"C-Carl, sungguh. Tolong jangan lakukan ini. Aku... aku tidak bisa.... " 'Aku tidak bisa melakukan hal seperti itu dengan seseorang yang sudah memiliki tunangan. Aku bukan perusak rumah tangga orang!' Ashley ingin sekali berteriak seperti itu. Namun, kata-kata itu tertahan di tenggorokan saat lidah panas Carlos menjelajahi lehernya. Pada titik ini, Ashley menyadari sesuatu. Dia telah begitu jatuh cinta pada Carlos selama ini. Sejujurnya saat melihat Carlos lagi di depannya, Ashley sangat ingin memeluknya, menyerahkan diri kepadanya sampai pada titik di mana dia akan menawarkan lebih dari sekadar apa yang ada di bawah. Carlos yang menyadari bahwa Ashley juga menginginkannya, membelai dada wanita itu dengan lembut dan berbisik penuh kemenangan di dekat telinga Ashley. "Tubuh ini, bukankah selalu menjadi milikku, Ash? Kamu tidak menyerahkannya pada pria lain setelah kita berpisah, kan?" Kata-katanya sangat posesif, seakan-akan Carlos tak sudi jika Ashley sampai disentuh
"Aku bisa tenang sekarang." Seharian, Ashley melaksanakan pekerjaan dengan hati riang karena tak ada Carlos Montero di mana pun. Siang hari, sesuai jadwal, dia mengantarkan senampan makanan ke lantai dua, tempat Clython Montero berada. "Tuan muda, makanan untuk Anda," ucap Ashley, mengumumkan kehadirannya. Tangan Ashley baru saja hendak mengetuk pintu saat pintu di depannya tiba-tiba terbuka. "Terima kasih." Suara berat seorang pria muda, menyapa pendengaran Ashley, sehingga wanita itu refleks mendongak. Wanita itu seketika dikejutkan oleh penampilan tak terduga, penampilan dari seorang pria muda yang kini berdiri di depannya. "Wah, t-tampan.... " Mulut Ashley seketika mengucapkan kata itu saat melihat Clython untuk pertama kalinya. Ashley segera memukul mulutnya sendiri dan menjawab ucapan Clython sesopan mungkin. "S-sama-sama. Tolong tinggalkan catatan jika ada yang tidak sesuai dengan selera Anda, Tuan muda." "Oke." Clython, seperti kemarin, masih sangat irit
Carlos berjalan ke kamar dengan perasaan marah, duduk di pinggir ranjang seraya mengusap kasar wajahnya."Sial!"Umpatan pelan keluar dari bibir pria tampan nan tegap itu, wajahnya medongak, menarik napas panjang dengan mata tertutup. "Kenapa tidak hamil?"Gumaman pelan keluar dari mulut Carlos, terdengar begitu tertekan. "Aku sudah main tanpa pengaman. Harusnya hamil, kan?"Carlos mengacak pelan rambutnya, mengingat kembali tampilan menawan Ashley yang kini, entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba bekerja di rumahnya. Carlos benar-benar frustasi sekarang. Trik yang dia gunakan untuk mengikat Ashley selamanya di sisinya, gagal total. Ada alasan kenapa di malam terakhir pertemuan mereka, Carlos meminta untuk bermain tanpa pengaman. Itu karena dia berencana membuat Ashley hamil, sehingga wanita itu datang lagi padanya dan meminta pertanggungjawaban. Dengan begitu, Carlos memiliki alasan untuk membatalkan pertunangan dan menikah dengan Ashley. Sejak awal, hanya Ashley wanita yang dia
