"Akhirnya kamu meneleponku juga. Maaf, aku baru sampai di apartemen. Tadi, aku makan malam bersama Pak Gandhi. Jadi, aku baru bisa menjawab teleponmu sekarang. Ada apa Rana? Apa kekhawatiran kamu, dan manajer kamu terbukti? Apa asisten kamu memang menyimpan sesuatu?"Bukannya menjawab, Rana justru menghela napasnya dengan sangat kuat. Ia membatalkan semua rencananya. Ia tak akan pergi berlibur ke Padang, tapi ia akan pulang ke Jakarta, dan menyiapkan segalanya untuk mengunjungi Indira di Canberra. Bila memang berita yang akan dirinya, dan Latisha takutkan terkuak, ia akan melarikan diri untuk sementara.Mungkin ini terdengar kelakuan yang cenderung tak bertanggung jawab, tapi Rana tipe manusia yang mudah cemas. Ia harus menyendiri saat semua pemberitaan tertuju padanya. Apalagi pemberitaan yang jelas-jelas tak enak di dengar. Jadi, seharian ia membereskan segalanya, dan menyiapkan apa pun untuk konsekuensi terburuk yang kemungkinan bisa terjadi."Ya," jawab Rana pada akhirnya. "Ben, m
"Tish, gue rasa, gue enggak akan bisa sampai pagi deh. Kemungkinan gue benar-benar sampai unit setelah makan siang. Gue harap lo sama Dayu sudah ada di unit gue. Gue mau ngomong sama dia. Oh, ya, maaf ya, kalau permintaan gue merepotkan lo, Tish!"Alih-alih menjawabnya dengan perkataan, Latisha lebih memilih berdeham. Latisha tengah marah pada Rana. Bukannya menghukum Dayu dengan sadis, bosnya tersebut justru melakukan hal sebaliknya yang membuat Latisha tercengang. Ia tak habis pikir dengan isi kepala, dan isi hati Rana yang sebaik malaikat.Rana sendiri tahu, Latisha pasti sangat kesal, saat dirinya menelepon pagi-pagi, dan menjelaskan segala hal yang akan ia lakukan pada Dayu. Awalnya dengan semangat, Latisha pikir Rana akan melakukan tindakan pidana. Tak tahunya Rana justru membantu Dayu keluar dari masalah yang kemungkinan akan muncul secara lebih besar pada kehidupan Dayu."Lo marah ya, sama gue?" tanya Rana saat mendengar Latisha hanya berdeham. "Gue kan, sudah mi
"Hai, aku pikir kamu enggak di rumah. Aku mengirimi kamu pesan, tapi kamu tampak tak berniat melihat ponsel kamu. Apa yang sedang kamu pikirkan, Rana? Kamu tampak asyik terbengong-bengong di situ."Alih-alih menjawab pertanyaan Bentala yang baru saja memasuki unitnya, Rana hanya memberi senyuman tipis. Seraya menggeleng, ia pun menyandarkan tubuhnya dengan pasrah ke kursi malas yang berada di ruang tengah unit apartemennya. Bentala yang melihat Rana tampak tak bergairah hidup langsung menghampiri gadis itu. Ia duduk di dekat Rana, dan mencium pipi gadis itu dengan lembut.Rana pun membalas perlakuan lembut Bentala dengan senyuman termanis. Ia mengulurkan tangannya, menggapai lengan Bentala, dan menariknya agar bergabung di kursi malas yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Namun, Bentala selalu punya cara, ia bawa Rana ke atas tubuhnya, dan ia peluk erat agar tubuh gadis kesayangannya tak terjatuh."Jadi, ada apa? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bentala pelan, seperti sebuah bis
