Dokter jaga masih diam, tatapannya tertuju pada pria berpakaian serba hitam yang menatap penuh intimidasi padanya. Pria berjas putih itu pun berdiri melangkah menuju ke Jaquer.
"Baiklah, Tuan. Baringkan anak Anda di sana!" "Hai, apa-apaan ini. Bukankah aku yang memintamu lebih dulu? Apa ancamanku tidak berarti bagimu? Baik, akan kuhubungi suamiku Dewa Matahari Timur," kata wanita itu penuh emosi. Mendengar nama yang tidak asing di telinga Jaquer, bibirnya menyeringai. Sementara Meilani, tubuhnya bergetar mendengar nama yang tidak biasa itu. Perlahan dia melangkah mundur mendekat pada Jaquer. "Lebih baik kita mengalah saja, Jaqu?" Melihat istrinya yang ketakutan, Jaquer meraih jemari dan menggenggamnya. Kepalanya mendekati telinga sang istri dan berbisik lembut, "tenangkan dirimu. Kamu pasti aman dan Leonard akan mendapatkan kesehatan nya lagi!" Meilani tengadah menatap wajah tampan suaminya yang lama tidak dilihatnya. Kedua kelopak matanya bergerak indah dengan bulu mata yang lentik membuat Jaquer ingin segera mendekap dan melabuhkan kecupan ringan. "Mau apa kamu, Jaqu?" bisik Meilani. Perlahan ibu jari Jaquer membelai lembut sudut mata kanan istrinya. Lalu ditunjukkan benda kecil hitam. "Maaf ada setitik debu yang menghalangi pandanganku untuk melihatmu," bisik Jaquer. Mendapat perlakuan yang manis membuat Meilani menunduk malu. Kedua pipinya bersemu merah dan itu mampu mengunci pandangan Jaquer untuk tidak berpaling. "Cantik." Satu kata yang makin membuat kepala Meilani menunduk dalam. Namun, keintiman ini tidak bertahan lama karena terdengar derap langkah beberapa orang mendekati ruang pemeriksaan darurat. Ada enam orang berpakaian hitam berbaris rapi membentuk jalan. Seorang pria berusia senja berjalan menuju ke ruang dimana Jaquer ada. Pria itu begitu tergesa menghampiri sosok wanita yang sombong dan arogan. Melihat lelaki itu mendekat, suara manjanya langsung keluar. "Suamiku, lihatlah pria miskin ini! Dia telah berani memprovokasi agar putra kita tidak mendapatkan kesehatannya," adu wanita itu. Pria yang dipanggil suami langsung menoleh pada arah yang ditunjuk oleh istrinya. Begitu melihat sosok Jaquer kedua bola matanya membulat sempurna, lalu saat itu juga dia membungkuk memberi hormat. "Salam sejahtera, Dewa Naga Emas!" Jaquer menatap dingin pada bawahannya yang ternyata sedang berada di kota yang sama. Lalu pandangannya beralih pada wanita yang tadi menghinanya. "Jaga lisan istri mudamu agar tahu tempat, Jiwon!" Apa yang terucap begitu jelas didengar oleh wanita sombong membuatnya mengerutkan dahi. Istri muda? Dua kata yang langsung tersimpan di otaknya. "Bagaimana kabar perbatasan timur, Jiwon? Kelihatannya sudah reda hingga ada waktu buatmu berkeliaran," tegas Jaquer. Pria yang dipanggil Jiwon menunduk, dia tidak berani menatap pada atasannya. Selama ini apa yang dilakukannya tersimpan rapi. Namun, akibat kecerobohan istrinya hari ini dia harus mendapat konsekuensi atas keteledorannya itu. "Pergi ke laut Timur. Asingkan dirimu, cari pemberontak penjual aset negara!" Perintah tegas Jaquer meluncur begitu saja tanpa memedulikan perasaan wanita sombong yang seakan terkoyak. Sementara Meilani memiliki perasaan yang sulit terkendali. Berbagai pertanyaan melintas di otak hingga dia terdiam dalam lamunan panjang. "Meilani, hai!" panggil Jaquer lembut sambil membelai lengan wanitanya. Wanita itu terhenyak kaget lalu kepalanya tengadah menatap pada manik mata elang suaminya, "apakah ini semua nyata, Jaqu?" "Heem." Jaquer