"Kamu yakin akan pulang hari ini? Kok aku enggak yakin sama sekali, ya? Kamu bahkan belum bersiap, dan justru masih asyik aja memeluk aku kayak Panda meluk bambu kesayangannya."Lirihan tersebut jelas membuat kekehan Bentala menggema. Ia memang berniat ke Jakarta hari itu, lusa akan ada rapat tahunan pemegang saham perusahaan. Bentala harus menyiapkan segala laporan yang dibutuhkan untuk mengikuti rapat tersebut. Meskipun tak ingin beranjak, namun mau tak mau pria itu harus melepaskan Rana, dan kembali pada kesibukannya yang memang penting.Rana sendiri juga tak bisa memaksa Bentala melepaskannya. Waktu yang sebentar membuat gadis itu masih ingin bermanja-manja dengan pria yang ia cintai tersebut. Rana tak mau lagi bersikap gila dengan pura-pura tak mencintai Bentala. Karena nyatanya ia sungguh tergila-gila pada pria satu itu."Aku ingin segera pergi, tapi kamu terlalu menggoda untuk dilewatkan," lirih Bentala di telinga Rana. Perbuatan pria itu tentu saja berpengaruh pada Rana yang l
"Na, lo gila ya? Gue pikir lo sama Bentala belum ada hubungan lagi setelah putus. Ternyata diam-diam lo sama Bentala balikan lagi tanpa sepengetahuan gue. Na, lo kenapa begini sih? Kenapa enggak ngasih tahu gue? Kalau ada orang yang lihat, dan timbul gosip kalau lo adalah orang ketiga di hubungan pernikahan Bentala, gimana? Kan, gue juga yang repot!"Tak ada angin, tak ada hujan, Latisha langsung memarahi Rana saat gadis itu mengangkat teleponnya. Latisha jelas tak bisa membendung kekesalannya saat tahu kalau foto yang dicuri seseorang dari Dayu adalah foto Rana yang tengah memeluk Bentala. Ia tak habis pikir. Ia pikir Rana belum kembali pada Bentala, ternyata diam-diam gadis itu bahkan telah berpelukan dengan pria yang menggaji mereka.Rana sendiri langsung merasa bersalah. Dari sekian banyak hal yang terjadi, ia memang menyembunyikan fakta kalau ia, dan Bentala telah kembali bersama. Bukannya menutupi, tapi memang Rana pikir belum waktunya saja ia bercerita. Rana berencana akan menc
"Segalanya sudah berjalan dengan sangat lancar, Pak. Semua laporan sudah disiapkan dengan baik oleh tim. Untuk Rapat akhir tahun ini semua pasti akan berjalan dengan baik, Pak. Bapak tenang saja. Semua pemegang saham pasti akan memuji anda."Hanya anggukan yang menjadi jawaban Danish. Bentala sendiri tampak sibuk menggulir layar ponselnya. Tak ada satu pun kabar dari Rana. Ia tak memposting foto liburannya, ia juga tak mengabari Bentala, dan ia juga tak melakukan apa pun selama dua puluh empat jam ke belakang.Jadi, Bentala pun memutuskan untuk menanyai Rana terlebih dahulu. Ia berharap Rana akan menjawab pertanyaannya. Dengan begitu, Bentala pun bisa dengan tenang melakukan segala aktifitas. Sejujurnya eksistensi Rana kini berada dalam takhta tertinggi prioritas hidupnya yang datar-datar saja."Pak, anda mendengar saya?"Bentala segera mengangguk, dan memandangi asistennya. "Ya, saya mendengar kamu, Danish. Kalau semuanya sudah berjalan dengan baik, maka kita bisa tenang, kan? Oh, ya
"Mas Ben, sadar enggak sih, kalau perempuan di belakang Mas Ben melihat ke arah kita terus. Dia enggak biasanya lho, begitu. Selalu fokus, dan on time tiga puluh menit gym. Tapi, sudah empat puluh menit, dia belum pulang juga."Bukannya tidak peduli dengan informasi yang diberikan personal trainer-nya, tapi Bentala benar-benar tidak tertarik. Jadi, ia hanya menggeleng kepada personal trainer-nya yang bernama Raja tersebut. Raja sendiri yang memang sudah tahu tabiat bos-nya cuma terkekeh geli. Raja ini adalah salah satu orang sudah lama mengenal Bentala lama, jadi ia pun juga tahu kalau pernikahan pria itu dengan Tanaya jelas-jelas bukan yang sebenarnya."Jangan coba-coba mengecoh gue," ucap Bentala seraya melirik Raja dengan tajam. "Lo belum mengirim ke gue laporan bulanan. Gue ingat ya, Raja. Lo jangan mengalihkan perhatian gue dengan ngomongin pengunjung lain."Alih-alih kesal, Raja justru tertawa kecil. "Masih tanggal 21 sih, Mas. Santai aja kali. Tapi, serius sih, apa yang gue bil
