Menjauhkan tangan itu dan membuat empunya duduk dengan benar di kursi Rose sendiri. Jaxx mengeluarkan rokok dari saku, baru saja menyulut korek, Rose sudah menyulutkan rokoknya. Rose tersenyum saat Jaxx mengisap, mengembus dengan seksi, dan menyimpan koreknya lagi di tas. Jaxx menekan rokoknya sembarang di mobil Rose, meninggalkan bekas di sana, dan tersenyum saat melihat Rose menahan amarah yang begitu kentara di wajah, “Aku tidak tahu apa tujuanmu menemuiku, mengatakan hal tidak penting, dan motif yang kamu sembunyikan. Aku hanya ingin apa yang sudah terjadi, lupakan saja, termasuk dengan pertemuan kita. Anggap saja tidak pernah ada dan apa pun tidak terjadi. Tentang Johan, tanyakan ke Scott, aku tidak ikut campur dalam pekerjaan apa pun selain memastikan kerja sama berjalan lancar dan sekarang, bolehkan aku turun? Kurasa sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Rose menoleh ke sopir dan mengangguk. Setelah mobil berhenti, membiarkan Jaxx turun, dan menurunkan kaca mobil,
Erica menggeliat. Melihat Jaxx di sebelahnya masih terlelap dengan tubuh telanjang, dia tersenyum, mengusap punggung itu, dan berpakaian kembali. Mengintip ke jendela, Erica tak terlalu ingat kejadian semalam meski bisa menebak, tetapi melihat tempat parkir di bawah sana, membuatnya malu untuk turun.“Kau sudah bangun?” Jaxx mengusap wajah dan duduk dengan bersandar. Mengambil rokok untuk disulut dan diisap, “Aku akan mengantarmu pulang setelah ini.”Erica tersenyum dan mengangguk, “Hari ini aku ada kelas siang. Jangan terburu-buru.” Erica mendekat untuk duduk di samping Jaxx.Jaxx mengambil jasnya, mengeluarkan cek, menulis deretan angka, dan memberikannya ke Erica. “Jangan bekerja lagi di sini.”“Aku tidak bisa menerimanya, Jaxx. Aku mendekatimu bukan untuk itu.”“Aku tahu. Aku hanya ingin kamu fokus dengan kuliahmu. Simpan saja ini.” Menyodorkan kembali dan tersenyum saat Erica menerima kali ini. Jaxx berdiri, mengulurkan tangannya ke Erica, “Kita sarapan dan aku akan mengantarmu p
Hari berganti ... sepulang dari kampus, Erica langsung ke tempat katering, membantu memasak dan menyiapkan pesanan, “Apa setiap hari akan seperti ini?” Pemilik katering tersenyum, “Kamu tahu pembangunan di sana? Di pertigaan? Setiap siang mereka makan di sini, jadi kita cukup sibuk setiap hari, tetapi mereka libur Minggu, tenang saja.” Erica tersenyum, “Setelah ini?” “Antar saja. Kau tinggal meletakkannya di meja nanti, sopir akan memberi tahumu.” Erica ikut ke mobil dan berangkat ke tempat pembangunan. Setelah melihat meja panjang kosong, dia tahu harus meletakkan semua kotak makan ini di mana, dan hujan yang tiba-tiba turun tak membuatnya memelankan langkah. “Berikan ini ke bosmu.” Mandor proyek mengulurkan amplop ke Erica. “Terima kasih.” Erica menyimpannya di kantong celemek. “Mereka minta untuk sore juga, bukan makanan, tetapi kudapan, apa kalian bisa mengirimnya? Jam tiga harus sudah di sini.” Erica melihat jam kecil yang dijadikan kalung, pemilik katering yang memberiny
