"Bagus, akhirnya kamu mati, Jaquer. Lihat di belakangmu berbaris pasukan dari istana langit untuk membantu Tuan Domain!"
Jaquer masih berdiri tegak di atas kedua kakinya. Pandangannya tertuju pada istri dan anaknya dengan tubuh bergetar. Leonard terlihat ketakutan, hal ini terbukti dengan kedua tangannya yang mungil memeluk pinggang ibunya. Begitu juga dengan Meilani, wanita itu mendekap kepala putranya untuk menempel pada perut tanpa membiarkan kedua mata bocah laki-laki melihat pada berisan pria berkas hitam. Sementara Domain berdiri dengan congkaknya, dia tahu tujuan beberapa pria berkas itu apa. Dari ujung jalan terlihat sosok pria muda yang ketampanannya tidak jauh beda dengan Jaquer berjalan tenang mendekat ke arah Domain. "Tuan Kai, maaf jika kami tidak menyambutmu!" Domain berjalan sambil berkata lantang, "selamat datang di kediaman Richard, Tuan Istana Perungu!" Mendengar tempat istana disebutkan lancar oleh Domain seketika wajah Meilani memucat. Tatapannya tertuju pada Jaquer, tetapi pria itu justru tersenyum tenang dan mengerjapkan mata. "Apa yang terjadi di sini, Dom? Mana wanita itu?" Domain mendekat pada Pria yang dipanggil dengan nama Kai, lalu dia membisikkan beberapa kata hingga mampu memunculkan senyum manis pada sosok Meilani. Perlahan kakinya yang panjang berjalan mendekat, tangannya terulur hendak menyentuh pipinya. Namun, Leinard tengadah dan mendorong tubuh ibunya ke belakang dengan lembut. "Ibu, Leon takut!" "Sudah, sini biar ibu gendong!" ajak Meilani dengan mengulurkan tangannya pada pria kecil. Melihat apa yang dilakukan oleh ibunya, Leonard pun langsung melompat agar bisa mencapai tubuh itu. "Mendekatlah padaku, Manis!" Kai merentangkan kedua lengannya pada Meilani dengan tatapan intimidasi. "Tuan, lelaki itulah yang telah mempersulit semua!" Domain berkata sambil menunjuk pada posisi Jaquer "Mempersulit? Berani sakali dia berbuat itu, apakah dia tidak tahu bahwa wanita itu kupersembahkan pada raja naga terpilih?" kata Kai dengan nada rendah, "kalian harusnya bersyukur kupilih wanita dari kelompok rendahan seperti kalian. Suatu keberuntungan bila menjadi istri utama sang terpilih!" Jaquer melihat dan menyimak apa yang diucapkan oleh pria muda itu. Dia masih memindai keseluruhan kekuatan lawan meskipun hanya diam. "Apakah kamu masih dengan pilihanmu itu, Pria Brengsek?" Hentak Domain. "Bukankah sejak tadi kupastikan bahwa merek adalah keluargaku, kalian tidak berhak memaksa!" tegas Jaquer. Domain berjalan mendekat pada pria itu hanya berjarak dua depa, "lalu jika itu berlaku, apakah kamu mampu membayar semua hutang yang diakibatkan oleh Richard?" Mendengar kata hutang seketika wajah Meilani pias, pandangannya kembali terfokus pada Jaquer--lelakinya. Namun, pria itu tetap bergeming dan dingin. "Bagaimana bisa lelaki itu sedingin ini, rasanya tidak mungkin bahwa dia lelakiku masa silam." Meilani menatap Jaquer dengan kerutan di dahi, perubahan yang terjadi pada pria itu membuat beberapa pertanyaan muncul di otak kecil. "Patahkan tangan dan kaki pria itu untukku!" Kai berkata dengan lantang memberi perintah pada anak buahnya. Jaquer menyeringai tajam, "istana