Share

2. Kenyataan

Dokter jaga masih diam, tatapannya tertuju pada pria berpakaian serba hitam yang menatap penuh intimidasi padanya. Pria berjas putih itu pun berdiri melangkah menuju ke Jaquer.

"Baiklah, Tuan. Baringkan anak Anda di sana!"

"Hai, apa-apaan ini. Bukankah aku yang memintamu lebih dulu? Apa ancamanku tidak berarti bagimu? Baik, akan kuhubungi suamiku Dewa Matahari Timur," kata wanita itu penuh emosi.

Mendengar nama yang tidak asing di telinga Jaquer, bibirnya menyeringai. Sementara Meilani, tubuhnya bergetar mendengar nama yang tidak biasa itu. Perlahan dia melangkah mundur mendekat pada Jaquer.

"Lebih baik kita mengalah saja, Jaqu?"

Melihat istrinya yang ketakutan, Jaquer meraih jemari dan menggenggamnya. Kepalanya mendekati telinga sang istri dan berbisik lembut, "tenangkan dirimu. Kamu pasti aman dan Leonard akan mendapatkan kesehatan nya lagi!"

Meilani tengadah menatap wajah tampan suaminya yang lama tidak dilihatnya. Kedua kelopak matanya bergerak indah dengan bulu mata yang lentik membuat Jaquer ingin segera mendekap dan melabuhkan kecupan ringan.

"Mau apa kamu, Jaqu?" bisik Meilani.

Perlahan ibu jari Jaquer membelai lembut sudut mata kanan istrinya. Lalu ditunjukkan benda kecil hitam.

"Maaf ada setitik debu yang menghalangi pandanganku untuk melihatmu," bisik Jaquer.

Mendapat perlakuan yang manis membuat Meilani menunduk malu. Kedua pipinya bersemu merah dan itu mampu mengunci pandangan Jaquer untuk tidak berpaling.

"Cantik."

Satu kata yang makin membuat kepala Meilani menunduk dalam. Namun, keintiman ini tidak bertahan lama karena terdengar derap langkah beberapa orang mendekati ruang pemeriksaan darurat.

Ada enam orang berpakaian hitam berbaris rapi membentuk jalan. Seorang pria berusia senja berjalan menuju ke ruang dimana Jaquer ada.

Pria itu begitu tergesa menghampiri sosok wanita yang sombong dan arogan. Melihat lelaki itu mendekat, suara manjanya langsung keluar.

"Suamiku, lihatlah pria miskin ini! Dia telah berani memprovokasi agar putra kita tidak mendapatkan kesehatannya," adu wanita itu.

Pria yang dipanggil suami langsung menoleh pada arah yang ditunjuk oleh istrinya. Begitu melihat sosok Jaquer kedua bola matanya membulat sempurna, lalu saat itu juga dia membungkuk memberi hormat.

"Salam sejahtera, Dewa Naga Emas!"

Jaquer menatap dingin pada bawahannya yang ternyata sedang berada di kota yang sama. Lalu pandangannya beralih pada wanita yang tadi menghinanya.

"Jaga lisan istri mudamu agar tahu tempat, Jiwon!"

Apa yang terucap begitu jelas didengar oleh wanita sombong membuatnya mengerutkan dahi. Istri muda? Dua kata yang langsung tersimpan di otaknya.

"Bagaimana kabar perbatasan timur, Jiwon? Kelihatannya sudah reda hingga ada waktu buatmu berkeliaran," tegas Jaquer.

Pria yang dipanggil Jiwon menunduk, dia tidak berani menatap pada atasannya. Selama ini apa yang dilakukannya tersimpan rapi. Namun, akibat kecerobohan istrinya hari ini dia harus mendapat konsekuensi atas keteledorannya itu.

"Pergi ke laut Timur. Asingkan dirimu, cari pemberontak penjual aset negara!" Perintah tegas Jaquer meluncur begitu saja tanpa memedulikan perasaan wanita sombong yang seakan terkoyak.

Sementara Meilani memiliki perasaan yang sulit terkendali. Berbagai pertanyaan melintas di otak hingga dia terdiam dalam lamunan panjang.

"Meilani, hai!" panggil Jaquer lembut sambil membelai lengan wanitanya.

Wanita itu terhenyak kaget lalu kepalanya tengadah menatap pada manik mata elang suaminya, "apakah ini semua nyata, Jaqu?"

"Heem." Jaquer mengulum senyum manis sambil tangannya meriah pinggang ramping istrinya, "tetaplah di sampingku meskipun badai menerjang!"

Meilani mengangguk, lalu dia mengurai pelukan suaminya dan berjalan mendekati brankar putranya. Terlihat wajah Leonard sudah mulai segar.