"Dengan pernyataan dewan pembina partai Gerakan Maju, maka menegaskan bahwa mereka tidak akan mengusung Bentala Pradaya Byakta sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta. Ini sangatlah tiba-tiba, mengingat selama pemilu presiden dan wakil presiden, Bentala digadang-gadang menjadi calon kuat yang akan diusung beberapa partai yang menjadi pendukung presiden, dan wakil presiden Pranata-Gandhi di pilkada DKI tahun ini."Sesungguhnya selama Rana hidup, ia tak pernah benar-benar peduli dengan dunia politik. Namun akhir-akhir ini sejak Bentala berencana mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta, membuat Rana awas soal berbagai macam polemik soal kekuasaan. Begitu pun saat ia memasuki ruang tengah rumah ayahnya yang mewah. Perhatiannya langsung tertuju pada televisi yang sengaja disetel oleh ayahnya."Tumben nonton tv," celetuk Rana seraya duduk di samping sang Ayah, Emir. Emir langsung tersenyum sumringah saat melihat putrinya datang, menyalami tangannya, dan memeluknya singkat. "Aku pikir Pap
"Na, fotonya sudah keluar. Gue mesti klarifikasi enggak, Na? Apa ke rencana awal, kalau kita diam aja? Padahal gue sudah mempersiapkan diri, tapi kenapa akhirnya kalang kabut juga ya? Bagaimana nih, Na?"Tak cuma Latisha, Rana pun juga kalang kabut. Ia bahkan melarikan diri dari pertanyaan ayahnya tadi, dan berjanji akan menjawab segalanya setelah ia menghubungi sang manajer. Dia pikir Latisha belum tahu, tapi gadis itu jelas sudah berjaga-jaga kalau-kalau fotonya dipublish oleh salah satu media gosip. Kini ia pun memutar otak, memilih jawaban yang paling dirasa benar."Gue rasa diam saja adalah jalan terbaik deh, Tish.""Kalau beritanya makin liar, bagaimana?" tanya Latisha tak yakin. "Lo dituduh sebagai pelakor, Na. Sumpah gue pengin banget deh, sumpel mulut orang yang bikin tagline begitu. Gila banget sih!""Ya, kalau sekiranya perlu nantinya, baru kita buka mulut. Biarkan deh, berita ini berkembang. Seperti yang sudah kita bicarakan di awal, mungkin akan ramai di satu atau dua min
"Kamu tahu enggak apa yang kamu lakukan, Rana Diatmika Husada? Kamu berhubungan dengan seorang pria yang sudah beristri? Apa yang ada di dalam pikiranmu, Nak? Kamu seorang princess Husada. Siapa yang enggak mau sama kamu? Kenapa harus suami orang lain? Kenapa, Rana? Jawab, Papa!"Jelas Rana tak bisa berkata-kata. Setelah ia mengakui bahwa apa yang ada di dalam foto tersebut adalah kebenaran, sang ayah jelas sangat marah. Rana tahu di kaca mata siapa pun apa yang dilakukannya adalah salah, tapi sungguh mereka tidak mengerti kejadian yang sebenarnya. Jadi, tugas Rana di sana untuk memberi pengertian pada ayahnya akan apa yang terjadi selama ini.Sayangnya nyali Rana perlahan ciut saat melihat ekspresi Emir yang penuh kemarahan. Ia sudah menyangka hal ini akan terjadi. Tapi, tak pernah terpikirkan di kepalanya bahwa ekspresi marah itu bercampur dengan kecewa."Papa harus mengerti kalau ini bukan seperti yang Papa pikirkan," ucap Rana dengan suara yang sangat pelan. Namun Emir cukup mende
"MINGGIR KAMU! SAYA MAU BERTEMU DENGAN BOS KAMU! MANA DIA! BENTALA, KELUAR KAMU!"Siapa saja jelas mulai teralihkan perhatiannya saat seorang Mahaka Gunawan berteriak kesal, karena tidak diperbolehkan masuk oleh Danish, asisten pribadi Bentala. Bukan karena Bentala tak ingin bertemu Mahaka, tapi lebih dikarenakan ada seorang investor penting yang tengah bosnya tersebut temui. Namun sayangnya Mahaka tak percaya, dan menganggap kalau Danish hanya membual. Dalam pikiran Mahaka yang sedang diliputi emosi, Bentala hanya tengah menghindari untuk bertemu dengannya."Ada apa, Pak Mahaka?" tanya Bentala yang ternyata berdiri di belakang Mahaka beserta asistennya. Kebetulan ruang rapat yang digunakan Bentala satu lantai terpisah dari ruang kerjanya. "Saya rasa akan tidak pantas bagi seorang Mahaka Andromeda Gunawan untuk berteriak-teriak seperti itu di ruang publik. Ya, meskipun ini ruang publik dengan lingkup kecil, tapi direksi saya yang lain bisa terganggu, karena sikap bapak ini."Mahaka mu