perunggu? Kalian belum ada kekuatan untuk goyangkan aku dari sini, bahkan menyentuh kulitku pun tidak ada." "Kau! Cuih." Domain segera melompat menyerang Jaquer, dia bergerak liat menendang dan memukul beberapa titik lemah tubuh manusia. Namun, tubuh Jaquer sama sekali tidak bergeser. Dia hanya meladeni semua dengan tangan kosong tanpa menggerakkan kedua kakinya "Kau telah meremehkan aku, maka jangan salahkan jika nyawamu melayang saat ini, Pria Busuk!" Domain memberi aba-aba pada pasukan istana perunggu agar menyerang Jaquer secara bersamaan. Melihat ayahnya dikeroyok beberapa pria kekar dan berotot membuat Leonard berteriak keras memperingatkan keselamatan Jaquer. "Sayang, sebaiknya kita tinggalkan rumah ini dan menjauh dari semuanya. Bagaimana?" "Jangan ibu, lihatlah ayah di sana! Dia sedang memperjuangkan kita lho," kata Leonard sambil menunjuk pada Jaquer yang sedang bertarung menghadapi sepuluh orang pria kekar dan berotot. "Ayah kamu itu pasti tidak akan berhasil melawan mereka, Leon. Lihatlah!" Meilani berkata sambil menunjuk ke arah Jaquer. Di arena halaman, tubuh Jaquer dikeroyok lima orang pria berjas dan berotot. Saat satu pukulan melayang ke wajah ayahnya, Leon segera menutup wajahnya dengan tapak tangan. "Apakah tangan itu berhasil ibu?" "Tidak, belum berhasil sudah tersungkur lebih dulu." Mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya, Leon membuka tangannya dan langsung berteriak saat sebuah botol bir terangkat tinggi, "Ayah, awas!" Pyar Terdengar kaca pecah cukup keras, rupanya botol tadi membentur lengan bawah Jaquer. Darah segar keluar dari luka gores. Melihat hal itu seketika Meilani berlari menuju ke sisi Jaquer. "Jaquer, bagaimana lenganmu? Mematikan biar aku balut!" Jaquer menatap datar ke arah Meilani, lalu bibirnya membentuk garis lengkung dengan berbisik kepalanya mendekat, "tidak sekarang, Mei. Menepilah biar aku tuntaskan dulu pertarungan ini!""Hahh, baru luka seperti itu sudah mengeluh pada wanita. Apa ini yang namanya seorang jenderal perang? Menjijikkan!" Sarkas Domain dengan seringaian sinis. Namun, Jaquer masih bergeming. Tidak sedikitpun tubuh tergeser meskipun luka sudah bertebaran di beberapa tempat pada tubuh atasnya. Leonard yang berdiri tidak jauh dari posisi ayahnya hanya menatap heran dengan kekuatan yang dimiliki oleh ayahnya itu. Pria kecil masih bingung dengan apa yang terjadi pada tubuh sang ayah. "Apakah yang membuat tubuh ayah begitu kuat?" gumam Leonard. "Andai aku tahu apa rahasianya, maka semua pasti kuikuti agar bisa sepertinya untuk menjaga keselamatan ibu."Tatapan pria kecil tidak pernah lepas dari sosok sang ayah, begitu juga Meilani. Dia masih tetap memilih berdiri di sisi Jaquer. Ujung jarinya tetap berada pada siku lengan kemeja milik suaminya. Jaquer sendiri terlihat sedang menetralkan jalan napasnya, lalu kepalanya menunduk pada jemari kusam dan mulai terlihat gurat otot mengencang. Leng
