Share

BAB 5

Penulis: Scheinen
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-20 20:52:01

William mengambil napas dengan dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum kemudian berkata “Stef aku ingin melamar adikmu,”

Stefano mendelik mendengar pernyataan tiba-tiba dari laki-laki di depannya ini. Apa katanya barusan? Ia ingin melamar Adiknya? Dari mana William tahu tentang adiknya sedangkan Stefano sendiri tidak pernah sekalipun menyinggung keberadaan sang adik.

“Dari mana kau tahu aku mempunyai seorang adik?” tanyanya menyelidik.

“Stef sebelumnya aku menjawab pertanyaanmu aku minta maaf.” Stefano memandang dengan tatapan tajam ke arah William yang kini tengah mengambil napas dan menghembuskannya untuk kedua kali. Seakan apa yang akan disampaikan adalah sesuatu hal yang besar. “Aku bertemu dengannya semalam di kelab, dan dia mengatakan jika kau adalah kakaknya,” William menjeda ucapannya. Ia memandang Harsya yang kini sedang berdiri dengan gugup di sebelahnya. “dan kita melakukan sesuatu hal yang tidak terduga,”

Stefano menatap tajam ke arah William, begitupun dengan Harsya yang memandang dengan penuh keterkejutan. Sebenarnya apa rencana William hingga ia mengatakan hal gila seperti ini.

“Apa maksudmu?” selidik Stefano.

“Kita tidur –” belum sempat William menyelesaikan ucapannya sebuah bogem mendarat tepat di pipi sebelah kanannya, membuat dirinya sedikit terhuyung.

“Stef!” Harsya berteriak, mencoba menarik Stefano menjauh dari William.

“Bajingan! Berani-beraninya kau menyentuh adikku.” Stefano berteriak dengan murka. 

“Maaf Stef, aku benar-benar minta maaf akan hal itu.” William bangkit, ia mencoba menatap mata Stefano yang masih menyiratkan emosi. “Oleh karena itu aku kemari karena ingin mempertanggung jawabkan semua yang telah terjadi,” lanjutnya.

Stefano mengabaikan perkataan William. Ia terlihat mengatur napasnya yang memburu dan mencoba menghubungi seseorang. Namun ia hanya mendapati suara perempuan yang mengatakan jika nomor yang dihubungi tidak aktif.

“Sialan!” umpatnya sembari tetap mencoba menelepon seseorang untuk kesekian kalinya. “Berikan telepon ini kepada Kinara! Dan bilang padanya untuk selalu mengaktifkan ponselnya!” ucapnya ketika panggilan yang dilakukannya berhasil.

“Datang ke kantorku saat ini juga!” perintahnya kepada seseorang di seberang sana.

Harsya menyenggol lengan William kembali. Ia memberi isyarat protes tentang rencana gila yang William lakukan saat ini. Namun yang ia dapatkan hanya pandangan datar tanpa menyiratkan ketakutan didalamnya.

“Tunggu sini hingga adikku datang! Aku ingin mendengar semuanya dari kalian berdua!” Harsya sedikit terlonjak mendengar suara tegas milik Stefano. Sedangkan William hanya mengangguk tanpa merasa terganggu sedikitpun dengan tatapan yang Stefano layangkan kepada mereka berdua.

Tidak ada pembicaraan diantara mereka bertiga. Semua asik dengan kegiatannya masing-masing, membuat Harsya menjadi sedikit bosan. Stefano yang biasanya akan bergurau dengannya atau dengan William sekarang terlihat tengah memandang dengan serius berkas di hadapannya. Sedangkan William tengah memainkan sebuah game di ponsel milik pria itu. Harsya memutar kedua bola matanya ketika mengetahui kegiatan yang tengah dilakukan William saat ini. Pria itu benar-benar gila. Bagaimana bisa disaat hidupnya tengah terancam dihadapan Stefano dirinya malah asik bermain game tanpa ada beban.

Stefano berdiri dan beranjak dari kursi kebesarannya, membuat dua orang yang tengah duduk bersantai di sofa yang disediakan untuk tamu ikut berdiri.

“Kenapa kalian berdiri?!” tanyanya masih dengan nada yang tidak seramah biasanya.

Belum sempat William menjawab pertanyaan Stefano, pintu ruangan terbuka dengan begitu keras dan membuat tiga orang didalamnya terkejut. Seorang wanita cantik dengan rambut sebahu yang terlihat sedikit berantakan masuk kedalam. William yakin wanita yang tengah memandang dirinya dengan sedikit terkejut adalah Kinara Alleta—adik perempuan Stefano.

