Share

BAB 4

Author: Scheinen
last update Last Updated: 2021-12-20 20:51:55

Kinara masih berkutat dengan pekerjaannya sedari pagi. Ia bahkan melupakan jam makan siangnya hanya karena harus segera menyelesaikan pesanan kliennya yang akan diambil secara mendadak malam ini. Sedangkan Alata sudah pergi sejak pagi tadi setelah ia memberikan sebuah ciuman untuk kekasihnya yang sedang panik dikejar deadline.

“Masuk!” teriak Kinara ketika sebuah ketukan dari luar pintu terdengar.

Terlihat Caca sang sekertaris yang berjalan sedikit tergesa ke arahnya dengan membawa sebuah ponsel di tangannya.

“Aku sudah menghubungi Mrs. Lala Ca, jadi kamu nggak usah panik juga. Pesanannya juga bisa selesai malam ini” ucap Kinara ketika Caca sudah berada di dekatnya.

“Bukan masalah pesanan Mrs. Lala mbak, ini telepon dari Pak Stefano,” Kinara mengernyit mendengar perkataan sang sekretaris. Mengapa kakaknya menghubunginya melalui ponsel Caca? Padahal ia bisa langsung menghubungi Kinara lewat ponsel Kinara sendiri. “Ponsel mbak Kinara katanya nggak aktif. Makanya Pak Stef menghubungi lewat ponsel saya,” ujar Caca seakan memberi jawaban akan kebingungan Kinara.

“Halo,” sapa Kinara setelah menempelkan ponsel tersebut ke telinganya.

Sebuah kalimat meluncur begitu saja dari sang Kakak hingga kemudian panggilan diputus sepihak. Apa yang telah Kinara lakukan hingga sang Kakak memerintahnya untuk datang ke kantor saat ini juga.

Kinara menyerahkan ponsel milik Caca dengan wajah kebingungan, membuat sang pemilik ponsel menunjukkan ekspresi yang sama.

“Ca bisa tolong handle butik sebentar? Bang Stef menyuruhku untuk datang ke kantornya sekarang.” Caca menganggukkan kepala sebagai jawaban atas perintah Kinara. “Aku bakal kembali sebelum jam tujuh malam Ca. Kamu tenang saja,” ucapnya sembari meraih tas dan melangkahkan kakinya keluar.

***

Perjalanan dari butik Kinara menuju kantor Stefano tidak memakan waktu lama. Biasanya lalu lintas di jam pulang kantor begitu padat dan menyebabkan macet, namun entah mengapa lalu lintas hari ini terlihat longgar, sehingga ia bisa sampai di kantor sang Kakak dengan segera.

Ia segera berlari masuk kedalam gedung perusahaan Stefano setelah membayar taksi yang ditumpanginya. Mendengar perkataan tegas Stefano ditelepon tadi, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan Kakaknya itu.

Lift yang ditumpanginya telah tiba di lantai paling atas gedung perusahaan. Kinara segera melangkahkan kakinya menuju kantor pribadi sang Kakak. Membuka pintu dengan tergesa tanpa memberikan ketukan terlebih dahulu.

Kinara membeku. Didepannya ada tiga orang pria yang tangah menatapnya dengan sedikit terkejut. Namun dari ketiga pria di dalam ada satu yang menyita perhatian nya. Pria tampan dengan wajah tegas dan tatapan tajam yang kini berada di belakang sang Kakak yang tengah menatap ke arahnya dengan begitu intens. Kinara mencoba menggali ingatannya tentang pria itu. Mungkin saja mereka pernah bertemu, karena Kinara merasa tidak asing dengan pria itu.

“Tidak ada yang ingin kamu jelaskan?” pertanyaan tajam dari sang Kakak berhasil membuatnya mengalihkan pandangan dari pria itu. “Kinara, apa tidak ingin ada yang ingin kamu jelaskan sekarang?” Stefano mengulang pertanyaannya. Kinara menatap bingung, apa yang harus ia jelaskan sedangkan ia sendiri tidak mengerti mengapa Kakaknya menyuruhnya untuk datang saat ini.

“Will, bisa kau jelaskan sekarang!” perintah Stefano kepada lelaki yang tengah berdiri di belakangnya. Tunggu dulu, Kinara sepertinya pernah mendengar nama itu. Ia mencoba mengingat-ingat kembali dimana ia mendengarnya ketika pria itu tiba-tiba berlutut dihadapannya sembari mengeluarkan sebuah cincin.

