“Aku akan melakukannya dengan caraku, yang ayah mau hanya cucu. Jadi masa bodoh dengan caraku mendapatkan anak ....Alex menantang ayahnya. Menatap langsung.
“Dan, saat aku sudah menepati apa kemaunan Ayah. Tepatilah janji itu ...Alex berpaling dan pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang masih menatapnya dengan tatapan bingung dan tak percaya.
“Dia pasti jadi begini karena stress kerja ….terka Stella membela anak laki lakinya itu.
“Dia bukan begini karena stress kerja. Manusia bekerja sewajarnya, anakmu itu! dia gila kerja, workaholicnya bukan main!!Airlangga tersenyum kecut saat mengingat Alex. Tak pernah pulang ke rumah, memilih pergi ke Meksiko dan mengurus bisnis di sana. Pulang tengah malam, pergi pagi buta.
“Itu yang kamu lakukan dulu di masa muda, kamu tidak ingat ... ?Stella tersenyum mencoba menenangkan suaminya.
“Usianya sudah matang sayang, kalau tak seperti ini. Di umur berapa kita baru punya cucu ...ucap Airlangga dengan putus asa. Stella hanya terdiam tak menanggapi. Usia Alex memang sudah matang, pria dewasa dengan segala kemapanannya. Tapi, tak punya gairah untuk berkeluarga.
Di sisi lain, Alex berjalan dengan langkah kesal di lorong rumah. ia baru pulang dan mendaratkan kakinya di rumah setelah penerbangan hampir dua puluh empat jam dari Meksiko dan berakhir dengan tuntutan mencari istri dan ancaman tak dapat harta keluarga.
“Cuih! Apa dunia ini hanya ada satu masalah. Kapan menikah ....bentak Alex pada tembok di sampingnya. Amarhnya di lontarkan pada tembok yang tak bersalah itu.
“Kapan lulus, kapan bekerja, setelah itu mulut orang orang mulai berkicau masalah kapan menikah ...ketus Alex lagi pada tembok di sampingnya. Yang lagi lagi, memang tak bersalah.
“Alex .. ?”sapa Danil yang tak tau kepulangan Alex. Yang ia tau, Alex belum mendarat. Tapi sosok kaka laki lakinya itu sudah berdiri di lorong rumah.
“Alex ... ?sapa Danil lagi saat tak mendapat sahutan dari Alex. Alex menatap adik laki lakinya itu dengan amarah.
“Apa ...!!bentak Alex dengan nada tajam. Tapi Danil tak kaget, itu sudah biasa. Nada yang di pakai Alex untuk berbicara dengannya.
“Kenapa kamu marah marah pada tembok ... ?selidik Danil tanpa menghiraukan wajah kesal Alex. Alex semakin menajamkan matanya pada Danil.
“Apa pedulimu, urus saja urusanmu. Biarkan aku urus urusanku sendiri ...ucap Alex kembali berjalan dan meniggalkan Danil. Mereka berpapasan di lorong itu. Tapi Danil akhirnya paham dari mana Alex sebenarnya dan alasan apa yang membuatnya marah.
“Kamu dari ruangan Ayah ....tebak Danil. Dan jawabannya tepat, Alex langsung memalingkan wajahnya.
“Kamu di tuntut untuk segera menikah ...tebak Danil lagi dan senyum puas langsung menyergap bibirnya. Matanya berkilat jenaka. Karena melihat ekspresi kejengkelan Alex.
“Kamu puas ... ? Karena kalau aku tidak menikah, semuanya akan berakhir di tanganmu .. ?celetuk Alex dengan senyum yang di condongkan. Danil berbeda dengan Alex.
Wajahnya memang tak kalah tampan. Tapi ia tak terlalu seperti orang berdarah campuran. Matanya seperti mata ayahnya. Kecokelatan. Kontras dengan mata Alex yang sehijau batu zamrud.
Alex adalah representasi paras Ibunya dengan sikap ayahnya. Sedangkan Danil adalah representasi Ayahnya dengan sifat keturunan dari Ibunya. Danil lebih lemah lembut, Alex keras kepala bukan main. Kalau tak tau seluk beluk keluarga. Takan ada yang tau kalau Alex dan Danil adalah kaka beradik yang terpaut usia empat tahun.
“Alex .. Alex ....ucap Danil dengan nada terheran heran,.Kalau kamu di Meksiko, di Amerika sana. Kamu mungkin wajar kalau hanya melakukan one night stand....ujar Danil menggurui. Tapi menyulut amarah Alex.
“Tapi di sini, di Indonesia. Usiamu yang menginjak dua pulu sembilan tahun. Kamu sama saja dengan bujang lapuk ....koar Danil sembari melarikan diri. Ia tau kalau Alex sudah menyiapkan kepalan tangan untuknya, siap memukul.
“Kurang ajar ....teriak Alex saat melihat Danil berbelok di ujung lorong dan tak terlihat lagi.