"Tuan, bagaimana dengan putraku?" tanya wanita sombong.

"Alex, urus pria kecil itu!" Jaquer memberikan perintah pada bawahannya lalu dia berjalan menuju ke tempat putranya.

Tatapan penuh rindu tersirat pada sorot mata pria kecil. Tangan mungilnya menggapai ingin menyentuh ayahnya. Melihat hal itu, Jaquer pun segera mendekat dan duduk di samping putranya.

"Apa kabar, Jagoan?"

"Apakah Anda benar seorang Jendral Langit?"

Jaquer tersenyum, lalu dia mengangguk pelan membuat bibir pria kecil melengkung sempurna. Lalu tatapan kecil berpaling pada ibunya.

"Lihatlah dia--ayahku, Ibu! Seperti apa yang sering aku katakan bahwa di mimpiku dialah jendral itu," tutur Leonard.

Meilani hanya mengangguk sendu, sudah bukan rahasia lagi jika putranya selalu berkata bahwa ayahnya adalah seorang jendral langit. Namun, tidak ada satu pun yang mempercayai perkataan pria kecil.

Bahkan, akibat pernyataannya itu dia seringkali dibully dan dihina oleh teman juga kerabat lainnya. Sejak saat itu, Meilani tidak mengijinkan putranya berkata itu.

Jaquer hanya diam menyimak apa yang diceritakan putranya. Lelaki itu menggeram lirih dengan tangan mengepal menahan emosi.

"Tinggu disini sebentar, aku menjawab panggilan dulu!" pamit Jaquer saat dilihatnya ada panggilan masuk pada gawainya. Lalu dia melangkah keluar dari ruang tersebut.

Sepeninggal Jaquer, Meilani menatap dingin dan merajuk pada putranya. Apa yang dilakukan olehnya membuat Leonard menatap penuh tanya pada ibunya.

"Lain waktu jangan buka apapun pada pria itu. Ibu tidak mau bergantung padanya, Leon!" tegas Meilani.

"Tapi mengapa, Ibu. Toh dia adalah ayahku," tolak Leonard.

"Ibu ucap tidak iya tidak, Leon. Cukupi sudah semua dan ibu tidak mau jika kamu terluka lagi," jawab Meilani dengan nada sendu dan lembut.

Leonard menatap ibunya, lalu tangan mungilnya terangkat menggapai wajah cantik sang ibu meskipun kulitnya sedikit kusam. Dibelai perlahan lalu melepas dengan ragu.

"Baiklah, tunggu aku besar nanti, Ibu. Semua akan kubela bahkan hingga tetes darah terakhir."

"Tidak, tidak. Cukupi kesehatan dan kepandaian yang harus kamu gapai. Tidak lebih."

Keduanya saling menguatkan, tetapi tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sejak tadi melihat dan mengawasi interaksi keduanya.

"Rupanya separah itu derita kalian, mulai hari ini aku yang akan membersihkan jalan hidup kalian ke depan!" Jaquer tersenyum penuh semangat. Dia lalu menghubungi bawahan dan memberi perintah untuk menyelidiki kehidupan anak istri setelah ditinggalkannya.

Jaquer pun melangkah menuju ke kantin rumah sakit. Saat dia berbelok arah, dari arah berlawanan ada seorang wanita cantik dengan gaun mewah berjalan tergesa menuju ke ruang perawatan darurat.

Wanita itu tidak memedulikan perawat yang memanggil dan berusaha untuk menahan langkahnya. Wanita yang terlihat berkelas dengan semua atribut bermerk membuat beberapa petugas paramedis mengangguk penuh hormat.

"Tunjukkan padaku dimana kamar Tuan Muda?"

"Maaf, Anda siapa? Sesuai perintah tidak ada yang boleh masuk tanpa ijin beliau," kata seorang perawat yang berhasil mencegah wanita itu.

Namun, wanita itu menyentakkan tangannya seolah menolak apa yang dikatakan oleh perawat itu. Dia terus melangkah menuju ke ruang perawatan darurat. Sesuai dengan informasi yang di dapatnya bahwa pria itu ada di ruang tersebut.

Hingga akhirnya dia sampai di depan pintu, napasnya sedikit terengah akibat bergerak terlalu cepat dengan high heel. Perlahan pintu ruangan di dorong, lalu pandangannya melihat sekeliling mencari sosok yang dicarinya.

Bibir merah maroon melengkung tipis kala dilihatnya sosok pria kecil terbujur di atas ranjang pesakitan. Wanita itu melangkah mengikis jarak dan berkata, "Dimana pria itu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status