“Kinara Alleta, aku William Agrenaf ingin menjadikanmu pendamping hidupku?” Kinara membelalakkan matanya terkejut. Bukan karena lamaran yang tiba-tiba pria itu berikan tapi suara pria itu sama persis dengan suara orang yang melakukan pembunuhan malam itu. Dan Will adalah nama yang Kinara dengar dari korban sebelum ia mati tertembak.

Kinara menutup mulutnya tidak percaya. Kakinya rasanya begitu lemas saat ini. Pembunuh itu ada dihadapannya saat ini dan hal lebih gilanya adalah ia melamar Kinara.

“Aku menyuruhmu menjelaskan bajingan! Bukan melamar adikku!” Stefano menarik pria di hadapan Kinara itu berdiri dan mencengkram kerah baju pria itu.

“Stef tenang Stef,” pria lain yang sedari  tadi hanya berdiri diam di belakang mereka akhirnya bertindak ketika Stefano mulai tersulut emosi.

Kinara diam membeku. Ia masih tidak bisa mencerna semua hal yang terjadi padanya sekarang. Seorang pembunuh yang tiba-tiba melamarnya di hadapan sang Kakak benar-benar tak pernah terlintas dibenak Kinara.

“Maaf Stef, aku tidak pernah tahu dia adalah adikmu. Jika aku mengetahuinya aku tidak akan melakukan hal itu,” pria yang Stefano panggil dengan nama Will itu terlihat memejamkan matanya sebentar sebelum melanjutkan perkataannya “maaf sekali lagi Stef, kami tidur bersama,”

“Kau gila!” teriak Kinara murka setelah mendengar perkataan pria itu. Tanpa sadar Kinara mendekat ke arahnya dan melayangkan sebuah tamparan.

Stefano terkejut, begitupun dengan pria yang ada disampingnya. Mereka terdiam ketika Kinara tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan tepat ke arah pria yang kini berdiri dihadapannya.

“Sejak kapan aku tidur denganmu bajingan?! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu, bagaimana bisa kau berkata jika kita tidur bersama?!” cecar Kinara.

“Kau melupakan malam panjang kita sayang?” Kinara semakin murka dengan jawaban pria didepannya. Belum sempat ia melayangkan tamparan untuk kedua kalinya, sebuah bogeman meluncur tepat mengenai pipi sebelah kiri pria itu.

“William!” “Abang!” pekikan dua orang terdengar setelah Stefano melayangkan bogeman ke arah William.

           “Bajingan! Apa yang telah kau lakukan pada adikku?!” Stefano berteriak dengan murka.

           “Apa yang perlu dijelaskan ketika semua telah jelas apa yang terjadi antara aku dan adikmu. Maka dari itu aku akan melamarnya untuk mempertanggung jawabkan semuanya”

           “Bohong! Kita tidak pernah mengenal dan bertemu sebelumnya! Dia bohong!” pekik Kinara tidak mau kalah.

           Kinara menatap sekeliling ruangan tersebut, hingga matanya menemukan sebuah vas bunga yang terletak di meja tamu yang ada di ruangan sang Kakak. Kakinya melangkah menuju meja tersebut sebelum meraih dan mengangkat hendak melemparnya ke arah pria yang kini sedang bersitegang dengan sang Kakak.

           “Berhenti bicara atau aku lempar vas ini ke kepala bodohmu itu!” ancaman Kinara berhasil menghentikan perdebatan mereka berdua. Semua terdiam membisu dengan memandang Kinara, tak pernah menyangka jika perempuan anggun itu akan bertindak senekat ini.

           “Kinara turunkan vas itu,” perintah Stefano dengan pelan.

           “Tidak sebelum pria itu pergi dari sini! Pergi! Aku bilang pergi!” Kinara melempar vas bunga tersebut dan berteriak dengan histeris.

           Stefano segera berlari ke arah sang Adik ketika mengetahui wanita itu mulai tak terkendali. Ia memeluk Kinara yang sedang menangis dan berteriak histeris dengan begitu erat.

           “Kalian pergi, aku mohon. Kita bisa membicarakan semua ini lain waktu,” pintanya kepada dua orang yang kini tengah berdiam membeku memandang kedua kakak beradik tersebut.