"Ha! Kenapa aku malah berdandan!"Ashley dengan cepat menghapus riasannya dan tertawa miris di depan cermin. Sebuah kebiasaan memang benar-benar mengerikan.Selama tiga tahun dia terbiasa berdandan dahulu sebelum bertemu Carlos Montero, dan sekarang, saat berangkat bekerja ke kediaman Montero, tanpa sadar dia berdandan seperti dulu. "Sadar, Ash. Sadar. Kamu bekerja untuk Claython Montero sekarang, bukan Carlos Montero. Mereka sama-sama Montero, tapi berbeda," ucap Ashley, mensugesti dirinya sendiri bahwa dia sekarang berbeda dan tidak harus tampil sempurna meski pergi ke tempat di mana ada Carlos di sana. "Haaa, ini semua gara-gara Carlos yang terus mengganggu beberapa hari terakhir ini,"Rumah Montero sepi seperti biasa, hari ini pun tak ada tanda-tanda Carlos di rumah sehingga Ashley mengerjakan tugasnya dengan tenang. Pagi hari berjalan lancar, setelah menyiapkan makan siang untuk Claython, Ashley masuk kamar dan beristirahat. DING DONG! Suara bel pintu gerbang mengganggu tid
"Aku... aku tidak bohong!"Ashley berteriak, menelengkan kepala ke samping untuk menghindari bibir Carlos yang begitu dekat dengan pipinya. "Tidak bohong? Jangan membuat aku tertawa. Aku sangat tahu bagaimana ketika dirimu berbohong."Carlos mencengkeram pipi Ashley, memaksa gadis itu untuk menatapnya. "Sudut bulu matamu yang cantik ini bergetar, Sayang," ejeknya, dengan ujung jari menyentuh bulu mata lentik milik Ashley. "Ap-apa.... "Ashley kehilangan kata-kata saat mendengar itu. Ashley benar-benar tidak tahu, Carlos memperhatikan dirinya sedetail itu. Bukankah selama ini hubungan mereka tak lebih dari sentuhan kulit saja?! "Kenapa? Kamu kaget aku bisa tahu hal sedetail itu, hm?"Carlos tersenyum sinis, menyusuri tulang pipi Ashley dengan jarinya dan berkata penuh penegasan. "Jangan meremehkan diriku, Ash. Bukankah dulu kamu pernah membohongi aku satu kali?""Carl.... "Wajah gadis itu memucat. Pikiran Ashley melayang di suatu hari saat Carlos baru pulang dari luar negeri. P
dCarlos yang sedang duduk di sofa dengan kaki bersilang dan satu tangan memegang gelas berisi cairan pekat, tersenyum arogan dengan dagu terangkat. "Apalagi? Aku adalah majikanmu sekarang."Carlos mengatakan itu dengan senyuman sinis. "Itu, itu tidak mungkin!"Ashley menggeleng tak percaya, sedangkan Carlos, yang kecewa dengan reaksi Ashley, berdiri dan berjalan mendekat ke arah Ashley. "Kenapa tidak mungkin? Segitu jijiknya kamu dengan aku?"Carlos yang kini berdiri di depan Ashley, bertanya dengan tangan terkepal menahan marah. "Mm-maksudnya bukan begitu. Aku mengikat kontrak dengan nyonya Fiona, bukan dirimu.""Apa bedanya? Di perjanjian kontrak tertulis bahwa kamu mengikat kontrak dengan kepala keluarga, dan kepala keluarga Montero adalah aku," jelas Carlos, lantas melemparkan kertas kontrak dari sakunya ke dada Ashley. "Lihatlah ini."Pria itu berkata dengan dingin. Ashley segera memungut kertas yang jatuh ke lantai dan membacanya dengan cepat. "A-Apa?!"Ashley tentu saja
Carlos benar-benar pulang. Namun, saat Ashley hendak mendatangi pria itu untuk membicarakan uang 200 juta yang dia kirim, lonceng kamar Clython berbunyi. Ashley awalnya bimbang, mendatangi Carlos yang tampak masuk ke dalam rumah, ataukah langsung menemui Clython. Seakan mengetahui kebimbangan Ashley, lonceng itu berbunyi sekali lagi, sehingga Ashley segera lari menaiki tangga dan berteriak. "S-saya akan segera ke sana, Tuan muda!"Dia pada akhirnya mengabaikan Carlos, meski pandangan mereka jelas bertemu. Ashley merasa sedikit menyesal saat melihat punggung Carlos yang berjalan menjauh, lalu menghilang dari pandangan. Ashley menarik napas panjang, menegakkan badan dan mengetuk pintu kamar dengan sopan. "Tuan muda, permisi. Apakah Anda memanggil saya?"Pintu terbuka, tampak sosok Clython dengan hoodie menutup sebagian wajahnya, berdiri di depan Ashley. Pria muda tampan yang memiliki postur tinggi itu, seakan sudah menunggu kedatangan Ashley, bertanya dengan tatapan dingin di ba
