Mendengar penjelasan dari ayahnya membuat Meilani melangkah mundur sambil menarik tangan mungil putranya. Wanita itu lebih baik mundur dan meninggalkan keluarganya daripada harus menjadi budak nafsu pria berkebangsaan lain.
Domain adalah seorang pedagang pendatang dari luar negeri yang begitu serakah dan menindas kaum Pribumi termasuk keluarga kecilnya. Selama ini hubungan kerjasama keluarga Hurt lancar saja, tetapi begitu pria itu datang menawarkan sebuah kerjasama perlahan tapi pasti perekonomian keluarga Hurt mengalami kemunduran. Akan tetapi keadaan ini tidak disadari oleh ayah dan saudara lelakinya, justru dia dituduh memfitnah Domain yang sudah memberi kemewahan pada keluarga. "Kamu tidak bisa menolak, Cantik. Aku lah pemilik tubuhmu saat ini dan masa depan," kata Domain sambil berjalan maju mendekat pada Meilani. Wanita itu terus mundur hingga tubuhnya menempel pada dinding kayu. Melihat ibunya yang ditindas membuat Leonard merengek dan memukul paha Domain berharap bisa melepaskan ibunya dari cengkeraman pria dewasa itu. "Minggir kamu bocah ingusan!" Hentak Domain dengan menyentak kasar tubuh mungilnya. Tubuh yang masih dalam masa pemulihan itu seketika terlempar sejauh dua meter dalam posisi tengkurap. Meilani langsung menjerit pilu. Darah segar merembes keluar dari sudut bibir pria kecil. Dengan sekuat tenaga dia berusaha lepas dari kungkungan Domain. Wanita itu menjerit berteriak meminta tolong pada sanak saudara yang masih berdiri menatap semua perbuatan Domain. "Ayah, Ibu, tolong Leon!" pintanya pilu. Tubuh kecil itu seketika bangkit dan berlari menuju ke arah ibunya. Dengan kekuatan yang tersisa, Leonard melayangkan pukulan pada paha Domain. Namun, usahanya kembali gagal. "Jika ayahku datang, maka nyawamu tidak terampuni!" ancam Leonard lantang. "Haha, ayah? Mana, siapa ayahmu?" "Dia adalah jenderal naga dari istana naga emas," jawab Lionel. Domain tertawa terbahak mendapati informasi bocah kecil di depannya. Lalu dia berjongkok agar sejajar dengan tinggi pria kecil, tangannya terulur menepuk pipi Leonard kasar. "Meskipun dia adalah Raja Phoenix yang Agung, aku tidak takut. Panggil dia sekarang!" Wajah pria kecil langsung berkerut dan dia bersembunyi di balik tubuh ibunya. Tangan mungil terlihat bergetar meremat lengan ibunya. "Haha, mana ada pria miskin itu datang ke rumah, Bocah Ingusan. Dia hanya semut kecil yang mudah dirobohkan. Kekuatan apa yang dia banggakan?" hina sang kakek. "Dia ayahku, Kek. Jenderal Naga!" jawab Leonard dengan lantang. Domain berjalan mendekat dan tangannya yang besar langsung meraih rahang pria kecil, dengan kasar ditekannya kuat rahang tersebut hingga Leonard meringis kesakitan. "Sakit, lepaskan. Ibu tolong Leon!" pintanya pilu. Meilani menyentak tangan Domain, tetapi tenaganya tidak mampu membela putranya. Tangan besar itu semakin kuat mencengkeram rahang Leonard, akhirnya hanya tatapan memohon yang dilayangkan Meilani agar putranya terlepas. "Menunduklah padaku dan serahkan tubuh kotormu itu, Jalang!" Suara Domain terdengar menggelegar membuat semua yang hadir berjingkat kaget dan saling merapat. Meilani bergeming, wanita itu masih berdiri membusungkan dada. Terlihat keberaniannya yang tegak dan kokoh. Saudara ipar dan kedua orang tuanya hanya menatap penuh hinaan. "Sudahlah buat apa menunggu pria busuk dan miskin itu. Lebih baik kamu segera berjalan merangkak mendekat pada Tuan Domain, Meime!" Terdengar suara pria muda sepupu Meilani bersuara dengan nada