“Bujang lapuk katanya .. ?Alex berujar dengan senyum meremehkan,.Apa dia pikir, pesonaku tak bisa menundukan wanita manapun lagi .. ?
Alex berjalan pergi. Emosinya dua kali lipat membludaknya. Tapi ia harus menahannya. Tubuhnya terlalu lelah untuk mengejar Danil dan meninjunya setelah penerbangan seharian. Alex berjalan menuju kamarnya sendiri. Kamar dengan dominasi warna hitam dan sedikit aksen kayu dari furnitur kamar.
Alex merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu.
“Menikah ...gumam Alex dengan suara rendah.
“Bagaimana aku punya anak, aku hanya berkoar koar barusan ....Alex kembali bangkit dan terduduk lesu di kasurnya. Ranjangnya itu bersih, Ibunya selalu membersihkan kamarnya saat tau ia akan pulang.
“Cecungut itu benar ... diam diam Alex membenarkan ucapan Danil di lorong barusan.
“Sebentar lagi aku tiga puluh tahun, kenapa aku jadi berpikir seperti ini ...ucap Alex frustasi. Ia mengacak ngacak rambutnya.
“Sejak kapan aku peduli dengan omongan orang orang sekitarku, apa aku sudah menjadi orang tua ....Alex membantingkan tubuhnya lagi ke kasur. Matanya nyalang menatap ke langit langit kamarnya.
“Kalau dia tidak pergi, mungkin aku sudah punya keluarga sendiri ...ucap Alex bergumam kemudian matanya mengerjap. Tak lama Alex tertidur. Kelelahan setelah penerbangan yang lama. Tubuhnya bergelayut lesu di atas ranjang.
“Siapa laki laki itu ...” Casandra masih bertanya tanya. Ia tak pernah melihat laki laki itu sebelumnya. Tapi memberikan uang senilai sepuluh triliyun. Dia pasti bukan laki laki biasa. Kalangan orang kaya pastinya.“Nona ... seorang pelayan masuk membawakan makan malam pada Casandra. Perempuan yang mungkin hanya lebih tua beberapa tahun darinya.“Saya di tugaskan untuk membawakan mak
Casandra terkejut saat mengingat memori terakhir di ingatanya itu. ia terbelalak saat melihat dirinya tak lagi memakai dress mini yang di kenakannya. Berganti dengan dress katun tipis sederhana tapi memperlihatkan lekuk tubuhnya. “Kalau boleh bertanya, sekarang hari apa .. ? Casandra menengok pada pelayan yang masih sibuk menata makan malam untuknya.&
Pagi itu, Alex tengah berada di ruang makan. Hendak melakukan ritual sarapan pagi bersama. Tapi, Airlangga membangun atsmosfer tak mengenakan pagi itu.“Asalkan kamu tau Alex, ayah mengingat apa yang kamu katakan semalam ... , ucap Airlangga pada Alex yang sedang meminum orange juice dari gelasnya.“Aku juga tidak akan lupa dengan kata kataku sendiri ... seru Alex tak mau kalah.
Semua agenda Alex di lakukannya dengan baik, rapi dan terorganisir. Alexa lumayan cekatan menilik kalau ini adalah pekerjaan profesional pertama yang di tekuninya.“Aku kelelahan ... keluh Alexa sembari membaringkan tubuh di sofa.“Aku tidak bisa mengikuti kegiatan orang workaholic sepertimu ...”ucap Alexa lagi. Ia kelalahan setelah seharian mengikuti Alex. Agenda yang ia buat sepdat mungkin dan singkat. Nyatanya,
Alex mengambil puntung rokok ke tiganya. Setelah mengingat semua kejadian beberapa hari belakangan. “Aku memilih perempuan yang tepat, tapi sudah di taklukan seperti landak ... komentarnya saat mengingat betapa keras kepalanya Casandra barusan. “Well, tapi dia jalan keluar yang terbaik ...
“Ku bayar sepuluh triliyun milikmu! Dan cari perempuan lain untuk mengandung anakmu! Casandra mengucapkannya dengan lantang dan penuh percaya diri. Alex terpana lumayan lama dengan kepercayaan diri Casandra. Tapi kemudian tertawa. “Aku tidak yakin kamu mampu …”jawab Alex dengan nada masih merendahkan. Ia menatap Casandra yang sudah mengenakan dress yang ia pesankan untuknya. Menatap Casandra
“Halo ? Clara, ada apa ..”Alex menjawab dengan nada dingin. Mencoba tenang untuk menghadapi panggilan tak di sengaja ini. “Tuan! Maafkan saya yang tidak bisa bekerja dengan benar..
Di ruang meeting. Alex menatap kursi kosong itu dengan bersiap siap mengamuk si penunggunya kelak. Sudah hampir satu jam. Dan penunggu kursi itu belum muncul. Sudah di bayangan Alex, kalau orang itu akan muncul dengan sumringah dan tanpa dosa. Dan ternyata itu terwujud.
