Suara desing selongsong peluru saling bertabrakan, angin seakan enggan berhembus. Suasana gedung kosong yang awalnya sunyi kini berganti penuh dengan asap tebal. Jaquer masih berdiri dengan sedikit condong ke samping dan sebilah pedang panjang berada di tangannya sebagai penopang tubuhnya. Beberapa sayatan terlihat nyata di beberapa bagian tubuhnya. Pakaian putih pembungkus tubuh kelarnya telah berubah warna. Di hadapannya terlihat sosok wanita dengan tatapan tajam bak mata pedang menghunus ke jantung Jaquer. Namun, pria itu hanya melempar senyum biasanya. "Bagaimana, Tuan Jaquer, apakah saya sudah layak untuk berada sejajar di sisimu?"Jaquer hanya melengkungkan bibirnya tipis. Tatapannya tidak bisa jauh dari posisi Meilani yang terkulai lemah dalam kurungan besi bersama putranya. "Bebaskan mereka, Nona! Aku lah yang kamu inginkan," ucap Jaquer dengan nada dingin dan datar. Wanita itu hanya menyeringai sinis. Lalu kaki panjangnya melangkah mendekat ke arah kurungan besi dan mer
Apa yang dikatakan oleh Meilani tidak membuat Jaquer sakit hati, dia merasa apa yang dikatakan oleh istrinya hanyalah cara dia mengulur waktu agar lebih mudah melepaskan diri. Namun, hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Angeli. Wanita itu menginginkan agar Jaquer mau menyentuhnya di depan Meilani. "Aku adalah tunanganmu dalam sekte bulan sabit, Jaquer. Kau tidak bisa melupakan perjanjian itu!"Jaquer meraih pinggang Angeli, lalu mendorongnya dan menekan pada dinding. Kedua matanya menatap pergerakan Jaquer dengan sendu seakan dia sedang dikuliti oleh pria itu. Jaquer semakin menakan tubuh Angeli, "kau tidak bisa menekanku, Angeli. Ingat, semua ada batasnya!""Hai, Nona!" Meilani berteriak memanggil Angeli. Suara Meilani yang lantang dan tegas membuat Jaquer melepaskan tekanannya pada Angeli dan menggeser tubuhnya agar kedua wanita itu bisa saling tatap. "Kau sudah dapatkan pria itu, maka lepaskan kami!"Angeli berjalan menuju ke kurungan besi dan meraih leher Meilani, lalu menek
Kedua mata Angeli berbinar kala sosok Jordan Wang (Mr.Jw) --ayah Angeli. Langkahnya tergesa mendekat pada Mr. JW lalu masuk ke dalam pelukan. "Apakah begitu lama menangkapnya, hem?""Bukan seperti itu, Ayah. Aku masih harus memastikan lebih dulu."Mr. JW berjalan dengan tatapan tertuju pada Jaquer. Dia tidak pernah terbayang bahwa orang yang dulu diselamatkan kini telah memberontaknya. "Apakah ini caramu membalas kebaikanku, Jaquer?"Mendengar namanya disebut, Jaquer bergeming. Tatapannya sama sekali tidak berpindah, masih sama tertuju pada anak dan istrinya. Hanya dia yang tahu gejolak jiwanya, kesakitannya dan kesedihan menghempaskan seluruh organ tubuh. Wanita yang dulu begitu cantik, segar dan penuh pesona kini menjadi layu hanya menyisakan senyum pahit. Putra yang dia harapkan bisa tumbuh kuat dan sehat saat ditinggalkan ternyata berbanding terbalik. Hatinya menjerit mengingat kata manis yang terlontar dari bibir Mr. JW masa silam. Dimana sebagian harta yang dia berikan pada