mengulum senyum manis sambil tangannya meriah pinggang ramping istrinya, "tetaplah di sampingku meskipun badai menerjang!" Meilani mengangguk, lalu dia mengurai pelukan suaminya dan berjalan mendekati brankar putranya. Terlihat wajah Leonard sudah mulai segar. "Tuan, bagaimana dengan putraku?" tanya wanita sombong. "Alex, urus pria kecil itu!" Jaquer memberikan perintah pada bawahannya lalu dia berjalan menuju ke tempat putranya. Tatapan penuh rindu tersirat pada sorot mata pria kecil. Tangan mungilnya menggapai ingin menyentuh ayahnya. Melihat hal itu, Jaquer pun segera mendekat dan duduk di samping putranya. "Apa kabar, Jagoan?" "Apakah Anda benar seorang Jendral Langit?" Jaquer tersenyum, lalu dia mengangguk pelan membuat bibir pria kecil melengkung sempurna. Lalu tatapan kecil berpaling pada ibunya. "Lihatlah dia--ayahku, Ibu! Seperti apa yang sering aku katakan bahwa di mimpiku dialah jendral itu," tutur Leonard. Meilani hanya mengangguk sendu, sudah bukan rahasia lagi jika putranya selalu berkata bahwa ayahnya adalah seorang jendral langit. Namun, tidak ada satu pun yang mempercayai perkataan pria kecil. Bahkan, akibat pernyataannya itu dia seringkali dibully dan dihina oleh teman juga kerabat lainnya. Sejak saat itu, Meilani tidak mengijinkan putranya berkata itu. Jaquer hanya diam menyimak apa yang diceritakan putranya. Lelaki itu menggeram lirih dengan tangan mengepal menahan emosi. "Tinggu disini sebentar, aku menjawab panggilan dulu!" pamit Jaquer saat dilihatnya ada panggilan masuk pada gawainya. Lalu dia melangkah keluar dari ruang tersebut. Sepeninggal Jaquer, Meilani menatap dingin dan merajuk pada putranya. Apa yang dilakukan olehnya membuat Leonard menatap penuh tanya pada ibunya. "Lain waktu jangan buka apapun pada pria itu. Ibu tidak mau bergantung padanya, Leon!" tegas Meilani. "Tapi mengapa, Ibu. Toh dia adalah ayahku," tolak Leonard. "Ibu ucap tidak iya tidak, Leon. Cukupi sudah semua dan ibu tidak mau jika kamu terluka lagi," jawab Meilani dengan nada sendu dan lembut. Leonard menatap ibunya, lalu tangan mungilnya terangkat menggapai wajah cantik sang ibu meskipun kulitnya sedikit kusam. Dibelai perlahan lalu melepas dengan ragu. "Baiklah, tunggu aku besar nanti, Ibu. Semua akan kubela bahkan hingga tetes darah terakhir." "Tidak, tidak. Cukupi kesehatan dan kepandaian yang harus kamu gapai. Tidak lebih." Keduanya saling menguatkan, tetapi tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sejak tadi melihat dan mengawasi interaksi keduanya. "Rupanya separah itu derita kalian, mulai hari ini aku yang akan membersihkan jalan hidup kalian ke depan!" Jaquer tersenyum penuh semangat. Dia lalu menghubungi bawahan dan memberi perintah untuk menyelidiki kehidupan anak istri setelah ditinggalkannya. Jaquer pun melangkah menuju ke kantin rumah sakit. Saat dia berbelok arah, dari arah berlawanan ada seorang wanita cantik dengan gaun mewah berjalan tergesa menuju ke ruang perawatan darurat. Wanita itu tidak memedulikan perawat yang memanggil dan berusaha untuk menahan langkahnya. Wanita yang terlihat berkelas dengan semua atribut bermerk membuat beberapa petugas paramedis mengangguk penuh hormat. "Tunjukkan padaku dimana kamar Tuan Muda?" "Maaf, Anda siapa? Sesuai perintah tidak ada yang boleh masuk tanpa ijin beliau," kata seorang perawat yang berhasil mencegah wanita itu. Namun, wanita itu menyentakkan tangannya seolah menolak apa yang dikatakan oleh perawat itu. Dia terus melangkah menuju