"Salah paham tentang apa?"Kata-kata Carlos berubah dingin, meski begitu, dia tetap tak memperlambat langkahnya. Begitu Carlos berdiri di depan Ashley, pria itu dengan sigap meraih pinggang gadis di depannya dan memeluknya dengan erat, sementara tangannya yang lain mengunci pintu kamar. "Pintunya sekarang sudah terkunci, apakah kamu merasa tenang?"Carlos berbisik di sebelah telinga Ashley, napas hangatnya membuat tubuh Ashley merinding. Berada di pelukan Carlos seperti ini, dalam suasana kamar yang intim, Ashley tiba-tiba teringat masa lalu. Ashley mendongak dan mereka saling bertatapan. Keduanya kini sadar bahwa mereka tak butuh kata-kata.Begitu pintu tertutup, Carlos menarik Ashley ke dalam pelukannya, merasakan kehadirannya yang nyata setelah sekian lama hanya bisa dibayangkan. Detik berikutnya, bibir mereka sudah bertemu dalam ciuman yang penuh gairah.Ciuman itu bukan sekadar pertemuan dua pasang bibir, tapi luapan dari segala kerinduan yang terpendam selama ini.Carlos
Setelah keputusan besar yang diambil oleh Carlos, hidupnya mulai bergerak ke arah yang baru. Meskipun ada perasaan kehilangan dan perpisahan, Carlos merasa ada kedamaian dalam dirinya, meskipun perjalanannya untuk menemukan kebahagiaan belum berakhir. Melihat Clython dan Ashley yang akhirnya bisa bersama dan bahagia, Carlos merasa senang untuk mereka, tetapi dia tahu, itu adalah bagian dari perjalanan hidup mereka yang berbeda dari dirinya. Clython dan Ashley menjalani hubungan mereka dengan penuh cinta dan saling mendukung. Mereka berdua merasa seperti telah melalui banyak hal bersama—dari masa sulit dengan ibu Clython hingga cobaan yang mereka hadapi saat bersama. Kini mereka dapat menikmati kebersamaan mereka, bebas dari rasa cemas dan tertekan, hidup dengan cara mereka sendiri. Clython semakin memahami bahwa ia bisa memilih jalannya sendiri, dan dengan Ashley di sisinya, dia merasa lebih kuat dan lebih siap menghadapi masa depan. Sementara itu, Carlos merasa bahwa mungkin sudah
Carlos akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan ibu Clython, meskipun dia tahu ini bukanlah percakapan yang mudah. Dengan hati yang penuh tekad dan niat baik, dia pergi menemui ibunya di rumah keluarga Clython, bertekad untuk membuka mata wanita itu tentang bagaimana perasaannya terhadap anak-anaknya, terutama Clython. Ketika Carlos tiba di rumah, ibu Clython sedang duduk di ruang tamu, wajahnya masih tampak lelah dan cemas setelah peristiwa yang terjadi sebelumnya. Carlos berdiri di depan pintu, menarik napas dalam-dalam, dan kemudian mulai berbicara. "Ibu, saya tahu ini sulit untuk diterima, tapi saya rasa sudah waktunya kita berbicara tentang apa yang terjadi. Tentang Clython, tentang hubungan kalian, dan tentang apa yang sebenarnya terjadi di hati anak-anak kita," kata Carlos dengan nada lembut namun tegas. "Saya tahu Anda hanya ingin yang terbaik untuknya, tapi memaksakan kehendak seperti ini hanya membuatnya semakin tertekan." Ibu Clython menatapnya, terlihat sedikit terke
