Dokter jaga masih diam, tatapannya tertuju pada pria berpakaian serba hitam yang menatap penuh intimidasi padanya. Pria berjas putih itu pun berdiri melangkah menuju ke Jaquer.
"Baiklah, Tuan. Baringkan anak Anda di sana!" "Hai, apa-apaan ini. Bukankah aku yang memintamu lebih dulu? Apa ancamanku tidak berarti bagimu? Baik, akan kuhubungi suamiku Dewa Matahari Timur," kata wanita itu penuh emosi. Mendengar nama yang tidak asing di telinga Jaquer, bibirnya menyeringai. Sementara Meilani, tubuhnya bergetar mendengar nama yang tidak biasa itu. Perlahan dia melangkah mundur mendekat pada Jaquer. "Lebih baik kita mengalah saja, Jaqu?" Melihat istrinya yang ketakutan, Jaquer meraih jemari dan menggenggamnya. Kepalanya mendekati telinga sang istri dan berbisik lembut, "tenangkan dirimu. Kamu pasti aman dan Leonard akan mendapatkan kesehatan nya lagi!" Meilani tengadah menatap wajah tampan suaminya yang lama tidak dilihatnya. Kedua kelopak matanya bergerak indah dengan bulu mata yang lentik membuat Jaquer ingin segera mendekap dan melabuhkan kecupan ringan. "Mau apa kamu, Jaqu?" bisik Meilani. Perlahan ibu jari Jaquer membelai lembut sudut mata kanan istrinya. Lalu ditunjukkan benda kecil hitam. "Maaf ada setitik debu yang menghalangi pandanganku untuk melihatmu," bisik Jaquer. Mendapat perlakuan yang manis membuat Meilani menunduk malu. Kedua pipinya bersemu merah dan itu mampu mengunci pandangan Jaquer untuk tidak berpaling. "Cantik." Satu kata yang makin membuat kepala Meilani menunduk dalam. Namun, keintiman ini tidak bertahan lama karena terdengar derap langkah beberapa orang mendekati ruang pemeriksaan darurat. Ada enam orang berpakaian hitam berbaris rapi membentuk jalan. Seorang pria berusia senja berjalan menuju ke ruang dimana Jaquer ada. Pria itu begitu tergesa menghampiri sosok wanita yang sombong dan arogan. Melihat lelaki itu mendekat, suara manjanya langsung keluar. "Suamiku, lihatlah pria miskin ini! Dia telah berani memprovokasi agar putra kita tidak mendapatkan kesehatannya," adu wanita itu. Pria yang dipanggil suami langsung menoleh pada arah yang ditunjuk oleh istrinya. Begitu melihat sosok Jaquer kedua bola matanya membulat sempurna, lalu saat itu juga dia membungkuk memberi hormat. "Salam sejahtera, Dewa Naga Emas!" Jaquer menatap dingin pada bawahannya yang ternyata sedang berada di kota yang sama. Lalu pandangannya beralih pada wanita yang tadi menghinanya. "Jaga lisan istri mudamu agar tahu tempat, Jiwon!" Apa yang terucap begitu jelas didengar oleh wanita sombong membuatnya mengerutkan dahi. Istri muda? Dua kata yang langsung tersimpan di otaknya. "Bagaimana kabar perbatasan timur, Jiwon? Kelihatannya sudah reda hingga ada waktu buatmu berkeliaran," tegas Jaquer. Pria yang dipanggil Jiwon menunduk, dia tidak berani menatap pada atasannya. Selama ini apa yang dilakukannya tersimpan rapi. Namun, akibat kecerobohan istrinya hari ini dia harus mendapat konsekuensi atas keteledorannya itu. "Pergi ke laut Timur. Asingkan dirimu, cari pemberontak penjual aset negara!" Perintah tegas Jaquer meluncur begitu saja tanpa memedulikan perasaan wanita sombong yang seakan terkoyak. Sementara Meilani memiliki perasaan yang sulit terkendali. Berbagai pertanyaan melintas di otak hingga dia terdiam dalam lamunan panjang. "Meilani, hai!" panggil Jaquer lembut sambil membelai lengan wanitanya. Wanita itu terhenyak kaget lalu kepalanya tengadah menatap pada manik mata elang suaminya, "apakah ini semua nyata, Jaqu?" "Heem." Jaquer