“Tidak ada yang ingin kamu jelaskan?” pertanyaan tajam dari Stefano berhasil memecahkan keheningan diantara mereka.

“Kinara, apa tidak ingin ada yang ingin kamu jelaskan sekarang?” Stefano kembali mengulang pertanyaannya ketika ia tidak menerima jawaban dari sang Adik.

William menangkap tatapan bingung dari wanita di depannya ini. Tentu saja ia akan kebingungan, karena semua yang William ceritakan kepada Stefano hanyalah skenarionya sendiri.

“Will, bisa kau jelaskan sekarang!” perintah Stefano kepadanya.

William tersenyum sekilas sebelum kemudian berjalan ke arah Kinara dan berlutut dihadapan wanita itu. Dikeluarkannya cincin mahal yang telah ia beli dihadapan Kinara sambil berlutut. “Kinara Alleta, aku William Agrenaf ingin menjadikanmu pendamping hidupku?” katanya dengan tiba-tiba membuat wanita dihadapannya memandangnya dengan terkejut.

“Aku menyuruhmu menjelaskan bajingan! Bukan melamar adikku!” Stefano menarik William dari hadapan sang Adik dan mencengkram kerah bajunya.

“Stef tenang … Stef.” Hasrya mencoba melepaskan cengkraman Stefano dari kerah baju William. Dari semua yang ada di ruangan ini, Harsya lah yang terlihat begitu panik dan gelisah.

“Maaf Stef, aku tidak pernah tahu dia adalah adikmu. Jika aku mengetahuinya aku tidak akan melakukan hal itu,” ucap William dengan tiba-tiba. Membuat semua mata yang ada di ruangan itu memusatkan atensi mereka ke arahnya. “maaf sekali lagi Stef, kami tidur bersama,” lanjutnya.

William sudah siap dengan apa yang akan dilakukan Stefano kepadanya. Namun wanita yang sedari tadi masih berdiam di hadapannya tiba-tiba berteriak dan melayangkan sebuah tamparan kepadanya.

William membeku, begitupun dengan dua orang pria yang ada di ruangan ini. Tidak ada yang menyangka jika wanita anggun itu mampu melakukan kekerasan terhadap nya.

“Sejak kapan aku tidur denganmu bajingan?! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu, bagaimana bisa kau berkata jika kita tidur bersama?!” William membelalakkan matanya mendengar sederet cecaran yang ditujukan kepadanya.

Namun segera ia mengatur ekspresi wajahnya, sebelum kemudian berkata “Kau melupakan malam panjang kita sayang?” diikuti oleh senyum meremehkan darinya.

Dilihatnya tatapan murka dari wanita dihadapannya, membuat dirinya mempersiapkan diri jika-jika tamparan kedua akan dilayangkan kepadanya. Namun tebakannya kembali salah. Stefano yang semula berdiri disamping Harsya tiba-tiba melayangkan kembali bogeman ke arahnya, membuat dua orang di depannya memekik kaget.

“Bajingan! Apa yang telah kau lakukan pada adikku?!” Stefano berteriak dengan murka.

“Apa yang perlu dijelaskan ketika semua telah jelas apa yang terjadi antara aku dan adikmu. Maka dari itu aku akan melamarnya untuk mempertanggung jawabkan semuanya,” William berkata sembari menangkis serangan Stefano.

“Bohong! Kita tidak pernah mengenal dan bertemu sebelumnya! Dia bohong!” pekik keras terdengar dari wanita itu.

Mereka masih bersitegang tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Hingga tiba-tiba sebuah teriakan menghentikan aksi saling serang keduanya

“Berhenti bicara atau aku lempar vas ini ke kepala bodohmu itu!” terlihat wanita bernama Kinara itu mengangkat sebuah vas bunga dan bersiap akan melempar benda tersebut ke arah William.

“Kinara turunkan vas itu,” perintah Stefano dengan pelan setelah menjauhkan diri dari William.

“Tidak sebelum pria itu pergi dari sini! Pergi! Aku bilang pergi!” dilemparnya vas bunga yang ada di tangannya dengan pekikan keras

Stefano segera berlari ke arah sang Adik ketika mengetahui wanita itu mulai tak terkendali. Ia memeluk sang Adik yang sedang menangis dan berteriak histeris dengan begitu erat.

“Kalian pergi, aku mohon. Kita bisa membicarakan semua ini lain waktu,” terdengar nada sedikit memohon dari Stefano ketika memerintah William dan Harsya untuk pergi.