Jaxx tersenyum sambil merapikan rambut Erica, “Aku ingin berkencan denganmu. Jadi, mari kita lakukan dengan baik.” Menggandeng Erica masuk butik, “Aku ingin yang terbaik untuknya."Pegawai butik langsung menyambut hangat, “Baik, Tuan.”Erica menurut dengan canggung ke pegawai butik itu, mencoba beberapa gaun yang terlihat aneh di tubuhnya, dan tetap tak mengerti karena Jaxx terus mengangguk dari tadi.“Pakai yang itu. Aku bayar sisanya.” Jaxx membantu Erica turun dari tempat mencoba gaun dan memberikan kartunya ke pegawai butik.“Bukankah ini terlalu berlebihan?” Erica mengenakan gaun sempit dengan belahan sepaha, rambutnya juga sempat diblow tadi, disemprot parfum, baru digandeng oleh Jaxx. Harusnya dia percaya diri, tetapi nyatanya apa yang tak pernah terpakai tetap saja terasa asing.“Sudah kukatakan kalau aku ingin berkencan denganmu, kan? Kita lakukan saja. Jangan terlalu banyak mengeluh, Erica.” Setelah dari butik, Jaxx mengajak Erica ke restoran mewah, makan makanan enak, dan t
Erica membuka mata perlahan saat merasakan usapan di lengan. Meringis saat duduk, miliknya sepertinya lecet, entah Jaxx melakukan berapa kali tadi, dia tak ingat karena sudah tertidur. “Apa kita akan pulang sekarang?” tanya Erica sambil mengerjap-kerjapkan mata.Jaxx tersenyum, “Tentu saja tidak. Bukankah besok Sabtu? Kamu libur setiap Sabtu, kan? Kita makan malam dan melanjutkan lagi yang tadi.” Jaxx terus mengusap telapak tangan Erica yang digenggam, bahkan sesekali dikecup, dia tak ingin menyia-siakan kebersamaan kali ini.“Bukankah kita sudah melakukannya sampai beberapa kali, Jaxx? Apa kamu tidak lelah?” Erica takut tak bisa berdiri kalau terus melakukan itu dengan Jaxx.Mendengar pertanyaan Erica, Jaxx malah tertawa, “Kita baru saja istirahat, kan? Kamu juga tidur lebih lama dariku.” Bangun dan menggendong Erica, “Setelah mandi kita makan.” Menurunkan Erica di bak mandi dan menyalakan air hangat sebelum dirinya sendiri masuk bak juga. “Bagaimana patungku? Apa sudah jadi?” Jaxx m
Ke tiga orang itu, yang sudah mempersiapkan balok kayu, langsung mengejar Erica, perintah yang didapat hanya melukai dan membuat cacat tanpa menghilangkan nyawa.Erica terus berlari, meski orang-orang itu menyebut nama Jaxx yang sulit untuk dipercaya, tak mungkin dia diam dan mengharap keajaiban tanpa melawan. Namun, tahu tak memiliki apa pun, Erica hanya berlari sekuat tenaga dan berharap tak sampai tertangkap. “Akh!” Erica terjatuh setelah tersandung balok kayu. Ada lorong gelap di sana, Erica bersembunyi, sambil membawa balok kayu yang menyandungnya tadi.“Di mana dia?!”“Tadi lari ke sini, Bos.”“Kamu ke sana! Kamu ke sana!”Setelah langkah lari tak terdengar lagi, Erica ke luar dari tempat persembunyian, satu belokan lagi sampai di studio, dia bisa bersembunyi untuk sementara waktu sampai Jaxx menjelaskan apa yang terjadi.“Kau pikir bisa membodohiku?”Erica tak menyangka kalau satu di antara tiga masih dekat dengan lorong tempatnya bersembunyi, “Jangan mendekat!”Terkekeh, “Ini
Jaxx yang menuju studio Erica, mengerutkan kening karena ada dua orang terkapar di jalan, kekhawatirannya semakin meruncing karena dua orang itu juga babak belur. Dia pun berlari, tak peduli dengan gerimis yang turun semakin deras, dia harus segera menemukan Erica. “Berani sekali kau, Wanita sialan!” Erica yang tadi berjalan dengan terseok, menoleh, menggeleng karena sepertinya dia tak bisa selamat, “Aku sudah bilang padamu, aku tidak punya apa pun untuk kuberikan padamu, kenapa kalian terus mengejarku?” “Tanyakan saja ke Mr. Jaxx, tetapi sepertinya kamu tidak bisa melakukannya, aku akan menghukummu setelah menyakiti teman-temanku.” Mengeluarkan pistol dan menodongkannya ke Erica, “Aku akan membuatmu cacat seumur hidup!” Melihat seorang pria menodongkan pistol ke Erica, Jaxx juga mengambil pistol yang selalu disembunyikan di balik jas, dan menarik pelatuk secepat mungkin agar pria gila itu tak sampai menyakiti Erica. Dor! “Aaaakkhhh!” Erica menutupi wajah saat tembakan itu terde