mengulum senyum manis sambil tangannya meriah pinggang ramping istrinya, "tetaplah di sampingku meskipun badai menerjang!" Meilani mengangguk, lalu dia mengurai pelukan suaminya dan berjalan mendekati brankar putranya. Terlihat wajah Leonard sudah mulai segar. "Tuan, bagaimana dengan putraku?" tanya wanita sombong. "Alex, urus pria kecil itu!" Jaquer memberikan perintah pada bawahannya lalu dia berjalan menuju ke tempat putranya. Tatapan penuh rindu tersirat pada sorot mata pria kecil. Tangan mungilnya menggapai ingin menyentuh ayahnya. Melihat hal itu, Jaquer pun segera mendekat dan duduk di samping putranya. "Apa kabar, Jagoan?" "Apakah Anda benar seorang Jendral Langit?" Jaquer tersenyum, lalu dia mengangguk pelan membuat bibir pria kecil melengkung sempurna. Lalu tatapan kecil berpaling pada ibunya. "Lihatlah dia--ayahku, Ibu! Seperti apa yang sering aku katakan bahwa di mimpiku dialah jendral itu," tutur Leonard. Meilani hanya mengangguk sendu, sudah bukan rahasia lagi jika putranya selalu berkata bahwa ayahnya adalah seorang jendral langit. Namun, tidak ada satu pun yang mempercayai perkataan pria kecil. Bahkan, akibat pernyataannya itu dia seringkali dibully dan dihina oleh teman juga kerabat lainnya. Sejak saat itu, Meilani tidak mengijinkan putranya berkata itu. Jaquer hanya diam menyimak apa yang diceritakan putranya. Lelaki itu menggeram lirih dengan tangan mengepal menahan emosi. "Tinggu disini sebentar, aku menjawab panggilan dulu!" pamit Jaquer saat dilihatnya ada panggilan masuk pada gawainya. Lalu dia melangkah keluar dari ruang tersebut. Sepeninggal Jaquer, Meilani menatap dingin dan merajuk pada putranya. Apa yang dilakukan olehnya membuat Leonard menatap penuh tanya pada ibunya. "Lain waktu jangan buka apapun pada pria itu. Ibu tidak mau bergantung padanya, Leon!" tegas Meilani. "Tapi mengapa, Ibu. Toh dia adalah ayahku," tolak Leonard. "Ibu ucap tidak iya tidak, Leon. Cukupi sudah semua dan ibu tidak mau jika kamu terluka lagi," jawab Meilani dengan nada sendu dan lembut. Leonard menatap ibunya, lalu tangan mungilnya terangkat menggapai wajah cantik sang ibu meskipun kulitnya sedikit kusam. Dibelai perlahan lalu melepas dengan ragu. "Baiklah, tunggu aku besar nanti, Ibu. Semua akan kubela bahkan hingga tetes darah terakhir." "Tidak, tidak. Cukupi kesehatan dan kepandaian yang harus kamu gapai. Tidak lebih." Keduanya saling menguatkan, tetapi tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sejak tadi melihat dan mengawasi interaksi keduanya. "Rupanya separah itu derita kalian, mulai hari ini aku yang akan membersihkan jalan hidup kalian ke depan!" Jaquer tersenyum penuh semangat. Dia lalu menghubungi bawahan dan memberi perintah untuk menyelidiki kehidupan anak istri setelah ditinggalkannya. Jaquer pun melangkah menuju ke kantin rumah sakit. Saat dia berbelok arah, dari arah berlawanan ada seorang wanita cantik dengan gaun mewah berjalan tergesa menuju ke ruang perawatan darurat. Wanita itu tidak memedulikan perawat yang memanggil dan berusaha untuk menahan langkahnya. Wanita yang terlihat berkelas dengan semua atribut bermerk membuat beberapa petugas paramedis mengangguk penuh hormat. "Tunjukkan padaku dimana kamar Tuan Muda?" "Maaf, Anda siapa? Sesuai perintah tidak ada yang boleh masuk tanpa ijin beliau," kata seorang perawat yang berhasil mencegah wanita itu. Namun, wanita itu menyentakkan tangannya seolah menolak apa yang dikatakan oleh perawat itu. Dia terus melangkah