Tubuh Meilani sudah berada di gendongan Jaquer dengan tangan lainnya menggandeng jemari kecil Leonard. Pria kecil itu melangkah mengikuti Jaquer tanpa suara, begitu pintu maybach terbuka barulah Leonard berhenti menunggu sejenak. "Masuk dan jaga ibumu, Leon!"Setelah siap, Jaquer berbalik badan melangkah cepat menuju ke tempat semula. Belum sampai di depan pintu gerbang, dia melihat Elang berjalan mendekat sambil membawa tas jinjing milik istrinya. "Maaf sedikit terlambat, Tuan. Ini tas milik Nyonya!""Hem." Jaquer menerima tas tersebut lalu membawanya ke mobil, dia berhenti sesaat dan berbalik lagi, "aku bawa mobil sendiri, kau cari taksi!"Elang mematung, tetapi dia tidak mampu berucap sepatah kata pun. Perintah Jaquer baginya mutlak tak terbantahkan. Maybach keluaran terbaru dan hanya beberapa di dunia meluncur meninggalkan Elang sendiri. Dia tidak segera melangkah hanya tetap berdiri di sana hingga sebuah mobil lainnya datang. "Masuk!" Suara perempuan memberi perintah pada Ela
Mobil yang dikendarai oleh Alexandria terus melaju membelah jalan raya yang sepi menyusuri jalan khusus menuju ke mansion utama Istana Naga. Elang yang duduk di sampingnya hanya diam menatap lurus ke depan. Pintu gerbang terbuka, mobil masuk lebih dalam. Kedua orang itu menjadi saling tatap saat melihat mobil maybach Jaquer sudah terparkir rapi di depannya. "Lebih baik kita segera masuk sebelum pimpinan makin tidak nyaman!"Kedua sisi pintu mobil terbuka secara bersamaan dan mereka berdua pun gegas berjalan cepat menuju ke ruang rapat yang biasa digunakan untuk menyusun rencana. "Kalian sudah di tunggu tuan di ruang baca!" Seorang wanita paruh baya memberi kabar pada kedua bawahan Jaquer. "Baik, Bi Ayun."Elang dan Alexandria pun berbelok arah menuju ke ruang baca. Sesuai informasi Bi Ayun, Jaquer sudah ada di sana. Dia duduk di meja kerjanya sambil menatap layar laptop. Pandangannya masih fokus pada layar meskipun kedua orang kepercayaannya sudah berdiri di depan meja. "Duduk!"
Linhua tergagap menjawab semua tanya Ayun, dia tidak mengira jika apa yang diperbuatnya akan kepergok wanita paruh baya itu. "Katakan dengan jujur, Linhua. Apa yang sedang kami cari, mungkin bibi bisa bantu kamu!""Tidak perlu, Ayun. Aku hanya bersihkan meja yang mulai berdebu." Setelah berkata Linhua segera melangkah keluar dari buang baca. Dia terus melangkah menuju ke beranda samping mansion. Tangannya merogoh saku celananya mengambil benda pipih. Jarinya bergerak lincah menulis deretan kata pada seseorang. 'Semoga segera dibaca!'Setelah merasa cukup informasi yang dikirimkan, maka Linhua melanjutkan pekerjaannya yang lain. Wanita itu masuk ke ruang kerja, dia terlihat sibuk di depan laptop. Ayun--art mansion masih belum rela melepas ingin tahunya pada Linhua. Dia merasa ada yang disembunyikan wanita muda dan cukup mencurigakan. Namun, Ayum masih belum memberi kabar pada Jaquer. 'Biar saja dulu, mungkin jika sudah cukup bukti akan kuserahkan langsung pada Ms. Xandria.'Ayun m
"Tuan, tolong selamatkan aku!"Lima pria berjaket hitam melangkah maju, datin tampangnya terlihat sebagai preman murahan. Jaquer hanya menatapnya datar dengan aura dingin. "Lepaskan wanita itu, dia milik kami!" Jaquer bergeming masih memeluk pinggang Meilani membuatnya bertanya akan identitas sosok sang pria. Meilani masih terus merancau meminta perlindungan. "Segera lepaskan wanita itu jika masih sayang dengan nyawamu!""Kau inginkan nyawaku, apa statusmu untuk itu. Kau belum pantas!""Membual, hanya pria miskin tidak tahu diri. Serang!" Seorang pria kekar memberi perintah menyerang Jaquer. Empat pria segera maju mulai menyerang Jaquer. Tendangan dan pukulan datang bertubi-tubi dari lawannya tidak membuat Jaguer mundur. Namun, dia menghadapi ke empat pria hanya dengan gerakan ringan saja tanpa meninggalkan tubuh Meilani. Melihat gerakan lawannya ke empat pria mulai gentar, tetapi pimpinan yang bernama Wang Huan tetap ingin membunuh Jaquer. "Wanita itu milikku, serahkan!""Apa b