ke ruang perawatan darurat. Sesuai dengan informasi yang di dapatnya bahwa pria itu ada di ruang tersebut. Hingga akhirnya dia sampai di depan pintu, napasnya sedikit terengah akibat bergerak terlalu cepat dengan high heel. Perlahan pintu ruangan di dorong, lalu pandangannya melihat sekeliling mencari sosok yang dicarinya. Bibir merah maroon melengkung tipis kala dilihatnya sosok pria kecil terbujur di atas ranjang pesakitan. Wanita itu melangkah mengikis jarak dan berkata, "Dimana pria itu?"Meilani menatap penuh tanya pada sosok wanita anggun yang berdiri dengan elagan dan angkuh. Tatapan wanita itu seakan sedang menelanjanginya. "Pria siapa yang Anda maksudkan, Nona?" tanya Meilani. Wanita itu mengerutkan dahi melihat penampilan wanita di depannya yang lusuh dan terlihat miskin. Lalu kepalanya menggeleng seakan menolak akan identitas Meilani. "Dewa Naga Langit!""Dia ayahku, siapa kamu dan perlu apa mencari ayahku?" ucap Leonard cepat. Wanita itu membola saat pria kecil mengaku bahwa dewa Naga langit adalah ayahnya. Kembali dia menolak itu. "Kalian manusia rendahan mana mungkin dewa Naga mau dengan kalian. Cuih! Cepat katakan dimana dia?"Meilani hanya diam saja, tangannya masih mengusap lengan putranya. Bibir wanita cantik itu tertutup rapat dan dia sama sekali tidak merespon apapun yang dikatakan oleh wanita itu. Hanya Leonard yang sejak tadi menanggapi pertanyaan wanita angkuh. Dia masih percaya bahwa ayahnya adalah seorang pria yang berkuasa atas dunia. Namun,
Meilani menatap pada kedua orang tuanya sendu, wanita itu mengepalkan tangan tanpa sadar menekan semua keresahan hati. Tangannya terulur menarik kain lengan jubah Jaquer. Jaquer menatap pada jari lentik tersebut dengan menyunggingkan senyum termanis. Lalu pandangannya beralih pada sepasang suami istri yang telah membuangnya. Belum sempat semua ditanggapi, terdengar suara seorang perawat pria memanggil nama Jaquer dengan sebutan tuan. Suara yang bernada sopan membuat Richard menoleh, lalu mencibir. "Tuan, pada siapa nama itu kamu sematkan?""Tuan Jaquer.""Cuih, orang miskin seperti dia mana pantas dipertuankan. Cukup panggil nama," desis Richard. Namun, petugas itu tidak memedulikan dengan apa yang dikatakan oleh pria tua. Dia terus berjalan mengikis jarak dan berhenti tepat di depan Jaquer dalam jarak satu meter. "Silakan tanda tangan di sini untuk mengklaim kartu yang Anda bawa, Tuan!"Jaquer pun meraih kertas yang disodorkan oleh petugas rumah sakit itu dan langsung membubuhka
Mendengar penjelasan dari ayahnya membuat Meilani melangkah mundur sambil menarik tangan mungil putranya. Wanita itu lebih baik mundur dan meninggalkan keluarganya daripada harus menjadi budak nafsu pria berkebangsaan lain. Domain adalah seorang pedagang pendatang dari luar negeri yang begitu serakah dan menindas kaum Pribumi termasuk keluarga kecilnya. Selama ini hubungan kerjasama keluarga Hurt lancar saja, tetapi begitu pria itu datang menawarkan sebuah kerjasama perlahan tapi pasti perekonomian keluarga Hurt mengalami kemunduran. Akan tetapi keadaan ini tidak disadari oleh ayah dan saudara lelakinya, justru dia dituduh memfitnah Domain yang sudah memberi kemewahan pada keluarga. "Kamu tidak bisa menolak, Cantik. Aku lah pemilik tubuhmu saat ini dan masa depan," kata Domain sambil berjalan maju mendekat pada Meilani. Wanita itu terus mundur hingga tubuhnya menempel pada dinding kayu. Melihat ibunya yang ditindas membuat Leonard merengek dan memukul paha Domain berharap bisa mel