Harsya yang menyadari bahwa situasi yang ada mulai tidak terkendali menarik William yang masih terdiam membeku untuk keluar. Suara tangisan dari adik Stefano masih terdengar ketika mereka melangkahkan kaki menjauh dari ruangan tersebut. Membuat William menolehkan kepala beberapa kali ke arah ruangan Stefano.

“Menarik,” katanya ketika ia dan Harsya menunggu lift.

“Apanya yang menarik?” tanya Harsya penasaran.

“Kedua kakak adik itu. Mereka menarik dan membuat gue ingin ikut campur lebih jauh.” Gila. Itulah yang Hasya simpulkan dari sikap William saat ini.

Bab terkait

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 6

    Stefano mulai melonggarkan pelukannya setelah menyadari jika tangisan Kinara mulai mereda. Ditatapnya Kinara dengan iba. Mata sembab dan hidung merah yang menghiasi wajahnya membuat Stefano tidak tega untuk bertanya perihal lamaran yang dilakukan William beberapa saat lalu.Stefano membantu Kinara berdiri. Dirapikannya anak rambut yang menutupi wajah sembabnya sembari memberikan belaian ringan. Kinara memang cenderung akan meluapkan emosinya dengan tidak terkendali apabila dihadapkan dengan situasi yang membuat dirinya shock. Hal itu mulai terjadi semenjak kepergian orang tua mereka. Hal-hal kecil yang kadang membuatnya sedikit marah dan ketakutan akan dipendam hingga suatu ketika semua akan meledak jika ia dihadapkan dengan situasi yang tidak pernah ia inginkan.“Dia jahat,” lirih Kinara yang masih bisa Stefano dengar “aku melihatnya menembak seseorang di parkiran kelab malam.” Stefano mengernyitkan alisnya mendengar penjelasan sang adik. Willi

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 7

    “Sya lo masuk mobil dulu. Gue mau ambil barang gue yang ketinggalan di kantornya Stef.” Belum sempat Harsya membalas ucapan William, lelaki itu sudah melangkahkan kaki menjauh. Harsya menghela napas melihat William memasuki lift yang akan membawanya menuju kantor Stefano. Entah apa yang ada di benak sahabatnya itu hingga melakukan hal gila. Melamar seorang wanita asing hanya karena menjadi saksi pembunuhan yang William lakukan. Biasanya William tidak akan ambil pusing dan akan menghabisi siapapun yang terlibat di tempat kejadian, entah mereka target atau hanya sekedar saksi yang melihat aksinya. Namun entah mengapa William malah ingin menjerat gadis itu dengan pernikahan. Tapi satu hal yang Harsya tahu dari wanita asing yang ternyata adik dari rekan bisnis sekaligus teman mereka adalah ia memiliki mata teduh mirip dengan mendiang adik William. Mungkin itu yang membuat William tidak bisa membunuhnya. Harsya menyandarkan tubuhnya pada kap depan mobil sembari memainkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-03
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 8

    Kinara mengerang kesal memandang layar ponsel miliknya. Pasalnya sang kekasih – Alata tidak dapat dihubungi semenjak pagi tadi. Padahal semalam ia bilang akan sarapan bersama dengan Kinara, namun hingga jam menunjukkan pukul delapan lebih lima belas menit tidak ada tanda-tanda kemunculan Alata. Sepertinya Kinara harus rela untuk tidak bersarapan pagi ini, mengingat lima belas menit lagi ia akan meeting bersama dengan kliennya.Ini masih pagi tapi mengapa rasanya begitu menyebalkan. Dimulai dari Stefano yang mengabaikan dirinya setelah pernyataan yang ia lontarkan semalam, hingga sang kekasih yang mengingkari janjinya untuk sarapan bersama. Dihembuskan napas beratnya sebelum menyambar beberapa berkas yang telah ia siapkan untuk meeting pagi ini. Namun baru saja ia akan melangkah keluar dari ruang kerjanya, pintu ruangan itu terbuka dengan kasar dan menampilkan seorang lelaki gila yang begitu ia benci.“Selamat pagi sayang,” Sapanya dengan senyum manis

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-07
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 1