sinis. Meilani mengusap wajahnya kasar disertai hembusan napas panjang. Meskipun tubuhnya mulai bergetar, wanita itu belum ingin menyerahkan kehormatannya pada pria asing. Tiba-tiba tubuhnya luruh ke lantai, seakan ada kekuatan lain yang mendorongnya agar bersujud. "Ibu!" Leonard berjalan mendekati ibunya dan memeluk hangat. Angin bertiup sedikit lebih kencang. Dari jauh terlihat sosok pria terbang menuju ke ruang utama. Sosok pria yang begitu tampan dengan surai rambut hitam panjangnya. Tatapannya sendu dengan mengeluarkan aura dingin. Semua mata menatap arah datangnya sumber tenaga Qi yang berada di tingkatan tertinggi. Domain menyeringai, dia juga merasakan adanya aliran tenaga dalam yang cukup tinggi dan sulit diukur oleh manusia biasa. "Bebaskan anak istri saya, aku lah lawanmu!" Suara lantang membuat Domain menghentikan gerakan tangannya yang hendak meraih tubuh Meilani. Wanita itu segera mendekap tubuh putranya. Jaquer mendarat tepat di depan posisi istri yang masih terduduk di lantai. Kedua bola mata Domain membeliak tidak percaya melihat sosok pria berjubah biru muda. Pria yang pernah membuatnya babak belur di masa lampau. "Kamu?" "Apa kabar Domain, masih ingat?" Domain mengepalkan kedua telapak tangannya erat. Makin lama menekan membuat buku jarinya memutih. Tidak hanya itu, pria asing tersebut tampak begitu menahan emosi saat adu pandang dengan Jaquer. Sedangkan Jaquer sendiri tampak santai saja tanpa menggeser tubuhnya sedikit pun. Meilani menatap sosok suaminya yang terlihat begitu berbeda dari sepuluh tahun lalu. Tatapan kagum disertai curiga menyatu dalam otak, banyak pertanyaan muncul yang belum sempat terucap. Mungkinkah hidup di kemiliteran membuat prianya menjadi kuat? Domain menatap nyalang dan tajam, dia mulai memasang kuda-kuda bersiap hendak menyerang Jaquer. Namun, pria itu justru menyeringai tipis menanggapi tatapan intimidasi lawan. "Rupanya selama ini di sini asalmu, Jaquer. Dan itu, istrimu telah aku beli," ungkap Domain. Jaquer masih tersenyum tipis, dia seakan tidak gentar jika harus melawan kembali sosok Domain yang menurutnya tidak layak untuk diampuni. "Harusnya kamu sudah mati di camp Monggo, Jaqu. Tetapi tidak perlu khawatir aku akan mengirim kamu ulang ke negara antah berantah lainnya." Jaquer mengulum senyum, "apa kuasamu saat ini, Domain. Bahkan untuk menyentuhku saja tidak ada kekuatan apapun." "Jangan sombong kamu, Jaquer. Aku di sini lebih berguna daripada indentitasmu yang tidak jelas asal usul," tegas Domain. Jaquer menyeringai licik, pria itu menatap tidak suka akan kalimat Domain. Maka dengan sedikit cara Jaquer mencoba memancing emosi Domain dan sesuai dengan rencana pria asing itu berhasil masuk perangkap. Domain melesat menyerang Jaquer dengan beladiri asli negeri Thai. Gerak kakinya sedikit terlihat lemah di mata Jaquer hingga dengan mudah dilumpuhkan hanya sekali tendang pada tulang keringnya. Jaquer tersenyum, "bagaimana, Domain?" "Sialan, aku masih bisa melawanmu atau bahkan menghancurkan dirimu, Pria miskin!" Kembali Domain bergerak melancarkan serangan bertubi-tubi. Tubuhnya yang sedikit berisi masih bisa bergerak gesit bahkan sesekali tangannya mampu menembus pertahanan Jaquer meskipun tidak membuat pria itu terjatuh. Jaquer meladeni semua serangan Domain seperti bermain dengan anak kecil. Senyum pria itu senantiasa terukir di bibir tipis yang merona. Merasa kurang leluasa geraknya, Jaquer pun menyentak kakinya lembut lalu tubuhnya melenting ke