Share

4. Pulang ke Rumah

Meilani menatap pada kedua orang tuanya sendu, wanita itu mengepalkan tangan tanpa sadar menekan semua keresahan hati. Tangannya terulur menarik kain lengan jubah Jaquer.

Jaquer menatap pada jari lentik tersebut dengan menyunggingkan senyum termanis. Lalu pandangannya beralih pada sepasang suami istri yang telah membuangnya.

Belum sempat semua ditanggapi, terdengar suara seorang perawat pria memanggil nama Jaquer dengan sebutan tuan. Suara yang bernada sopan membuat Richard menoleh, lalu mencibir.

"Tuan, pada siapa nama itu kamu sematkan?"

"Tuan Jaquer."

"Cuih, orang miskin seperti dia mana pantas dipertuankan. Cukup panggil nama," desis Richard.

Namun, petugas itu tidak memedulikan dengan apa yang dikatakan oleh pria tua. Dia terus berjalan mengikis jarak dan berhenti tepat di depan Jaquer dalam jarak satu meter.

"Silakan tanda tangan di sini untuk mengklaim kartu yang Anda bawa, Tuan!"

Jaquer pun meraih kertas yang disodorkan oleh petugas rumah sakit itu dan langsung membubuhkan tandatangan. Setelahnya semua dikembalikan pada petugas.

"Terima kasih, Tuan. Semua biaya berobat telah lunas dan untuk pria kecil ini jika kondisinya hingga sore stabil, maka malam hari boleh pulang," ungkap petugas itu.

Setelah apa yang perlu disampaikan sudah semua, maka petugas itu segera berbalik badan dan berjalan meninggalkan ruang tersebut. Namun, baru juga melangkah suara Richard menghentikannya.

"Berapa semua biaya?"

"Maaf, Tuan, samua sudah lunas dalam jumlah tiga juta," jawabnya.

Apa yang diungkap oleh petugas membuat dahi pria tua berkerut. Dalam otaknya duit sebanyak itu dari mana menantu miskinnya itu dapat. Sedangkan petugas sudah meninggalkan ruangan.

"Lihatlah situasi suamiku saat ini, Ayah! Apakah semua ini masih belum baik?" cerca Meilani.

Richard tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh putrinya. Dia masih saja meremehkan finansial Jaquer meskipun dua peristiwa besar sudah terungkap.

"Sepertinya kita tidak perlu berlama-lama di sini, Istriku. Sebaiknya kita segera pulang!" ajaknya pada istri.

"Kamu benar suamiku, di sini udara miskin begitu kental dan membuatku sesak napas."

Keduanya bersiap hendak berbalik badan dan melangkah, tetapi sosok petugas tadi datang lagi ke ruangan dengan sedikit tergesa sambil membawa sesuatu yang menggelitik hati ibu tiri Meilani.

"Tuan, ini kartu hitam Anda. Maafkan atas keteledoran saya!" pinta pria itu sambil membungkuk menyerahkan kartu tersebut.

Jaquer menerima dengan wajah datar dan dingin, dia sama sekali tidak melihat wajah terkejut ibu mertua. Mulut wanita paruh baya terbuka lebar dengan kedua bola mata melotot tidak percaya.

Namun, dengan cepat lengan wanita itu ditarik oleh suaminya agar segera meninggalkan ruangan itu. Meilani masih berdiri mematung menatap tidak percaya akan semua kejadian yang akhir-akhir ini nyata.

Sisi lain hatinya ingin percaya tetapi kenyataannya berkata lain. Suaminya sama sekali tidak mencerminkan sosok pria kaya selayaknya saudara dan iparnya yang kaya. Sosok Jaquer masih sama terlihat miskin dan rendah hati.

"Suamiku, apakah kartu itu milikmu?"

"Bukan, ada seorang kawan yang meminjamkan ini padaku agar posisimu di keluarga sedikit bagus dari sebelumnya," ungkap Jaquer.

Meilani manggut-manggut mengerti, lalu dia pun tersenyum manis pada suaminya yang sudah berusaha untuk memberi kesehatan pada putranya.

Waktu terus berjalan dan sore pun akhirnya datang. Kesehatan Leonard dinyatakan telah pulih dan dia boleh pulang ke rumah.