"Bagus, akhirnya kamu mati, Jaquer. Lihat di belakangmu berbaris pasukan dari istana langit untuk membantu Tuan Domain!" Jaquer masih berdiri tegak di atas kedua kakinya. Pandangannya tertuju pada istri dan anaknya dengan tubuh bergetar. Leonard terlihat ketakutan, hal ini terbukti dengan kedua tangannya yang mungil memeluk pinggang ibunya. Begitu juga dengan Meilani, wanita itu mendekap kepala putranya untuk menempel pada perut tanpa membiarkan kedua mata bocah laki-laki melihat pada berisan pria berkas hitam. Sementara Domain berdiri dengan congkaknya, dia tahu tujuan beberapa pria berkas itu apa. Dari ujung jalan terlihat sosok pria muda yang ketampanannya tidak jauh beda dengan Jaquer berjalan tenang mendekat ke arah Domain. "Tuan Kai, maaf jika kami tidak menyambutmu!" Domain berjalan sambil berkata lantang, "selamat datang di kediaman Richard, Tuan Istana Perungu!"Mendengar tempat istana disebutkan lancar oleh Domain seketika wajah Meilani memucat. Tatapannya tertuju pada J
"Hahh, baru luka seperti itu sudah mengeluh pada wanita. Apa ini yang namanya seorang jenderal perang? Menjijikkan!" Sarkas Domain dengan seringaian sinis. Namun, Jaquer masih bergeming. Tidak sedikitpun tubuh tergeser meskipun luka sudah bertebaran di beberapa tempat pada tubuh atasnya. Leonard yang berdiri tidak jauh dari posisi ayahnya hanya menatap heran dengan kekuatan yang dimiliki oleh ayahnya itu. Pria kecil masih bingung dengan apa yang terjadi pada tubuh sang ayah. "Apakah yang membuat tubuh ayah begitu kuat?" gumam Leonard. "Andai aku tahu apa rahasianya, maka semua pasti kuikuti agar bisa sepertinya untuk menjaga keselamatan ibu."Tatapan pria kecil tidak pernah lepas dari sosok sang ayah, begitu juga Meilani. Dia masih tetap memilih berdiri di sisi Jaquer. Ujung jarinya tetap berada pada siku lengan kemeja milik suaminya. Jaquer sendiri terlihat sedang menetralkan jalan napasnya, lalu kepalanya menunduk pada jemari kusam dan mulai terlihat gurat otot mengencang. Leng
Terlihat pergerakan formasi bintang yang masih belum sempurna, hal ini membuat Jaquer menggelengkan kepala. Ujung formasi terlihat begitu kasar gerakannya sehingga hanya sekali hentak pedang di tangan mental meninggalkan sebuah tendangan yang tidak berujung. "Hah, hanya segini ujung formasi kalian!" "Jangan kira semua langsung hancur, Bangsat. Maju kalian, perkuat samping dan berputar!" Kai berteriak memberi perintah. Seketika formasi kembali terbentuk dan kali ini terlihat makin kuat dengan berganti ujung tombaknya. Jaquer terpana. "Bagaimana bisa secepat itu?"Namun, belum sempat Jaquer bereaksi sebuah tombak melayang ke arahnya. Untung sensor tubuhnya bergerak cepat hanya menekuk tubuhnya ke samping kanan tombak itu lolos begitu saja. Terlepas dari ujung tombak sebuah tendangan datang dari arah yang tidak terduga membuat Jaquer segera melompat membuat tubuhnya melayang di udara. Formasi terus bergerak aktif membentuk ke atas mengejar langkah Jaquer. Kali ini otak Jaquer berger
Jaquer terlihat diam mematung menatap istrinya mulai dari bawah hingga ke ujung kepala. Cukup lama hingga di kedua matanya membayang bening dan mulai mengumpul keluar perlahan. Tangan Meilani terangkat, menyentuh wajah lelakinya, "jangan cengeng iih, masak seorang pria menangis?""Maafkan aku yang telah meninggalkan kamu dan calon anak kita dulu, Meme. Aku tidak berdaya meskipun saat ini masih sama." Jaquer berkata dengan nada rendah. "Sudah jangan bicara lagi, sekarang bagaimana?"Belum sempat Jaquer menjawab pertanyaan istrinya, Tiba-tiba dari arah belakang terdengar beberapa benda berat jatuh. Untung semua itu tidak sampai menyentuh punggung kecil Leonard. Jaquer menoleh untuk melihat ada benda apa yang jatuh. Begitu menoleh jelas terlihat dua koper besar yang terbuka. Semua isinya tercerai berai, beberapa helai pakaian wanita yang terlihat kucel dan kusam. Sedangkan koper lainnya berisi sedikit pakaian anak laki-laki. Dalam benak Jaguar memperkirakan semua itu lalu menghela na