‘Meski aku pernah menunggumu lama, aku tahu kamu akhirnya datang dan menjemputku, aku tahu kamu pasti akan melakukannya, Jaxx.’ Mengingat kata-kata itu, Jaxx meneguk minuman yang dipegangnya, “Senyuman itu seperti pernah kulihat di suatu tempat, tetapi di mana?” Jaxx meneguk lagi, “Apa ada yang kulewatkan darinya?” Bill masuk kamar Jaxx, “Mr. Jaxx, Hans menemui Mr. Scott lagi hari ini.” Jaxx meletakkan gelas yang dipegang dan ke luar kamar, “Aku ingin menemui Rose.” Bill terkejut mendengar rencana Jaxx, tetapi dia tak bisa melarang, hanya bisa mengantarkan langsung. Sebagai pengikut setia, tak ada keraguan meski tetap memikirkan keselamatan Jaxx sepenuhnya, “Saya akan masuk bersama Anda.” Jaxx terus melangkah, beberapa orang menatap tajam meski memberi jalan, dan pelayan langsung menyambut untuk mengantarnya langsung menemui Rose. Tersenyum, “Aku tahu kamu pasti datang. Bagaimana perjalananmu tadi? Rumah baruku tidak menyulitkanmu, kan?” Rose menjentikkan jari agar pelayan menja
Dosen itu ikut tersenyum juga, “Tetapi dengan satu syarat, Erica. Aku ... harus melihat hasil karyamu agar aku bisa meyakinkan semua dosen kalau kamu memang layak untuk disimpan sampai akhir semester.” Erica meremas tangannya sendiri, apa yang dihindari dari dulu, akankah dia harus menerimanya? “Tetapi saya bekerja sepulang kuliah, Pak. Ini saja saya izin cuti, kalau Bapak ke sana, mau jam berapa? Saya pulang jam sembilan soalnya.” “Aku punya banyak waktu, kalau kamu memang bisanya jam sembilan, tidak masalah. Lusa aku akan datang, aku akan mampir kedai dulu untuk menunggumu, jadi kita bisa ke rumahmu bersama-sama. Ingat, Erica, semua demi dirimu sendiri.” Erica menghela napas, tak tahu harus bagaimana, ijazahnya sangat penting untuk meraih impiannya, tetapi karena rekaman itu? “Baik, Pak. Saya tunggu di kedai. Apa saya boleh permisi dulu, Pak?” Dosen itu mengangguk, “Ya, kerjakan apa yang perlu, jangan dipikirkan tentang masalah ini. Aku akan mengurusnya untukmu. Setelah aku meli
Erica tersenyum, “Apa kamu melakukannya dengan wanita itu juga? Kau juga melakukan ini?” Bobi terkekeh, “Siapa? Aku tidak pernah melakukan apa pun dengan siapa pun? Aku bersih dan aku hanya tertarik padamu saja.” Kembali mendekat, menciumi bibir yang nyatanya manis juga, meski dulu dia sempat menolak rencana ini karena Erica terlihat aneh, nyatanya tetap sama seperti cewek lain saat mabuk begini. “Lalu siapa wanita yang kau peluk kemarin?” Meski menerima ciuman itu, Erica merasa harus menuntut jawab atas rasa penasarannya. “Siapa? Aku tidak memeluk siapa pun kemarin.” Bobi menyelusupkan tangan untuk menyentuh milik Erica, kaki yang merespons baik tujuannya, membuat Bobi berhasil menyisikan kain tipis itu tanpa perlu bersusah payah. Dia mulai mengeluar masukkan jemari dan membuat milik Erica semakin basah. “Aaahhh ... kau belum menjawab pertanyaanku. Tunggu sebentar, ooughhhh ....” Erica menahan tangan yang sedang membuatnya semakin naik itu. Bobi semakin liar, larangan itu membua