    William tersenyum mengerikan seraya mengacungkan pistol ke arah pria yang kini tengah bersimpuh di hadapannya. Dion Aryatama—pria yang semasa sekolah selalu mengejek William hanya karena dirinya anak yatim piatu kini tengah memohon ampun dihadapannya. “Will, gue minta maaf. Gue tau gue salah Will, tapi gue mohon jangan seperti ini. Kita bisa bicarakan semua baik-baik Will,” kata Dion dengan suara yang terdengar begitu putus asa. “Apa lo bilang? Bicarakan baik-baik? Setelah apa yang lo lakuin ke adik gue lo minta kita bicara dengan baik-baik?!” teriak William dengan penuh emosi. Dion menyeritkan alisnya mendengar teriakan William. Mengapa William berbicara tentang adiknya? Dion kira apa yang William lakukan sekarang adalah bentuk dari kekesalan semasa sekolah karena ia kerap mengejeknya. “Salsa, gadis yang ditemukan mati mengenaskan di Gudang Sekolah adalah adik gue.” Dion membelalakkan matanya mendengar perkataan William. “Dan lo! Dion Aryatama

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-20
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 2

    Kinara terbangun dengan napas yang tidak beraturan, mimpi buruk. Ia melihat jam yang berada di sebelah nakasnya, pukul enam lebih tiga puluh menit. Dipejamkan matanya sejenak sembari mengatur napasnya yang terlihat masih memburu. Bayangan buruk akan kejadian semalam masih terekam jelas di dalam benak Kinara. Jika saja semalam ia tidak kembali lagi hanya untuk mengambil tas miliknya yang tertinggal, mungkin ia tidak akan menyaksikan kejadian buruk yang menimpa seorang pria malang. “Kinara, Abang berangkat dulu. Sarapannya sudah Abang siapin di meja makan.” Suara Stefano—kakak laki-laki Kinara terdengar dari depan pintu kamarnya. Setelah mendengar langkah kaki yang menjauh dari depan pintu kamarnya, Kinara mulai bangkit dari tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah jendela. Pikirannya masih saja terbayang akan kejadian semalam yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pria dengan keji menembak pria lain yang tengah bersimpuh memohon ampun. Entah

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-20
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 3

    “Lo udah gila ya Will?” pertanyaan itu terdengar beberapa kali dari mulut Harsya. Pria itu masih tidak habis pikir dengan semua hal gila yang ada dibenak William. “Ini masih jam kerja,” sahut William dengan tegas. “Bodo amat dengan jam kerja. Lo mau pecat gue silahkan. Gue cuma mau memastikan hal gila yang ada dipikiranmu saat ini,” kata Harsya dengan menggebu-gebu. Ia pikir penjelasan dari William lebih penting daripada peraturan yang sudah mereka sepakati untuk selalu berbicara dengan sopan di tengah jam kerja. Karena ini menyangkut hidup sahabat Harsya kedepannya. William melirik sekilas tangan Harsya yang terlihat mencengkram kemudi dengan begitu erat. Pria itu sepertinya benar-benar kesal dengan pernyataan yang William lontarkan beberapa jam lalu. “Terus lo mau gue gimana? Bunuh dia juga supaya dia tetap tutup mulut?” tanya William dengan santai. “Itu jauh lebih gila!” teriak Harsya yang membuat William sedikit terlonjak. “Lo mau Stefano

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-20
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 4

    Kinara masih berkutat dengan pekerjaannya sedari pagi. Ia bahkan melupakan jam makan siangnya hanya karena harus segera menyelesaikan pesanan kliennya yang akan diambil secara mendadak malam ini. Sedangkan Alata sudah pergi sejak pagi tadi setelah ia memberikan sebuah ciuman untuk kekasihnya yang sedang panik dikejar deadline. “Masuk!” teriak Kinara ketika sebuah ketukan dari luar pintu terdengar. Terlihat Caca sang sekertaris yang berjalan sedikit tergesa ke arahnya dengan membawa sebuah ponsel di tangannya. “Aku sudah menghubungi Mrs. Lala Ca, jadi kamu nggak usah panik juga. Pesanannya juga bisa selesai malam ini” ucap Kinara ketika Caca sudah berada di dekatnya. “Bukan masalah pesanan Mrs. Lala mbak, ini telepon dari Pak Stefano,” Kinara mengernyit mendengar perkataan sang sekretaris. Mengapa kakaknya menghubunginya melalui ponsel Caca? Padahal ia bisa langsung menghubungi Kinara lewat ponsel Kinara sendiri. “Ponsel mbak Kinara katanya nggak aktif

