Johan tersenyum setelah menyambut Jaxx, “Aku tidak menyangka Mr. Scott akan tertarik dengan galeri seni. Selama ini Max Konstruksi hanya mengembangkan kompleks perumahan dan sektor publik, kan?”
Jaxx terkekeh, mengisyaratkan Bill agar masuk, dan membiarkan tas diletakkan di meja dengan resleting terbuka, “Karena itulah aku ke sini. Setelah pertemuan kita, kuharap Anda menyerahkan pembangunan galeri hanya ke Max Konstruksi saja, terlebih dengan uang itu, Anda bisa membangun lapangan golf sendiri dan bermain setiap saat. Bukankah itu menyenangkan?”
Johan melirik isi tas dan tertawa, “Aku tidak menyangka kalau Mr. Jaxx sangat mengerti dengan apa yang menjadi kesenanganku.”
“Aku pun juga senang kalau Anda suka dengan hadiah dari kami. Kalau begitu kami permisi. Aku akan menunggu undangan pertemuan selanjutnya dan mempersiapkan tanda tangan kontrak kita.” Jaxx berdiri dan mengajak anak buahnya pulang. Baru saja keluar ruangan, Jaxx menyulut rokoknya lagi karena yang tadi sudah dibuang sebelum masuk ruangan Johan.
Abi yang membantu menyalakan korek untuk Jaxx, memberanikan diri bertanya, “Mr. Jaxx, Anda terlihat kusut, padahal pertemuan dengan Johan berjalan lancar, apakah ada yang mengganjal di hati Anda?”
Jaxx menggeleng. Mengembus asap perlahan dan menghisap lagi. Tidurnya tidak nyenyak semalam, bayangan Erica terus mengganggu, karena itu dia ingin melakukan hal yang lebih seru dengan Erica. Terlebih nama itu, seolah pernah dia dengar, tetapi di mana? “Akh!” Jaxx meringis karena kepalanya tiba-tiba pening.
“Mr. Jaxx, Anda tidak apa-apa?” tanya Bill yang menahan tubuh Jaxx agar tak limbung.
“Sepertinya aku butuh kopi.” Jaxx yang merasakan denyutan di kepalanya sudah pergi, berjalan lagi, bahkan lebih cepat, dan bersiap masuk mobil.
“Saya akan mencarikan kopi terenak di sekitar sini.” ucap Bill.
“Tidak. Aku mau kopi yang kemarin saja.” Jaxx masuk mobil lebih dulu.
Bill menoleh ke Abi, memainkan alis karena tahu apa yang terjadi kemarin setelah Jaxx minum kopi Erica.
Abi malah menaikkan dua bahunya bersamaan karena tak mengerti harus menjawab apa.
Jaxx yang merasa Abi dan Bill terlalu lama, mendongak ke luar, “Apa aku harus menyopir mobil ini sendiri?”
“Tidak, Mr. Jaxx!” Abi berlari masuk dengan diikuti oleh Bill juga.
‘Ting! Ting!’ Lonceng tanda pembeli masuk berbunyi dan Erica lebih terkejut melihat siapa yang datang ke kedai kopi sore ini.
Jaxx mendekati Erica yang berdiri di balik meja, “Kopi Latte satu.” Menoleh ke Abi dan Bill, “Kalian apa?”
Bill yang tidak yakin dengan rasa kopi di kedai ini, terkekeh sambil menggeleng, “Tidak usah, Mr. Jaxx. Saya sedang tidak ingin minum kopi.”
Abi juga menggeleng mengikuti Bill.
“Lalu kalian akan berdiam diri seperti berandalan?” Jaxx menatap Abi dan Bill bergantian.
Abi mendekati meja lebih dulu, “Aku mau Mocha.”
Bill menyusul juga, “Aku Cappuccino.”
Itu terlihat lucu di mata Jessie hingga membuatnya terkekeh. Saat pria yang memesan pertama kali menoleh, Jessie mempersilakan, “Mari. Bukankah Anda yang datang kemarin?”
Jaxx tersenyum dan mengangguk, “Ya, kopi kemarin rasanya sangat luar biasa dan karena itu aku kembali. Sepertinya aku juga akan sering ke sini setelah ini.”
Jessie tersenyum lebar, “Wahhh ... aku sangat tersanjung. Baru kali ini ada orang yang begitu suka dengan kopi racikanku. Itu adalah resep turun temurun dari nenek dan kakekku. Aku sendiri bahkan menyukai semua kopi-kopi di sini.”