"Akhirnya kamu meneleponku juga. Maaf, aku baru sampai di apartemen. Tadi, aku makan malam bersama Pak Gandhi. Jadi, aku baru bisa menjawab teleponmu sekarang. Ada apa Rana? Apa kekhawatiran kamu, dan manajer kamu terbukti? Apa asisten kamu memang menyimpan sesuatu?"Bukannya menjawab, Rana justru menghela napasnya dengan sangat kuat. Ia membatalkan semua rencananya. Ia tak akan pergi berlibur ke Padang, tapi ia akan pulang ke Jakarta, dan menyiapkan segalanya untuk mengunjungi Indira di Canberra. Bila memang berita yang akan dirinya, dan Latisha takutkan terkuak, ia akan melarikan diri untuk sementara.Mungkin ini terdengar kelakuan yang cenderung tak bertanggung jawab, tapi Rana tipe manusia yang mudah cemas. Ia harus menyendiri saat semua pemberitaan tertuju padanya. Apalagi pemberitaan yang jelas-jelas tak enak di dengar. Jadi, seharian ia membereskan segalanya, dan menyiapkan apa pun untuk konsekuensi terburuk yang kemungkinan bisa terjadi."Ya," jawab Rana pada akhirnya. "Ben, m
"Tish, gue rasa, gue enggak akan bisa sampai pagi deh. Kemungkinan gue benar-benar sampai unit setelah makan siang. Gue harap lo sama Dayu sudah ada di unit gue. Gue mau ngomong sama dia. Oh, ya, maaf ya, kalau permintaan gue merepotkan lo, Tish!"Alih-alih menjawabnya dengan perkataan, Latisha lebih memilih berdeham. Latisha tengah marah pada Rana. Bukannya menghukum Dayu dengan sadis, bosnya tersebut justru melakukan hal sebaliknya yang membuat Latisha tercengang. Ia tak habis pikir dengan isi kepala, dan isi hati Rana yang sebaik malaikat.Rana sendiri tahu, Latisha pasti sangat kesal, saat dirinya menelepon pagi-pagi, dan menjelaskan segala hal yang akan ia lakukan pada Dayu. Awalnya dengan semangat, Latisha pikir Rana akan melakukan tindakan pidana. Tak tahunya Rana justru membantu Dayu keluar dari masalah yang kemungkinan akan muncul secara lebih besar pada kehidupan Dayu."Lo marah ya, sama gue?" tanya Rana saat mendengar Latisha hanya berdeham. "Gue kan, sudah mi
"Hai, aku pikir kamu enggak di rumah. Aku mengirimi kamu pesan, tapi kamu tampak tak berniat melihat ponsel kamu. Apa yang sedang kamu pikirkan, Rana? Kamu tampak asyik terbengong-bengong di situ."Alih-alih menjawab pertanyaan Bentala yang baru saja memasuki unitnya, Rana hanya memberi senyuman tipis. Seraya menggeleng, ia pun menyandarkan tubuhnya dengan pasrah ke kursi malas yang berada di ruang tengah unit apartemennya. Bentala yang melihat Rana tampak tak bergairah hidup langsung menghampiri gadis itu. Ia duduk di dekat Rana, dan mencium pipi gadis itu dengan lembut.Rana pun membalas perlakuan lembut Bentala dengan senyuman termanis. Ia mengulurkan tangannya, menggapai lengan Bentala, dan menariknya agar bergabung di kursi malas yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Namun, Bentala selalu punya cara, ia bawa Rana ke atas tubuhnya, dan ia peluk erat agar tubuh gadis kesayangannya tak terjatuh."Jadi, ada apa? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bentala pelan, seperti sebuah bis
"Dengan pernyataan dewan pembina partai Gerakan Maju, maka menegaskan bahwa mereka tidak akan mengusung Bentala Pradaya Byakta sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta. Ini sangatlah tiba-tiba, mengingat selama pemilu presiden dan wakil presiden, Bentala digadang-gadang menjadi calon kuat yang akan diusung beberapa partai yang menjadi pendukung presiden, dan wakil presiden Pranata-Gandhi di pilkada DKI tahun ini."Sesungguhnya selama Rana hidup, ia tak pernah benar-benar peduli dengan dunia politik. Namun akhir-akhir ini sejak Bentala berencana mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta, membuat Rana awas soal berbagai macam polemik soal kekuasaan. Begitu pun saat ia memasuki ruang tengah rumah ayahnya yang mewah. Perhatiannya langsung tertuju pada televisi yang sengaja disetel oleh ayahnya."Tumben nonton tv," celetuk Rana seraya duduk di samping sang Ayah, Emir. Emir langsung tersenyum sumringah saat melihat putrinya datang, menyalami tangannya, dan memeluknya singkat. "Aku pikir Pap