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-20

Bab terbaru

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 8

    Kinara mengerang kesal memandang layar ponsel miliknya. Pasalnya sang kekasih – Alata tidak dapat dihubungi semenjak pagi tadi. Padahal semalam ia bilang akan sarapan bersama dengan Kinara, namun hingga jam menunjukkan pukul delapan lebih lima belas menit tidak ada tanda-tanda kemunculan Alata. Sepertinya Kinara harus rela untuk tidak bersarapan pagi ini, mengingat lima belas menit lagi ia akan meeting bersama dengan kliennya.Ini masih pagi tapi mengapa rasanya begitu menyebalkan. Dimulai dari Stefano yang mengabaikan dirinya setelah pernyataan yang ia lontarkan semalam, hingga sang kekasih yang mengingkari janjinya untuk sarapan bersama. Dihembuskan napas beratnya sebelum menyambar beberapa berkas yang telah ia siapkan untuk meeting pagi ini. Namun baru saja ia akan melangkah keluar dari ruang kerjanya, pintu ruangan itu terbuka dengan kasar dan menampilkan seorang lelaki gila yang begitu ia benci.“Selamat pagi sayang,” Sapanya dengan senyum manis

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 7

    “Sya lo masuk mobil dulu. Gue mau ambil barang gue yang ketinggalan di kantornya Stef.” Belum sempat Harsya membalas ucapan William, lelaki itu sudah melangkahkan kaki menjauh. Harsya menghela napas melihat William memasuki lift yang akan membawanya menuju kantor Stefano. Entah apa yang ada di benak sahabatnya itu hingga melakukan hal gila. Melamar seorang wanita asing hanya karena menjadi saksi pembunuhan yang William lakukan. Biasanya William tidak akan ambil pusing dan akan menghabisi siapapun yang terlibat di tempat kejadian, entah mereka target atau hanya sekedar saksi yang melihat aksinya. Namun entah mengapa William malah ingin menjerat gadis itu dengan pernikahan. Tapi satu hal yang Harsya tahu dari wanita asing yang ternyata adik dari rekan bisnis sekaligus teman mereka adalah ia memiliki mata teduh mirip dengan mendiang adik William. Mungkin itu yang membuat William tidak bisa membunuhnya. Harsya menyandarkan tubuhnya pada kap depan mobil sembari memainkan

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 6

    Stefano mulai melonggarkan pelukannya setelah menyadari jika tangisan Kinara mulai mereda. Ditatapnya Kinara dengan iba. Mata sembab dan hidung merah yang menghiasi wajahnya membuat Stefano tidak tega untuk bertanya perihal lamaran yang dilakukan William beberapa saat lalu.Stefano membantu Kinara berdiri. Dirapikannya anak rambut yang menutupi wajah sembabnya sembari memberikan belaian ringan. Kinara memang cenderung akan meluapkan emosinya dengan tidak terkendali apabila dihadapkan dengan situasi yang membuat dirinya shock. Hal itu mulai terjadi semenjak kepergian orang tua mereka. Hal-hal kecil yang kadang membuatnya sedikit marah dan ketakutan akan dipendam hingga suatu ketika semua akan meledak jika ia dihadapkan dengan situasi yang tidak pernah ia inginkan.“Dia jahat,” lirih Kinara yang masih bisa Stefano dengar “aku melihatnya menembak seseorang di parkiran kelab malam.” Stefano mengernyitkan alisnya mendengar penjelasan sang adik. Willi

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 5

    William mengambil napas dengan dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum kemudian berkata “Stef aku ingin melamar adikmu,” Stefano mendelik mendengar pernyataan tiba-tiba dari laki-laki di depannya ini. Apa katanya barusan? Ia ingin melamar Adiknya? Dari mana William tahu tentang adiknya sedangkan Stefano sendiri tidak pernah sekalipun menyinggung keberadaan sang adik. “Dari mana kau tahu aku mempunyai seorang adik?” tanyanya menyelidik. “Stef sebelumnya aku menjawab pertanyaanmu aku minta maaf.” Stefano memandang dengan tatapan tajam ke arah William yang kini tengah mengambil napas dan menghembuskannya untuk kedua kali. Seakan apa yang akan disampaikan adalah sesuatu hal yang besar. “Aku bertemu dengannya semalam di kelab, dan dia mengatakan jika kau adalah kakaknya,” William menjeda ucapannya. Ia memandang Harsya yang kini sedang berdiri dengan gugup di sebelahnya. “dan kita melakukan sesuatu hal yang tidak terduga,” Stefano menatap tajam k