Setelah percakapan yang sangat emosional dan penuh ketegangan dengan ibunya, Clython merasa tidak ada lagi jalan lain selain pergi. Hatinya yang sudah terlalu lama terkekang, akhirnya meledak, dan dia mengambil keputusan besar untuk kabur dari rumah. Tanpa memberi tahu siapa pun, dia meninggalkan mansion keluarga dengan membawa sedikit barang, hanya untuk mencari kebebasan yang dia yakini akan membawanya ke kebahagiaan—bersama Ashley. Ibunya yang terkejut dan marah, tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Clython akan sampai sejauh ini, meninggalkan rumah tanpa memberi tahu siapa pun. Setelah beberapa jam mencoba menghubungi Clython tanpa hasil, ibu Clython merasa cemas dan panik. Dalam keadaan putus asa, dia akhirnya memutuskan untuk menelepon seseorang yang dia pikir bisa membantu—Carlos. Carlos yang baru saja menghabiskan waktu sendiri, merasa terkejut ketika mendengar telepon dari ibu Clython. Meskipun hubungan mereka pernah tegang dan penuh ketidakpas
Setelah mendengar kabar bahwa Clython berpacaran dengan Ashley, ibu Clython merasa sangat terganggu dan kecewa, merasa bahwa status sosial mereka bisa terancam karena hubungan tersebut. Ketakutannya akan dampak reputasi keluarga dan bagaimana orang lain akan melihatnya membuatnya mengambil langkah drastis. Suatu pagi, ibu Clython memanggil Ashley untuk berbicara di ruang kerjanya. Suasana terasa sangat tegang. Ketika Ashley memasuki ruangan, ibu Clython memandangnya dengan tatapan dingin. "Ashley, aku ingin berbicara denganmu tentang sesuatu yang sangat serius," kata ibu Clython dengan nada tegas. "Aku baru saja mengetahui bahwa kamu sedang menjalin hubungan dengan putraku, Clython." Ashley merasa gugup, namun berusaha tetap tenang. "Ibu, saya... saya hanya ingin yang terbaik untuk Clython. Kami berdua saling mencintai, dan saya tidak ingin ada masalah." Namun, ibu Clython tidak menunjukkan tanda-tanda memahami. Wajahnya semakin serius dan kaku. "Tidak ada tempat untukmu di sini
Clython menatap Ashley dengan serius, sebuah rencana yang sudah dia pikirkan matang-matang di benaknya. "Ashley," katanya dengan suara penuh keyakinan, "Aku merasa kita harus memberitahu ibuku. Aku ingin dia tahu bahwa kita sekarang bersama, bahwa aku berkomitmen padamu. Aku rasa ini saat yang tepat." Ashley menundukkan kepalanya sejenak, memikirkan kata-kata Clython. Dia tahu betapa pentingnya ini bagi Clython, tetapi dalam dirinya, ada perasaan ragu yang mengganjal. Mengungkapkan hubungan ini, terutama kepada ibunya yang juga majikan Ashley, terasa seperti langkah besar, dan dia merasa belum sepenuhnya siap. "Aku paham, Clython," jawab Ashley dengan suara lembut, "Tapi aku... aku belum siap. Ini semua terasa begitu cepat, dan aku merasa perlu waktu untuk benar-benar merasa nyaman dengan langkah itu." Clython terdiam sejenak, melihat ekspresi cemas di wajah Ashley. Dia tahu bahwa meskipun dia ingin segera memperkenalkan hubungan mereka, dia tidak ingin memaksakan apa pun pada Ash
Setelah ciuman itu, suasana antara Ashley dan Clython terasa begitu intens, penuh dengan perasaan yang belum pernah mereka ungkapkan sebelumnya. Namun, di tengah kehangatan pelukan mereka, Ashley merasa ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, sesuatu yang tiba-tiba muncul. Dia menarik napas dalam-dalam, seakan ingin memastikan dirinya terlebih dahulu sebelum bertanya. Clython, yang merasakan perubahan kecil dalam sikap Ashley, melepaskan pelukan mereka perlahan dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Ashley?" tanya Clython, suaranya lembut, namun penuh dengan rasa ingin tahu. Ashley menghela napas, sedikit ragu, namun dia tahu dia harus bertanya. "Clython, aku... aku ingin bertanya sesuatu. Ini mungkin terdengar aneh, tapi... siapa pacarmu sebelum aku?" matanya menatapnya dengan jujur, namun ada sedikit kecemasan di sana. Clython terdiam sejenak, tampaknya terkejut dengan pertanyaan itu. Dia mengamati wajah Ashley, dan kemudian mengangguk pelan. "Kamu tahu, sebelum kit