‘Ting. Ting.’ Erica menoleh bermaksud menyambut pembeli, tetapi yang datang saat ini membuatnya langsung tersenyum kecut. “Apa pekerjaan ini membuatmu terlalu sibuk sampai tidak ada waktu untuk meneleponku, Erica?” Jaxx terus mendekat dan berhenti setelah tepat berada di depan Erica meski hanya terhalang meja. Erica mengangguk, “Maaf.” Jaxx menghela napas, “Aku tidak menyuruhmu minta maaf. Di mana Jessie?” “Dia ada kepentingan jadi aku menjaga kedai sendiri. Dulu selama aku di sini dia juga sering sibuk. Kau ... mau kopi?” Erica tersenyum lagi. Semarah apa dia dengan Jaxx, nyatanya tetap sulit membenci pria itu, terlebih saat berhadapan seperti ini. “Ya, bautkan apa pun yang spesial dan enak.” Jaxx mengedarkan padangan, tahu ada meja kosong, dia duduk di sana, membiarkan Bill yang baru saja pamit ke luar. Erica mengantar segelas kopi Latte untuk Jaxx, “Aku ... harus segera menyelesaikan pekerjaanku, sebentar lagi ada pendaftaran di Aganta, kalau saat itu pekerjaanku belum siap
Abi terjatuh karena orang yang akan ditabrak langsung melompat dan membuatnya hampir menabarak Bill, kalau tidak menghindar dan sengaja menjatuhkan diri, dia pasti akan menyelakai sahabatnya itu.Berdiri dan mengambil kunci motor, “Sepertinya aku sedang beruntung sampai mendapat tangkapan besar begini.”Bill bangun dan membantu Abi, “Ayo!” Berlari untuk berduel dengan pria kurang ajar yang mengganggunya.Abi juga ikut serta, dia mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki, tetapi tetap saja kalah. “Akh!” Tersungkur saat perutnya tertendang dengan keras.Bill pun sama, dia juga tersungkur, lama berlari membuat tenaganya menipis, jadi perkelahian ini semakin mencekiknya.“Apa yang kalian lakukan di sini?!” Satpam berlari mendekat sambil mengacungkan tongkat, “Aku akan memanggil polisi agar menangkap kalian!”Terkekeh, “Untuk apa? Kami hanya bercanda, kami ini berlatih, Pak. Untuk apa sampai memanggil polisi? Memangnya kami salah?” Motor yang dari tadi tumbang tak tertolong, segera diberdir
Meski agak terkejut, Jaxx tetap diam saat mendapati dirinya sadar dan berada di ruangan dokter yang biasa menanganinya. Menyibak selimut dan duduk untuk menyeimbangkan tubuh sebelum pergi dari tempat ini.“Kau sudah bangun, Jaxx? Apa ada yang mengganggumu? Kau terlalu banyak minum obat tidur?” Dokter masuk, dia ingin memeriksa, dan bersyukur melihat Jaxx sudah sadar.Menghela napas, “Apa gumpalan itu benar-benar kau ambil?”Dokter itu mengerutkan kening, “Kau mencurigaiku? Yang benar saja?!” Terkekeh, duduk di depan komputer, dan memeriksa apa yang seharusnya, “Meski operasinya lancar, seharusnya kepalamu tidak boleh terbentur, jangan salahkan aku kalau kau yang melakukan kesalahan, ya? Jangan sering minum obat tidur. Sebenarnya obat seperti itu sangat berbahaya.”Jaxx menghela napas lagi, “Aku sudah lama tidak minum barang sialan seperti itu.”“Lalu? Apa yang membuatmu pingsan? Kali ini memang pingsan, aku hanya kawatir kamu terlalu memaksakan diri, sekuat-kuatnya manusia tetap butuh
Rose meletakkan cerutu yang dipegang dan mendekati Jaxx, memperhatikan wanita di depannya, dan mencium bibir itu di depan Jaxx. Tentu saja wanita itu tak berani menolak, dia tahu benar akan berakhir bagaimana kalau sampai kliennya kecewa, jadi meski adegan ini menjijikkan, dia tetap melakukan sesempurna mungkin. Rose melepas ciuman itu dan membersihkan bibirnya sendiri, “Ya, rasanya memang manis. Seleramu bagus juga.” Duduk kembali di tempatnya, mengambil cerutu, dan mengisap lagi, “Apa aku berencana memberikannya padaku?” Eva menunjuk meja di depannya dengan dagu, “Baru kali ini aku melihat hal seperti itu?” Erica mengerutkan kening, “Ada apa?” “Wanita di sana mencium wanita lain, padahal dia sudah dipangku oleh pria gagah, apa begitu banyak orang sakit di zaman sekarang ini?” Erica merapikan rambut sambil menoleh, dia tak kenal dengan wajah itu, tampak seperti wanita kaya dari pakaiannya, tetapi pria yang memunggunginya, seolah kegagahannya bisa diukir dengan mata tertutup. E