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 4

    Kinara masih berkutat dengan pekerjaannya sedari pagi. Ia bahkan melupakan jam makan siangnya hanya karena harus segera menyelesaikan pesanan kliennya yang akan diambil secara mendadak malam ini. Sedangkan Alata sudah pergi sejak pagi tadi setelah ia memberikan sebuah ciuman untuk kekasihnya yang sedang panik dikejar deadline. “Masuk!” teriak Kinara ketika sebuah ketukan dari luar pintu terdengar. Terlihat Caca sang sekertaris yang berjalan sedikit tergesa ke arahnya dengan membawa sebuah ponsel di tangannya. “Aku sudah menghubungi Mrs. Lala Ca, jadi kamu nggak usah panik juga. Pesanannya juga bisa selesai malam ini” ucap Kinara ketika Caca sudah berada di dekatnya. “Bukan masalah pesanan Mrs. Lala mbak, ini telepon dari Pak Stefano,” Kinara mengernyit mendengar perkataan sang sekretaris. Mengapa kakaknya menghubunginya melalui ponsel Caca? Padahal ia bisa langsung menghubungi Kinara lewat ponsel Kinara sendiri. “Ponsel mbak Kinara katanya nggak aktif

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 3

    “Lo udah gila ya Will?” pertanyaan itu terdengar beberapa kali dari mulut Harsya. Pria itu masih tidak habis pikir dengan semua hal gila yang ada dibenak William. “Ini masih jam kerja,” sahut William dengan tegas. “Bodo amat dengan jam kerja. Lo mau pecat gue silahkan. Gue cuma mau memastikan hal gila yang ada dipikiranmu saat ini,” kata Harsya dengan menggebu-gebu. Ia pikir penjelasan dari William lebih penting daripada peraturan yang sudah mereka sepakati untuk selalu berbicara dengan sopan di tengah jam kerja. Karena ini menyangkut hidup sahabat Harsya kedepannya. William melirik sekilas tangan Harsya yang terlihat mencengkram kemudi dengan begitu erat. Pria itu sepertinya benar-benar kesal dengan pernyataan yang William lontarkan beberapa jam lalu. “Terus lo mau gue gimana? Bunuh dia juga supaya dia tetap tutup mulut?” tanya William dengan santai. “Itu jauh lebih gila!” teriak Harsya yang membuat William sedikit terlonjak. “Lo mau Stefano

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 2

    Kinara terbangun dengan napas yang tidak beraturan, mimpi buruk. Ia melihat jam yang berada di sebelah nakasnya, pukul enam lebih tiga puluh menit. Dipejamkan matanya sejenak sembari mengatur napasnya yang terlihat masih memburu. Bayangan buruk akan kejadian semalam masih terekam jelas di dalam benak Kinara. Jika saja semalam ia tidak kembali lagi hanya untuk mengambil tas miliknya yang tertinggal, mungkin ia tidak akan menyaksikan kejadian buruk yang menimpa seorang pria malang. “Kinara, Abang berangkat dulu. Sarapannya sudah Abang siapin di meja makan.” Suara Stefano—kakak laki-laki Kinara terdengar dari depan pintu kamarnya. Setelah mendengar langkah kaki yang menjauh dari depan pintu kamarnya, Kinara mulai bangkit dari tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah jendela. Pikirannya masih saja terbayang akan kejadian semalam yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pria dengan keji menembak pria lain yang tengah bersimpuh memohon ampun. Entah

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 1

    William tersenyum mengerikan seraya mengacungkan pistol ke arah pria yang kini tengah bersimpuh di hadapannya. Dion Aryatama—pria yang semasa sekolah selalu mengejek William hanya karena dirinya anak yatim piatu kini tengah memohon ampun dihadapannya. “Will, gue minta maaf. Gue tau gue salah Will, tapi gue mohon jangan seperti ini. Kita bisa bicarakan semua baik-baik Will,” kata Dion dengan suara yang terdengar begitu putus asa. “Apa lo bilang? Bicarakan baik-baik? Setelah apa yang lo lakuin ke adik gue lo minta kita bicara dengan baik-baik?!” teriak William dengan penuh emosi. Dion menyeritkan alisnya mendengar teriakan William. Mengapa William berbicara tentang adiknya? Dion kira apa yang William lakukan sekarang adalah bentuk dari kekesalan semasa sekolah karena ia kerap mengejeknya. “Salsa, gadis yang ditemukan mati mengenaskan di Gudang Sekolah adalah adik gue.” Dion membelalakkan matanya mendengar perkataan William. “Dan lo! Dion Aryatama

DMCA.com Protection Status