Hati Meilani begitu bahagia, senyumnya terlukis jelas. Dengan lembut dibimbingnya Leonard untuk turun dari ranjang, tetapi kepala pria kecil bergerak resah. Dia mencari sosok yang dirindu.

"Dimana ayahku, Ibu?"

Meilani hanya diam, dia tidak tahu kemana perginya Jaquer. Saat terbangun siang hari pria itu tidak terlihat duduk di tempatnya semula. Hanya meninggalkan secarik kertas bertuliskan kata pergi sebentar.

Dia tersenyum lalu jemarinya mengusap ujung kepala sang putra dengan bertutur sopan bahwa ayahnya sedang keluar untuk mengurus keperluan yang lain.

"Ayo segera kita pulang, mungkin ada kejutan di sana!" ajak Meilani.

Leonard pun segera meraih ujung jari ibunya dan berjalan penuh semangat. Mereka tampak bahagia apalagi terlihat ada kendaraan yang sudah menunggu untuk mengantar pulang.

Sepanjang perjalanan pandangan pria kecil menyusuri kendaraan yang membawanya pulang. Senyum manis tersungging sempurna hingga membuat Meilani geleng kepala ringan.

"Ibu, apakah ayah akan selalu ada buat kita kelak di masa depan?"

Wanita muda tersenyum dan menganggukkan kepalanya, hal itu membuat putranya berceloteh bahagia bahkan terdengar alunan nada ceria selayaknya anak kecil lainnya.

Kendaraan yang membawa mereka akhirnya sampai di depan gerbang rumah keluarga besar Hurt. Rumah yang sudah lama ditinggali Meilani. Namun, ada yang aneh pada pintu utama.

Terlihat papan pengumuman bahwa keluarga Hurt sedang mengadakan pesta penyambutan, tetapi bukan nama Leonard yang tertera di papan tersebut. Melainkan pria dewasa lainnya. Dahi Meilani berkerut.

"Ibu, apa artinya ini semua?"

"Ibu juga tidak tahu, lebih baik kita masuk agar semua terjawab!" ajak Meilani.

Keduanya melangkah penuh semangat, seakan di dalam ada kejutan yang membahagiakan hati. Namun, belum sampai kaki Meilani melewati batas pintu telinganya mendengar kata pernikahan yang diatur atas namanya.

Dengan kasar Meilani mendorong pintu besar. Suara pintu yang membentur dinding kayu berukir dandalion seketika menyadarkan semua orang yang ada di dalam ruangan untuk melihat ke arah pintu.

"Meilani, akhirnya kamu pulang juga. Ini Tuan Domain datang untuk melihatmu, sekaligus membawamu ke pusat kota!" kata Luzia--ibu tiri Meilani.

Sosok pria yang dikenalkan sebagai Domain itu berbalik badan hingga tatapannya bertemu dengan mata cokelat madu bening milik Meilani. Bibir pria itu seketika melengkung sempurna, lalu melangkah mengikis jaraknya dengan wanita itu.

Tangannya yang putih dengan kulit yang berkilau terkena cahaya lampu terulur hendak menyentuh kulit lengan Meilani yang sedikit terbuka. Melihat gerakan lancang pria dewasa itu Leonard melangkah maju menghalangi langkah Domain.

"Berhenti di sana, jangan mendekati ibuku!" kata Leonard dengan merentangkan kedua tangannya.

Domain tidak memedulikan peringatan pria kecil itu, dengan kasar disibaknya tubuh mungil hingga membuat pria kecil terjatuh dan mengaduh. Apa yang terjadi pada putranya membuat Meilani melengking tidak terima.

"Kamu, berani sekali berbuat onar di sini!" Hentak Meilani.

"Haha, siapa yang berani denganku. Identitas apa hingga mereka berani melawanku. Keluarga ini sudah aku beli termasuk tubuhmu, Meilani!"

"Jaga bicaramu, aku wanita bersuami. Tubuhku hanya untuk suamiku, dan atas dasar apa kamu membeli tubuh serta keluargaku!"

Domain menyeringai tajam, dia melayangkan pandang ke seluruh ruangan. Menatap satu per satu orang dewasa yang ada di sana. "Kalian semua, katakan pada wanita ini atas dasar apa aku membeli tubuhnya yang tidak lebih hanya seratus juta!"

Mulut Meilani seketika terbuka lebar atas kalimat yang terlontar dari mulut busuk Domain. Kedua bola matanya membulat tidak percaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status