Sebuah maybach hitam legam terparkir di depan gedung. Ujung pantofel yang terlihat mengkilat tertempa cahaya membuat sepasang mata menatap dengan tubuh bergetar. Sosok yang dingin dengan tinggi 185 cm keluar. Jaquer, keluar dari mobil dengan balutan jas berwarna kream menampilkan kesan dingin dan datar. "Selamat datang di mansion Albright, Tuan Jaquer!""Hem, bagaimana kabar mengenai kerusuhan di sana, Jiwon?"Lelaki senja yang masih terlihat kekar itu menghela napas panjang. Jiwon adalah salah satu orang kepercayaan Jaquer tetapi karena pernah menyinggung istrinya saat di rumah sakit masa silam membuat Jaquer sedikit lebih hati-hati. "Apa yang sudah kamu temukan?"Langkah keduanya sudah sampai di ruangan kerja Jaquer. Maka, segera Jiwon mengambil file yang disimpan pada map hitam lalu menyerahkan pada Jaquer. Jaquer membuka lembar demi lembar kertas laporan hasil penyelidikan Jiwon di daerah utara wilayah kekuasaannya. "Informasi apa ini!"Map itu dilempar oleh Jaquer dan menyent
Jaquer memindai sekitarnya, dia merasakan adanya aliran tenaga berbeda dalam tubuhnya. Namun, dia masih bingung bagaimana cara menggunakan sumber tenaga itu. Cukup lama dia diam merasakan sebuah pergerakan yang membuat tubuhnya terasa panas dingin. Pandangannya terus berkelana mencari asal aliran tenaga itu, tetapi tidak ada petunjuk sedikit pun. "Apa kabar, Anak Muda!"Jaquer mendengar suara serak khas orang tua dan berilmu, tetapi tidak menemukan sosok itu. "Siapa Anda?""Nikmati apa yang aku beri padamu, setelah malam berjalanlah ke arah utara hingga kau temukan banguna tua. Di sanalah markasmu nanti!"Jaquer termangu mendengar kalimat panjang yang menjelaskan sesuatu yang cukup menarik baginya. Otaknya berputar memahami semua dan merasakan suhu pada tubuhnya. Lambat laun, punggungnya terasa terbakar dan seakan ada benda dingin berjalan di sepanjang punggung. Tangan Jaquer terulur mencoba meraba punggungnya, tetapi tidak menemukan apapun. "Aneh!"Lalu tubuhnya terasa makin dingi
"Simpan semua bukti ini dengan baik, Xandria. Aku ingin kau tetap diam dan memantau semua pergerakan Angeli!""Baik, Tuan. Lalu bagaimana dengan Tuan Muda yang sering bepergian sendiri?"Jaquer terdiam, ujung jarinya mengetuk meja beberapa kali hingga akhirnya dia menatap serius pada bawahannya itu. "Untuk sementara biarkan saja dulu, Angeli tidak akan berbuat lebih."Alexandria mengangguk, setelahnya dia pamit melanjutkan pekerjaan lainnya. Sepeninggalnya Alexandria, Jaquer menghela napas panjang. Pikirannya menerawang jauh pada masa silam dimana dia awal mula dibuang ke sekte Bulan Sabit. "Aku jual ini anak, Tuan Jordan." Seorang pria berkata pada ketua Sekte Bulan Sabit. "Siapa pria ini dan berapa harga yang kau inginkan, Hurt?"Jaquer yang dilempar oleh Richard Hurt hanya meringkuk tanpa daya. Semua yang terjadi pada dirinya membuatnya harus diam memendam setiap penghinaan yang ditujukan mereka padanya. "Aku ingin sebidang tanah di Dubai, juga kemakmuran tanpa batas." Kalimat