menuju ke ruang perawatan darurat. Sesuai dengan informasi yang di dapatnya bahwa pria itu ada di ruang tersebut. Hingga akhirnya dia sampai di depan pintu, napasnya sedikit terengah akibat bergerak terlalu cepat dengan high heel. Perlahan pintu ruangan di dorong, lalu pandangannya melihat sekeliling mencari sosok yang dicarinya. Bibir merah maroon melengkung tipis kala dilihatnya sosok pria kecil terbujur di atas ranjang pesakitan. Wanita itu melangkah mengikis jarak dan berkata, "Dimana pria itu?"Meilani menatap penuh tanya pada sosok wanita anggun yang berdiri dengan elagan dan angkuh. Tatapan wanita itu seakan sedang menelanjanginya. "Pria siapa yang Anda maksudkan, Nona?" tanya Meilani. Wanita itu mengerutkan dahi melihat penampilan wanita di depannya yang lusuh dan terlihat miskin. Lalu kepalanya menggeleng seakan menolak akan identitas Meilani. "Dewa Naga Langit!""Dia ayahku, siapa kamu dan perlu apa mencari ayahku?" ucap Leonard cepat. Wanita itu membola saat pria kecil mengaku bahwa dewa Naga langit adalah ayahnya. Kembali dia menolak itu. "Kalian manusia rendahan mana mungkin dewa Naga mau dengan kalian. Cuih! Cepat katakan dimana dia?"Meilani hanya diam saja, tangannya masih mengusap lengan putranya. Bibir wanita cantik itu tertutup rapat dan dia sama sekali tidak merespon apapun yang dikatakan oleh wanita itu. Hanya Leonard yang sejak tadi menanggapi pertanyaan wanita angkuh. Dia masih percaya bahwa ayahnya adalah seorang pria yang berkuasa atas dunia. Namun,
Meilani menatap pada kedua orang tuanya sendu, wanita itu mengepalkan tangan tanpa sadar menekan semua keresahan hati. Tangannya terulur menarik kain lengan jubah Jaquer. Jaquer menatap pada jari lentik tersebut dengan menyunggingkan senyum termanis. Lalu pandangannya beralih pada sepasang suami istri yang telah membuangnya. Belum sempat semua ditanggapi, terdengar suara seorang perawat pria memanggil nama Jaquer dengan sebutan tuan. Suara yang bernada sopan membuat Richard menoleh, lalu mencibir. "Tuan, pada siapa nama itu kamu sematkan?""Tuan Jaquer.""Cuih, orang miskin seperti dia mana pantas dipertuankan. Cukup panggil nama," desis Richard. Namun, petugas itu tidak memedulikan dengan apa yang dikatakan oleh pria tua. Dia terus berjalan mengikis jarak dan berhenti tepat di depan Jaquer dalam jarak satu meter. "Silakan tanda tangan di sini untuk mengklaim kartu yang Anda bawa, Tuan!"Jaquer pun meraih kertas yang disodorkan oleh petugas rumah sakit itu dan langsung membubuhka
Mendengar penjelasan dari ayahnya membuat Meilani melangkah mundur sambil menarik tangan mungil putranya. Wanita itu lebih baik mundur dan meninggalkan keluarganya daripada harus menjadi budak nafsu pria berkebangsaan lain. Domain adalah seorang pedagang pendatang dari luar negeri yang begitu serakah dan menindas kaum Pribumi termasuk keluarga kecilnya. Selama ini hubungan kerjasama keluarga Hurt lancar saja, tetapi begitu pria itu datang menawarkan sebuah kerjasama perlahan tapi pasti perekonomian keluarga Hurt mengalami kemunduran. Akan tetapi keadaan ini tidak disadari oleh ayah dan saudara lelakinya, justru dia dituduh memfitnah Domain yang sudah memberi kemewahan pada keluarga. "Kamu tidak bisa menolak, Cantik. Aku lah pemilik tubuhmu saat ini dan masa depan," kata Domain sambil berjalan maju mendekat pada Meilani. Wanita itu terus mundur hingga tubuhnya menempel pada dinding kayu. Melihat ibunya yang ditindas membuat Leonard merengek dan memukul paha Domain berharap bisa mel