Mendengar pertanyaan itu, Erica malah merapikan rambut yang bahkan tak mengganggu sekali pun, “Aku ... tahu kalau kau menembak Jaxx.” Hans tersenyum, “Semua orang juga mengetahuinya. Kabarnya dimuat dikoran, kan? Meski hanya sehari dan peredarannya dicabut, tetap saja ada beberapa orang yang sudah membelinya.” “Kenapa kau melakukannya, Hans?” “Apa aku menyakiti hatimu?” Erica menelan ludah, dia tahu betul Hans menyukainya dan semua ini bukan tentang dirinya saja yang sedih, Hans pun pasti juga sakit. “Aku tidak tahu ada apa denganmu, Hans. Kamu sangat baik dan sopan padaku, kau tak pernah melakukan hal yang membuatku marah, tetapi ... semua orang yang ada di sekitarmu tidak pernah membuatku nyaman, dan aku merasa harus menjadi orang lain untuk dekat denganmu. Maaf.” Hans membawa kopinya dan berdiri, “Setidaknya hanya aku yang tulus mencintaimu.” Ke luar dari kedai kopi. Dia memang senang bertemu dengan Erica, tetapi kalau cinta Erica bukan untuknya? Apa yang bisa dilakukan Hans m
‘Secepatnya. Anda tidak usah kawatir.’Hampir malam. Erica merasa apa yang diucapkannya dari tadi menggema di telinga, bahkan saat dia makan pun, lidahnya tak merasakan enak, hanya ingin segera bertemu dengan Jaxx saja.“Anda ingin yang lain, Nona?’ tanya pelayan Jaxx.Erica menggeleng, “Terima kasih. Aku mau istirahat.” Erica menghabiskan minumannya dan pergi ke kamar. Ada beberapa hal yang harus dikerjakan menyangkut tugas akhirnya, tetapi pikirannya tak bisa fokus, dia hanya membolak-balik buku tanpa bisa menyelesaikan apa pun, dan malah ke luar saat mendengar deru mobil mendekat. Sepertinya Jaxx sudah pulang.“Kau belum tidur?” Jaxx memeluk Erica dan memagut bibir singkat.Erica tersenyum, “Bagaimana dengan lenganmu?”“Lebih baik karena aku punya perawat yang bisa diandalkan.” Jaxx memeluk Erica, merayapkan tangan ke punggung untuk menggoda, dan bersiap mencium Erica lagi.“Jangan di sini, Jaxx. Aku mau di kamar.”Jaxx terkekeh, “Oke.” Memegangi tangan Erica dan menuntunnya ke kam
Jaxx langsung diarahkan ke lokasi. Melihat beberapa kotak digali agar terlihat semua, Jaxx turun begitu saja, dan memeriksa satu yang paling dekat dengannya. Melihat apa yang ada di dalam, Jaxx tertawa, “Aku menemukannya.” Menoleh ke Bill, “Siapkan tempat yang kita bicarakan kemarin, bawa semuanya ke sana, dan perketat penjagaan."Bill mengangguk dan pergi untuk menyiapkan perintah Jaxx.Abi mendekat, “Saya akan menyiapkan truk untuk mengangkutnya.”Jaxx yang masih tertawa, berbalik menghadap Abi, “Lakukan yang terbaik, jangan lupa menghitungnya, aku akan mengawasi dari atas.” Dia sedang berbahagia. Sepertinya sebentar lagi Scott akan memberikan posisi yang dia inginkan setelah penemuan ini dan dengan itu dia tak perlu lagi bekerja keras karena kedamaian pasti sudah teratasi oleh posisi yang diincarnya itu.Abi turun, mencatat semua penemuan agar tak sampai ada yang tertinggal, dan memerintah anak buah Jaxx yang lain agar menyiapkan truk karena Bill sudah bilang kalau tempat penyimpan