr. Jaxx sangat mengerti dengan apa yang menjadi kesenanganku.” “Aku pun juga senang kalau Anda suka dengan hadiah dari kami. Kalau begitu kami permisi. Aku akan menunggu undangan pertemuan selanjutnya dan mempersiapkan tanda tangan kontrak kita.” Jaxx berdiri dan mengajak anak buahnya pulang. Baru saja keluar ruangan, Jaxx menyulut rokoknya lagi karena yang tadi sudah dibuang
“Kau tidak sedang menjebakku, kan?” Jaxx tak yakin dengan jalan yang diambil Erica. Kumuh dan jalannya semakin sempit. Seolah mengarah ke gang buntu. Erica menoleh sambil tersenyum, “Studioku ada di bawah gedung itu. Satu belokan lagi dan kita akan sampai.” Setelah sampai, Erica membuka studionya, dan mengajak Jaxx masuk, “Anggap saja rumah sendiri.” Mengambil album tebal dan menyerahkannya ke Jaxx, “Kuharap dengan ini kamu yakin dengan tawaranku, Jaxx.” Tersenyum semanis mungkin. Jaxx membuka album, banyak sketsa wajah dan pemandangan yang nyaris sempurna, pantas saja Erica percaya diri dengan permintaan itu. Jaxx menutup album dan mengembalikannya ke Erica, “Okey. Lalu?” Erica langsung mengulurkan tangan untuk meraba setiap inci di wajah Jaxx. Bukannya senang, Jaxx malah mengerutkan kening, terganggu dengan apa yang terjadi. “Apa yang kau lakukan?” “Aku sedang mengenali wajahmu dengan benar, Jaxx.” “Kau melakukannya ke semua modelmu? Di album itu?” Erica berhenti dan melirik
Mr. Scott tertawa, “Akhir-akhir ini kamu terlalu banyak bicara, Jaxx.” “Itu karena kamu terus mempermainkanku. Mr. Scott.” “Nyatanya tetap aku yang mengeluarkanmu dari penjara.” Setelah wajah Jaxx melunak, “Ambil proyek galeri itu dan temukan barangku di sana. Jangan membuang-buang waktu.” Jaxx langsung pergi dari ruangan Mr. Scott dan ikut mencari Johan. *** Tiga hari berlalu, Bill yang pergi selama tiga hari juga, belum membawa kabar baik, membuat Jaxx bingung. Ke mana kiranya Johan pergi? Tak sabar, dia pun langsung menelepon Bill, “Apa kau ketiduran di jalan?” Bill, “Maaf, Mr. Jaxx. Sepertinya Johan disekap oleh orang penting, aku sudah menyebar semua anak buah kita, tetapi mereka tetap tak menemukan Johan di mana pun.” Jaxx langsung menutup telepon itu dan panggilan lain masuk, nomor yang bahkan tak dia tahu siapa pemiliknya. Namun, Jaxx tetap mengangkat telepon itu, “Ya?” Seseorang di ujung saja tertawa, “Suaramu sangat berat, kurasa kamu sedang mengalami kesulitan saat
Erica berhenti mengunyah dan meletakkan sumpit, “Hans, bukankah ini terlalu cepat? Aku tahu kita memang sudah lama saling kenal, tetapi dengan keadaanku yang begitu jauh denganmu-” “Aku tidak peduli dengan apa pun keadaanmu, Erica.” potong Hans. “Aku tahu. Setidaknya biarkan aku berusaha agar lebih seimbang denganmu, agar lebih pantas di sampingmu, setelah ujian akhir ini, aku yakin bisa menjadi apa yang aku impikan, dan saat itu aku akan memikirkan pertanyaanmu.” Erica tak bisa menolak Hans terang-terangan. Pria itu baik dan lembut, tetapi hatinya tak pernah bisa terima. Tak ada yang menyukainya selama ini, apa karena Jaxx? Bahkan kalau dipikir Jaxx pun juga tak menyukainya. Apa yang Erica harap? Hans menghela napas, “Baiklah. Aku ingin semua tetap baik sampai kamu bisa menjawab perasaanku, Erica.” Erica tersenyum dan mengangguk. Lanjut makan, ingin pertemuan ini segera usai, dia tak tahan dengan tatapan banyak orang di sekitarnya. Hans terlalu mencolok dibanding dengannya yang t