Jaxx melirik ke Erica, “Ya, ditambah dengan tangan terampil barista ... rasanya menjadi tak terlupakan.” Setelah Abi dan Bill duduk di kursi yang dipersilakan, Jaxx mendekati Erica, “Latte ini juga terlihat indah.”
Erica yang mengantar kopi Jaxx, meletakkannya di meja untuk menemani Jaxx yang duduk di sana lebih dulu, menyendiri dari dua orang yang bersamanya, “Kenapa kamu ke sini, Jaxx?”
Jaxx tersenyum. Kemarin Erica tampak biasa, meski tak bisa dipungkiri kecantikan itu, nyatanya hari ini Erica tampak lebih cantik lagi. Jaxx berpikir, apa tidak masalah langsung mengajak Erica ke hotel? Kemarin dia mengganggu Erica di kamar mandi galeri, bagaimana jika sekarang di kamar mandi kedai saja? Lebih cepat dan tidak memakan banyak waktu. Jaxx terkekeh untuk mengusir pikiran kotornya sendiri. “Aku hanya ingat kalau ada yang ingin bertemu denganku lagi kemarin. Mungkin orang itu sudah lupa, atau bahkan tidak membutuhkanku, atau bisa juga aku sudah tak menarik lagi.”
Erica langsung menyambar tangan Jaxx dan meremasnya, “Bahkan aku ingin bertemu denganmu lebih dulu, aku ingin mencarimu, mendatangimu, tetapi aku tidak tahu harus mencarimu ke mana. Aku ... aku butuh bantuanmu, Jaxx.”
Jaxx tersenyum lebar. Sepertinya dia tak perlu berpikir keras untuk beralasan agar bisa bermain lagi dengan Erica, “Bantuan apa memangnya?”
“Jadilah modelku, Jaxx. Kumohon.”
“Model?”
Erica mengangguk, “Aku perlu karya yang indah untuk tugas akhirku dan kamu adalah model yang sempurna.”
“Apa karena itu kau tertarik padaku? Kau melihatku seperti maha karya indah sampai mengejarku kemarin?” Melihat Erica mengangguk, Jaxx malah sulit mempercayainya, konyol, kan?
“Kumohon, Jaxx.” Erica memperlihatkan binar matanya untuk merayu belas kasih Jaxx.
“Bagaimana kalau aku tidak mau?” Jaxx mengambil cangkir dan menikmati Latte miliknya. Kali ini rasanya lebih nikmat dari pada Americano kemarin. Sepertinya bukan Erica atau kedai kopi ini yang salah, tetapi selera Bill yang tidak cocok dengannya, padahal dia sudah membuang kopi itu langsung di depan Erica kemarin dan Erica tetap menggilainya seperti ini? Gagasan Jaxx membuat Jaxx tersenyum kembali.
“Aku akan membayarmu. Berapa pun, katakan saja, Jaxx. Aku akan mengumpulkan uang, semua gaji, tabunganku, aku akan membayarmu dengan pantas.” Erica rela demi tugas akhir ini.
Jaxx terkekeh, “Lihat! Apa wajahku terlihat seperti orang kekurangan uang? Apa aku membutuhkan uangmu? Dari menjadi model untukmu? Seberapa banyak pun kamu membayarnya, aku tetap akan menolak, uangku sudah lebih dari cukup, Erica.” Jaxx menyesap Lattenya lagi. Sungguh, dia menyukai kalimatnya sendiri, sepertinya dia berbakat menjadi pengacara, terlebih saat berdebat dengan Erica begini. Sedikit umpan akan membuatnya mendapat tangkapan besar.
“Kalau memang begitu, katakan saja apa yang kamu butuhkan, apa yang kamu mau, aku akan memberikannya padamu. Apa pun yang kamu minta, aku akan memberikannya, Jaxx. Sungguh.” Erica tak akan menyerah demi tugas akhirnya.
“Apa pun katamu? Kau akan memberikan apa pun yang kuminta?” ulang Jaxx memastikan.
Erica mengangguk mantap, “Ya, apa pun. Aku akan memberikan apa pun yang kamu mau. Berjanjilah untuk menjadi modelku, Jaxx. Kumohon.”
Jaxx tersenyum, “Ya, kalau kamu memaksa.”