"Keluarlah, kita sudah sampai!"Meilani tertegun untuk sesaat atas perlakuan Jaquer. Selama ini dia tidak pernah lupa bagaimana perlakuan pria itu terhadap nya yang selalu lembut. 'Dia masih sama seperti masa silam. Mungkinkah akan tetap sama saat berada di puncak kejayaan?' Berbagai tanya bermunculan akan sosok suaminya saat ini. Jaquer hanya melihat saja apa yang berputar pada sorot mata sang istri. Dia tidak berniat untuk bertanya ataupun mencari tahu mengenai kehidupan istri selama ditinggalkan. Baginya melihat senyum istri dan putranya sudah cukup, untuk yang lainnya dia mampu menahan meskipun itu harus mengorbankan nyawanya. 'Aku akan selalu ada untuk kalian dan buat bahagia.'Jaquer meraih jemari istrinya lalu menautkan. Dengan lembut dibawa masuk lebih dalam menuju ke rumah mereka. Selama perjalanan otak Meilani seakan mati, menemui jalan buntu untuk berpikir apa alasan Jaquer berbuat seperti itu padanya. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya Jaquer. Apakah makan malam sudah bis
Jaquer diam saja di punggung kuda putih, dia hanya memerhatikan pertempuran mereka. Setiap sabetan pedang datang ke arahnya, Jaquer hanya menghentakkan lengannya hingga muncul kilatan merah menangkis pedang itu. Kilatan merah terlihat nyata membuat Xio termangu. Apa yang tersirat selama ini dalam mimpinya terbukti sudah. "Maafkan sikapku, Tuan Xio. Ini terjadi secara mendadak," kata Jaquer. "Kau tidak salah, Jaquer. Semua sudah tersirat dalam mimpiku, jadi kali ini kau harus mau menjadi pemimpin klan naga."Untuk sesaat Jaquer terdiam, dia menjadi bingung dengan kalimat Xio. Namun, belum sempat semua terjadi kembali terjadi sabetan pedang yang datang tanpa bisa dihentikan lagi. Banyak anggota yang terluka, Xio membawa seratus anggota Klan Naga berkuda menyisakan sepuluh orang terpilih. "Awas, Tuan Xio!" Suara Jaquer terdengar pilu saat sabetan pedang menyentuh punggung Xio. Apa yang terjadi pada Xio membuat angota lainnya menjadi ciut nyali. Melihat semangat pasukan menurun, ma
Naga emas melesat menyerang Jaquer. Semburan api terus menekan dan menyudutkan pria itu hingga akhirnya tubuh Jaquer menempel pada dinding goa. Tubuh itu bergetar, tetapi Jaquer masih mampu menatap manik merah sang naga. "Atas kesalahan apa hingga kau menyeramgku, Naga?" "Kau telah membangunkan tidur panjangku. Aroma tubuhmu begitu membuatku gila."Jaquer terhenyak kaget, dia pun melangkah maju dengan tangan terulur. Seketika kepala sang Naga menunduk seakan dia memberi hormat. "Hai, sejak kapan kau menjadi penurut, Naga?"Lidah sang Naga terjulur dan mulai menjilat pipi Jaquer. "Akulah yang bersarang di punggungmu, Anak Muda. Segera datang ke bangunan tua barat laut goa ini.""Mengapa aku harus datang ke sana? Tubuhku masih lemah setelah dianiaya Angeli."Terdengar tawa menggelegar dengan kekuatan yang tidak biasa menyapa telinga Jaquer membuat pria itu segera menutup kedua telinganya. "Hentikan tawamu!"Seketika suara itu menghilang berganti dengan sosok pria tua berjenggot. "Buk
