Sudah pukul sebelas, tapi Xie Yinlan masih duduk di depan cermin. Dia menatap wajahnya yang dipolesi bedak dan sedikit perona pipi. Tampak cantik, mirip seperti Chu Xia dalam versi yang lebih muda.
“Selir …,” A-Yao memberikan selembar kertas berwarna merah kepada Yinlan. Yinlan menatap bingung, dari ekspresinya saja, A-Yao sudah menebak bahwa Yinlan tidak tahu benda apa itu. “Ini adalah pewarna bibir, Selir. Kau bisa menempelkannya di bibirmu, maka warna merah ini akan menempel dan tahan lama.” A-Yao tersenyum, menyerahkan lembaran berwarna merah itu kepada Yinlan. Yinlan melakukan apa yang dikatakan oleh A-Yao. Ini memang mirip dengan lipstik, tapi dalam versi lebih kuno dan sederhana. “Apakah aku cantik?” Yinlan mendongak, menatap wajah A-Yao yang sudah berbinar bahagia. “Cantik sekali, Selir. Dengan kecantikanmu yang selalu tersembunyi ini, bukankah seharusnya posisi permaisuri itu adalah milikmu?” A-Yao sedikit tidak senang memikirkan bahwa Nona Besar Xie, Xie Qingyan telah merebut posisi itu dari majikannya. “Sudahlah, sudahlah. Jika memang milikku, bagaimana pun caranya, kelak pasti akan kembali padaku.” Xie Yinlan berdiri. Gaun kekaisaran yang dia pakai tampak mewah dan agung. Ini adalah pakaian bagus pertama yang dia miliki. Kaisar sengaja memberikannya karena dia menggantikan posisi permaisuri di perjamuan makan siang keluarga kekaisaran. Saat ini, permaisuri sedang sakit, terpaksa tidak bisa menghadirinya. Mereka berdua segera keluar dari kamar. Pengurus Etiket Lu sudah menunggu di sana. Namun, Xie Yinlan terhenti di depan kediamannya, menatap bingung ke arah Pengurus Etiket Lu, yang juga menatapnya dengan bingung. “Ada apa, Selir?” Pengurus Etiket bertanya jengah. Xie Yinlan tersenyum anggun, “Pengurus Etiket, bukankah Aula Perjamuan Kekaisaran sangat jauh? Kenapa tidak ada tandu untuk—” “Hanya karena Yang Mulia Kaisar mengundangmu mengikuti perjamuan untuk menggantikan Permaisuri, kau juga jangan berlagak menjadi permaisuri. Tandu itu, tidak pernah disediakan untukmu, jadi tentu saja, kita harus berjalan kaki sampai ke sana.” Pengurus Etiket berkata datar, namun setiap perkataannya seakan mengandung duri-duri tajam. Xie Yinlan mendengus. 'Terpaksa aku harus membuat kakiku pegal-pegal.' Jarak antara harem dengan Aula Perjamuan memang cukup jauh. Membutuhkan nyaris tiga puluh menit untuk tiba jika berjalan kaki. Dan itu sangatlah melelahkan. Mereka berjalan di tengah, Pengurus Etiket memimpin jalan di depan, dan lima pelayan kecil yang ikut bersamanya berjalan di belakang Xie Yinlan dan A-Yao. “Selir Xian, ini adalah pertama kalinya Yang Mulia mengundangmu di acara perjamuan. Biasanya, dia selalu tidak sudi bertemu denganmu, bahkan tidak membiarkanmu berkeliaran di istana. Kali ini, bukankah artinya, Yang Mulia Kaisar sudah lebih terbuka padamu, dan kau memiliki peluang?” A-Yao berbisik, ekspresi wajahnya sedikit jahil. Dia merasa bosan karena perjalanan yang terlalu panjang. Xie Yinlan mengembuskan napas pelan, “Itu tidak berpengaruh pada apa pun, A-Yao. Karena aku sengaja membuat permaisuri sakit dengan memasukkan sedikit obat pelancar buang air besar ke makanan paginya. Karena itulah, aku bisa mengenakan pakaian ini hari ini.” Yinlan berbisik