Terlihat pergerakan formasi bintang yang masih belum sempurna, hal ini membuat Jaquer menggelengkan kepala. Ujung formasi terlihat begitu kasar gerakannya sehingga hanya sekali hentak pedang di tangan mental meninggalkan sebuah tendangan yang tidak berujung. "Hah, hanya segini ujung formasi kalian!" "Jangan kira semua langsung hancur, Bangsat. Maju kalian, perkuat samping dan berputar!" Kai berteriak memberi perintah. Seketika formasi kembali terbentuk dan kali ini terlihat makin kuat dengan berganti ujung tombaknya. Jaquer terpana. "Bagaimana bisa secepat itu?"Namun, belum sempat Jaquer bereaksi sebuah tombak melayang ke arahnya. Untung sensor tubuhnya bergerak cepat hanya menekuk tubuhnya ke samping kanan tombak itu lolos begitu saja. Terlepas dari ujung tombak sebuah tendangan datang dari arah yang tidak terduga membuat Jaquer segera melompat membuat tubuhnya melayang di udara. Formasi terus bergerak aktif membentuk ke atas mengejar langkah Jaquer. Kali ini otak Jaquer berger
Jaquer terlihat diam mematung menatap istrinya mulai dari bawah hingga ke ujung kepala. Cukup lama hingga di kedua matanya membayang bening dan mulai mengumpul keluar perlahan. Tangan Meilani terangkat, menyentuh wajah lelakinya, "jangan cengeng iih, masak seorang pria menangis?""Maafkan aku yang telah meninggalkan kamu dan calon anak kita dulu, Meme. Aku tidak berdaya meskipun saat ini masih sama." Jaquer berkata dengan nada rendah. "Sudah jangan bicara lagi, sekarang bagaimana?"Belum sempat Jaquer menjawab pertanyaan istrinya, Tiba-tiba dari arah belakang terdengar beberapa benda berat jatuh. Untung semua itu tidak sampai menyentuh punggung kecil Leonard. Jaquer menoleh untuk melihat ada benda apa yang jatuh. Begitu menoleh jelas terlihat dua koper besar yang terbuka. Semua isinya tercerai berai, beberapa helai pakaian wanita yang terlihat kucel dan kusam. Sedangkan koper lainnya berisi sedikit pakaian anak laki-laki. Dalam benak Jaguar memperkirakan semua itu lalu menghela na
Sebuah maybach hitam legam terparkir di depan gedung. Ujung pantofel yang terlihat mengkilat tertempa cahaya membuat sepasang mata menatap dengan tubuh bergetar. Sosok yang dingin dengan tinggi 185 cm keluar. Jaquer, keluar dari mobil dengan balutan jas berwarna kream menampilkan kesan dingin dan datar. "Selamat datang di mansion Albright, Tuan Jaquer!""Hem, bagaimana kabar mengenai kerusuhan di sana, Jiwon?"Lelaki senja yang masih terlihat kekar itu menghela napas panjang. Jiwon adalah salah satu orang kepercayaan Jaquer tetapi karena pernah menyinggung istrinya saat di rumah sakit masa silam membuat Jaquer sedikit lebih hati-hati. "Apa yang sudah kamu temukan?"Langkah keduanya sudah sampai di ruangan kerja Jaquer. Maka, segera Jiwon mengambil file yang disimpan pada map hitam lalu menyerahkan pada Jaquer. Jaquer membuka lembar demi lembar kertas laporan hasil penyelidikan Jiwon di daerah utara wilayah kekuasaannya. "Informasi apa ini!"Map itu dilempar oleh Jaquer dan menyent