Jaxx mengedipkan mata, mendengar suara itu, dia langsung menoleh dan mendekat ketika menemukan Erica, lalu berdiri tepat di depan Erica. Erica seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya, “Jaxx, kamu-” Tak sanggup melanjutkan ucapannya karena Jaxx sedang memagutnya saat ini. Jaxx tersenyum, “Aku tidak tahu kau sedang makan roti.” Erica menunduk dan menggigit bibir bawahnya sendiri. Jaxx langsung menarik dagu Erica agar menatapnya, “Jangan pernah menggigit bibirmu, kalau kau ingin, aku akan menggigitkannya untukmu.” Memagut bibir Erica lagi, bahkan memeluk juga, Jaxx merasa darahnya berdesir dengan cepat, dia pun menggendong Erica dan mengedarkan pandangannya, “Di mana kamarmu?” Erica menunjuk tempat tidur, “Di sana. Kamu bisa beristirahat, aku tidak akan mengganggumu, Jaxx.” Seolah tuli, Jaxx langsung ke sana dan menurunkan Erica, lalu membuang pakaian yang dikenakan, “Aku ingin meminta bayaranku, Erica. Kau bilang akan memberikan apa pun, kan? Aku ingin minta ini. Apakah kamu
Scott menoleh ke Johan, “Pulanglah. Terima kasih untuk hari ini.” Johan mengangguk dan langsung pergi tanpa menyapa tamu Mr. Scott. Scott kembali menoleh ke tamunya, “Apa yang membuatmu datang ke sini, Rose? Kurasa semua urusan kita sudah selesai.” Rose tertawa, mengeluarkan rokok, dan menyulutnya, “Aku ingin barangku kembali. Meski pun kamu menyekap Johan dan menjaganya dengan seribu pengawal sekali pun, aku akan tetap mendapatkannya. Bagaimana pun juga galeri itu kubeli jauh sebelum kamu tertarik. Jadi, kamu harus mengembalikannya padaku.” Scott terkekeh, “Bahkan aku tidak tahu apakah barang yang kamu maksudkan ada di sana. Kamu terlalu percaya diri, Rose. Aku juga tidak terlalu paham dengan galeri yang kamu maksudkan, semua dikerjakan oleh Jaxx, dan kurasa tentang barangmu, hanya Jaxx yang tahu.” Rose menggebrak meja dan berdiri, “Jangan pernah bermain-main denganku, Scott.” Barulah Scott tertawa, bahkan tubuhnya bergetar karena tertawa terlalu keras, “Kalau dipikir kembali,
Menjauhkan tangan itu dan membuat empunya duduk dengan benar di kursi Rose sendiri. Jaxx mengeluarkan rokok dari saku, baru saja menyulut korek, Rose sudah menyulutkan rokoknya. Rose tersenyum saat Jaxx mengisap, mengembus dengan seksi, dan menyimpan koreknya lagi di tas. Jaxx menekan rokoknya sembarang di mobil Rose, meninggalkan bekas di sana, dan tersenyum saat melihat Rose menahan amarah yang begitu kentara di wajah, “Aku tidak tahu apa tujuanmu menemuiku, mengatakan hal tidak penting, dan motif yang kamu sembunyikan. Aku hanya ingin apa yang sudah terjadi, lupakan saja, termasuk dengan pertemuan kita. Anggap saja tidak pernah ada dan apa pun tidak terjadi. Tentang Johan, tanyakan ke Scott, aku tidak ikut campur dalam pekerjaan apa pun selain memastikan kerja sama berjalan lancar dan sekarang, bolehkan aku turun? Kurasa sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Rose menoleh ke sopir dan mengangguk. Setelah mobil berhenti, membiarkan Jaxx turun, dan menurunkan kaca mobil,