lebih lirih. Mendengar penjelasannya, A-Yao membulatkan mata sambil menutup mulut tidak percaya. Astaga? Apakah Selir Xian yang sekarang menjadi begitu berani? Beberapa jam lalu, Xie Yinlan menyuruh A-Yao pulang ke kamar lebih dulu dengan beralasan hendak menyimpan bahan obat yang dicuri ke tempat yang aman, A-Yao mengangguk patuh. Xie Yinlan diam-diam kembali ke Dapur Istana—tempat itu pernah ia lewati saat mencari Balai Kesehatan Istana. Dia sangat pintar, dia pasti bisa menemukan tempat Koki Zhang biasa membuat makanan untuk Permaisuri. Karena dia dipekerjakan khusus untuk menyiapkan makanan permaisuri, tempatnya pastilah dikhususkan juga. Yinlan segera menemukan tempat itu setelah lima belas menit berkeliling. Dengan ekspresi wajah licik, dia mencampurkan obat pelancar buang air besar dalam dosis besar ke dalam kendi kecil berisi cuka. Besok, saat mencampurkan cuka ke dalam makanannya, Permaisuri akan mengalami diare hebat. Xie Yinlan cekikikan memikirkannya. A-Yao sampai menatapnya bingung, “Selir, kau sedang memikirkan apa?” Dengan senyum lebar, Xie Yinlan menggelengkan kepala. “Aku hanya tidak sabar bertemu dengan suamiku,” jawabnya. *** Begitu sampai di Aula Perjamuan, Xie Yinlan benar-benar terdiam di tempat, tidak bisa berkata apa pun apalagi melakukan sesuatu. Dia duduk di samping Kaisar, dan di depannya ada Ibu Suri. Apalagi sosok Kaisar yang katanya tidak pernah mau menatapnya itu ternyata …, pria yang semalam muncul di depannya dan mencengkeram dagunya! Xie Yinlan terkejut sampai nyaris pingsan ketika A-Yao mengatakan bahwa pria itu adalah Kaisar. Saat ini, dia mati-matian berusaha bersikap selembut mungkin dan menunjukkan bahwa dirinya adalah wanita yang tahu etika. “Aiya, apakah Yang Mulia Kaisar memperselir seseorang?” tanya Pangeran Chi—adik ketiga Kaisar Jing Xuan. “Kakak, selir barumu sangat cantik. Apakah kau sudah bermalam dengannya?” Pangeran Ming—adik kedua Kaisar Jing Xuan—juga mulai menggodanya. Xie Yinlan merutuk dalam hati, menatap Jing Xuan tidak suka, “Kaisar sialan. Bagaimana mungkin keluargamu bahkan tidak pernah tahu aku?” umpatnya dalam hati. Di seberang meja, Ibu Suri tersenyum lembut, “Bukankah ini adalah Nona Kedua Xie?” Xie Yinlan mengangguk sopan, “Benar, Ibu Suri, itu adalah Hamba.” jawabnya sambil memperbaiki posisi duduk. “Kau cantik sekali, tapi tidak mirip dengan Nyonya Besar Xie, Nona Pertama Xie, istri sah Yang Mulia Kaisar yang justru sangat mirip dengan ibunya. Nona Kedua, apakah ibu kandungmu orang perbatasan? Postur tubuh dan garis wajahmu mirip sekali dengan gadis-gadis di perbatasan yang pandai menari itu.” Ibu Suri berkata sangat panjang, tidak mengurangi senyumnya yang tampak bermuka dua itu. Xie Yinlan terdiam, dia mengerti maksud perkataan memuji itu. Diam-diam Ibu Suri menegaskan bahwa Xie Yinlan bukanlah putri sah Keluarga Xie, yang bahkan ibunya pun tidak diketahui identitasnya. Xie Yinlan tersenyum menanggapi perkataan Ibu Suri, “Benar, Ibu Suri, itu adalah ibu Hamba.” Ibu Suri tampak jengah dengan sikap sok lembut Xie Yinlan. Dia tiba-tiba menyeletuk, “Bagaimana kalau kau menari saja? Sebagai gadis perbatasan, kau seharusnya bisa menari, kan?” Mendengar perkataan itu, Xie Yinlan melirik Jing