Erica ikut tersenyum juga, “Terima kasih, Jaxx. Aku tahu kamu memang orang baik.”
“Ya.” Jaxx bersorak dalam hati. Sepertinya Erica sangat menyenangkan dengan semua kepolosan itu. “Sekarang, apa yang harus kulakukan untuk menjadi modelmu?”
“Kau tidak sedang menjebakku, kan?” Jaxx tak yakin dengan jalan yang diambil Erica. Kumuh dan jalannya semakin sempit. Seolah mengarah ke gang buntu. Erica menoleh sambil tersenyum, “Studioku ada di bawah gedung itu. Satu belokan lagi dan kita akan sampai.” Setelah sampai, Erica membuka studionya, dan mengajak Jaxx masuk, “Anggap saja rumah sendiri.” Mengambil album tebal dan menyerahkannya ke Jaxx, “Kuharap dengan ini kamu yakin dengan tawaranku, Jaxx.” Tersenyum semanis mungkin. Jaxx membuka album, banyak sketsa wajah dan pemandangan yang nyaris sempurna, pantas saja Erica percaya diri dengan permintaan itu. Jaxx menutup album dan mengembalikannya ke Erica, “Okey. Lalu?” Erica langsung mengulurkan tangan untuk meraba setiap inci di wajah Jaxx. Bukannya senang, Jaxx malah mengerutkan kening, terganggu dengan apa yang terjadi. “Apa yang kau lakukan?” “Aku sedang mengenali wajahmu dengan benar, Jaxx.” “Kau melakukannya ke semua modelmu? Di album itu?” Erica berhenti dan melirik
Mr. Scott tertawa, “Akhir-akhir ini kamu terlalu banyak bicara, Jaxx.” “Itu karena kamu terus mempermainkanku. Mr. Scott.” “Nyatanya tetap aku yang mengeluarkanmu dari penjara.” Setelah wajah Jaxx melunak, “Ambil proyek galeri itu dan temukan barangku di sana. Jangan membuang-buang waktu.” Jaxx langsung pergi dari ruangan Mr. Scott dan ikut mencari Johan. *** Tiga hari berlalu, Bill yang pergi selama tiga hari juga, belum membawa kabar baik, membuat Jaxx bingung. Ke mana kiranya Johan pergi? Tak sabar, dia pun langsung menelepon Bill, “Apa kau ketiduran di jalan?” Bill, “Maaf, Mr. Jaxx. Sepertinya Johan disekap oleh orang penting, aku sudah menyebar semua anak buah kita, tetapi mereka tetap tak menemukan Johan di mana pun.” Jaxx langsung menutup telepon itu dan panggilan lain masuk, nomor yang bahkan tak dia tahu siapa pemiliknya. Namun, Jaxx tetap mengangkat telepon itu, “Ya?” Seseorang di ujung saja tertawa, “Suaramu sangat berat, kurasa kamu sedang mengalami kesulitan saat
Erica berhenti mengunyah dan meletakkan sumpit, “Hans, bukankah ini terlalu cepat? Aku tahu kita memang sudah lama saling kenal, tetapi dengan keadaanku yang begitu jauh denganmu-” “Aku tidak peduli dengan apa pun keadaanmu, Erica.” potong Hans. “Aku tahu. Setidaknya biarkan aku berusaha agar lebih seimbang denganmu, agar lebih pantas di sampingmu, setelah ujian akhir ini, aku yakin bisa menjadi apa yang aku impikan, dan saat itu aku akan memikirkan pertanyaanmu.” Erica tak bisa menolak Hans terang-terangan. Pria itu baik dan lembut, tetapi hatinya tak pernah bisa terima. Tak ada yang menyukainya selama ini, apa karena Jaxx? Bahkan kalau dipikir Jaxx pun juga tak menyukainya. Apa yang Erica harap? Hans menghela napas, “Baiklah. Aku ingin semua tetap baik sampai kamu bisa menjawab perasaanku, Erica.” Erica tersenyum dan mengangguk. Lanjut makan, ingin pertemuan ini segera usai, dia tak tahan dengan tatapan banyak orang di sekitarnya. Hans terlalu mencolok dibanding dengannya yang t