"Pantas saja, Bentala memilih mengejar cinta seorang Rana Diatmika Husada. Ternyata pernikahannya dengan Dr. Tanaya Gunawan memang tidak baik-baik saja. Bahkan dengan tidak tahu malu, dia mengandung anak dari pria lain, dan dengan cepat memutuskan hubungan pernikahan mereka. Sungguh, keempat orang ini benar-benar berada di dalam hubungan yang mengerikan. Apakah realita asmara manusia sekarang serumit, dan gila seperti saat ini?"Jelas saja komentar itu membuat Latisha geleng-geleng kepala. Semenjak keluarnya foto-foto Tanaya dengan seorang pria bule di rumah sakit, ada banyak komentar yang justru tertuju pada pernikahan Tanaya, dan Bentala. Alih-alih menyebut Rana sebagai perusak rumah tangga orang lain, kini netizen Indonesia lebih suka menyebut talent-nya sebagai korban dari hubungan toxic antara Tanaya, dan Bentala. Jujur bukannya merasa senang, Latisha justru merasa miris.Latisha lalu menoleh, memandangi Rana yang tengah membereskan berbagai macam keperluannya untuk berlibur di A
"Kamu tahu enggak arti dari cincin ini?"Delapan bulan kemudian segalanya berjalan dengan sangat cepat. Rana membutuhkan waktu lebih dari lima bulan untuk menyiapkan segala pernikahannya. Karena kegiatannya di dunia entertainment yang memang sedang rehat, maka tak ada satu pun media, atau rekan artis yang mengetahui rencana pernikahannya. Rana, dan Bentala pun dengan tenang menjalankan pernikahan mereka di Bali dengan sangat tenang, dan intim.Kini, di bulan kedua pernikahan mereka, Bentala akhirnya bisa benar-benar menemukan waktu untuk berbulan madu. Meskipun tak lagi menjadi aktris, Rana tetap saja disibukkan dengan kegiatannya sebagai salah satu direksi di rumah sakit Husada. Ia bersama-sama dengan Latisha bekerja, meskipun kini berada di dunia yang sama sekali berbeda."Aku enggak tahu," jawab Rana sambil menggelengkan kepala. "Memang apa artinya? Aku pikir ini hanya sebuah bentuk. Karena cantik, jadi kupikir itu alasan kamu memilihnya. Ternyata ada artinya, ya?"Bentala terkekeh
"Besok bahkan baru malam tahun baru. Tidak bisakah kamu menunggu hingga besok? Ya, aku memang menyuruhmu untuk pulang, tapi maksud aku pulanglah setelah tahun baru. Bukannya sekarang. Ben, kamu mendengarkan aku, kan?"Pertanyaan itu membuat Rana benar-benar kesal, karena Bentala tampak tak mengacuhkannya sejak tadi. Pria itu sejak tadi hanya mondar-mandir merapikan segala barangnya ke dalam koper besar yang Rana pastikan kalau isinya terlalu sedikit di sana. Rana pun beranjak dari kasur, mendekati Bentala yang sibuk memasukkan semua kemejanya ke koper. Ia tarik kerah pria itu, agar Bentala bisa fokus hanya padanya.Bentala tersenyum. Ia melingkarkan tangannya di pelukan Rana dengan erat. Ia bawa gadis itu ke pelukannya, dan ia cium gadis itu dengan sepenuh jiwa. Rana jelas tak menolak, bersama Bentala memang membuat kepalanya selalu bodoh dalam hal tolak menolak."Kamu sekarang merengek, agar aku tak pergi." Bentala berkata setelah ia melepaskan ciumannya. "Kemarin, kamu melepaskan ak