Xuan yang tampak tenang dengan makanan di depannya. Dia bahkan tidak mau menatapnya sedikit pun! Jadi apa gunanya ia berada di sini? Hanya untuk disuruh menari? Baiklah. Dengan tenang, Xie Yinlan meletakkan sumpit di samping mangkuk nasi, tersenyum menatap Jing Xuan. “Yang Mulia, beberapa tahun lalu saat di perbatasan, apakah kau pernah melihat gadis perbatasan menari?” Jing Xuan menatapnya dengan tajam, wajahnya merah padam menyiratkan bahwa dia benci mendengar Xie Yinlan mengatakan kalimat omong kosong itu. “Lihatlah, Yang Mulia Ibu Suri. Bahkan Yang Mulia Kaisar yang pernah hidup berperang di perbatasan pun tidak pernah melihat wanita-wanita di sana menari. Meski pun di matamu mereka udik, mereka tahu bagaimana caranya menjadi perempuan yang beretika. Jadi, Yang Mulia Ibu Suri sungguh keliru jika mengatakan bahwa semua wanita perbatasan itu bisa menari.” Xie Yinlan tersenyum puas saat melihat Ibu Suri terdiam mendengar kalimatnya yang tak kalah memalukan. “Tapi jika Yang Mulia Ibu Suri benar-benar ingin melihatku menari, aku bisa menunjukkan sebuah tarian yang bagus untukmu. Nama tarian ini adalah, Jenderal Besar Yang Terluka dan Seorang Gadis Yang Menyelamatkannya.” Xie Yinlan berdiri, menatap Jing Xuan yang tetap tidak berkomentar apa pun. Padahal pria itu tahu jelas siapa yang sedang Xie Yinlan ungkit di balik judul tarian yang aneh itu. Xie Yinlan berdiri, bergabung dengan wanita yang menari di atas panggung di tepi utara Aula Perjamuan. Jing Xuan tampak tidak peduli, membiarkannya berdiri di atas panggung bersama wanita-wanita penghibur itu. “Akan kutunjukkan apa itu membalas kejahatan dengan kebaikan.” Xie Yinlan bergumam kesal dalam hati.Saat ini, setelah perjamuan makan siang yang penuh drama itu, Xie Yinlan justru sedang dipusingkan oleh hal lain. Wanita-wanita penghibur yang diundang Kaisar pada perjamuan itu, kini berkumpul di depannya dengan raut wajah penuh permohonan. “Selir Xian, bisakah kamu mengajariku menarikan tarian Jenderal Besar yang Terluka dan Seorang Gadis yang Menyelamatkannya itu?” “Iya, benar! Aku juga mau. Tarian itu bagus sekali, sangat mengharukan, sungguh pertemuan dua insan yang sangat cocok. Selir Xian, dari mana kamu mempelajarinya?” Xie Yinlan menyeringai, “Itu aku mempelajarinya dari perbatasan. Sangat indah, kan?” Mereka mengangguk setuju, “Sungguh! Jika tarian ini sampai terlihat oleh orang-orang Rumah Lianhong, sudah dapat dipastikan akan populer dalam waktu dekat. Selir Xian, bisakah kau mengajari kami bagaimana cara melakukannya?” Rumah Lianhong adalah rumah hiburan paling terkenal dan paling mahal di Ibukota. Mereka juga berasal dari sana, dipesan khusus untuk bermain musik dan
Xie Yinlan berlari cepat hingga tiba di harem. Begitu melewati Istana Mingyue, Permaisuri yang juga merupakan kakaknya itu muncul menghalangi jalannya. Awalnya dia tidak tahu siapa orang ini. Tapi ingatan saat orang ini datang membawakan arak beracun untuk Xie Yinlan yang dulu, dia langsung mengingatnya. Apalagi begitu melihat gaun merah menyala yang dipenuhi manik-manik itu, Xie Yinlan berdecih, “Dasar udik, pakaianmu norak sekali,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Permaisuri Xie Qingyan berjalan ke arahnya dengan langkah anggun, senyum yang tak pudar dari wajah cantik dengan kulit putih pucat itu. “Adik, kau dari mana? Berani sekali baru pulang ke rumah saat hampir petang.” Xie Qingyan menyentuh bahunya pelan, lantas sentuhan kecil itu berubah menjadi mencengkeram sangat kuat. Yinlan melotot, segera menyingkirkan tangan lentik itu dari pundaknya. Dengan wajah kesal, dia menjawab, “Aku dari perjamuan makan siang Kekaisaran, Kakak.” Jawaban itu membuat Xie Qingyan men