Related chapters

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 5

    William mengambil napas dengan dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum kemudian berkata “Stef aku ingin melamar adikmu,” Stefano mendelik mendengar pernyataan tiba-tiba dari laki-laki di depannya ini. Apa katanya barusan? Ia ingin melamar Adiknya? Dari mana William tahu tentang adiknya sedangkan Stefano sendiri tidak pernah sekalipun menyinggung keberadaan sang adik. “Dari mana kau tahu aku mempunyai seorang adik?” tanyanya menyelidik. “Stef sebelumnya aku menjawab pertanyaanmu aku minta maaf.” Stefano memandang dengan tatapan tajam ke arah William yang kini tengah mengambil napas dan menghembuskannya untuk kedua kali. Seakan apa yang akan disampaikan adalah sesuatu hal yang besar. “Aku bertemu dengannya semalam di kelab, dan dia mengatakan jika kau adalah kakaknya,” William menjeda ucapannya. Ia memandang Harsya yang kini sedang berdiri dengan gugup di sebelahnya. “dan kita melakukan sesuatu hal yang tidak terduga,” Stefano menatap tajam k

    Last Updated : 2021-12-20
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 6

    Stefano mulai melonggarkan pelukannya setelah menyadari jika tangisan Kinara mulai mereda. Ditatapnya Kinara dengan iba. Mata sembab dan hidung merah yang menghiasi wajahnya membuat Stefano tidak tega untuk bertanya perihal lamaran yang dilakukan William beberapa saat lalu.Stefano membantu Kinara berdiri. Dirapikannya anak rambut yang menutupi wajah sembabnya sembari memberikan belaian ringan. Kinara memang cenderung akan meluapkan emosinya dengan tidak terkendali apabila dihadapkan dengan situasi yang membuat dirinya shock. Hal itu mulai terjadi semenjak kepergian orang tua mereka. Hal-hal kecil yang kadang membuatnya sedikit marah dan ketakutan akan dipendam hingga suatu ketika semua akan meledak jika ia dihadapkan dengan situasi yang tidak pernah ia inginkan.“Dia jahat,” lirih Kinara yang masih bisa Stefano dengar “aku melihatnya menembak seseorang di parkiran kelab malam.” Stefano mengernyitkan alisnya mendengar penjelasan sang adik. Willi

    Last Updated : 2022-03-01
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 7

    “Sya lo masuk mobil dulu. Gue mau ambil barang gue yang ketinggalan di kantornya Stef.” Belum sempat Harsya membalas ucapan William, lelaki itu sudah melangkahkan kaki menjauh. Harsya menghela napas melihat William memasuki lift yang akan membawanya menuju kantor Stefano. Entah apa yang ada di benak sahabatnya itu hingga melakukan hal gila. Melamar seorang wanita asing hanya karena menjadi saksi pembunuhan yang William lakukan. Biasanya William tidak akan ambil pusing dan akan menghabisi siapapun yang terlibat di tempat kejadian, entah mereka target atau hanya sekedar saksi yang melihat aksinya. Namun entah mengapa William malah ingin menjerat gadis itu dengan pernikahan. Tapi satu hal yang Harsya tahu dari wanita asing yang ternyata adik dari rekan bisnis sekaligus teman mereka adalah ia memiliki mata teduh mirip dengan mendiang adik William. Mungkin itu yang membuat William tidak bisa membunuhnya. Harsya menyandarkan tubuhnya pada kap depan mobil sembari memainkan

    Last Updated : 2022-03-03
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 8

    Kinara mengerang kesal memandang layar ponsel miliknya. Pasalnya sang kekasih – Alata tidak dapat dihubungi semenjak pagi tadi. Padahal semalam ia bilang akan sarapan bersama dengan Kinara, namun hingga jam menunjukkan pukul delapan lebih lima belas menit tidak ada tanda-tanda kemunculan Alata. Sepertinya Kinara harus rela untuk tidak bersarapan pagi ini, mengingat lima belas menit lagi ia akan meeting bersama dengan kliennya.Ini masih pagi tapi mengapa rasanya begitu menyebalkan. Dimulai dari Stefano yang mengabaikan dirinya setelah pernyataan yang ia lontarkan semalam, hingga sang kekasih yang mengingkari janjinya untuk sarapan bersama. Dihembuskan napas beratnya sebelum menyambar beberapa berkas yang telah ia siapkan untuk meeting pagi ini. Namun baru saja ia akan melangkah keluar dari ruang kerjanya, pintu ruangan itu terbuka dengan kasar dan menampilkan seorang lelaki gila yang begitu ia benci.“Selamat pagi sayang,” Sapanya dengan senyum manis