"Bagus, akhirnya kamu mati, Jaquer. Lihat di belakangmu berbaris pasukan dari istana langit untuk membantu Tuan Domain!" Jaquer masih berdiri tegak di atas kedua kakinya. Pandangannya tertuju pada istri dan anaknya dengan tubuh bergetar. Leonard terlihat ketakutan, hal ini terbukti dengan kedua tangannya yang mungil memeluk pinggang ibunya. Begitu juga dengan Meilani, wanita itu mendekap kepala putranya untuk menempel pada perut tanpa membiarkan kedua mata bocah laki-laki melihat pada berisan pria berkas hitam. Sementara Domain berdiri dengan congkaknya, dia tahu tujuan beberapa pria berkas itu apa. Dari ujung jalan terlihat sosok pria muda yang ketampanannya tidak jauh beda dengan Jaquer berjalan tenang mendekat ke arah Domain. "Tuan Kai, maaf jika kami tidak menyambutmu!" Domain berjalan sambil berkata lantang, "selamat datang di kediaman Richard, Tuan Istana Perungu!"Mendengar tempat istana disebutkan lancar oleh Domain seketika wajah Meilani memucat. Tatapannya tertuju pada J
"Hahh, baru luka seperti itu sudah mengeluh pada wanita. Apa ini yang namanya seorang jenderal perang? Menjijikkan!" Sarkas Domain dengan seringaian sinis. Namun, Jaquer masih bergeming. Tidak sedikitpun tubuh tergeser meskipun luka sudah bertebaran di beberapa tempat pada tubuh atasnya. Leonard yang berdiri tidak jauh dari posisi ayahnya hanya menatap heran dengan kekuatan yang dimiliki oleh ayahnya itu. Pria kecil masih bingung dengan apa yang terjadi pada tubuh sang ayah. "Apakah yang membuat tubuh ayah begitu kuat?" gumam Leonard. "Andai aku tahu apa rahasianya, maka semua pasti kuikuti agar bisa sepertinya untuk menjaga keselamatan ibu."Tatapan pria kecil tidak pernah lepas dari sosok sang ayah, begitu juga Meilani. Dia masih tetap memilih berdiri di sisi Jaquer. Ujung jarinya tetap berada pada siku lengan kemeja milik suaminya. Jaquer sendiri terlihat sedang menetralkan jalan napasnya, lalu kepalanya menunduk pada jemari kusam dan mulai terlihat gurat otot mengencang. Leng
Terlihat pergerakan formasi bintang yang masih belum sempurna, hal ini membuat Jaquer menggelengkan kepala. Ujung formasi terlihat begitu kasar gerakannya sehingga hanya sekali hentak pedang di tangan mental meninggalkan sebuah tendangan yang tidak berujung. "Hah, hanya segini ujung formasi kalian!" "Jangan kira semua langsung hancur, Bangsat. Maju kalian, perkuat samping dan berputar!" Kai berteriak memberi perintah. Seketika formasi kembali terbentuk dan kali ini terlihat makin kuat dengan berganti ujung tombaknya. Jaquer terpana. "Bagaimana bisa secepat itu?"Namun, belum sempat Jaquer bereaksi sebuah tombak melayang ke arahnya. Untung sensor tubuhnya bergerak cepat hanya menekuk tubuhnya ke samping kanan tombak itu lolos begitu saja. Terlepas dari ujung tombak sebuah tendangan datang dari arah yang tidak terduga membuat Jaquer segera melompat membuat tubuhnya melayang di udara. Formasi terus bergerak aktif membentuk ke atas mengejar langkah Jaquer. Kali ini otak Jaquer berger