Jaquer memindai sekitarnya, dia merasakan adanya aliran tenaga berbeda dalam tubuhnya. Namun, dia masih bingung bagaimana cara menggunakan sumber tenaga itu. Cukup lama dia diam merasakan sebuah pergerakan yang membuat tubuhnya terasa panas dingin. Pandangannya terus berkelana mencari asal aliran tenaga itu, tetapi tidak ada petunjuk sedikit pun. "Apa kabar, Anak Muda!"Jaquer mendengar suara serak khas orang tua dan berilmu, tetapi tidak menemukan sosok itu. "Siapa Anda?""Nikmati apa yang aku beri padamu, setelah malam berjalanlah ke arah utara hingga kau temukan banguna tua. Di sanalah markasmu nanti!"Jaquer termangu mendengar kalimat panjang yang menjelaskan sesuatu yang cukup menarik baginya. Otaknya berputar memahami semua dan merasakan suhu pada tubuhnya. Lambat laun, punggungnya terasa terbakar dan seakan ada benda dingin berjalan di sepanjang punggung. Tangan Jaquer terulur mencoba meraba punggungnya, tetapi tidak menemukan apapun. "Aneh!"Lalu tubuhnya terasa makin dingi
"Simpan semua bukti ini dengan baik, Xandria. Aku ingin kau tetap diam dan memantau semua pergerakan Angeli!""Baik, Tuan. Lalu bagaimana dengan Tuan Muda yang sering bepergian sendiri?"Jaquer terdiam, ujung jarinya mengetuk meja beberapa kali hingga akhirnya dia menatap serius pada bawahannya itu. "Untuk sementara biarkan saja dulu, Angeli tidak akan berbuat lebih."Alexandria mengangguk, setelahnya dia pamit melanjutkan pekerjaan lainnya. Sepeninggalnya Alexandria, Jaquer menghela napas panjang. Pikirannya menerawang jauh pada masa silam dimana dia awal mula dibuang ke sekte Bulan Sabit. "Aku jual ini anak, Tuan Jordan." Seorang pria berkata pada ketua Sekte Bulan Sabit. "Siapa pria ini dan berapa harga yang kau inginkan, Hurt?"Jaquer yang dilempar oleh Richard Hurt hanya meringkuk tanpa daya. Semua yang terjadi pada dirinya membuatnya harus diam memendam setiap penghinaan yang ditujukan mereka padanya. "Aku ingin sebidang tanah di Dubai, juga kemakmuran tanpa batas." Kalimat
Leonard berdiri diam menatap ibunya yang sedang sibuk melayani pembeli mie rebus. Dia tidak bergerak, hanya menatap tanpa berniat membantu pekerjaan ibunya. Sesekali tatapan Meilani tertuju pada putranya yang berdiri terpaku melihatnya secara intens. Ada resah do sorot mata bening wanita cantik itu, tetapi dia belum bisa meninggalkan pekerjaannya itu. Para pembeli terus berdatangan ke kedai mie yang beberapa hari ini libur. Akibatnya para pekerja pabrik berbondong-bondong makan di kedai itu. "Kalian lama tidak jual, akibatnya kami kelaparan berhari-hari," kata salah satu pembeli. Meilani mengulum senyum sambil kedua tangannya terus bergerak meracik mie rebus pesanan para pembeli. "Maafkan kami, beberapa hari lalu kami disibukkan dengan pekerjaan lain," jawab Meilani dengan nada rendah dan senyum ramah. "Lain kali beri kami pengumuman jika kalian libur agar kami bisa siapkan bekal dari rumah," saran yang lain saat menerima mangkuk mie pesanannya. "Baik, sarannya akan saya pakai
Jaquer melangkah mengikis jaraknya dengan Angeli, dia tidak mengindahkan peringatan dari wanita itu. Tatapannya yang tajam menghujam jantung Angeli membuat tubuh wanita itu gemetaran. "Jaquer," keluh Angeli manja. Meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuhnya tampak gemetaran, Angeli masih mampu mengeluarkan kemanjaannya. Tangan kekar Jaquer mencengkeram rahang Angeli lalu mendorongnya hingga tubuh wanita itu terjatuh di sofa. "Apakah selama ini masih kurang?"Angeli meraih telapak tangan itu dan mengusapnya lembut. Tubuhnya menggeliat pelan hingga rok mini yang dipakai sedikit naik lebih tinggi. Paha putih mulus terpampang nyata. Angeli tersenyum tipis, "Jaquer!"Suara manja nan lembut mengalun indah, tidak hanya suara yang digunakan oleh Angeli agar Jaquer tergoda. Dia juga melakukan gerakan. Tungkai yang panjang dan mulus diangkatnya dan bergerak menyentuh tubuh Jaquer. Pria itu mengulum senyum aneh, tetapi Angeli tidak peduli. Dia terus memancing gairah Jaquer. "Car