Jaxx mengedipkan mata, mendengar suara itu, dia langsung menoleh dan mendekat ketika menemukan Erica, lalu berdiri tepat di depan Erica. Erica seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya, “Jaxx, kamu-” Tak sanggup melanjutkan ucapannya karena Jaxx sedang memagutnya saat ini. Jaxx tersenyum, “Aku tidak tahu kau sedang makan roti.” Erica menunduk dan menggigit bibir bawahnya sendiri. Jaxx langsung menarik dagu Erica agar menatapnya, “Jangan pernah menggigit bibirmu, kalau kau ingin, aku akan menggigitkannya untukmu.” Memagut bibir Erica lagi, bahkan memeluk juga, Jaxx merasa darahnya berdesir dengan cepat, dia pun menggendong Erica dan mengedarkan pandangannya, “Di mana kamarmu?” Erica menunjuk tempat tidur, “Di sana. Kamu bisa beristirahat, aku tidak akan mengganggumu, Jaxx.” Seolah tuli, Jaxx langsung ke sana dan menurunkan Erica, lalu membuang pakaian yang dikenakan, “Aku ingin meminta bayaranku, Erica. Kau bilang akan memberikan apa pun, kan? Aku ingin minta ini. Apakah kamu
Scott menoleh ke Johan, “Pulanglah. Terima kasih untuk hari ini.” Johan mengangguk dan langsung pergi tanpa menyapa tamu Mr. Scott. Scott kembali menoleh ke tamunya, “Apa yang membuatmu datang ke sini, Rose? Kurasa semua urusan kita sudah selesai.” Rose tertawa, mengeluarkan rokok, dan menyulutnya, “Aku ingin barangku kembali. Meski pun kamu menyekap Johan dan menjaganya dengan seribu pengawal sekali pun, aku akan tetap mendapatkannya. Bagaimana pun juga galeri itu kubeli jauh sebelum kamu tertarik. Jadi, kamu harus mengembalikannya padaku.” Scott terkekeh, “Bahkan aku tidak tahu apakah barang yang kamu maksudkan ada di sana. Kamu terlalu percaya diri, Rose. Aku juga tidak terlalu paham dengan galeri yang kamu maksudkan, semua dikerjakan oleh Jaxx, dan kurasa tentang barangmu, hanya Jaxx yang tahu.” Rose menggebrak meja dan berdiri, “Jangan pernah bermain-main denganku, Scott.” Barulah Scott tertawa, bahkan tubuhnya bergetar karena tertawa terlalu keras, “Kalau dipikir kembali,
Menjauhkan tangan itu dan membuat empunya duduk dengan benar di kursi Rose sendiri. Jaxx mengeluarkan rokok dari saku, baru saja menyulut korek, Rose sudah menyulutkan rokoknya. Rose tersenyum saat Jaxx mengisap, mengembus dengan seksi, dan menyimpan koreknya lagi di tas. Jaxx menekan rokoknya sembarang di mobil Rose, meninggalkan bekas di sana, dan tersenyum saat melihat Rose menahan amarah yang begitu kentara di wajah, “Aku tidak tahu apa tujuanmu menemuiku, mengatakan hal tidak penting, dan motif yang kamu sembunyikan. Aku hanya ingin apa yang sudah terjadi, lupakan saja, termasuk dengan pertemuan kita. Anggap saja tidak pernah ada dan apa pun tidak terjadi. Tentang Johan, tanyakan ke Scott, aku tidak ikut campur dalam pekerjaan apa pun selain memastikan kerja sama berjalan lancar dan sekarang, bolehkan aku turun? Kurasa sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Rose menoleh ke sopir dan mengangguk. Setelah mobil berhenti, membiarkan Jaxx turun, dan menurunkan kaca mobil,
Erica menggeliat. Melihat Jaxx di sebelahnya masih terlelap dengan tubuh telanjang, dia tersenyum, mengusap punggung itu, dan berpakaian kembali. Mengintip ke jendela, Erica tak terlalu ingat kejadian semalam meski bisa menebak, tetapi melihat tempat parkir di bawah sana, membuatnya malu untuk turun.“Kau sudah bangun?” Jaxx mengusap wajah dan duduk dengan bersandar. Mengambil rokok untuk disulut dan diisap, “Aku akan mengantarmu pulang setelah ini.”Erica tersenyum dan mengangguk, “Hari ini aku ada kelas siang. Jangan terburu-buru.” Erica mendekat untuk duduk di samping Jaxx.Jaxx mengambil jasnya, mengeluarkan cek, menulis deretan angka, dan memberikannya ke Erica. “Jangan bekerja lagi di sini.”“Aku tidak bisa menerimanya, Jaxx. Aku mendekatimu bukan untuk itu.”“Aku tahu. Aku hanya ingin kamu fokus dengan kuliahmu. Simpan saja ini.” Menyodorkan kembali dan tersenyum saat Erica menerima kali ini. Jaxx berdiri, mengulurkan tangannya ke Erica, “Kita sarapan dan aku akan mengantarmu p