"Gue benar-benar senang, karena lo sudah sadar, Na. Maaf ya, gue enggak bisa melihat lo langsung ke Australia. Karena gue pikir-pikir keadaannya pasti enggak memungkinkan dan gue enggak pernah ke Australia sebelumnya. Gue takut jatuhnya ngerepotin Indira yang lagi sibuk ngurusin lo, dan kerjaannya."Hanya sebuah gelengan yang mampir di wajah Rana saat mendengar managernya, Latisha meminta maaf. Ia tak pernah mempermasalahkan siapa yang berada di sampingnya saat sakit. Baginya di mana pun berada, Rana sudah cukup dengan doa. Rana tahu obat mujarab terampuh bagi orang sakit adalah doa dari orang yang benar-benar tulus menginginkan kesembuhan diri kita.Latisha sendiri merasa sangat bahagia. Meskipun hanya bisa melihat Rana dari panggilan video, tapi gadis itu sudah merasa cukup puas. Melihat Rana meresponnya dengan senyum tercantik yang Rana punya, sudah membuat Latisha merasa sangat lega."Tidak masalah kok," jawab Rana jujur. Ia tersenyum lemah. "Lo jangan maksain diri buat ke sini. L
"Indira, boleh saya bicara sama kamu sebentar?"Tak mungkin Indira tak kaget. Ia menengadah, dan memastikan kalau yang bicara padanya memang benar-benar seorang Emir Dikara Husada. Selama hampir dua minggu, pria itu pura-pura tak mempedulikannya, hari ini, di hari di mana Rana sadar sepenuhnya, Emir akhirnya mau mengajaknya bicara. Bukannya Rana berharap, tapi ia ingin antara dirinya, dan Emir berhenti memikirkan menyoal masa lalu, serta terjebak di dalamnya.Indira pun mengangguk, meskipun Arnold sempat menggeleng. Ia menatap Arnold seraya tersenyum meminta pengertian. Arnold pun melihat pada Indira, dan akhirnya memperbolehkan gadis itu menyelesaikan segala masalahnya dengan pria brengsek yang ternyata adalah sahabat baik Rana. Jujur, saat mengetahuinya, Arnold jelas kaget bukan main. Ia sungguh merasa luar biasa, karena ternyata Rana, dan juga Indira masih bisa menjalin pertemanan yang sangat baik."Tunggulah di sini," pinta Indira yang langsung disanggupi oleh Arnold. "Aku akan ba
"Maaf, mengganggu waktumu, Ben. Tapi, saya harus memberikan ini secara langsung untukmu. Kamu diundang khusus sebagai best man-saya dalam pernikahan saya dengan Tanaya. Ya, saya tahu kondisinya tidak memungkinkan. Tapi, tak apa-apa. Saya hanya ingin memberikan ini sebagai tanda bahwa hanya kamu yang berhak untuk posisi itu."Tentu saja Bentala terhenyak. Bukan soal undangannya, tapi bagaimana Edward selalu memperlakukannya dengan spesial. Berbeda dengan dua temannya yang lain, Edward baginya sudah seperti saudara yang ia temukan di benua lain. Dia selalu merawat, memperhatikan, bahkan memperlakukan Bentala seperti dirinya adalah orang yang layak mendapat perlakuan tersebut. Tak hanya Edward, Tanaya pun demikian.Untuk itulah, Bentala rela melakukan banyak hal bodoh hanya untuk menjaga mereka tetap bahagia. Sebab, di saat ia tak punya siapa-siapa di negeri orang, hanya Edward, dan Tanaya yang membantunya. Hanya mereka berdua yang rela bersusah payah untuk seorang Bentala."Kamu membuat
"Aku tahu harusnya enggak ninggalin kamu. Tapi, aku minta maaf. Aku tahu kamu pasti mengerti. Hanya tiga hari, aku janji. Senin, aku akan kembali ke sini. Aku janji akan nemenin kamu lagi di sini. Kamu pasti akan merasa sedih kan, kalau pekerjaanku enggak beres? Jadi, aku pulang sebentar ya. Aku tahu, aku akan kangen kamu banget, Rana."Tatapan Bentala begitu dalam, dan berat. Ia sama sekali enggan meninggalkan Rana dalam kondisi yang masih belum ada kejelasan, tapi ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Ada banyak orang yang bergantung hidupnya pada Bentala, dan ia tak serta merta melupakan mereka hanya untuk memajukan keinginannya. Bila Rana bangun pun, gadis itu pasti memilih untuk melepasnya.Dengan erat, ia genggam tangan kekasihnya. Ia cium tangan itu penuh rasa sayang. Meskipun hampir dua minggu di rumah sakit, wangi lavender yang khas masih tercium begitu nyata dari tubuh Rana, membuat Bentala makin berat untuk melepasnya. Tapi, apa mau dikata. Hidup nyatanya harus tetap