Hari yang begitu luang, Yinlan menghabiskannya untuk bersih-bersih rumah, menyirami bunga, mempelajari obat-obatan herbal, bahkan juga mulai tertarik mempelajari bisnis kuno. Saat ini, dirinya sedang duduk di tepi kolam sambil memberi makan ikan. Di tepi kolam itu, teratai tumbuh dan mekar dengan indah. Beberapa hari ini dia memang sangat memperhatikan tanaman itu, dia akan mengolahnya menjadi sup bergizi, bahkan menjadi obat. “Astaga, bosan sekali.” Yinlan mengembuskan napas panjang. Dia sangat ingin keluar dari dinding ini dan melihat dunia di luar sana. Tapi tidak pernah terpikirkan cara yang bagus untuk pergi walau hanya sebentar. “Selir! Selir!” suara A-Yao terdengar dari kejauhan. Yinlan menoleh ke arah suara, beberapa detik kemudian, sosoknya muncul dan berlari dengan tergesa-gesa mendekatinya. “Ada apa?” Yinlan bertanya begitu A-Yao berhenti di dekatnya. Pelayan kecil itu berjongkok, mencoba mengatur napasnya yang berantakan, dia duduk menjeplak di samping Yinlan. “Sel
Yinlan meringis kala pecahan piring itu menusuk lututnya. Di belakangnya, tabib muda itu mendongakkan kepala, menatapnya dengan tak tega. Ya. Dia adalah tabib muda yang pernah bertemu secara tak langsung dengan Yinlan dan A-Yao saat pertama kali menyelinap ke Balai Kesehatan Istana. Namanya adalah Liu Xingsheng. Usianya baru dua puluh tiga tahun, tabib paling muda di seluruh Ibukota. Direkrut oleh Kekaisaran karena telah menyembuhkan kaki Ibu Suri. Sejak saat itu pula, Liu Xingsheng mendapat perlakuan yang sangat sempurna dari Ibu Suri. Seperti menganggapnya adalah putranya sendiri. Saat Jing Xuan mendengar dari mulut Xie Qingyan bahwa Xie Yinlan memiliki hubungan tak biasa dengan tabib kepercayaan ibu suri ini, amarahnya memuncak, langsung menghukum Liu Xingsheng dan Xie Yinlan di depannya. “Yang Mulia.” A-Yao menjatuhkan lututnya di samping Xie Yinlan, menatap penuh harap ke arah Kaisar yang duduk di kursi tahta itu. “Selir Xian tidak bersalah, Yang Mulia. Hamba bisa menjadi sak
BRAK!Jing Xuan berdiri dengan sangat marah. Kemarahannya itu membuat semua orang di dalam Aula Pertemuan segera berlutut dan menundukkan kepala. Jing Xuan berjalan menghampiri Xie Yinlan, kedua tangannya menyambar bahu Yinlan, memaksanya agar berdiri dengan tegak meski dia sudah tak punya tenaga karena kedua lututnya terluka dan berdarah. “Katakan padaku, Yinlan. Apakah kau memiliki ketidakpuasan terhadapku?” tanya Jing Xuan dengan suara yang dalam, seperti keluar dari dasar laut, gelap, dingin dan menakutkan. Xie Yinlan memberanikan diri menatap matanya yang menyorot begitu tajam. “Hamba tidak punya, Yang Mulia,” jawabnya lemah. “Lalu bagaimana kau menjelaskan tentang kaki pelayanmu itu? Kau bisa mengeluarkan alibi semacam apa lagi? Xie Yinlan, kau benar-benar menyembunyikan sesuatu dariku, hah?” Jing Xuan melotot geram, urat lehernya sampai menonjol karena mengeluarkan suara tinggi. Sementara yang diperhatikan Xie Yinlan bukan hanya kemarahannya saja. Melainkan keringat yang m