udara dan mulai terbang menuju ke halaman yang lebih luas. "Hai, jangan lari!" "Kejar pria itu untukku, tangkap dan bawa ke sini!" Beberapa pengawal keluarga Hurt berlarian mengejar Jaquer. Sedangkan yang di kejar justru berdiri tegak di tengah halaman. Saat semua sudah berdiri menghadap Jaquer, terdengar derap langkah beberapa pria berjubah hitam dengan logo naga emas. "Mohon maaf bawahan yang datang terlambat, Tuan!""Bagus, akhirnya kamu mati, Jaquer. Lihat di belakangmu berbaris pasukan dari istana langit untuk membantu Tuan Domain!" Jaquer masih berdiri tegak di atas kedua kakinya. Pandangannya tertuju pada istri dan anaknya dengan tubuh bergetar. Leonard terlihat ketakutan, hal ini terbukti dengan kedua tangannya yang mungil memeluk pinggang ibunya. Begitu juga dengan Meilani, wanita itu mendekap kepala putranya untuk menempel pada perut tanpa membiarkan kedua mata bocah laki-laki melihat pada berisan pria berkas hitam. Sementara Domain berdiri dengan congkaknya, dia tahu tujuan beberapa pria berkas itu apa. Dari ujung jalan terlihat sosok pria muda yang ketampanannya tidak jauh beda dengan Jaquer berjalan tenang mendekat ke arah Domain. "Tuan Kai, maaf jika kami tidak menyambutmu!" Domain berjalan sambil berkata lantang, "selamat datang di kediaman Richard, Tuan Istana Perungu!"Mendengar tempat istana disebutkan lancar oleh Domain seketika wajah Meilani memucat. Tatapannya tertuju pada J
"Hahh, baru luka seperti itu sudah mengeluh pada wanita. Apa ini yang namanya seorang jenderal perang? Menjijikkan!" Sarkas Domain dengan seringaian sinis. Namun, Jaquer masih bergeming. Tidak sedikitpun tubuh tergeser meskipun luka sudah bertebaran di beberapa tempat pada tubuh atasnya. Leonard yang berdiri tidak jauh dari posisi ayahnya hanya menatap heran dengan kekuatan yang dimiliki oleh ayahnya itu. Pria kecil masih bingung dengan apa yang terjadi pada tubuh sang ayah. "Apakah yang membuat tubuh ayah begitu kuat?" gumam Leonard. "Andai aku tahu apa rahasianya, maka semua pasti kuikuti agar bisa sepertinya untuk menjaga keselamatan ibu."Tatapan pria kecil tidak pernah lepas dari sosok sang ayah, begitu juga Meilani. Dia masih tetap memilih berdiri di sisi Jaquer. Ujung jarinya tetap berada pada siku lengan kemeja milik suaminya. Jaquer sendiri terlihat sedang menetralkan jalan napasnya, lalu kepalanya menunduk pada jemari kusam dan mulai terlihat gurat otot mengencang. Leng
Terlihat pergerakan formasi bintang yang masih belum sempurna, hal ini membuat Jaquer menggelengkan kepala. Ujung formasi terlihat begitu kasar gerakannya sehingga hanya sekali hentak pedang di tangan mental meninggalkan sebuah tendangan yang tidak berujung. "Hah, hanya segini ujung formasi kalian!" "Jangan kira semua langsung hancur, Bangsat. Maju kalian, perkuat samping dan berputar!" Kai berteriak memberi perintah. Seketika formasi kembali terbentuk dan kali ini terlihat makin kuat dengan berganti ujung tombaknya. Jaquer terpana. "Bagaimana bisa secepat itu?"Namun, belum sempat Jaquer bereaksi sebuah tombak melayang ke arahnya. Untung sensor tubuhnya bergerak cepat hanya menekuk tubuhnya ke samping kanan tombak itu lolos begitu saja. Terlepas dari ujung tombak sebuah tendangan datang dari arah yang tidak terduga membuat Jaquer segera melompat membuat tubuhnya melayang di udara. Formasi terus bergerak aktif membentuk ke atas mengejar langkah Jaquer. Kali ini otak Jaquer berger