Erica menggeliat. Melihat Jaxx di sebelahnya masih terlelap dengan tubuh telanjang, dia tersenyum, mengusap punggung itu, dan berpakaian kembali. Mengintip ke jendela, Erica tak terlalu ingat kejadian semalam meski bisa menebak, tetapi melihat tempat parkir di bawah sana, membuatnya malu untuk turun.“Kau sudah bangun?” Jaxx mengusap wajah dan duduk dengan bersandar. Mengambil rokok untuk disulut dan diisap, “Aku akan mengantarmu pulang setelah ini.”Erica tersenyum dan mengangguk, “Hari ini aku ada kelas siang. Jangan terburu-buru.” Erica mendekat untuk duduk di samping Jaxx.Jaxx mengambil jasnya, mengeluarkan cek, menulis deretan angka, dan memberikannya ke Erica. “Jangan bekerja lagi di sini.”“Aku tidak bisa menerimanya, Jaxx. Aku mendekatimu bukan untuk itu.”“Aku tahu. Aku hanya ingin kamu fokus dengan kuliahmu. Simpan saja ini.” Menyodorkan kembali dan tersenyum saat Erica menerima kali ini. Jaxx berdiri, mengulurkan tangannya ke Erica, “Kita sarapan dan aku akan mengantarmu p
Erica membuka mata perlahan saat merasakan usapan di lengan. Meringis saat duduk, miliknya sepertinya lecet, entah Jaxx melakukan berapa kali tadi, dia tak ingat karena sudah tertidur. “Apa kita akan pulang sekarang?” tanya Erica sambil mengerjap-kerjapkan mata.Jaxx tersenyum, “Tentu saja tidak. Bukankah besok Sabtu? Kamu libur setiap Sabtu, kan? Kita makan malam dan melanjutkan lagi yang tadi.” Jaxx terus mengusap telapak tangan Erica yang digenggam, bahkan sesekali dikecup, dia tak ingin menyia-siakan kebersamaan kali ini.“Bukankah kita sudah melakukannya sampai beberapa kali, Jaxx? Apa kamu tidak lelah?” Erica takut tak bisa berdiri kalau terus melakukan itu dengan Jaxx.Mendengar pertanyaan Erica, Jaxx malah tertawa, “Kita baru saja istirahat, kan? Kamu juga tidur lebih lama dariku.” Bangun dan menggendong Erica, “Setelah mandi kita makan.” Menurunkan Erica di bak mandi dan menyalakan air hangat sebelum dirinya sendiri masuk bak juga. “Bagaimana patungku? Apa sudah jadi?” Jaxx m
Jaxx tersenyum sambil merapikan rambut Erica, “Aku ingin berkencan denganmu. Jadi, mari kita lakukan dengan baik.” Menggandeng Erica masuk butik, “Aku ingin yang terbaik untuknya."Pegawai butik langsung menyambut hangat, “Baik, Tuan.”Erica menurut dengan canggung ke pegawai butik itu, mencoba beberapa gaun yang terlihat aneh di tubuhnya, dan tetap tak mengerti karena Jaxx terus mengangguk dari tadi.“Pakai yang itu. Aku bayar sisanya.” Jaxx membantu Erica turun dari tempat mencoba gaun dan memberikan kartunya ke pegawai butik.“Bukankah ini terlalu berlebihan?” Erica mengenakan gaun sempit dengan belahan sepaha, rambutnya juga sempat diblow tadi, disemprot parfum, baru digandeng oleh Jaxx. Harusnya dia percaya diri, tetapi nyatanya apa yang tak pernah terpakai tetap saja terasa asing.“Sudah kukatakan kalau aku ingin berkencan denganmu, kan? Kita lakukan saja. Jangan terlalu banyak mengeluh, Erica.” Setelah dari butik, Jaxx mengajak Erica ke restoran mewah, makan makanan enak, dan t