A-Yao meletakkan mangkuk besar berisi air hangat di atas meja di samping ranjang tidur Xie Yinlan. Dia juga mengambil handuk kecil dari dalam lemari. “Selir, bersihkan lukamu. Itu mungkin menyakitkan, tapi jika tidak dibersihkan, lukamu mungkin bisa menyebabkan infeksi,” ucap A-Yao, yang segera mencelupkan handuk ke air hangat. Xie Yinlan justru termenung akan sesuatu. Dua kata yang diucapkan Liu Xingsheng sebelum mereka berpisah di Aula Pertemuan tadi pagi. “Dia memanggilku Yang Mulia?” Yinlan bergumam, membuat A-Yao menghentikan aktivitasnya. “Tabib Liu adalah orang baik, Selir. Ibu Suri saja bahkan sangat memercayainya. Lalu kenapa jika orang baik sepertinya memanggilmu Yang Mulia?” Yinlan mendengus, menatap malas ke arah A-Yao. “A-Yao, apakah kau bukan orang baik?” A-Yao menautkan alisnya bingung, “Maksudmu apa, Selir?” “Dengar, kau yang sangat dekat denganku bahkan hanya memanggilku Selir Xian. Kau bukan orang baik ya, A-Yao? Karena kau tidak memanggilku Yang Mulia.” Yinla
Suasana ramai menghiasi jalanan Ibu Kota. Berbagai jenis kios terbuka dan pengunjung ramai mencari barang yang ingin dibeli. Di salah satu bangunan tinggi dan mewah di jalanan ramai itu, Xie Qingyan duduk tenang di tepi jendela lantai dua, menyeruput teh sambil menikmati angin sore yang sejuk, mantel bulu rubah miliknya sengaja dilepas, membiarkan kulit putih halusnya diterpa angin musim gugur. Ning'er membuka pintu ruangan eksklusif di Restoran Qiwu itu. Mempersilakan seseorang masuk ke dalam. Tamunya adalah seorang wanita yang memakai pakaian hitam-hitam, seluruh kepalanya tertutup topi dengan kain tipis yang menjuntai ke bawah. Begitu memasuki ruangan, dia melepas topi itu. Wajah cantik dengan bekas luka dalam di pipinya itu terlihat. Dia mungkin tampak lebih cantik jika bekas luka itu dihilangkan. Dialah Xi Feng. Tabib Racun yang dulu terkenal di dunia persilatan. Kini mengambil pekerjaan di Istana, entah karena apa alasannya Jing Xuan merekrut tabib persilatan ini ke wilayah
Hari mulai malam, gulita menyambar dengan cepat. Rombongan ekspedisi peneliti tanaman obat itu terus menjelajah pegunungan tanpa henti. Di tengah udara yang sejuk, Chu Xia merapatkan jaket tebalnya, wajahnya mendongak, mencari di mana bulan berada. “Sudah mau pukul tujuh,” dia menceletuk pelan.“Haruskah kita beristirahat di sini?” seorang pria dengan lembut bertanya padanya, sekaligus meminta pendapat rekan yang lain. Mereka sepakat beristirahat di tempat itu. Lokasinya cukup nyaman, ceruk dalam di sekitar bebatuan besar di tengah pegunungan, berhadapan langsung dengan tebing terjal yang menemani penjelajahan mereka sepanjang sore. “Chu Xia, kau haus?” seorang wanita tersenyum lebar, mengulurkan tangannya menggenggam botol minum yang terisi penuh. Dengan senyum tipis sebagai balasan, Chu Xia mengangguk menerima botol air itu, kemudian mengucapkan terima kasih. “Kamu sudah begitu populer dan berbakat, rupanya masih sudi ikut bersama kami melakukan penelitian tanaman obat.” wanit