Jaquer terlihat diam mematung menatap istrinya mulai dari bawah hingga ke ujung kepala. Cukup lama hingga di kedua matanya membayang bening dan mulai mengumpul keluar perlahan. Tangan Meilani terangkat, menyentuh wajah lelakinya, "jangan cengeng iih, masak seorang pria menangis?""Maafkan aku yang telah meninggalkan kamu dan calon anak kita dulu, Meme. Aku tidak berdaya meskipun saat ini masih sama." Jaquer berkata dengan nada rendah. "Sudah jangan bicara lagi, sekarang bagaimana?"Belum sempat Jaquer menjawab pertanyaan istrinya, Tiba-tiba dari arah belakang terdengar beberapa benda berat jatuh. Untung semua itu tidak sampai menyentuh punggung kecil Leonard. Jaquer menoleh untuk melihat ada benda apa yang jatuh. Begitu menoleh jelas terlihat dua koper besar yang terbuka. Semua isinya tercerai berai, beberapa helai pakaian wanita yang terlihat kucel dan kusam. Sedangkan koper lainnya berisi sedikit pakaian anak laki-laki. Dalam benak Jaguar memperkirakan semua itu lalu menghela na
Sebuah maybach hitam legam terparkir di depan gedung. Ujung pantofel yang terlihat mengkilat tertempa cahaya membuat sepasang mata menatap dengan tubuh bergetar. Sosok yang dingin dengan tinggi 185 cm keluar. Jaquer, keluar dari mobil dengan balutan jas berwarna kream menampilkan kesan dingin dan datar. "Selamat datang di mansion Albright, Tuan Jaquer!""Hem, bagaimana kabar mengenai kerusuhan di sana, Jiwon?"Lelaki senja yang masih terlihat kekar itu menghela napas panjang. Jiwon adalah salah satu orang kepercayaan Jaquer tetapi karena pernah menyinggung istrinya saat di rumah sakit masa silam membuat Jaquer sedikit lebih hati-hati. "Apa yang sudah kamu temukan?"Langkah keduanya sudah sampai di ruangan kerja Jaquer. Maka, segera Jiwon mengambil file yang disimpan pada map hitam lalu menyerahkan pada Jaquer. Jaquer membuka lembar demi lembar kertas laporan hasil penyelidikan Jiwon di daerah utara wilayah kekuasaannya. "Informasi apa ini!"Map itu dilempar oleh Jaquer dan menyent
Jaquer terdiam, tatapannya lurus ke depan pada jalanan yang sepi. "Putar balik!"Asisten segera memanuver mobilnya berbalik arah menuju ke perusahaan. Sesuai perintah laju kecepatannya pun bertambah hingga hanya dalam hitungan detik mobil sudah terparkir kembali di depan lobi. "Silakan, Tuan!"Jaquer keluar dari mobil, kakinya yang panjang segera melangkah memasuki perusahaan yang baru saja ditinggalkan. Langkahnya terhenti tepat di tengah lobi, tatapan Jaquer memindai seluruh perangkat yang terselip di beberapa tempat rahasia. Setelah merasa yakin, kakinya melangkah pada sebuah vas bunga setinggi satu meter. Dengan gerak lambat, tapak tangannya menyusuri setiap guratan lukisan. "Rupanya di sini!" Jaquer bergumam lirih lalu dia melanjutkan langkahnya pada pihak resepsionis. "Berikan aku laptopmu!"Sang petugas sedikit tergagap menyingkapi inginnya atasa. "Laptop, Tuan?""Hem."Teman resepsionis itu menyenggol rekannya agar segera memberikan apa yang diinginkan atasannya. "Ini, Tua
Sementara di sebuah gedung kosong terlihat seorang wanita dan pria kecil terikat di tiang saling membelakangi. Tubuh keduanya kucel dan lusuh. Suara pria kecil merengek inginkan air mineral. "Haus, berikan aku seteguk air!"Seorang pria berjaket kulit hitam melangkah mendekat sandera itu sambil membawa sebotol air mineral. Langkahnya berhenti tepat di depan pria kecil. "Kau haus, Bocah. Ini, minum!" Pria itu mulai menuangkan air mineral ke wajah pria kecil. "Tuan, jangan tinggi dan jauh. Lihatlah air itu terbuang percuma! Leon benar haus." Rupanya pria kecil itu bernama Leon, dan wanita yang terikat bersamanya pastilah ibunya--Meilani. "Tolong beri putraku air mineral dengan baik, Tuan! Biar nyawaku yang jadi jaminannya asal dia baik-baik saja.""Haha, jangan mimpi kalian. Selama di sini kalian adalah tanggung jawabku sampai pria itu mengalah dan mengikuti inginnya atasan kami!""Kalian pasti akan mati jika sampai ayahku berhasil menemukanku!" Ancam Leonard. Mendengar ancaman an