Leonard berdiri diam menatap ibunya yang sedang sibuk melayani pembeli mie rebus. Dia tidak bergerak, hanya menatap tanpa berniat membantu pekerjaan ibunya. Sesekali tatapan Meilani tertuju pada putranya yang berdiri terpaku melihatnya secara intens. Ada resah do sorot mata bening wanita cantik itu, tetapi dia belum bisa meninggalkan pekerjaannya itu. Para pembeli terus berdatangan ke kedai mie yang beberapa hari ini libur. Akibatnya para pekerja pabrik berbondong-bondong makan di kedai itu. "Kalian lama tidak jual, akibatnya kami kelaparan berhari-hari," kata salah satu pembeli. Meilani mengulum senyum sambil kedua tangannya terus bergerak meracik mie rebus pesanan para pembeli. "Maafkan kami, beberapa hari lalu kami disibukkan dengan pekerjaan lain," jawab Meilani dengan nada rendah dan senyum ramah. "Lain kali beri kami pengumuman jika kalian libur agar kami bisa siapkan bekal dari rumah," saran yang lain saat menerima mangkuk mie pesanannya. "Baik, sarannya akan saya pakai
Jaquer melangkah mengikis jaraknya dengan Angeli, dia tidak mengindahkan peringatan dari wanita itu. Tatapannya yang tajam menghujam jantung Angeli membuat tubuh wanita itu gemetaran. "Jaquer," keluh Angeli manja. Meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuhnya tampak gemetaran, Angeli masih mampu mengeluarkan kemanjaannya. Tangan kekar Jaquer mencengkeram rahang Angeli lalu mendorongnya hingga tubuh wanita itu terjatuh di sofa. "Apakah selama ini masih kurang?"Angeli meraih telapak tangan itu dan mengusapnya lembut. Tubuhnya menggeliat pelan hingga rok mini yang dipakai sedikit naik lebih tinggi. Paha putih mulus terpampang nyata. Angeli tersenyum tipis, "Jaquer!"Suara manja nan lembut mengalun indah, tidak hanya suara yang digunakan oleh Angeli agar Jaquer tergoda. Dia juga melakukan gerakan. Tungkai yang panjang dan mulus diangkatnya dan bergerak menyentuh tubuh Jaquer. Pria itu mengulum senyum aneh, tetapi Angeli tidak peduli. Dia terus memancing gairah Jaquer. "Car
Sementara di ruang kerja Jaquer terlihat pria itu sedang memegang kepalanya dan memijatnya pelan. Elang hanya duduk diam di depannya yang terhalang oleh meja. "Apakah sesakit itu, Tuan?""Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan tubuhku, Elang.""Sejak kapan ini terjadi?""Sejak aku kembali dari pencarian Meilani dan Leonard. Sehari setelahnya rasa ini mulai tumbuh, serangan akan lebih dahsyat setelah aku makan bekal dari istri."Untuk sesaat Elang menatap pada atasannya dengan dahi berkerut, lalu bibirnya mulai bergerak pelan, "mungkinkah ada konspirasi antara penculik dan nyonya, Tuan?""Aku kira juga itu, tetapi semua belum jelas. Meilani terlihat santai dan tulus begitu juga dengan putraku." Keduanya terdiam dalam pikirannya masing-masing hingga lamunan itu buyar saat terdengar suara familiar yang datang menyapa manja. Elang langsung menatap pada Jaquer, atasannya itu mengangguk dan menggeleng sebagai tanda agar dia keluar meninggalkan Jaquer bersama pemilik suara itu. "Saya