Hari berganti ... sepulang dari kampus, Erica langsung ke tempat katering, membantu memasak dan menyiapkan pesanan, “Apa setiap hari akan seperti ini?” Pemilik katering tersenyum, “Kamu tahu pembangunan di sana? Di pertigaan? Setiap siang mereka makan di sini, jadi kita cukup sibuk setiap hari, tetapi mereka libur Minggu, tenang saja.” Erica tersenyum, “Setelah ini?” “Antar saja. Kau tinggal meletakkannya di meja nanti, sopir akan memberi tahumu.” Erica ikut ke mobil dan berangkat ke tempat pembangunan. Setelah melihat meja panjang kosong, dia tahu harus meletakkan semua kotak makan ini di mana, dan hujan yang tiba-tiba turun tak membuatnya memelankan langkah. “Berikan ini ke bosmu.” Mandor proyek mengulurkan amplop ke Erica. “Terima kasih.” Erica menyimpannya di kantong celemek. “Mereka minta untuk sore juga, bukan makanan, tetapi kudapan, apa kalian bisa mengirimnya? Jam tiga harus sudah di sini.” Erica melihat jam kecil yang dijadikan kalung, pemilik katering yang memberiny
Erica menggeliat. Melihat Jaxx di sebelahnya masih terlelap dengan tubuh telanjang, dia tersenyum, mengusap punggung itu, dan berpakaian kembali. Mengintip ke jendela, Erica tak terlalu ingat kejadian semalam meski bisa menebak, tetapi melihat tempat parkir di bawah sana, membuatnya malu untuk turun.“Kau sudah bangun?” Jaxx mengusap wajah dan duduk dengan bersandar. Mengambil rokok untuk disulut dan diisap, “Aku akan mengantarmu pulang setelah ini.”Erica tersenyum dan mengangguk, “Hari ini aku ada kelas siang. Jangan terburu-buru.” Erica mendekat untuk duduk di samping Jaxx.Jaxx mengambil jasnya, mengeluarkan cek, menulis deretan angka, dan memberikannya ke Erica. “Jangan bekerja lagi di sini.”“Aku tidak bisa menerimanya, Jaxx. Aku mendekatimu bukan untuk itu.”“Aku tahu. Aku hanya ingin kamu fokus dengan kuliahmu. Simpan saja ini.” Menyodorkan kembali dan tersenyum saat Erica menerima kali ini. Jaxx berdiri, mengulurkan tangannya ke Erica, “Kita sarapan dan aku akan mengantarmu p
Menjauhkan tangan itu dan membuat empunya duduk dengan benar di kursi Rose sendiri. Jaxx mengeluarkan rokok dari saku, baru saja menyulut korek, Rose sudah menyulutkan rokoknya. Rose tersenyum saat Jaxx mengisap, mengembus dengan seksi, dan menyimpan koreknya lagi di tas. Jaxx menekan rokoknya sembarang di mobil Rose, meninggalkan bekas di sana, dan tersenyum saat melihat Rose menahan amarah yang begitu kentara di wajah, “Aku tidak tahu apa tujuanmu menemuiku, mengatakan hal tidak penting, dan motif yang kamu sembunyikan. Aku hanya ingin apa yang sudah terjadi, lupakan saja, termasuk dengan pertemuan kita. Anggap saja tidak pernah ada dan apa pun tidak terjadi. Tentang Johan, tanyakan ke Scott, aku tidak ikut campur dalam pekerjaan apa pun selain memastikan kerja sama berjalan lancar dan sekarang, bolehkan aku turun? Kurasa sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Rose menoleh ke sopir dan mengangguk. Setelah mobil berhenti, membiarkan Jaxx turun, dan menurunkan kaca mobil,
Scott menoleh ke Johan, “Pulanglah. Terima kasih untuk hari ini.” Johan mengangguk dan langsung pergi tanpa menyapa tamu Mr. Scott. Scott kembali menoleh ke tamunya, “Apa yang membuatmu datang ke sini, Rose? Kurasa semua urusan kita sudah selesai.” Rose tertawa, mengeluarkan rokok, dan menyulutnya, “Aku ingin barangku kembali. Meski pun kamu menyekap Johan dan menjaganya dengan seribu pengawal sekali pun, aku akan tetap mendapatkannya. Bagaimana pun juga galeri itu kubeli jauh sebelum kamu tertarik. Jadi, kamu harus mengembalikannya padaku.” Scott terkekeh, “Bahkan aku tidak tahu apakah barang yang kamu maksudkan ada di sana. Kamu terlalu percaya diri, Rose. Aku juga tidak terlalu paham dengan galeri yang kamu maksudkan, semua dikerjakan oleh Jaxx, dan kurasa tentang barangmu, hanya Jaxx yang tahu.” Rose menggebrak meja dan berdiri, “Jangan pernah bermain-main denganku, Scott.” Barulah Scott tertawa, bahkan tubuhnya bergetar karena tertawa terlalu keras, “Kalau dipikir kembali,