Setelah tawa mereka mereda, suasana di sekitar Ashley dan Clython menjadi lebih tenang. Mereka berdua duduk di sana, saling menatap, merasa seperti waktu berjalan lambat. Ada kehangatan di udara, dan meskipun mereka baru saja berbagi tawa canggung, perasaan di antara mereka semakin kuat dan lebih jelas. Clython meraih tangan Ashley, jemarinya menyentuh lembut kulitnya, menciptakan hubungan yang lebih dalam di antara mereka. Mata mereka saling bertemu, dan untuk sesaat, dunia di sekitar mereka tampak menghilang. Hanya ada mereka berdua di dalam ruang itu, perasaan yang berkembang, dan sebuah janji tak terucapkan yang menghubungkan mereka. Ashley merasakan getaran halus dalam dadanya. Ada rasa nyaman yang dia rasakan, lebih dari sekadar ketertarikan, lebih dari sekadar perasaan tak menentu yang ada sebelumnya. Ini adalah perasaan yang lebih dalam, lebih tulus, yang sudah lama dia cari tanpa benar-benar menyadarinya. Clython, yang juga merasakan hal yang sama, menarik napas dalam-da
Carlos berjalan sendirian, langkahnya berat dan perasaan yang semakin menggerogoti hatinya. Semua yang terjadi antara dia dan Ashley, meskipun terasa begitu kuat dan nyata, kini terasa seperti bayangan yang perlahan menghilang dari hidupnya. Dia merasa seperti baru saja kehilangan sesuatu yang sangat berharga, dan penyesalan itu mengalir begitu deras dalam dirinya. "Aku sudah menyia-nyiakan Ashley," bisiknya pada dirinya sendiri. "Aku terlalu sibuk dengan egoku, dengan perasaanku, tanpa melihat apa yang sebenarnya dia butuhkan." Pikirannya berlarian, meninjau kembali semua keputusan yang ia buat, setiap kata yang terucap, dan setiap perasaan yang dipendam. Carlos tahu dia telah membuat kesalahan. Meskipun cintanya pada Ashley begitu besar, dia juga tahu bahwa dalam banyak hal, dia tidak cukup sabar, tidak cukup pengertian. Dia mengingat saat-saat ketika Ashley menghindari percakapan, saat dia merasa ragu dan terluka, namun Carlos terus mengejar dan berharap semuanya bisa berjala
Setelah berbicara dengan Clython, Carlos merasa ada satu hal terakhir yang harus ia lakukan sebelum benar-benar melepaskan perasaannya. Ia tahu ia belum benar-benar menyelesaikan semuanya dengan Ashley. Ia harus meminta maaf—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk memberi Ashley kebebasan sepenuhnya dari rasa bersalah atau tekanan apa pun. Carlos menemui Ashley di sebuah tempat yang tenang, tempat di mana mereka dulu sering berbagi cerita. Ashley terlihat terkejut melihat Carlos, tetapi dia tidak menghindar. Ada sesuatu di mata Carlos yang membuatnya merasa bahwa percakapan ini berbeda. "Ashley," Carlos memulai dengan nada lembut, "Aku hanya ingin mengatakan sesuatu sebelum aku benar-benar pergi." Ashley menatapnya, ragu-ragu, tetapi mengangguk. "Katakan, Carlos." Carlos menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku ingin meminta maaf. Kalau selama ini aku membuatmu merasa tertekan, merasa seolah-olah aku memaksakan perasaanku padamu, aku benar-benar menyesal. It