Jaquer terlihat diam mematung menatap istrinya mulai dari bawah hingga ke ujung kepala. Cukup lama hingga di kedua matanya membayang bening dan mulai mengumpul keluar perlahan. Tangan Meilani terangkat, menyentuh wajah lelakinya, "jangan cengeng iih, masak seorang pria menangis?""Maafkan aku yang telah meninggalkan kamu dan calon anak kita dulu, Meme. Aku tidak berdaya meskipun saat ini masih sama." Jaquer berkata dengan nada rendah. "Sudah jangan bicara lagi, sekarang bagaimana?"Belum sempat Jaquer menjawab pertanyaan istrinya, Tiba-tiba dari arah belakang terdengar beberapa benda berat jatuh. Untung semua itu tidak sampai menyentuh punggung kecil Leonard. Jaquer menoleh untuk melihat ada benda apa yang jatuh. Begitu menoleh jelas terlihat dua koper besar yang terbuka. Semua isinya tercerai berai, beberapa helai pakaian wanita yang terlihat kucel dan kusam. Sedangkan koper lainnya berisi sedikit pakaian anak laki-laki. Dalam benak Jaguar memperkirakan semua itu lalu menghela na
Sebuah maybach hitam legam terparkir di depan gedung. Ujung pantofel yang terlihat mengkilat tertempa cahaya membuat sepasang mata menatap dengan tubuh bergetar. Sosok yang dingin dengan tinggi 185 cm keluar. Jaquer, keluar dari mobil dengan balutan jas berwarna kream menampilkan kesan dingin dan datar. "Selamat datang di mansion Albright, Tuan Jaquer!""Hem, bagaimana kabar mengenai kerusuhan di sana, Jiwon?"Lelaki senja yang masih terlihat kekar itu menghela napas panjang. Jiwon adalah salah satu orang kepercayaan Jaquer tetapi karena pernah menyinggung istrinya saat di rumah sakit masa silam membuat Jaquer sedikit lebih hati-hati. "Apa yang sudah kamu temukan?"Langkah keduanya sudah sampai di ruangan kerja Jaquer. Maka, segera Jiwon mengambil file yang disimpan pada map hitam lalu menyerahkan pada Jaquer. Jaquer membuka lembar demi lembar kertas laporan hasil penyelidikan Jiwon di daerah utara wilayah kekuasaannya. "Informasi apa ini!"Map itu dilempar oleh Jaquer dan menyent
Peringatan Mr. Hurt untuk istrinya ternyata direspon sedikit terlambat, akibatnya satu anak panah berhasil menancap pada bahu kanan Mrs. Hurt. "Istriku!"/ " Argh!" Sepasang suami istri itu bersamaan berteriak, jika Mrs. Hurt berteriak kesakitan saat anak panah itu menancap dalam, sedangkan suaminya berteriak kekhawatiran saat melihat darah mulai merembes pakaian atas Mrs. Hurt. Pria baruh baya itu tertatih mendekat pada sosok istrinya, segera direngkuh bahu sang istri dan dibawa dalam pelukannya. "Sebaiknya kita mundur dulu, Istriku!" bisik Mr. Hurt. "Tetapi--?""Sudahlah, jangan membantah!" tekan Mr. Hurt. Dengan napas berat, akhirnya Mrs. Hurt mengalah. Dia membungkuk sesaat pada Jaquer. Sikap ini menandakan bahwa saat ini wanita itu memilih mengalah pada menantunya. "Pah, Mah, tunggu dulu. Masakan sudah aku siapkan semua, makanlah dulu kalian!" kata Melani bergegas saat pertarungan itu sudah selesai. Kepala Mr. Hurt menoleh pada asal suara, "tidak perlu. Makanan miskin saja
Tubuh Mrs. Hurt yang mulai bangkit kini bisa berdiri meskipun masih sedikit condong ke depan. Dia berusaha menyeimbangkan tenaga chi miliknya. Setelah berdiam diri sejenak dan merasakan hawa hangat mulai menjalan ke seluruh aliran darah barulah Mrs. Hurt membuka beberapa meridian yang menuju ke luka dalam akibat pertemuan dua jurus. Bibir tipisnya melengkung membentuk kurva yang indah tetapi masam. Jaquer hanya memiringkan kepala ke kanan dengan sorot mata tajam. "Jika kamu belum puas, maka keluarkan semua kemampuanmu, Mrs. Hurt!" Jaquer berkata sambil mengibaskan jubah bagian kanannya. Melihat dan mendengar deretan kata dari menantunya itu darah Mr. Hurt bergolak, dia merasa direndahkan oleh manusia tidak berdaya di depannya itu. Pria paruh baya yang cara jalannya sudah tidak sempurna itu mengikis jaraknya dengan sang istri. "Bagaimana kondisimu, Istriku?" tanya Mr. Hurt begitu jaraknya sudah dekat dengan istri. "Aku tidak apa, Suamiku. Tenang saja, aku masih sanggup melawan me