Sementara di ruang kerja Jaquer terlihat pria itu sedang memegang kepalanya dan memijatnya pelan. Elang hanya duduk diam di depannya yang terhalang oleh meja. "Apakah sesakit itu, Tuan?""Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan tubuhku, Elang.""Sejak kapan ini terjadi?""Sejak aku kembali dari pencarian Meilani dan Leonard. Sehari setelahnya rasa ini mulai tumbuh, serangan akan lebih dahsyat setelah aku makan bekal dari istri."Untuk sesaat Elang menatap pada atasannya dengan dahi berkerut, lalu bibirnya mulai bergerak pelan, "mungkinkah ada konspirasi antara penculik dan nyonya, Tuan?""Aku kira juga itu, tetapi semua belum jelas. Meilani terlihat santai dan tulus begitu juga dengan putraku." Keduanya terdiam dalam pikirannya masing-masing hingga lamunan itu buyar saat terdengar suara familiar yang datang menyapa manja. Elang langsung menatap pada Jaquer, atasannya itu mengangguk dan menggeleng sebagai tanda agar dia keluar meninggalkan Jaquer bersama pemilik suara itu. "Saya
Waktu terus berlalu, Jaquer merasakan perlakuan Meilani banyak berubah sejak menghilang beberapa waktu lalu. Namun, dia tidak mau berkata hanya bawahannya yang digerakkan untuk mencari kebenaran atas peristiwa menghilangnya itu. Jaquer mengikuti saja semua apa yang diinginkan oleh istri dan anaknya tanpa bentak membantah. Seperti hari ini, dia diberi arahan untuk mulai membawa bekal makan siang. Jaquer hanya memberi senyuman dan setuju saja toh hanya bekal makan siang. "Jangan lupa dimakan, Jaqu!" pesan Meilani. Melihat sikap ayahnya yang makin patuh dengan apa yang dikatakan oleh ibunya membuat Leonard menjadi bimbang. Dia tidak ingin ada perubahan pada ayahnya yang akan membawa dampak tidak baik. "Ibu, apakah ini tidak akan merubah semua?" tanya Leonard saat bayangan Jaquer sudah jauh. Meilani menatap punggung suaminya yang menghilang di balik tirai pembatas. Kemudian pandangannya berpaling pada putranya. Senyumnya mengembang tipis, dengan tatapan gelisah. "Semoga saja tidak,
Sudah sekian waktu ternyata Jaquer masih belum mampu menemukan keluarganya. Dia mendesah panjang dan berat. Maka untuk menghilangkan kegelisahan dan rasa khawatir yang terus mendera dia pun memutuskan untuk kembali pulang. Tidak butuh waktu lama, kaki Jaquer sudah menapaki lantai halaman mansion miliknya. Dia berjalan lesu, tetapi pintu langsung terbuka saat tangannya meraih gagang pintu. "Mei!" Tanpa banyak suara, Meilani meraih lengan suaminya dan membawanya masuk. Jaquer hanya mengikuti langkah istrinya dalam diam. "Duduklah, kamu pasti lelah!" Usia berkata, Meilani berdiri dan melangkah meninggalkan Jaquer. Namun, baru saja bergerak dua langkah tangannya sudah di raih Jaquer dan ditarik hingga wanita itu jatuh terduduk di paha. "Menghilang kemana?""Aku tidak hilang, hanya keluar bersama Leonard berbelanja setelah itu pulang. Aku juga belikan kamu pakaian, sebentar aku ambil dulu," kata Meilani. Jaquer meraup wajahnya, dia tidak semudah itu percaya akan penjelasan istrinya.