Suara desing selongsong peluru saling bertabrakan, angin seakan enggan berhembus. Suasana gedung kosong yang awalnya sunyi kini berganti penuh dengan asap tebal. Jaquer masih berdiri dengan sedikit condong ke samping dan sebilah pedang panjang berada di tangannya sebagai penopang tubuhnya. Beberapa sayatan terlihat nyata di beberapa bagian tubuhnya. Pakaian putih pembungkus tubuh kelarnya telah berubah warna. Di hadapannya terlihat sosok wanita dengan tatapan tajam bak mata pedang menghunus ke jantung Jaquer. Namun, pria itu hanya melempar senyum biasanya. "Bagaimana, Tuan Jaquer, apakah saya sudah layak untuk berada sejajar di sisimu?"Jaquer hanya melengkungkan bibirnya tipis. Tatapannya tidak bisa jauh dari posisi Meilani yang terkulai lemah dalam kurungan besi bersama putranya. "Bebaskan mereka, Nona! Aku lah yang kamu inginkan," ucap Jaquer dengan nada dingin dan datar. Wanita itu hanya menyeringai sinis. Lalu kaki panjangnya melangkah mendekat ke arah kurungan besi dan mer
Jaquer melangkah mengikis jaraknya dengan Angeli, dia tidak mengindahkan peringatan dari wanita itu. Tatapannya yang tajam menghujam jantung Angeli membuat tubuh wanita itu gemetaran. "Jaquer," keluh Angeli manja. Meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuhnya tampak gemetaran, Angeli masih mampu mengeluarkan kemanjaannya. Tangan kekar Jaquer mencengkeram rahang Angeli lalu mendorongnya hingga tubuh wanita itu terjatuh di sofa. "Apakah selama ini masih kurang?"Angeli meraih telapak tangan itu dan mengusapnya lembut. Tubuhnya menggeliat pelan hingga rok mini yang dipakai sedikit naik lebih tinggi. Paha putih mulus terpampang nyata. Angeli tersenyum tipis, "Jaquer!"Suara manja nan lembut mengalun indah, tidak hanya suara yang digunakan oleh Angeli agar Jaquer tergoda. Dia juga melakukan gerakan. Tungkai yang panjang dan mulus diangkatnya dan bergerak menyentuh tubuh Jaquer. Pria itu mengulum senyum aneh, tetapi Angeli tidak peduli. Dia terus memancing gairah Jaquer. "Car
Sementara di ruang kerja Jaquer terlihat pria itu sedang memegang kepalanya dan memijatnya pelan. Elang hanya duduk diam di depannya yang terhalang oleh meja. "Apakah sesakit itu, Tuan?""Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan tubuhku, Elang.""Sejak kapan ini terjadi?""Sejak aku kembali dari pencarian Meilani dan Leonard. Sehari setelahnya rasa ini mulai tumbuh, serangan akan lebih dahsyat setelah aku makan bekal dari istri."Untuk sesaat Elang menatap pada atasannya dengan dahi berkerut, lalu bibirnya mulai bergerak pelan, "mungkinkah ada konspirasi antara penculik dan nyonya, Tuan?""Aku kira juga itu, tetapi semua belum jelas. Meilani terlihat santai dan tulus begitu juga dengan putraku." Keduanya terdiam dalam pikirannya masing-masing hingga lamunan itu buyar saat terdengar suara familiar yang datang menyapa manja. Elang langsung menatap pada Jaquer, atasannya itu mengangguk dan menggeleng sebagai tanda agar dia keluar meninggalkan Jaquer bersama pemilik suara itu. "Saya