Waktu terus berlalu, Jaquer merasakan perlakuan Meilani banyak berubah sejak menghilang beberapa waktu lalu. Namun, dia tidak mau berkata hanya bawahannya yang digerakkan untuk mencari kebenaran atas peristiwa menghilangnya itu. Jaquer mengikuti saja semua apa yang diinginkan oleh istri dan anaknya tanpa bentak membantah. Seperti hari ini, dia diberi arahan untuk mulai membawa bekal makan siang. Jaquer hanya memberi senyuman dan setuju saja toh hanya bekal makan siang. "Jangan lupa dimakan, Jaqu!" pesan Meilani. Melihat sikap ayahnya yang makin patuh dengan apa yang dikatakan oleh ibunya membuat Leonard menjadi bimbang. Dia tidak ingin ada perubahan pada ayahnya yang akan membawa dampak tidak baik. "Ibu, apakah ini tidak akan merubah semua?" tanya Leonard saat bayangan Jaquer sudah jauh. Meilani menatap punggung suaminya yang menghilang di balik tirai pembatas. Kemudian pandangannya berpaling pada putranya. Senyumnya mengembang tipis, dengan tatapan gelisah. "Semoga saja tidak,
Sudah sekian waktu ternyata Jaquer masih belum mampu menemukan keluarganya. Dia mendesah panjang dan berat. Maka untuk menghilangkan kegelisahan dan rasa khawatir yang terus mendera dia pun memutuskan untuk kembali pulang. Tidak butuh waktu lama, kaki Jaquer sudah menapaki lantai halaman mansion miliknya. Dia berjalan lesu, tetapi pintu langsung terbuka saat tangannya meraih gagang pintu. "Mei!" Tanpa banyak suara, Meilani meraih lengan suaminya dan membawanya masuk. Jaquer hanya mengikuti langkah istrinya dalam diam. "Duduklah, kamu pasti lelah!" Usia berkata, Meilani berdiri dan melangkah meninggalkan Jaquer. Namun, baru saja bergerak dua langkah tangannya sudah di raih Jaquer dan ditarik hingga wanita itu jatuh terduduk di paha. "Menghilang kemana?""Aku tidak hilang, hanya keluar bersama Leonard berbelanja setelah itu pulang. Aku juga belikan kamu pakaian, sebentar aku ambil dulu," kata Meilani. Jaquer meraup wajahnya, dia tidak semudah itu percaya akan penjelasan istrinya.
Jaquer masih fokus dengan layar laptopnya, dia meneruskan pekerjaan Elang yang tertunda akibat pencarian istri dan anaknya. Pekerjaan bisnis di kota sebelah membuat otak Jaquer terus berputar dan bercabang. Keresahan yang menjalar di jiwa tidak dia pedulikan. Saat ini gelisah itu harus ditekan demi sebuah pekerjaan yang lebih pantas. Tiba-tiba telinga Jaquer bergerak ke atas, kedua matanya menyipit dengan dahi berkerut. Dia pun mengangkat kepalanya menatap pada pintu berharap ada kabar dari sana. Cukup lama Jaquer diam menatap pintu dengan menopang dagu. Selang beberapa menit, pintu terbuka dengan menampilkan wajah sendu Alexandria. "Tuan, Nyonya dan Tuan Muda telah ditemukan."Mendengar kabar itu seketika Jaquer bangkit dari duduknya dan saat itu juga tangannya menyambar jas hitam yang ada di sandaran kursi. "Segera ke sana!"Tanpa banyak bicara, Alexandria pun berjalan mengikuti arah Jaquer hingga sampai di pintu lift. Jaquer menghentikan langkahnya dan berbalik badan menghadap
Mobil yang membawa Meilani dan Leonard telah memasuki jalan khusus yang mana di sekelilingnya dipenuhi dengan pohon pinus menjulang tinggi. Angin bertiup sepoi, pandangan Meilani semakin berkabut. "Leon, segera kabari ayah kamu!" perintah Meilani dengan nada sangat rendah. Tanpa bersuara Leonard menunjukkan layar ponselnya yang sudah berada di dinding chat bersama ayahnya. Melihat riwayat chat itu seketika Meilani menghela napas panjang. Kemudian dia pun melihat ke sisi luar. Hanya ada deretan pohon pinus yang sesekali terdapat rumput liar yang cukup tinggi. Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan megah, tetapi bukan seperti gambar yang dikirim ayahnya. Hal ini membuat kepala Leonard menggeleng. "Selamat datang!" Terdengar suara yang familiar di telinga Meilani. Begitu pintu terbuka barulah dia sadar sedang berhadapan dengan siapa. Bibir tipis Meilani tersenyum masam. "Apa maksud kamu membawa kami ke sini, Nona?"Angeli tersenyum, dia memberi isyarat pada bawahannya aga