Hari berganti ... sepulang dari kampus, Erica langsung ke tempat katering, membantu memasak dan menyiapkan pesanan, “Apa setiap hari akan seperti ini?” Pemilik katering tersenyum, “Kamu tahu pembangunan di sana? Di pertigaan? Setiap siang mereka makan di sini, jadi kita cukup sibuk setiap hari, tetapi mereka libur Minggu, tenang saja.” Erica tersenyum, “Setelah ini?” “Antar saja. Kau tinggal meletakkannya di meja nanti, sopir akan memberi tahumu.” Erica ikut ke mobil dan berangkat ke tempat pembangunan. Setelah melihat meja panjang kosong, dia tahu harus meletakkan semua kotak makan ini di mana, dan hujan yang tiba-tiba turun tak membuatnya memelankan langkah. “Berikan ini ke bosmu.” Mandor proyek mengulurkan amplop ke Erica. “Terima kasih.” Erica menyimpannya di kantong celemek. “Mereka minta untuk sore juga, bukan makanan, tetapi kudapan, apa kalian bisa mengirimnya? Jam tiga harus sudah di sini.” Erica melihat jam kecil yang dijadikan kalung, pemilik katering yang memberiny
“Jadi, kau mengingatku?” Erica menangis sampai tergugu, “Aku menunggumu dan mencarimu ke mana-mana. Kenapa kau pergi jauh sekali.” Erica tak menyangka kalau Jaxx telah mengingatnya selama ini. Tersenyum, “Aku ingin kau hidup lebih baik. Mendapatkan keluarga dan disayangi seperti anak-anak lain.” Jaxx dan Erica memang dari panti asuhan yang sama. Dulu, Jaxx memang sudah lebih dewasa dan dia benci dengan pengurus gereja yang sering ca bul ke anak-anak. Dia selalu mengabaikan orang itu, tetapi saat Erica yang diganggu, rasanya tak rela, dan Jaxx memukul dengan membabi buta. Barulah dia kabur ke kota karena tak ingin berakhir di penjara. Erica menggeleng, “Hanya kamu yang baik padaku. Aku tidak ingin keluarga lainnya. Aku tidak ingin kasih sayang dari orang lain. Cepatlah sembuh, Jaxx. Aku takut kamu pergi lagi dariku.” Jaxx membuka tangan agar Erica memeluknya. “Bukankah itu sakit?” Menunjuk perban yang melingkar di lengan dan dadanya. “Kau bisa memelukku dengan hati-hati.” Erica m
Dokter yang sibuk dengan komputer di depannya itu, melepas kaca mata, dan mempersilakan duduk.Erica menarik napas panjang dan dalam sebelum mengajukan pertanyaan, “Aku tidak tahu di mana dan kenapa Jaxx tertembak, tetapi ini bukan pertama kalinya, dan aku yakin ini juga bukan yang ke dua kalinya, kan? Kemarin kamu yang menangani Jaxx, kurasa kalian saling kenal, sedangkan aku hanya orang asing yang mencintai Jaxx saja. Bolehkah aku tahu ada apa sebenarnya?”Dokter itu tersenyum, “Sebenarnya aku bukan orang yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu. Aku hanya membantu Jaxx selama ini dan kebetulan saja dia mempercayaiku. Jaxx punya gangguan tidur yang parah, aku memberinya obat tidur dosis tinggi awalnya, lalu menurunkan dosis seiring berjalannya waktu, dan kurasa dia mulai terbiasa.”Erica menyimak dengan saksama.“Jaxx sempat protes dan minta dosisnya dikembalikan, tetapi Bill bercerita kalau dia akhir-akhir ini bisa tidur tanpa obat itu, dan kurasa karena kehadiranmu.” Dokter tersen