Jaquer masih berdiri tenang menatap ibu mertuanya, tidak ada kegentaran sedikit pun pada raut wajahnya. Merasakan pelukan istrinya makin erat, dia menunduk melabuhkan ciuman lembut ke pucuk kepala sang istri. Meilani mendongak, bibirnya mengerucut dengan gelengan kepala. Dia tidak rela bila suaminya bertarung lagi dengan keluarganya, "lebih baik kita mengalah, Suami!"Jaquer membelai pipi istrinya, "kamu tenang saja, ini tidak akan berakhir bila semua dibiarkan saja.""Aku tidak mau kehilangan kamu lagi, Jaqu!" bisik Meilani sambil mencium lengan suaminya. Perlakuan Meilani yang begitu lembut mampu memicu tenaga positif yang berlipat ganda. Aliran darah yang hangat meluncur deras di sepanjang sel mati milik Jaquer. Angin berhembus semakin kencang, desirnya membuat jubah Jaquer melambai hingga memperlihatkan otot. Debar jantung Meilani tidak mampu disembunyikan lagi. Dia begitu takut dan waspada hingga susah menekan reaksi tubuhnya. Apa yang terlihat oleh mata telaniang seketika me
Ibu mertua Jaquer menatap tajam padanya. Wanita itu terlihat sedang menahan emosi terhadap Jaquer, tetapi Meilani menanggapi dengan santai. Meskipun wanita itu adalah ibunya, bagi Meilani dia hanya wanita pengganti jadi buat apa takut. Dengan lembut diraihnya jemari Jaquer dan menautkan dengan jarinya. Hal ini membuat Jaquer menunduk untuk melihat mimik wajah istrinya, "apakah ini artinya kamu sudah mau menerimaku lagi, Mei?" Suara Jaquer menyapa telinga Meilani dengan lembut. Cukup lama jawaban itu didengar Jaquer, bagitu rendah hampir saja tidak terdengar. "Apa sebenarnya yang kamu inginkan, Mah?" tanya Jaquer datar. "Jika memang kamu seorang pemilik istana naga, maka berikan aku tanah di Wuhai!"Suasana makin terasa tegang saat beberapa mobil sedan hitam berhenti di depan kedai. Semua mata tertuju pada satu sosok yang dikenal sebagai orang kepercayaan istana naga. Seorang pria berjalan tegap dengan tuxedo putih dan pedang tipis, dia terus berjalan menuju ke arah Mr. Hurt dan
Jaquer terpaku menatap pada cara berdiri ibu mertua, ada yang berbeda dia sudut pandangnya. Lalu dia mulai menata jalan napasnya untuk mempersiapkan diri jika sesuatu terjadi pada keluarga kecilnya. "Ayah, tidakkah kamu marah dengan perlakuan mereka?" Suara Leonard membuyarkan konsentrasi Jaquer. Dia menunduk menatap pada manik biru milik putranya, lalu bibirnya mengulum senyum tipis. Jaquer mengusap ujung kepala Leonard, lalu pandangannya kembali ke arah meja makan. "Apa kamu kira setelah suamimu kembali dia bisa membuatmu bahagia, penuh harta?" kata wanita senja itu menekan Meilani. Meilani terdiam, pandangannya tertuju pada Jaquer yang juga menatapnya. Tanpa sadar kepalanya mengangguk dan dibalas oleh Jaquer. "Dia adalah suamiku, Mah. Bagaimanapun aku masih sayang." Meilani berkata dengan tegas, "dia tidak akan tergantikan oleh siapa pun.""Sialan, apa masih kurang pembuangan sepuluh tahun silam? Dia seorang pecundang dan miskin. Kau akan tersiksa, Mei. Dengar kata mama!" "Ak