Waktu terus berlalu, Jaquer merasakan perlakuan Meilani banyak berubah sejak menghilang beberapa waktu lalu. Namun, dia tidak mau berkata hanya bawahannya yang digerakkan untuk mencari kebenaran atas peristiwa menghilangnya itu. Jaquer mengikuti saja semua apa yang diinginkan oleh istri dan anaknya tanpa bentak membantah. Seperti hari ini, dia diberi arahan untuk mulai membawa bekal makan siang. Jaquer hanya memberi senyuman dan setuju saja toh hanya bekal makan siang. "Jangan lupa dimakan, Jaqu!" pesan Meilani. Melihat sikap ayahnya yang makin patuh dengan apa yang dikatakan oleh ibunya membuat Leonard menjadi bimbang. Dia tidak ingin ada perubahan pada ayahnya yang akan membawa dampak tidak baik. "Ibu, apakah ini tidak akan merubah semua?" tanya Leonard saat bayangan Jaquer sudah jauh. Meilani menatap punggung suaminya yang menghilang di balik tirai pembatas. Kemudian pandangannya berpaling pada putranya. Senyumnya mengembang tipis, dengan tatapan gelisah. "Semoga saja tidak,
Sudah sekian waktu ternyata Jaquer masih belum mampu menemukan keluarganya. Dia mendesah panjang dan berat. Maka untuk menghilangkan kegelisahan dan rasa khawatir yang terus mendera dia pun memutuskan untuk kembali pulang. Tidak butuh waktu lama, kaki Jaquer sudah menapaki lantai halaman mansion miliknya. Dia berjalan lesu, tetapi pintu langsung terbuka saat tangannya meraih gagang pintu. "Mei!" Tanpa banyak suara, Meilani meraih lengan suaminya dan membawanya masuk. Jaquer hanya mengikuti langkah istrinya dalam diam. "Duduklah, kamu pasti lelah!" Usia berkata, Meilani berdiri dan melangkah meninggalkan Jaquer. Namun, baru saja bergerak dua langkah tangannya sudah di raih Jaquer dan ditarik hingga wanita itu jatuh terduduk di paha. "Menghilang kemana?""Aku tidak hilang, hanya keluar bersama Leonard berbelanja setelah itu pulang. Aku juga belikan kamu pakaian, sebentar aku ambil dulu," kata Meilani. Jaquer meraup wajahnya, dia tidak semudah itu percaya akan penjelasan istrinya.
Jaquer masih fokus dengan layar laptopnya, dia meneruskan pekerjaan Elang yang tertunda akibat pencarian istri dan anaknya. Pekerjaan bisnis di kota sebelah membuat otak Jaquer terus berputar dan bercabang. Keresahan yang menjalar di jiwa tidak dia pedulikan. Saat ini gelisah itu harus ditekan demi sebuah pekerjaan yang lebih pantas. Tiba-tiba telinga Jaquer bergerak ke atas, kedua matanya menyipit dengan dahi berkerut. Dia pun mengangkat kepalanya menatap pada pintu berharap ada kabar dari sana. Cukup lama Jaquer diam menatap pintu dengan menopang dagu. Selang beberapa menit, pintu terbuka dengan menampilkan wajah sendu Alexandria. "Tuan, Nyonya dan Tuan Muda telah ditemukan."Mendengar kabar itu seketika Jaquer bangkit dari duduknya dan saat itu juga tangannya menyambar jas hitam yang ada di sandaran kursi. "Segera ke sana!"Tanpa banyak bicara, Alexandria pun berjalan mengikuti arah Jaquer hingga sampai di pintu lift. Jaquer menghentikan langkahnya dan berbalik badan menghadap
Mobil yang membawa Meilani dan Leonard telah memasuki jalan khusus yang mana di sekelilingnya dipenuhi dengan pohon pinus menjulang tinggi. Angin bertiup sepoi, pandangan Meilani semakin berkabut. "Leon, segera kabari ayah kamu!" perintah Meilani dengan nada sangat rendah. Tanpa bersuara Leonard menunjukkan layar ponselnya yang sudah berada di dinding chat bersama ayahnya. Melihat riwayat chat itu seketika Meilani menghela napas panjang. Kemudian dia pun melihat ke sisi luar. Hanya ada deretan pohon pinus yang sesekali terdapat rumput liar yang cukup tinggi. Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan megah, tetapi bukan seperti gambar yang dikirim ayahnya. Hal ini membuat kepala Leonard menggeleng. "Selamat datang!" Terdengar suara yang familiar di telinga Meilani. Begitu pintu terbuka barulah dia sadar sedang berhadapan dengan siapa. Bibir tipis Meilani tersenyum masam. "Apa maksud kamu membawa kami ke sini, Nona?"Angeli tersenyum, dia memberi isyarat pada bawahannya aga