Melihat pria di depannya jatuh setelah tertembak, Jaxx yang tadinya mulai lengah, kini waspada kembali, bahkan dia pun menem baki juga beberapa orang yang dia tahu anak buah Rose. “Kita cari jalan ke luar sekarang!” Bill membuka jalan, berjibaku dengan pis tolnya sendiri, dan sesekali menoleh ke arah Jaxx, “Sebelah sini, Mr. Jaxx!” Abi pun sama, dia juga sibuk dengan pistol di tangan, menembak siapa saja yang terlihat membahayakan, dan mengikuti ke mana pun Jaxx pergi. Bosnya itu harus tetap di tengah agar aman sampai di luar markas besar. “Mereka ke sana!” terika seorang anak buah Rose. Mendengar itu, Rose yang juga membawa pistol, ikut berlari, menatap setiap sudut dengan awas, dan menyeringai melihat sekelebat orang berlari ke arah kanan, “Aku tahu ke mana mereka pergi.” Meninggalkan anak buahnya dan menuju ke arah lain. “Apa benar ini tempatnya?” tanya Jaxx melihat Bill sibuk membuka pintu. “Hanya ada pintu ini di sini.” Bill mengungkit lagi sekali dan tersenyum saat pintu i
“Bagaimana pun juga aku punya hak di markas ini!!” Rose melempar gelas yang isinya baru saja diminum seteguk saja, “Aku bisa menem bak tempat ini dan membuatnya bisa menjadi abu dalam sekejap mata. Apa kalian ingin melihatnya lebih cepat lagi?” Mengulurkan tangan dan siap menerima pis tol dari anak buahnya. Semua orang jadi gugup, “Ma-maafkan kami, Madam Rose. Mr. Scott sudah memberikan markas besar sepenuhnya kepada Mr. Jaxx, dengan begitu kami tidak berani menerima apa pun permintaan Anda, Mr. Jaxx mengubah beberapa aturan secara tertulis, dan kami tidak mau kehilangan pekerjaan karena kelalaian kami sendiri.” Rose tersenyum sambil menggeleng, “Kalau begitu,” Menopang dagu dan memainkan kakinya sendiri untuk diayun-ayunkan, “di mana harta karun yang ditemukan di lokasi kontruksi? Aku hanya ingin melihatnya saja. Setelah itu aku akan pergi, dan tidak mengganggu tempat ini lagi.” Tersenyum semanis mungkin. Meski begitu, tak ada seorang pun yang berani merendahkannya, apa lagi menata
Erica merapikan rambutnya, “Bukan itu maksudku, Hans.” Hans tertawa mendengarnya, “Aku bercanda, Erica. Ceritakan tentangmu. Apa yang akan kamu lakukan di Aganta?” Erica lega Hans hanya menggodanya saja, “Aku harus membayar mahal untuk tugas akhir itu, Hans, jadi aku membuat diriku disandera oleh Aganta, aku akan bekerja di sana secara gratis sampai bisa menjual semua karya seni buatanku.” Hans mengangguk, “Itu tidak gratis, kan? Kurasa kamu mengganti kata magang. Aku juga sering ke Aganta, aku akan mengunjungimu kalau ke sana.” “Jangan merepotkan dirimu sendiri, Hans.” Keduanya pun tertawa. Setelah bubur manis itu habis, Erica membayar, dan mengajak Hans pergi, “Aku pulang dulu.” “Aku akan mengantarmu. Bukankah ini masih lumayan jauh?” Hans mengambil semua peralatan seni Erica begitu saja dan memasukkannya ke mobil, “Bagaimana kamu membawa tugas akhirmu? Apa itu besar? Kamu belum menunjukkannya padaku.” Hans menyuruh anak buahnya melajukan mobil. Erica tersenyum, “Aku mengangku
“Mr. Scott!” Jaxx langsung berlari melihat Scott hampir masuk bandara, “Apa ini?!” Scott terkekeh, “Aku sudah bilang padamu kalau aku ingin pensiun, kan?” “Dengan melarikan diri? Aku bisa membebaskanmu dari wanita sialan itu, tinggal sedikit lagi, Aganta tidak akan dijual ke siapa pun. Meski itu juga berarti aku tidak bisa mengusir Rose, dia tidak akan bertingkah di sini, aku akan melakukan apa pun untuk menaikkan saham kita di sana.” Jaxx berharap bisa merayu Scott, “Tolong, tetaplah di sini.” Scott tersenyum lebar, “Aku hanya berlibur untuk beberapa hari, aku tidak mati atau pergi ke mars, jadi jangan kawatir. Aku akan kembali lagi, Jaxx.” “Kapan? Aku harus tahu kapan pastinya Anda kembali, Mr. Scott.” Andai Jaxx bisa mungkin dia sudah menarik koper-koper yang dibawa anak buah pribadi Scott dan mengajak Scott kembali ke markas inti. “Kau akan mengetahuinya. Berhati-hatilah dengan Rose, kita sama-sama tahu kalau dia selalu menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadinya se