    Last Updated : 2022-03-07
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 1

    William tersenyum mengerikan seraya mengacungkan pistol ke arah pria yang kini tengah bersimpuh di hadapannya. Dion Aryatama—pria yang semasa sekolah selalu mengejek William hanya karena dirinya anak yatim piatu kini tengah memohon ampun dihadapannya. “Will, gue minta maaf. Gue tau gue salah Will, tapi gue mohon jangan seperti ini. Kita bisa bicarakan semua baik-baik Will,” kata Dion dengan suara yang terdengar begitu putus asa. “Apa lo bilang? Bicarakan baik-baik? Setelah apa yang lo lakuin ke adik gue lo minta kita bicara dengan baik-baik?!” teriak William dengan penuh emosi. Dion menyeritkan alisnya mendengar teriakan William. Mengapa William berbicara tentang adiknya? Dion kira apa yang William lakukan sekarang adalah bentuk dari kekesalan semasa sekolah karena ia kerap mengejeknya. “Salsa, gadis yang ditemukan mati mengenaskan di Gudang Sekolah adalah adik gue.” Dion membelalakkan matanya mendengar perkataan William. “Dan lo! Dion Aryatama

    Last Updated : 2021-12-20
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 2

    Kinara terbangun dengan napas yang tidak beraturan, mimpi buruk. Ia melihat jam yang berada di sebelah nakasnya, pukul enam lebih tiga puluh menit. Dipejamkan matanya sejenak sembari mengatur napasnya yang terlihat masih memburu. Bayangan buruk akan kejadian semalam masih terekam jelas di dalam benak Kinara. Jika saja semalam ia tidak kembali lagi hanya untuk mengambil tas miliknya yang tertinggal, mungkin ia tidak akan menyaksikan kejadian buruk yang menimpa seorang pria malang. “Kinara, Abang berangkat dulu. Sarapannya sudah Abang siapin di meja makan.” Suara Stefano—kakak laki-laki Kinara terdengar dari depan pintu kamarnya. Setelah mendengar langkah kaki yang menjauh dari depan pintu kamarnya, Kinara mulai bangkit dari tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah jendela. Pikirannya masih saja terbayang akan kejadian semalam yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pria dengan keji menembak pria lain yang tengah bersimpuh memohon ampun. Entah

    Last Updated : 2021-12-20
  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 3

    “Lo udah gila ya Will?” pertanyaan itu terdengar beberapa kali dari mulut Harsya. Pria itu masih tidak habis pikir dengan semua hal gila yang ada dibenak William. “Ini masih jam kerja,” sahut William dengan tegas. “Bodo amat dengan jam kerja. Lo mau pecat gue silahkan. Gue cuma mau memastikan hal gila yang ada dipikiranmu saat ini,” kata Harsya dengan menggebu-gebu. Ia pikir penjelasan dari William lebih penting daripada peraturan yang sudah mereka sepakati untuk selalu berbicara dengan sopan di tengah jam kerja. Karena ini menyangkut hidup sahabat Harsya kedepannya. William melirik sekilas tangan Harsya yang terlihat mencengkram kemudi dengan begitu erat. Pria itu sepertinya benar-benar kesal dengan pernyataan yang William lontarkan beberapa jam lalu. “Terus lo mau gue gimana? Bunuh dia juga supaya dia tetap tutup mulut?” tanya William dengan santai. “Itu jauh lebih gila!” teriak Harsya yang membuat William sedikit terlonjak. “Lo mau Stefano