Jaquer terdiam, tatapannya lurus ke depan pada jalanan yang sepi. "Putar balik!"Asisten segera memanuver mobilnya berbalik arah menuju ke perusahaan. Sesuai perintah laju kecepatannya pun bertambah hingga hanya dalam hitungan detik mobil sudah terparkir kembali di depan lobi. "Silakan, Tuan!"Jaquer keluar dari mobil, kakinya yang panjang segera melangkah memasuki perusahaan yang baru saja ditinggalkan. Langkahnya terhenti tepat di tengah lobi, tatapan Jaquer memindai seluruh perangkat yang terselip di beberapa tempat rahasia. Setelah merasa yakin, kakinya melangkah pada sebuah vas bunga setinggi satu meter. Dengan gerak lambat, tapak tangannya menyusuri setiap guratan lukisan. "Rupanya di sini!" Jaquer bergumam lirih lalu dia melanjutkan langkahnya pada pihak resepsionis. "Berikan aku laptopmu!"Sang petugas sedikit tergagap menyingkapi inginnya atasa. "Laptop, Tuan?""Hem."Teman resepsionis itu menyenggol rekannya agar segera memberikan apa yang diinginkan atasannya. "Ini, Tua
Sementara di sebuah gedung kosong terlihat seorang wanita dan pria kecil terikat di tiang saling membelakangi. Tubuh keduanya kucel dan lusuh. Suara pria kecil merengek inginkan air mineral. "Haus, berikan aku seteguk air!"Seorang pria berjaket kulit hitam melangkah mendekat sandera itu sambil membawa sebotol air mineral. Langkahnya berhenti tepat di depan pria kecil. "Kau haus, Bocah. Ini, minum!" Pria itu mulai menuangkan air mineral ke wajah pria kecil. "Tuan, jangan tinggi dan jauh. Lihatlah air itu terbuang percuma! Leon benar haus." Rupanya pria kecil itu bernama Leon, dan wanita yang terikat bersamanya pastilah ibunya--Meilani. "Tolong beri putraku air mineral dengan baik, Tuan! Biar nyawaku yang jadi jaminannya asal dia baik-baik saja.""Haha, jangan mimpi kalian. Selama di sini kalian adalah tanggung jawabku sampai pria itu mengalah dan mengikuti inginnya atasan kami!""Kalian pasti akan mati jika sampai ayahku berhasil menemukanku!" Ancam Leonard. Mendengar ancaman an
Suara desing selongsong peluru saling bertabrakan, angin seakan enggan berhembus. Suasana gedung kosong yang awalnya sunyi kini berganti penuh dengan asap tebal. Jaquer masih berdiri dengan sedikit condong ke samping dan sebilah pedang panjang berada di tangannya sebagai penopang tubuhnya. Beberapa sayatan terlihat nyata di beberapa bagian tubuhnya. Pakaian putih pembungkus tubuh kelarnya telah berubah warna. Di hadapannya terlihat sosok wanita dengan tatapan tajam bak mata pedang menghunus ke jantung Jaquer. Namun, pria itu hanya melempar senyum biasanya. "Bagaimana, Tuan Jaquer, apakah saya sudah layak untuk berada sejajar di sisimu?"Jaquer hanya melengkungkan bibirnya tipis. Tatapannya tidak bisa jauh dari posisi Meilani yang terkulai lemah dalam kurungan besi bersama putranya. "Bebaskan mereka, Nona! Aku lah yang kamu inginkan," ucap Jaquer dengan nada dingin dan datar. Wanita itu hanya menyeringai sinis. Lalu kaki panjangnya melangkah mendekat ke arah kurungan besi dan mer
Apa yang dikatakan oleh Meilani tidak membuat Jaquer sakit hati, dia merasa apa yang dikatakan oleh istrinya hanyalah cara dia mengulur waktu agar lebih mudah melepaskan diri. Namun, hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Angeli. Wanita itu menginginkan agar Jaquer mau menyentuhnya di depan Meilani. "Aku adalah tunanganmu dalam sekte bulan sabit, Jaquer. Kau tidak bisa melupakan perjanjian itu!"Jaquer meraih pinggang Angeli, lalu mendorongnya dan menekan pada dinding. Kedua matanya menatap pergerakan Jaquer dengan