Jaxx, Bill, dan Abi saling melempar pandang, “Siapa?” Jaxx mengurai pelukan itu dan menatap Erica lebih serius. “Pak Johan. Beliau pimpinan Aganta. Bukankah kamu sering ke sini, Jaxx? Aku pikir kamu mengenalnya sampai membuat pengajuanku berjalan sangat lancar tadi.” Melihat wajah Jaxx yang berkecamuk, Erica jadi gugup, “Apa ... kita merayakannya dengan es krim?” Jaxx menoleh ke Bill dan Abi, “Aku beli es krim dengan Erica. Kerjakan tugas kalian.” Merangkul Erica dan ke luar dari Aganta sambil terus mencari Johan. Dia tidak menyangka kalau pria itu sudah berada di Aganta setelah sekian lama dicari-cari ke mana pun. Erica yang terganggu karena Jaxx diam dari tadi, merangkul pria itu lebih erat, “Apa ada sesuatu, Jaxx?” Jaxx tersenyum, “Sesuatu? Tidak ada. Apa memangnya?” Jaxx mendekat ke penjual es krim, “Semangkuk yang spesial untuk perempuan yang spesial.” Penjual tersenyum lebar, “Pasti, Tuan.” Meracik pesanan dengan senang hati. Erica yang mendengar pesanan Jaxx, jadi merona
“Tidak. Untuk apa aku cemburu?” Erica mempercepat memakai pakaian dan meneguk minuman bersoda yang tadi dibelikan Bill. “Malam ini pulanglah ke rumahku.” Jaxx mendekat dan menebuk birnya, “Setelah patungnya didaftarkan ke Aganta, harusnya kau tidak perlu ke kampus, kan? Menemui dosen atau temanmu yang tidak jelas itu.” imbuh Jaxx. Erica menggeleng lagi, “Dengan tetap di sini aku bisa menemukanmu secara tidak sengaja seperti waktu itu. Meski aku tahu kalau kamu bisa mengobrol dengan siapa saja, kejutan yang seperti itu membuatku lebih hidup.” Jaxx terkekeh, “Ucapanmu bisa disimpulkan kalau kamu kesepian setiap di rumahku. Apa tebakku benar?” Erica masih mau menjawab, pintu studio diketuk oleh seseorang, dan dia ke sana untuk membukakannya. “Masuklah!” Ternyata itu Bill, Abi, dan beberapa orang pria, “Tolong berhati-hatilah. Aku akan menangis kalau sampai ada kesalahan.” Jaxx mendekat dan merangkul pinggang Erica, mengawasi patung dinaikkan ke truk, dan mengajak Erica berangkat ke
Setelah tangan Hans selesai dibersihkan, Rose menyuruh Hans mandi agar bau keringat itu hilang, dan dia membantu Jaxx membuat mi. “Aku mandi dulu.” Scott meninggalkan Rose dan Jaxx di dapur karena tubuhnya juga gerah. Rose pun tersenyum, “Jadi, kau yang mengambil paket itu?” “Paket apa?” Jaxx tak paham. “Kau bilang Hans terjatuh dan kau yang mengejar anjingnya, kan? Kalau Hans sudah mengambil paketnya, untuk apa kamu masih mengejar anjing itu, artinya kau yang berhasil mengejar.” Meliat Jaxx mau menyangkal, Rose bicara lagi, “Aku lebih berpengalaman darimu, Jaxx. Jangan membohongiku. Katakan, kenapa kamu bilang kalah Hans yang mengambilnya?” Jaxx tersenyum, “Dia punya dua sosis di kulkas dan itu cukup adil, kan? Aku tahu apa yang kulakukan, Madam. Jangan kawatir.” Mi yang sudah siap makan, Jaxx membawanya ke ruang makan, dan langsung disantap. Sedangkan Rose pergi sambil tersenyum. Pikiran Jaxx masih sangat dangkal ternyata. Dia ke kamar, menyiapkan pakaian untuk Scott dan duduk