Pria tua dengan tongkat kepala naga berdiri tegak di depan kedai dengan kepala mendongak ke atas membaca papan nama kedai milik Meilani. Bibirnya mencekik seakan dia menghina apa yang sudah diusahakan oleh keluarga kecil itu. Meilani segera menyambut pria tua itu dengan penuh hormat. Dia membungkuk untuk, "selamat datang, Ayah!"Mr. Hurt menatap datar putri sulungnya. Dia sama sekali tidak bersikap ramah, berjalan begitu saja melewati tubuh Meilani yang masih membungkuk. Melihat reaksi ayah mertuanya membuat Jaquer mengepalkan kedua tangannya. Deru napasnya begitu memburu, dia tidak Terima dengan perlakuan pria tua itu pada istrinya. Raut wajahnya yang masih datar dan dingin hanya menatap tajam. "Tidak sopan, orang tua datang justru mendapat tatapan sinis. Apa kau lupa dengan kejadian sepuluh tahun silam?" Jaquer masih bungkam, dia sama sekali tidak terbakar mendengar ucapan Mr. Hurt. Jaquer justru berbalik badan melangkah ke balik meja masak yang terbuat dari kayu berukir. Mr. H
Pagi pun tiba, terlihat Jaquer di dapur sibuk dengan tepung. Kedua tangannya bergerak gesit membuat adonan mie mentah. Sudah ada beberapa yang sudah jadi dan dia simpan pada tempat biasanya. Suara riuh di dapur membangunkan Meilani. Dia segera bangkit dari ranjang lalu membuka selimutnya. "Ternyata masih utuh, tetapi suara itu terdengar begitu ricuh," gumam Meilani. Dia pun segera merapikan ranjang sebelum melangkah keluar. Setelah mencuci wajahnya, barulah Meilani berjalan menuju ke dapur. Kedua matanya membulat tidak percaya, ternyata apa yang dia ucapkan benar-benar dilakukan oleh Jaquer. "Sejak kapan kamu membuat ini semua, Jaqu?" "Sudah cukup lama, hanya menyisakan ini. Mungkin ada 200 bahan mie yang sudah jadi, Mei. Apakah kurang?"Mendengar jumlah nominal yang dikatakan oleh suaminya kedua bola mata Meilani melotot tidak percaya. Seingatnya saat dia membuka mata di jam dua dini hari, Jaquer masih tidur di sisinya. Lalu, kini di jam enam pagi bagaimana bisa mendapatkan has
Mobil yang dikendarai oleh Jaquer akhirnya sampai di depan kedai mie miliknya. Dia pun membuka pintu untuk Meilani. Dari teras terlihat Leonard berdiri di sana. Senyumnya mengembang kala dilihatnya kedua orang tuanya sudah menyatu kembali. "Selamat datang kembali, Ayah, Ibu!" sambut Leonard. Meilani tersenyum, lalu dia berjalan lebih dulu meninggalkan Jaquer. Dia segera memeluk tubuh putranya. "Terima kasih, Leon.""Apa sebenarnya yang terjadi?"Leonard menatap keduanya bergantian, dia sengaja ini diungkapkan pada ibunya apa yang dia ketahui mengenai ayahnya. Lalu tatapannya berhenti pada wajah Jaquer. "Apakah masalah itu sudah tuntas, Ayah?"Jaquer tidak mengeluarkan suara, dia hanya mengangguk saja. Lalu menatap pada Meilani. Wanita itu masih tetap bungkam. "Jadi apakah benar Paman Simon yang melakukan semua ini, Ayah?""Begitulah, tetapi ada seseorang yang mendukungnya selama ini. Apakah kamu juga kenal, Leon?"Leonard terdiam, dahinya berkerut. Satu nama melintas begitu saja
Langkah tegak memancarkan aura dingin membuat para barisan pria berjas hitam hanya menunduk. Mereka tidak berani menatap langsung pada sosok pria tersebut. Jaquer berjalan dengan kepala tengadah penuh kesombongan dan keangkuhan yang sulit untuk di tembus. Pakaiannya yang begitu berkelas menandakan posisinya yang tidak biasa di bangunan megah bak istana. Iya bangunan yang begitu megah berhias lukisan naga terbang di setiap dinding menyatakan bahwa itulah istana naga. "Semua sudah ada di tempat biasanya, Tuan. Apa masih perlu di keluarkan?""Antar aku ke sana!"Elang berjalan lebih dulu dia menunjukkan jalan ke dalam ruang bawah tanah. Lorong yang gelap dan lembab langsung menyapa penciuman Jaquer, pria itu mengeratkan rahang dengan kedua tangan mengepal. Terlihat sekali bahwa dia sedang menahan emosinya. Pintu terbuka dengan pelan, Elang berdiri di sisi pintu menunggu datangnya Jaquer. Pria dengan jas terbaik itu berjalan tenang menuju ke dua kursi yang diduduki oleh tersangka. "Ba