sendu seakan dia sedang dikuliti oleh pria itu. Jaquer semakin menakan tubuh Angeli, "kau tidak bisa menekanku, Angeli. Ingat, semua ada batasnya!""Hai, Nona!" Meilani berteriak memanggil Angeli. Suara Meilani yang lantang dan tegas membuat Jaquer melepaskan tekanannya pada Angeli dan menggeser tubuhnya agar kedua wanita itu bisa saling tatap. "Kau sudah dapatkan pria itu, maka lepaskan kami!"Angeli berjalan menuju ke kurungan besi dan meraih leher Meilani, lalu menek
Peringatan Mr. Hurt untuk istrinya ternyata direspon sedikit terlambat, akibatnya satu anak panah berhasil menancap pada bahu kanan Mrs. Hurt. "Istriku!"/ " Argh!" Sepasang suami istri itu bersamaan berteriak, jika Mrs. Hurt berteriak kesakitan saat anak panah itu menancap dalam, sedangkan suaminya berteriak kekhawatiran saat melihat darah mulai merembes pakaian atas Mrs. Hurt. Pria baruh baya itu tertatih mendekat pada sosok istrinya, segera direngkuh bahu sang istri dan dibawa dalam pelukannya. "Sebaiknya kita mundur dulu, Istriku!" bisik Mr. Hurt. "Tetapi--?""Sudahlah, jangan membantah!" tekan Mr. Hurt. Dengan napas berat, akhirnya Mrs. Hurt mengalah. Dia membungkuk sesaat pada Jaquer. Sikap ini menandakan bahwa saat ini wanita itu memilih mengalah pada menantunya. "Pah, Mah, tunggu dulu. Masakan sudah aku siapkan semua, makanlah dulu kalian!" kata Melani bergegas saat pertarungan itu sudah selesai. Kepala Mr. Hurt menoleh pada asal suara, "tidak perlu. Makanan miskin saja
Tubuh Mrs. Hurt yang mulai bangkit kini bisa berdiri meskipun masih sedikit condong ke depan. Dia berusaha menyeimbangkan tenaga chi miliknya. Setelah berdiam diri sejenak dan merasakan hawa hangat mulai menjalan ke seluruh aliran darah barulah Mrs. Hurt membuka beberapa meridian yang menuju ke luka dalam akibat pertemuan dua jurus. Bibir tipisnya melengkung membentuk kurva yang indah tetapi masam. Jaquer hanya memiringkan kepala ke kanan dengan sorot mata tajam. "Jika kamu belum puas, maka keluarkan semua kemampuanmu, Mrs. Hurt!" Jaquer berkata sambil mengibaskan jubah bagian kanannya. Melihat dan mendengar deretan kata dari menantunya itu darah Mr. Hurt bergolak, dia merasa direndahkan oleh manusia tidak berdaya di depannya itu. Pria paruh baya yang cara jalannya sudah tidak sempurna itu mengikis jaraknya dengan sang istri. "Bagaimana kondisimu, Istriku?" tanya Mr. Hurt begitu jaraknya sudah dekat dengan istri. "Aku tidak apa, Suamiku. Tenang saja, aku masih sanggup melawan me
Jaquer masih berdiri tenang menatap ibu mertuanya, tidak ada kegentaran sedikit pun pada raut wajahnya. Merasakan pelukan istrinya makin erat, dia menunduk melabuhkan ciuman lembut ke pucuk kepala sang istri. Meilani mendongak, bibirnya mengerucut dengan gelengan kepala. Dia tidak rela bila suaminya bertarung lagi dengan keluarganya, "lebih baik kita mengalah, Suami!"Jaquer membelai pipi istrinya, "kamu tenang saja, ini tidak akan berakhir bila semua dibiarkan saja.""Aku tidak mau kehilangan kamu lagi, Jaqu!" bisik Meilani sambil mencium lengan suaminya. Perlakuan Meilani yang begitu lembut mampu memicu tenaga positif yang berlipat ganda. Aliran darah yang hangat meluncur deras di sepanjang sel mati milik Jaquer. Angin berhembus semakin kencang, desirnya membuat jubah Jaquer melambai hingga memperlihatkan otot. Debar jantung Meilani tidak mampu disembunyikan lagi. Dia begitu takut dan waspada hingga susah menekan reaksi tubuhnya. Apa yang terlihat oleh mata telaniang seketika me