    Last Updated : 2021-12-20

Latest chapter

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 8

    Kinara mengerang kesal memandang layar ponsel miliknya. Pasalnya sang kekasih – Alata tidak dapat dihubungi semenjak pagi tadi. Padahal semalam ia bilang akan sarapan bersama dengan Kinara, namun hingga jam menunjukkan pukul delapan lebih lima belas menit tidak ada tanda-tanda kemunculan Alata. Sepertinya Kinara harus rela untuk tidak bersarapan pagi ini, mengingat lima belas menit lagi ia akan meeting bersama dengan kliennya.Ini masih pagi tapi mengapa rasanya begitu menyebalkan. Dimulai dari Stefano yang mengabaikan dirinya setelah pernyataan yang ia lontarkan semalam, hingga sang kekasih yang mengingkari janjinya untuk sarapan bersama. Dihembuskan napas beratnya sebelum menyambar beberapa berkas yang telah ia siapkan untuk meeting pagi ini. Namun baru saja ia akan melangkah keluar dari ruang kerjanya, pintu ruangan itu terbuka dengan kasar dan menampilkan seorang lelaki gila yang begitu ia benci.“Selamat pagi sayang,” Sapanya dengan senyum manis

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 7

    “Sya lo masuk mobil dulu. Gue mau ambil barang gue yang ketinggalan di kantornya Stef.” Belum sempat Harsya membalas ucapan William, lelaki itu sudah melangkahkan kaki menjauh. Harsya menghela napas melihat William memasuki lift yang akan membawanya menuju kantor Stefano. Entah apa yang ada di benak sahabatnya itu hingga melakukan hal gila. Melamar seorang wanita asing hanya karena menjadi saksi pembunuhan yang William lakukan. Biasanya William tidak akan ambil pusing dan akan menghabisi siapapun yang terlibat di tempat kejadian, entah mereka target atau hanya sekedar saksi yang melihat aksinya. Namun entah mengapa William malah ingin menjerat gadis itu dengan pernikahan. Tapi satu hal yang Harsya tahu dari wanita asing yang ternyata adik dari rekan bisnis sekaligus teman mereka adalah ia memiliki mata teduh mirip dengan mendiang adik William. Mungkin itu yang membuat William tidak bisa membunuhnya. Harsya menyandarkan tubuhnya pada kap depan mobil sembari memainkan

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 6

    Stefano mulai melonggarkan pelukannya setelah menyadari jika tangisan Kinara mulai mereda. Ditatapnya Kinara dengan iba. Mata sembab dan hidung merah yang menghiasi wajahnya membuat Stefano tidak tega untuk bertanya perihal lamaran yang dilakukan William beberapa saat lalu.Stefano membantu Kinara berdiri. Dirapikannya anak rambut yang menutupi wajah sembabnya sembari memberikan belaian ringan. Kinara memang cenderung akan meluapkan emosinya dengan tidak terkendali apabila dihadapkan dengan situasi yang membuat dirinya shock. Hal itu mulai terjadi semenjak kepergian orang tua mereka. Hal-hal kecil yang kadang membuatnya sedikit marah dan ketakutan akan dipendam hingga suatu ketika semua akan meledak jika ia dihadapkan dengan situasi yang tidak pernah ia inginkan.“Dia jahat,” lirih Kinara yang masih bisa Stefano dengar “aku melihatnya menembak seseorang di parkiran kelab malam.” Stefano mengernyitkan alisnya mendengar penjelasan sang adik. Willi

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 5

    William mengambil napas dengan dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum kemudian berkata “Stef aku ingin melamar adikmu,” Stefano mendelik mendengar pernyataan tiba-tiba dari laki-laki di depannya ini. Apa katanya barusan? Ia ingin melamar Adiknya? Dari mana William tahu tentang adiknya sedangkan Stefano sendiri tidak pernah sekalipun menyinggung keberadaan sang adik. “Dari mana kau tahu aku mempunyai seorang adik?” tanyanya menyelidik. “Stef sebelumnya aku menjawab pertanyaanmu aku minta maaf.” Stefano memandang dengan tatapan tajam ke arah William yang kini tengah mengambil napas dan menghembuskannya untuk kedua kali. Seakan apa yang akan disampaikan adalah sesuatu hal yang besar. “Aku bertemu dengannya semalam di kelab, dan dia mengatakan jika kau adalah kakaknya,” William menjeda ucapannya. Ia memandang Harsya yang kini sedang berdiri dengan gugup di sebelahnya. “dan kita melakukan sesuatu hal yang tidak terduga,” Stefano menatap tajam k