Jaxx mengedipkan mata, mendengar suara itu, dia langsung menoleh dan mendekat ketika menemukan Erica, lalu berdiri tepat di depan Erica. Erica seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya, “Jaxx, kamu-” Tak sanggup melanjutkan ucapannya karena Jaxx sedang memagutnya saat ini. Jaxx tersenyum, “Aku tidak tahu kau sedang makan roti.” Erica menunduk dan menggigit bibir bawahnya sendiri. Jaxx langsung menarik dagu Erica agar menatapnya, “Jangan pernah menggigit bibirmu, kalau kau ingin, aku akan menggigitkannya untukmu.” Memagut bibir Erica lagi, bahkan memeluk juga, Jaxx merasa darahnya berdesir dengan cepat, dia pun menggendong Erica dan mengedarkan pandangannya, “Di mana kamarmu?” Erica menunjuk tempat tidur, “Di sana. Kamu bisa beristirahat, aku tidak akan mengganggumu, Jaxx.” Seolah tuli, Jaxx langsung ke sana dan menurunkan Erica, lalu membuang pakaian yang dikenakan, “Aku ingin meminta bayaranku, Erica. Kau bilang akan memberikan apa pun, kan? Aku ingin minta ini. Apakah kamu
Erica berhenti mengunyah dan meletakkan sumpit, “Hans, bukankah ini terlalu cepat? Aku tahu kita memang sudah lama saling kenal, tetapi dengan keadaanku yang begitu jauh denganmu-” “Aku tidak peduli dengan apa pun keadaanmu, Erica.” potong Hans. “Aku tahu. Setidaknya biarkan aku berusaha agar lebih seimbang denganmu, agar lebih pantas di sampingmu, setelah ujian akhir ini, aku yakin bisa menjadi apa yang aku impikan, dan saat itu aku akan memikirkan pertanyaanmu.” Erica tak bisa menolak Hans terang-terangan. Pria itu baik dan lembut, tetapi hatinya tak pernah bisa terima. Tak ada yang menyukainya selama ini, apa karena Jaxx? Bahkan kalau dipikir Jaxx pun juga tak menyukainya. Apa yang Erica harap? Hans menghela napas, “Baiklah. Aku ingin semua tetap baik sampai kamu bisa menjawab perasaanku, Erica.” Erica tersenyum dan mengangguk. Lanjut makan, ingin pertemuan ini segera usai, dia tak tahan dengan tatapan banyak orang di sekitarnya. Hans terlalu mencolok dibanding dengannya yang t
Mr. Scott tertawa, “Akhir-akhir ini kamu terlalu banyak bicara, Jaxx.” “Itu karena kamu terus mempermainkanku. Mr. Scott.” “Nyatanya tetap aku yang mengeluarkanmu dari penjara.” Setelah wajah Jaxx melunak, “Ambil proyek galeri itu dan temukan barangku di sana. Jangan membuang-buang waktu.” Jaxx langsung pergi dari ruangan Mr. Scott dan ikut mencari Johan. *** Tiga hari berlalu, Bill yang pergi selama tiga hari juga, belum membawa kabar baik, membuat Jaxx bingung. Ke mana kiranya Johan pergi? Tak sabar, dia pun langsung menelepon Bill, “Apa kau ketiduran di jalan?” Bill, “Maaf, Mr. Jaxx. Sepertinya Johan disekap oleh orang penting, aku sudah menyebar semua anak buah kita, tetapi mereka tetap tak menemukan Johan di mana pun.” Jaxx langsung menutup telepon itu dan panggilan lain masuk, nomor yang bahkan tak dia tahu siapa pemiliknya. Namun, Jaxx tetap mengangkat telepon itu, “Ya?” Seseorang di ujung saja tertawa, “Suaramu sangat berat, kurasa kamu sedang mengalami kesulitan saat