Ibu mertua Jaquer menatap tajam padanya. Wanita itu terlihat sedang menahan emosi terhadap Jaquer, tetapi Meilani menanggapi dengan santai. Meskipun wanita itu adalah ibunya, bagi Meilani dia hanya wanita pengganti jadi buat apa takut. Dengan lembut diraihnya jemari Jaquer dan menautkan dengan jarinya. Hal ini membuat Jaquer menunduk untuk melihat mimik wajah istrinya, "apakah ini artinya kamu sudah mau menerimaku lagi, Mei?" Suara Jaquer menyapa telinga Meilani dengan lembut. Cukup lama jawaban itu didengar Jaquer, bagitu rendah hampir saja tidak terdengar. "Apa sebenarnya yang kamu inginkan, Mah?" tanya Jaquer datar. "Jika memang kamu seorang pemilik istana naga, maka berikan aku tanah di Wuhai!"Suasana makin terasa tegang saat beberapa mobil sedan hitam berhenti di depan kedai. Semua mata tertuju pada satu sosok yang dikenal sebagai orang kepercayaan istana naga. Seorang pria berjalan tegap dengan tuxedo putih dan pedang tipis, dia terus berjalan menuju ke arah Mr. Hurt dan
Jaquer terpaku menatap pada cara berdiri ibu mertua, ada yang berbeda dia sudut pandangnya. Lalu dia mulai menata jalan napasnya untuk mempersiapkan diri jika sesuatu terjadi pada keluarga kecilnya. "Ayah, tidakkah kamu marah dengan perlakuan mereka?" Suara Leonard membuyarkan konsentrasi Jaquer. Dia menunduk menatap pada manik biru milik putranya, lalu bibirnya mengulum senyum tipis. Jaquer mengusap ujung kepala Leonard, lalu pandangannya kembali ke arah meja makan. "Apa kamu kira setelah suamimu kembali dia bisa membuatmu bahagia, penuh harta?" kata wanita senja itu menekan Meilani. Meilani terdiam, pandangannya tertuju pada Jaquer yang juga menatapnya. Tanpa sadar kepalanya mengangguk dan dibalas oleh Jaquer. "Dia adalah suamiku, Mah. Bagaimanapun aku masih sayang." Meilani berkata dengan tegas, "dia tidak akan tergantikan oleh siapa pun.""Sialan, apa masih kurang pembuangan sepuluh tahun silam? Dia seorang pecundang dan miskin. Kau akan tersiksa, Mei. Dengar kata mama!" "Ak
Pria tua dengan tongkat kepala naga berdiri tegak di depan kedai dengan kepala mendongak ke atas membaca papan nama kedai milik Meilani. Bibirnya mencekik seakan dia menghina apa yang sudah diusahakan oleh keluarga kecil itu. Meilani segera menyambut pria tua itu dengan penuh hormat. Dia membungkuk untuk, "selamat datang, Ayah!"Mr. Hurt menatap datar putri sulungnya. Dia sama sekali tidak bersikap ramah, berjalan begitu saja melewati tubuh Meilani yang masih membungkuk. Melihat reaksi ayah mertuanya membuat Jaquer mengepalkan kedua tangannya. Deru napasnya begitu memburu, dia tidak Terima dengan perlakuan pria tua itu pada istrinya. Raut wajahnya yang masih datar dan dingin hanya menatap tajam. "Tidak sopan, orang tua datang justru mendapat tatapan sinis. Apa kau lupa dengan kejadian sepuluh tahun silam?" Jaquer masih bungkam, dia sama sekali tidak terbakar mendengar ucapan Mr. Hurt. Jaquer justru berbalik badan melangkah ke balik meja masak yang terbuat dari kayu berukir. Mr. H