"Mr. James sangat menyukai apa yang anda lakukan dengan kebun kelapa sawit keluarga anda. Dia berharap kerja sama ini akan sangat menguntungkan bagi anda, dan juga Mr. James. Terima kasih banyak, Mr. Byakta. Nanti kita bertemu lagi di Jakarta dua minggu ke depan. Have a nice day."Tak hanya Bentala, Danish pun menunjukkan senyum profesionalnya kepada CFO Perusahaan yang akan bekerja sama dengan Bentala dalam pembuatan pabrik kelapa sawit di Riau. Bentala sungguh bersyukur, karena CFO perusahaan yang ia tuju adalah orang Indonesia. Ibu Martina Larasati Adams yang adalah orang Sulawesi Utara pergi jauh ke Sydney untuk bekerja bersama suaminya yang berasal dari London. Bentala pun teringat pada Edward yang melobi CEO perusahaan ini untuk bekerja sama dengannya. Bentala harus mentraktirnya nanti saat sampai di Jakarta.Bentala, dan Danish pun sangat puas. Tak sia-sia waktu yang mereka habiskan untuk meraih kontrak kerja sama. Sekarang setelah segala kontrak sudah ditandatangani, Bentala b
"Ben, lo bisa pulang ke hotel buat urus kepindahan lo. Di depan juga sudah ada asisten lo nungguin. Jangan lupa makan. Terakhir lo makan tuh, kemarin sore. Lo skip makan malam, sama sarapan, Ben. Jangan sampai deh, lo ikut-ikutan tumbang. Makan ya, Ben."Hanya sebuah anggukan yang Bentala berikan kepada Indira. Gadis itu sudah jauh lebih rapi, sedangkan Bentala tampak kusut tak terurus. Tiga hari sudah, dan tak ada tanda-tanda Rana akan bangun. Dokter hanya mengatakan kalau Rana hanya trauma. Hanya butuh waktu sampai gadis itu siap, dan membuka matanya.Sayangnya Bentala tak sabar. Masalahnya rindunya sudah menggunung, dan butuh dituntaskan. Hausnya masih terasa meskipun ia sudah menenggak kehadiran Rana sejak tiga hari lalu. Tapi, apalah arti raga, tanpa jiwa yang benar-benar hidup."Tolong ya, jaga Rana. Kalau ada kabar baik, hubungi gue." Bentala berpesan, dan Indira langsung mengiyakan apa yang pria itu inginkan. "Kalau bisnis ini enggak penting, gue mungkin akan ada di sini terus
"Ben, kamu sudah berangkat kerja? Ben? Hei, Ben! Kamu sedang apa di sana? Ada apa?"Dengan cepat, Edward menghampiri Bentala yang terduduk di karpet dekat tempat tidurnya. Pria itu tampak terdiam, kaku, dan belum benar-benar menyadari keberadaannya. Sebelum berangkat lari pagi, Edward melihat Bentala masih baik-baik saja dengan makan makanan cepat saji, minum kopi, dan kemudian mandi. Namun setelah Edward kembali, ia mendapati pria itu tampak tak berdaya, dan tak baik-baik saja.Edward pun mencoba membuat pria itu berhenti melamun dengan menggoyangkan bahunya. Bentala akhirnya menengadah, namun baru kali itu tatapan pria itu benar-benar kosong. Edward pun menjadi ikut takut."Ben, ada apa?" tanya Edward lagi lebih keras. "Katakan, ada apa?""Rana, Ed, Rana," lirih Bentala dengan suara tercekat. Kalau dia adalah Tanaya, mungkin tangisnya sudah merebak keluar. "Dia kecelakaan Ed. Bagaimana ini? Bagaimana, Ed? Aku harus ke Australia. Aku harus ke sana. Sekarang juga. Ya Tuhan, mengapa in