Beberapa bawahan Jaquer membawa Jordan dan yang lainnya keluar dari ruangan itu atas perintah Jaquer. Setelah semua yang melakukan perundingan telah disingkirkan, barulah Alexandra berjalan mendekati Meilani."Mari, Nyonya!"Meilani meraih telapak tangan Alexandria, keduanya naik ke atas panggung dimana Jaquer dan Leonard sudah berdiri tegak di sana. Dengan penuh kasih, Jaquer menjemput wanitanya. Lalu dibawa lebih ke tengah. "Wanita ini adalah istri saya, ke depannya kalian harus menjaganya," kata Jaquer sambil mengangkat tangannya yang bertautan dengan Meilani. Jawaban serempak terdengar jelas, kemudian Jaquer kembali berkat untuk memperkenalkan putranya. Semua anggota Istana Naga tampak gembira atas kabar yang disampaikan oleh Jaquer. Waktu terus berlalu hingga akhirnya perjamuan itu selesai. Jaquer pun melangkah lebih dulu meninggalkan ruangan itu, ada pekerjaan yang harus dilakukan. "Bawa pulang istriku dan anakku, langsung mansion Venus!" Usai berkata Jaquer melangkah panja
Leonard menatap manik mata ayahnya yang sedang menunduk. Pria kecil itu menggelengkan kepalanya. "Aku hanya ingin agar ibuku kembali seperti semula, Ayah," ujar Leonard datar. "Baik." Jaquer berpaling menatap pada bawahannya, "bersihkan tanpa sisa!"Mendengar perintah Jaquer, beberapa pria berpakaian serba hitam pun melangkah menuju ke sekumpulan orang yang telah melakukan perundungan pada Meilani dan Leonard. "Jaquer, apakah ini balasannya?" teriak Angeli sambil menatap penuh harap. Jaquer menatap dingin pada sosok Angeli. Dia menggerakkan dagunya pelan. Saat itu juga dia orang pria menyeret tubuh Angeli dan beberapa orang yang telah menyiksa istrinya. "Berhenti! Aku masih disini, Jaqu," tegas Jordan. Jaquer berpaling pada sosok pria berusia senja--Jordan Wang. Bibir tipisnya menyeringai, "aku tidak peduli!"Mendengar kata tidak peduli keluar dari mulut Jaquer, maka kedua pria itu melanjutkan tindakan mereka yang menyeret tubuh Angeli secara tidak hormat. "Bangsat, kau berkhia
Seorang pria paruh baya berjalan dengan diiringi oleh beberapa pria berjas hitam. Dia melangkah dengan bantuan tongkat berkepala naga menuju ke arah Miss. Angeli. "Salam Sejahtera, Tuan Jordan!" Semua orang yang hadir membungkuk sambil memberi salam pada pria tersebut. Jordan Wang, pemimpin sekte bulan sabit. Dia datang ingin menegaskan atas janji yang dulu pernah diucapkan oleh sang pemimpin naga. Akan tetapi semua telah berubah tudak sesuai dengan janji pemimpin terdahulu, dia tidak tahu siapa pemimpin yang baru. Selama ini yang dia tahu adalah putrinya lah yang akan mewarisi pedang panjang naga itu. "Papa, akhirnya kamu datang juga. Lihatlah wanita dan pria kecil itu!" adu Angeli dengan kemanjaannya. Pandangan Jordan Wang seketika tertuju pada sosok wanita yang masih berdiri di sekitar kursi khusus dengan menggandeng tangan mungil seorang pria kecil dengan gestur yang mirip seseorang. Dahi Jordan Wang berkerut, pikirannya melayang pada sosok pria muda yang dulu pernah dia tol