Encounter 7 Waktu seperti berjalan sangat lambat bagi Aruna. Perjalanan pulangnya seperti berkilo kilo meter lebih jauh. Sedangkan Mahesa di samping Aruna justru tenang saja, sejak tadi memilih untuk ikut diam dan juga fokus ke jalanan. Ketika mobil putih itu memasuki jalanan yang mulai sempit. Menuju ke pemukiman yang tidak terlalu elite, tapi tidak juga terlalu padat penduduk. “Berhenti di sana...” Aruna menunjuk rumahnya, rumah dengan tembok yang di cat berwarna tosca, dengan halaman yang sempit dan gerbang yang tidak terlalu tinggi.&
Encounter 6 Aruna merasakan kecemasan menghampirinya. Hampir semua teman teman kantornya tidak menjawab panggilan maupun pesan darinya. Semua orang mungkin sudah pulang ataupun sedang melakukan pekerjaan diluar kantor. Aruna akhirnya duduk di paving, ia mengamati dengan mata nanar, dua roda belakang yang tidak lagi terisi udara. Dan bukan hanya itu, mobil kantor ini juga mogok! Aruna menundukan kepalanya dalam dalam, ia tengah mencari cari solusi. Tapi otaknya juga ikut mogok. “Butuh tumpangan?”&
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 4 Laura melirik ke meja yang sudah Mahesa pesan. Laura jelas sekali terlihat enggan untuk menyantap beberapa makanan disana. Apalagi Chesee Croucet yang terlihat menggiurkan tapi mematikan. Mematikan karir Laura maksudnya, karena ya... terlalu banyak kalori, dan berlemak. Euhh. Sedangkan Mahesa terlihat tenang tenang saja sambil menikmati minumannya, Latte. Meskipun kafe ini VIP, Mahesa tidak memesan makanan yang terlalu mewah. Toh ia hanya sekedar menikmati minuman disini. Sedangkan Aruna sejak tadi disergap rasa gugup. Ia bahkan melakukan tindakan bodoh dengan langsung menyeruput minumannya yang masih panas.&
Encounter 3 Sebuah Kafe di daerah Bilangan, Jakarta Barat. Benar kata Kayara, kliennya kali ini benar benar membuatnya syok dan tidak percayara. Kafe yang Aruna masuki yang sepengetahuannya hanya bisa dimasuki oleh orang yang sudah reservasi terlebih dahulu. Tanpa perlu memerlukan tanda pengenal, Aruna bisa mengetahui siapa kliennya sekarang ini. “Selamat siang....” sapa Aruna dengan nada seramah mungkin. Menyapa dua orang yang hanya terlihat punggungnya saja. “Siang...” balas si pemilik suara bariton, si perempuan nampaknya masih kesal dan mengira kalau Aruna adalah Kayara.
Encounter 2 Namanya Aruna Renjana. Pagi ini, sama seperti pagi sebelumnya. Aruna berjalan ke arah kelasnya, dengan rambut yang dikuncir dan tangan yang penuh dengan buku paket, Aruna berjalan. Sendirian. Langkahnya yang cepat membuat Aruna hanya membutuhkan waktu sekitar beberapa menit untuk sampai dikelasnya. Diujung sana, setelah melewati lapangan rumput. Tapi itu tidak seperti dugaannya. Aruna terhenti, tepat di gazebo. Aruna yang harus melewati paving tepian lapangan, karena ada larangan untuk menginjak injak lapangan rumput itu terhenti oleh gerombolan siswa laki laki.
Encounter 1 Just Married adalah kantor kecil dengan bangunan dua lantai. Bangunan yang lantai satu di gunakan untuk semua karyawan dan untuk segala hal yang bersifat administratif. Sedangkan lantai dua adalah bangunan dengan hampir seluruhnya bermaterialkan kaca, lantai dua lebih digunakan sebagai tempat untuk technical meeting dan pematangan ide. Jangan berharap kalau kantor Aruna memiliki kantin. Karena jawabannya, tidak ada. Kantin disini adalah trotoar sebrang jalan yang diisi banyak sekali warung tenda, yang sama sama digunakan oleh banyak sekali karyawan di kompleks ini untuk mengisi perut di jam makan siang, Just Married bisa di bilang sukses walau skalanya masih kecil, berkat p
Mahesa mencengkeram erat tangan Aruna. Melihat wajah Aruna yang memerah, bahkan bukan hanya wajahnya, sekujur tubuh Aruna seperti mengeluarkan rona merahnya. Membuat Mahesa tidak menyadari, ada daya magis yang membuatnya terpesona. Mahesa tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, lebih lebih dengan posisi mereka saat ini. Dengan tubuh Aruna yang pasrah dibawah himpitan tubuh Mahesa yang melingkupinya. Rintihan demi rintihan kecil Aruna yang kian membuat Mahesa mencengkeram, menahan erangannya sendiri. Gadis yang setengah memejamkan matanya itu, berusaha untuk meraih pungguh Mahesa. Tapi terlambat, tangan Mahesa sudah kembali mencengkeram pergelangan tangan Aruna, meletakannya diatas kepala dan memperc