Pagi pun tiba, terlihat Jaquer di dapur sibuk dengan tepung. Kedua tangannya bergerak gesit membuat adonan mie mentah. Sudah ada beberapa yang sudah jadi dan dia simpan pada tempat biasanya. Suara riuh di dapur membangunkan Meilani. Dia segera bangkit dari ranjang lalu membuka selimutnya. "Ternyata masih utuh, tetapi suara itu terdengar begitu ricuh," gumam Meilani. Dia pun segera merapikan ranjang sebelum melangkah keluar. Setelah mencuci wajahnya, barulah Meilani berjalan menuju ke dapur. Kedua matanya membulat tidak percaya, ternyata apa yang dia ucapkan benar-benar dilakukan oleh Jaquer. "Sejak kapan kamu membuat ini semua, Jaqu?" "Sudah cukup lama, hanya menyisakan ini. Mungkin ada 200 bahan mie yang sudah jadi, Mei. Apakah kurang?"Mendengar jumlah nominal yang dikatakan oleh suaminya kedua bola mata Meilani melotot tidak percaya. Seingatnya saat dia membuka mata di jam dua dini hari, Jaquer masih tidur di sisinya. Lalu, kini di jam enam pagi bagaimana bisa mendapatkan has
Mobil yang dikendarai oleh Jaquer akhirnya sampai di depan kedai mie miliknya. Dia pun membuka pintu untuk Meilani. Dari teras terlihat Leonard berdiri di sana. Senyumnya mengembang kala dilihatnya kedua orang tuanya sudah menyatu kembali. "Selamat datang kembali, Ayah, Ibu!" sambut Leonard. Meilani tersenyum, lalu dia berjalan lebih dulu meninggalkan Jaquer. Dia segera memeluk tubuh putranya. "Terima kasih, Leon.""Apa sebenarnya yang terjadi?"Leonard menatap keduanya bergantian, dia sengaja ini diungkapkan pada ibunya apa yang dia ketahui mengenai ayahnya. Lalu tatapannya berhenti pada wajah Jaquer. "Apakah masalah itu sudah tuntas, Ayah?"Jaquer tidak mengeluarkan suara, dia hanya mengangguk saja. Lalu menatap pada Meilani. Wanita itu masih tetap bungkam. "Jadi apakah benar Paman Simon yang melakukan semua ini, Ayah?""Begitulah, tetapi ada seseorang yang mendukungnya selama ini. Apakah kamu juga kenal, Leon?"Leonard terdiam, dahinya berkerut. Satu nama melintas begitu saja
Langkah tegak memancarkan aura dingin membuat para barisan pria berjas hitam hanya menunduk. Mereka tidak berani menatap langsung pada sosok pria tersebut. Jaquer berjalan dengan kepala tengadah penuh kesombongan dan keangkuhan yang sulit untuk di tembus. Pakaiannya yang begitu berkelas menandakan posisinya yang tidak biasa di bangunan megah bak istana. Iya bangunan yang begitu megah berhias lukisan naga terbang di setiap dinding menyatakan bahwa itulah istana naga. "Semua sudah ada di tempat biasanya, Tuan. Apa masih perlu di keluarkan?""Antar aku ke sana!"Elang berjalan lebih dulu dia menunjukkan jalan ke dalam ruang bawah tanah. Lorong yang gelap dan lembab langsung menyapa penciuman Jaquer, pria itu mengeratkan rahang dengan kedua tangan mengepal. Terlihat sekali bahwa dia sedang menahan emosinya. Pintu terbuka dengan pelan, Elang berdiri di sisi pintu menunggu datangnya Jaquer. Pria dengan jas terbaik itu berjalan tenang menuju ke dua kursi yang diduduki oleh tersangka. "Ba