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 4

    Kinara masih berkutat dengan pekerjaannya sedari pagi. Ia bahkan melupakan jam makan siangnya hanya karena harus segera menyelesaikan pesanan kliennya yang akan diambil secara mendadak malam ini. Sedangkan Alata sudah pergi sejak pagi tadi setelah ia memberikan sebuah ciuman untuk kekasihnya yang sedang panik dikejar deadline. “Masuk!” teriak Kinara ketika sebuah ketukan dari luar pintu terdengar. Terlihat Caca sang sekertaris yang berjalan sedikit tergesa ke arahnya dengan membawa sebuah ponsel di tangannya. “Aku sudah menghubungi Mrs. Lala Ca, jadi kamu nggak usah panik juga. Pesanannya juga bisa selesai malam ini” ucap Kinara ketika Caca sudah berada di dekatnya. “Bukan masalah pesanan Mrs. Lala mbak, ini telepon dari Pak Stefano,” Kinara mengernyit mendengar perkataan sang sekretaris. Mengapa kakaknya menghubunginya melalui ponsel Caca? Padahal ia bisa langsung menghubungi Kinara lewat ponsel Kinara sendiri. “Ponsel mbak Kinara katanya nggak aktif

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 3

    “Lo udah gila ya Will?” pertanyaan itu terdengar beberapa kali dari mulut Harsya. Pria itu masih tidak habis pikir dengan semua hal gila yang ada dibenak William. “Ini masih jam kerja,” sahut William dengan tegas. “Bodo amat dengan jam kerja. Lo mau pecat gue silahkan. Gue cuma mau memastikan hal gila yang ada dipikiranmu saat ini,” kata Harsya dengan menggebu-gebu. Ia pikir penjelasan dari William lebih penting daripada peraturan yang sudah mereka sepakati untuk selalu berbicara dengan sopan di tengah jam kerja. Karena ini menyangkut hidup sahabat Harsya kedepannya. William melirik sekilas tangan Harsya yang terlihat mencengkram kemudi dengan begitu erat. Pria itu sepertinya benar-benar kesal dengan pernyataan yang William lontarkan beberapa jam lalu. “Terus lo mau gue gimana? Bunuh dia juga supaya dia tetap tutup mulut?” tanya William dengan santai. “Itu jauh lebih gila!” teriak Harsya yang membuat William sedikit terlonjak. “Lo mau Stefano

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 2

    Kinara terbangun dengan napas yang tidak beraturan, mimpi buruk. Ia melihat jam yang berada di sebelah nakasnya, pukul enam lebih tiga puluh menit. Dipejamkan matanya sejenak sembari mengatur napasnya yang terlihat masih memburu. Bayangan buruk akan kejadian semalam masih terekam jelas di dalam benak Kinara. Jika saja semalam ia tidak kembali lagi hanya untuk mengambil tas miliknya yang tertinggal, mungkin ia tidak akan menyaksikan kejadian buruk yang menimpa seorang pria malang. “Kinara, Abang berangkat dulu. Sarapannya sudah Abang siapin di meja makan.” Suara Stefano—kakak laki-laki Kinara terdengar dari depan pintu kamarnya. Setelah mendengar langkah kaki yang menjauh dari depan pintu kamarnya, Kinara mulai bangkit dari tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah jendela. Pikirannya masih saja terbayang akan kejadian semalam yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seorang pria dengan keji menembak pria lain yang tengah bersimpuh memohon ampun. Entah

  • Di Balik Topeng si Pembunuh    BAB 1

    William tersenyum mengerikan seraya mengacungkan pistol ke arah pria yang kini tengah bersimpuh di hadapannya. Dion Aryatama—pria yang semasa sekolah selalu mengejek William hanya karena dirinya anak yatim piatu kini tengah memohon ampun dihadapannya. “Will, gue minta maaf. Gue tau gue salah Will, tapi gue mohon jangan seperti ini. Kita bisa bicarakan semua baik-baik Will,” kata Dion dengan suara yang terdengar begitu putus asa. “Apa lo bilang? Bicarakan baik-baik? Setelah apa yang lo lakuin ke adik gue lo minta kita bicara dengan baik-baik?!” teriak William dengan penuh emosi. Dion menyeritkan alisnya mendengar teriakan William. Mengapa William berbicara tentang adiknya? Dion kira apa yang William lakukan sekarang adalah bentuk dari kekesalan semasa sekolah karena ia kerap mengejeknya. “Salsa, gadis yang ditemukan mati mengenaskan di Gudang Sekolah adalah adik gue.” Dion membelalakkan matanya mendengar perkataan William. “Dan lo! Dion Aryatama

DMCA.com Protection Status